Tentang pertanyaan sang hakim barusan. Akhirnya dengan satu tarikan napas yang panjang. Harger mengangguk dan memberi pria itu keputusan untuk memeluk tubuhnya erat.
“Aku akan menunggumu menyelesaikan tugas membebaskan ibu dan adikmu,” bisik Harger lambat sambil – sambil menghirup aroma tubuh maskulin pria yang bahkan sesekali menjatuhkan kecupan ringan di rambutnya.Satu bagian terlupakan segera mengingatkan Harger pada suatu hal. Dia tersenyum untuk mengambil jarak sesaat.“Salep pemberian dokter. Kau mungkin bersedia jika aku mengoleskan itu ke luka tembak di punggungmu?”“Salep?”Harger mengangguk. Seketika mereka tertawa berdua usai melewati beberapa saat setelah sang hakim mencerna kata – katanya dengan baik. Pria itu langsung mengambil tempat menelungkup sekaligus menarik kembali kaos yang baru saja dikenakan beberapa saat lalu.Harger menatap punggung sang hakim dengan ragu. Tidak tahu apa lagi yang bisa dia pikirkan setelah ini, tetapi dengan tentatHarger menatap layar ponsel yang gelap tanpa kata – kata. Selama satu minggu dia dan sang hakim memang hanya bertukar pesan—sesekali akan melakukan panggilan video jika pria itu sedang tidak sibuk. Ya, seharusnya semua ini berjalan seperti biasanya, tetapi ntahlah ... tiga hari belakangan sang hakim sama sekali tidak menghubunginya. Harger tidak tahu apa yang mungkin bisa dia pikirkan. Pemikiran tentang usaha untuk membebaskan ibu dan adik pria itu mendesak semakin terjal. Sang hakim pernah mengatakan bahwa rencana yang dibuat bersama Pak Sekretaris sudah berjalan separuh pogres. Barangkali pria itu harus lebih sigap mempertahankan proses – proses yang lain. Harger mendengkus kasar menghadapi pola yang dirangkai dengan lancang. Jika memang itu benar, dia tidak akan melarang. Hanya ingin sang hakim memberinya sedikit kabar, supaya sesuatu yang terasa menuntut dalam dirinya tak perlu menunggu bentuk perasaan yang terasa ngambang tak berarah. “Memangnya kau pikir kau sia
“Lubang palka memang dirancang khusus oleh ayahku, tapi diambil alih oleh salah satu musuhnya. Jika tidak begitu, aku tidak mungkin mengumpulkan batu berlian karena hanya dengan batu berlian, pintu lubang palka bisa dibuka.”Dan pria itu mengakhiri serentetan ungkapan dengan ekspresi nyaris tak terbaca.“Hanya itu cara satu – satunya?” Ntahlah, tiba – tiba Harger merasa ngilu membayangkan bahaya yang akan dilalui sang hakim dan Pak Sekretaris nanti, andai, mereka tidak memiliki opsi lain—yang terdengar lebih baik.“Tidak.”Jawaban singkat itu segera memercikan perasaan bingung. Harger sekali lagi mengangkat sebelah alis penasaran. “Cara lainnya?” Dia tak segan membiarkan waktu berjalan lebih panjang.“Kami bisa mendatangi langsung tempat persembunyian, yang sialnya juga milik ayahku. Musuh ayahku adalah teman baiknya, masuk akal mengapa properti – properti kepunyaan Pak Sekretaris sangat mudah diambil alih. Sayangnya, mereka menempatkan penjagaan terlalu ketat. Ayahku sendiri tahu beta
Harger tersentak bangun oleh suara getar di ponselnya. Sisa nyawa yang masih belum terkumpul utuh membutuhkan waktu beberapa saat hingga kemudian lengan Harger terulur mengambil ponsel di atas nakas. Dia langsung menerima sambungan telepon, tidak peduli siapa pun itu, tetapi suara Howard dari seberang sana sontak membuat kelopak mata Harger terbuka lebar. Mendadak jiwanya masuk ke dalam mode antisipasi.“Misi apa maksudmu?” Dia bertanya sekali lagi hanya untuk memastikan.[Pak Sekretaris menunjukku sebagai tim leader agar menyiapkan beberapa agen yang nanti bertugas sebagai ekstrasi. Maksudku, kita akan berperan sebagai tim penyelamat. Apa kau mau ikut?]“Hanya menjadi tim penyelamat? Itu tidak menantang.” Napas Harger mengembus kasar, lalu dengan sengaja menjatuhkan tubuhnya telentang—menatap ke samping dan merasa sedikit lega ketika menemukan beludru merah masih berada di titik yang sama dari terakhir kali dia letakkan di sana.[Ini bukan hanya misi penyelematan, t
Iris gelap itu menatap fokus ke satu titik, sambil mengarahkan moncong senjata yang dilengkapi alat peredam suara untuk berlabuh lurus di bagian leher pria yang sedang menatap fokus ke depan—ini momen tepat sehingga ujung jari Deu segera menekan pelatuk. Dia langsung bersembunyi ketika satu penjaga lainnya terkejut mendapati sang rekan jatuh ke tanah dengan suara hantaman keras. Pria itu langsung mengeluarkan sikap waspada usai mengetahui bahaya sedang mengancam. Sebelum benar – benar bisa melakukan sesuatu, Deu mengambil sikap terdahulu—menembak lengan sisa lawan yang ada hingga erangan tanpa sadar keluar, sementara dia lantas berlari cepat melakukan penyergapan.“Katakan berapa banyak orang di dalam sana?” tanyanya setengah mendesis. Seperti kebiasaan, Deu akan selalu berhitung—berapa orang kira – kira. Dan setelah dia mengetahuinya, hal itu bisa segera dieksekusi.“Bangun.”Dia mengangkat pria yang sedang terluka di bagian lengan untuk mengambil langkah berdiri d
Setelah pengorbanan saudara laki – lakinya, Astoria tidak mungkin membiarkan Deu mati tenggelam. Dia langsung menyusul, kembali berenang ke dalam air hanya untuk menarik tangan Deu keluar ke permukaan. Butuh usaha sangat keras, tetapi itu tidak akan menjadi tindakan sia – sia. Astoria segera disambut Pak Sekretaris maupun beberapa orang di daratan. Dia dibantu bangun—segera mendapat pertolongan pertama—dituntun menuju satu tempat di mana ibunya berada—tim pernyelemat dipecah dua; sebagian menangani mereka, sisanya berada di sana. Mengerubungi tubuh Deu yang dibaringkan dengan keadaan pingsan.Astoria ingin melihat kakaknya lebih lama. Ironi. Dia tak bisa melakukan dengan nekat saat sesuatu terasa sangat sakit di bagian perut. Golakan hebat semacam menyeretnya pada kontraksi yang luar biasa dahsyat. Astoria mengernyit, tengah mencoba untuk menghalau bagian terburuk dari reaksi janinnya. Sesaat dia mendapati Pak Sekretaris diliputi ekspresi terungkap begitu bimbang. Pria itu jelas
Paling tidak, sekarang Astoria sudah dipindahkan ke kamar rawat. Masih belum sadarkan diri setelah operasi berjalan dengan baik. Harger memutuskan untuk menunggu adik peremouan sang hakim. Sedikit merasa lega walau benar – benar sangat disayangkan terhadap apa yang terjadi kepada gadis muda itu. Dokter mengatakan bahwa Astoria mendapat begitu banyak tekanan dan ... bagian terburuknya hal tersebut memberi pengaruh kepada janin. Nyaris tak dapat Harger bayangkan bagaimana perasaan Astoria nanti. Dia tahu seperti apa rasanya kehilangan janin di dalam kandungan. Hampir tidak ada kata – kata terbaik untuk mewakili golakan menyesakkan sepanjang yang pernah dia lalui. Mungkin sang hakim pun merasa demikian, sehingga pria itu memutuskan menitipkan Astoria, sementara ... di sisi lain sang hakim secara tentatif memutuskan untuk melangkah pergi—ntah ke mana. Harger tak sempat menanyakan detil keinginan tersebut. Tetapi barangkali dia yang terlalu lambat mengambil sikap ketika beberap
Harger menelan ludah kasar. Menduga – duga bahwa Deu sedang memikirkan sesuatu, dan pria itu membutuhkan ketenangan. Angin berembus memang meninggalkan sedikit perasaan lega. Ntahlah, barangkali sang hakim sedang melamun, sehingga tampaknya pria itu terkejut begitu Harger memutuskan untuk berdiri di samping tubuh jangkung sang hakim yang segera menatapnya dengan mengerjap.“Dari mana kau tahu aku ada di sini?”Pertanyaan paling pertama membuat Harger tersenyum tipis. “Ayahmu,” jawabnya setengah menengadah untuk melakukan kontak mata bersama iris gelap Deu.“Kau seharusnya tidak menyusulku.”“Kenapa?”“Bukan apa – apa. Bagaimana dengan Astoria?”Sang hakim tiba – tiba mengalihkan pembicaraan.Tentang Astoria ....Harger langsung mengatur posisi wajah ke depan. Menatap lembut pada kaki langit dan bangunan – bangunan kokoh yang berjejer. Dia menarik napas pelan, memikirkan seperti apa sang hakim nantinya. Tetapi tidak ada alasan untuk menutupi bagai
Harger menelan ludah kasar tepat setelah dia dan sang hakim sudah menjulang tinggi di depan kamar rawat Astoria. Mereka saling menatap sesaat, kemudian tanpa mengatakan apa pun sang hakim membuka pintu dengan lambat.Benak Harger sedikit lega menemukan Astoria memang sudah setenang itu, meski gadis muda tersebut seperti sedang memikirkan sesuatu dengan pandangan setengah kosong menghadap ke arah jendela. Rasanya Harger tidak yakin, tetapi dia tetap membuntuti langkah sang hakim yang mendekat.Astoria menoleh. Kali itu pula sang hakim telah menjulang tinggi di depannya.“Di mana Madre?”Pertanyaan pertama digunakan untuk mengetahui keberadaan ibunya. Astoria menggeleng samar. Namun, di waktu bersamaan terlihat harus berusaha keras bersuara.“Bersama Padre. Mereka meminta izin untuk membicarakan sesuatu yang serius.”Demikian yang diuraikan. Napas sang hakim lantas berembus kasar, dan pria itu mengulurkan tangan menyentuh puncak kepala adiknya yang terungkap ti
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya