Natalia menjatuhkan dirinya di kasur empuk kediamannya, tepat setelah Deana mengantarnya pulang. Ini pukul satu siang. Natalia tadi sempat ke kantor hanya untuk meghadiri meeting sebentar sebelum akhirnya badannya panas dan kepalanya terasa semakin berat. Wanita itu memilih untuk pulang ke rumah segera dan meminta Deana untuk mengatur kembali jadwal selanjutnya.
Sementara Sagara hari ini kebetulan mengambil libur. Selepas mengantar Natalia pulang ke rumah tadi, pria itu langsung mengantar Natalia ke kantor. Baru setelah itu dia menjemput sang mama dari tempat menginap, membawanya kembali ke rumah Natalia, dan terakhir mengantarnya menuju airport karena hari ini adalah jadwal penerbangannya untuk kembali.
"Mbak, maaf ya aku nggak bisa ikut anter," N
Natalia membuka matanya perlahan. Bayangan sekitar masih nampak sangat samar. Matanya berat dan tubuhnya masih terasa sangat lemas namun sepertinya panasnya sudah turun. Dia juga menyadari tubuhnya banyak berkeringat meskipun sudah berada di kamar full ac. Tidak bisa bergerak, Natalia merasakan tubuhnya terkunci dari belakang. Lengan besar yang memeluk tubuh kurusnya langsung menyadaarkannya. Rupanya itu Sagara. "Gar.." Mendengar Natalia mulai bersuara, Sagara kontan melonggarkan dekapannya. Pria itu mengecup belakang kepala Natalia sembari menurunkan kain yang tadi dia letakkan di dahi sang wanita. "Kamu sudah bangun? Gimana? Masih pusing?" Natalia menggigit bibirnya sendiri, saat ini tubuhnya masih terasa cukup lemas, apalagi ada nyeri yang mengaduk perutnya juga. "Ngghh, masih pusing sama nyeri," cicitnya. Sagara bangkit dari tidurnya, membalik Natalia perlahan sembari menatap dengan khawatir, "kita ke dokter aja, ya!" Ajaknya. Benci sekali ke dokter. Natalia menggeleng l
"Mari akhiri semuanya. Aku akan menikah bulan depan." Netra wanita itu memerah dan membesar kecewa. Dia masih duduk di lantai setelah pertengkaran antara dirinya dengan snag kekasih yang entah tentang apa. Belakangan ini kekasihnya itu jadi nampak selalu uring- uringan. Setiap dia datang ke kamar indekosnya, si lelaki selalu saja menydutkan dan memborbardirnya dengan kata- kata kasar. Entah mengapa. "Kenapa?" Setidaknya dia perlu tahu apa kesalahannya hingga kekasih yang dia cintai bertahun- tahun itu tiba- tiba saja ingin memutuskan hubungan dan bertindak aneh belakangan ini. Hening, tidak ada jawaban. Natalia masih menahan air matanya sedari tadi, dia tidak mau terlihat semakin lemah. Meskipun hatinya telah tercabik- cabik dan terpuruk. "Davi... aku salah apa?" Lagi dia bertanya. Memikirkan apa kiranya kesalahannya selama ini sehingga snag kekasih memilih untuk berlaku kasar dan bahkan hendak meninggalkannya sekarang—setelah semua yang dia beri dan beragam kesulitan yang dil
"Yakin bisa ikut?" Sagara meneliti Natalia yang tengah memasukkan barangnya ke mobil. Wanita itu memang sudah nampak sedikit lebih segar, mungkin juga efek ditimpa riasan yang menyamarkan wajah pucatnya. Natalia mengenakan kaos dengan tulisan yang sama dengannya. Layaknya pakaian couple, tapi sayangnya bukan. Ini adalah seragam outbond kantor. Bosnya itu mengangguk, "bisa, lagipula aku nggak bakal ikutan lomba macam- macam disana. Aman," ujarnya tanpa melirik Sagara kembali. Wanita itu telah memasukkan satu tas jinjing ke bagasi mobil, satunya lagi membawa tas bahu berukuran kecil berisi dompet dan ponsel. Natalia melangkah lebih dulu menuju kursi penumpang depan, diekori oleh Sagara yang mengambil posisi untuk menyetir. Hari ini mereka berangkat bersama. Tentu nanti Sagara akan menurunkan diri sekitar beberapa kilo dari pintu masuk kantor. Natalia akan beralih mengemudi, sementara dia akan berjalan kaki untuk masuk. Berbeda dengan wanita yang cenderung membawa dua tas dan cuk
Hamparan hijau rumput yang dirawat, berpadu dengan pemandangan perbukitan yang hampir disembunyikan oleh awan. Sementara itu, jika melihat jauh ke bawah, ada semacam danau kembar yang mengelilingi lokasi tersebut. "Okay guys, we need to warm up first since its cold here!" Komando dari David selaku ketua panitia acara outing hari ini. Dia bersama dengan staf senior lainnya memulai untuk memberi arahan, merapikan barisan dan pemanasan ringan agar tubuh mereka tidak terlalu kedinginan. Selain itu, setelah ini mereka masih harus mengikuti serentetan games yang akan menguras energi. Sagara berbaris di belakang, bersama dengan Mario dan komplotan anak laki- laki lainnya. Sembari mengikuti instruksi senam, tentu saja matanya masih mengekori jajaran pimpinan yang kini duduk dibawah semacam kanopi. Natalia duduk berbincang disana, menyaksikan acara yang difokuskan pada staf perusahaan hari ini. Sekitar lima belas menit melakukan senam pemanasan, mereka mulai duduk melingkar di rerumputan.
"Ibu serius mau main itu?" Deana bertanya untuk kesekian kalinya pada sang atasan yang kini berjalan masuk mengikuti barisan peserta bungee jump. Alih- alih ATV, Natalia justru memilih untuk melakukan bungee jumping? Deana tersenyum kikuk, "maksud saya, pimpinan yang lain juga banyak yang tidak ikut, bu. Jadi kalau ibu masih tidak enak badan, apa tidak sebaiknya menunggu disini saja?" Deana memberi pertimbangan. Natalia mengangguk untuk kesekian kalinya. Tekadnya sudah bulat, selain karena pada outbond sebelumnya ia sudah mencoba ATV, Natalia suka tantangan baru. Bungee Jump ini salah satunya. "Nggak apa kok saya sendiri aja kesana, kamu nggak harus ikutan," ujar Natalia saat Deana mengekori. Tapi bagaimana bisa? Sebagai asisten siaga yang setia, Deana tidak akan membiarkan atasannya berada dalam satu lingkungan sendiri. Apalagi ini dalam kegiatan perusahaan, masih dalam jam kerja.Pada akhirnya Natalia dan Deana ikut registrasi bungee jumping. Seperti dugaan, hanya ada sedikit
Benda persegi yang menempel di dinding berwarna putih itu menunjuk angka 2, sudah menjelang pagi. Lelaki dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter itu tiba- tiba saja membuka mata dan tidak bisa tidur lagi. Salahnya karena begitu masuk ke dalam kamar pukul delapan petang tadi dia justru langsung lelap. Meninggalkan Mateo dan Mario yang sejak sore sibuk berdebat berdua tentang beragam teori konspirasi, anime, hingga memeprebutkan anggota girlgroup Korea yang katanya menjadi favorit mereka. Efek samping tumben tidur cepat, bangunnya juga jadi cepat. Sagara frustasi karena justru terbangun di jam- jam rawan begini. Melirik duo yang kini sudah terlelap pulas, Sagara memutuskan untuk keluar kamar. Dia hanya meraih ponsel dan rokok elektriknya. Mungkin sedikit udara dingin dan game di ponsel bisa membuatnya kembali mengantuk. Lelaki itu duduk di balkon belakang kamar, ada kursi panjang disana. Memilih untuk menyamankan diri sebelum pada akhirnya membuka ponsel yang telah dianggurkan
“Semalem lo kemana?”Baru saja menguap lalu menyuap nasi goreng pagi, tiba-tiba saja Mario datang dengan sebuah pertanyaan. Sagara bersikap santai, seolah kepulangannya ke kamar pukul lima pagi itu adalah hal biasa yang tidak disaksikan oleh siapapun. “Gue bangun jam tiga gitu, lo nggak ada di kasur,” tambah Mario. Sagara fokus pada makanannya, “nyebat bentar keluar.”Tak ada tanggapan lebih lanjut dari Mario, sepertinya laki-laki itu sudah cukup dengan jawaban Sagara. Keduanya melanjutkan sarapan mereka, sarapan terakhir sebelum rombongan kembali ke ibukota. Netranya melirik gerombolan wanita yang baru saja memasuki area resto hotel. Salah satunya ada Natalia yang tampil cantik dengan jeans warna gelap dan atasan ditutup outer serta syal. Sagara mengulas senyuman tipis. Tentu saja, mau bagaimana lagi Natalia harus keluar kalau semua tandanya kemarin terukir penuh hingga leher bagian atas? Sempat bersitatap sebentar sebelum akhirnya Natalia memalingkan wajah lebih dulu. “Outbond
Teh panas yang masih mengepul menggelitik hidung sang putri Xaviera. Rambutnya digulung asal dengan kacamata kerja membingkai wajahnya. Bibir yang tadinya pucat sudah mulai merona kembali. Bersamaan dengan ambisi kerjanya yang menggebu lagi.Natalia memutuskan untuk mengambil beberapa dokumen di ruang kerjanya dan memboyong mereka ke rumahnya. Kembali dari outbond siang tadi, Natalia tak mau buang-buang waktu lagi dan mentitahkan Deana untuk membawa berkas-berkas itu kedalam mobilnya. Sejujurnya Deana telah berulangkali menjelaskan padanya bahwa sebagian besar dari berkas-berkas tersebut masih bisa Natalia kerjakan perlahan di kantor. Namun apa daya? Memangnya siapa yang bisa mencegah Natalia Xaviera dan segala ambisinya?Wanita itu memendam rasa bersalah setelah menggunakan beberapa harinya untuk istirahat di tengah huru-hara dan ramainya proyek yang baru masuk—meskipun itu semua memang dapat diselesaikan dengan baik oleh timnya. Usai membersihkan diri dan sempat tidur selama kur
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem