Share

Paspor

Author: Susi_miu
last update Last Updated: 2023-10-16 11:45:46

“Kau sangat luar biasa, Sayang. Bahkan Harger tidak pernah memperlakukanku semanis ini.”

“Kau menyerahkan padaku kenikmatan yang gila. Aku mencintaimu.”

Badai ketegangan mengamuk di benak Harger. Itu adalah saat – saat dia harus mengetahui hubungan terlarang antara tunangan dan sahabatnya sendiri. Harger benci untuk menerima pengkhianatan terbesar dalam hidup yang kacau. Bagaimanapun Rob telah menghancurkan segala peristiwa yang Harger anggap sebagai suatu momen manis. Merompak ketenangan maupun kepercayaan Harger, seolah tidak ada harga yang lebih murah dari kesedihan Harger di hari ulang tahun sahabatnya.

“Selamat bertambah usia, Alice. Rob adalah hadiah ulang tahun terbaikku untukmu.”

Harger mungkin bersedih. Namun dia tidak pernah menyangka akan bersedia melempar seonggok sampah pada tempatnya. Alice dan Rob memberikan pertunjukan serasi. Mereka baru saja bercinta dalam balutan selimut putih tebal. Begitu gelagapan menghadapi Harger yang sama sekali tidak mengalihkan tatapan tajam sekadar mendikte kesalahan dua orang dewasa itu.

“Harger, tolong dengar penjelasanku dulu—“

“Tidak perlu.”

Harger meniup lilin dengan tenang, kemudian sengaja menjatuhkan bongkahan kue ulang tahun acuh tak acuh ke atas ranjang. Dia datang baik – baik untuk memberikan kejutan, ternyata keputusannya adalah kesalahan besar.

“Silakan lanjutkan kegiatan panas kalian.”

“Berhenti, Rob.” Nada tinggi Harger rasanya sudah cukup untuk mengingatkan Rob, agar tidak sekali pun pria itu mencoba membujuknya. Namun kenyataan bahwa Rob sangat berani melakukan tindakan fisik bersama seseorang—bukan dirinya. Memberi Harger rasa sakit yang parah. Artinya Rob tak akan segan bertindak lebih jauh dari itu.

Wajah Rob penuh amarah mulai mencekal pergelangan Harger. Menyeretnya sebegitu kasar, hingga kelopak mata Harger terbuka lebar menyadari semua itu hanyalah mimpi. Mimpi buruk yang menjadi kenyataan, setelah kenyataan itu sendiri nyaris dia lupakan.

Napas Harger menjadi sesak, mulai merasakan sesuatu yang berat menimpa tubuh yang telentang. Rob sedang duduk di atas permukaan perut ratanya dengan cekalan seperti di dalam mimpi. Harger segera berontak. Berusaha menjauhkan Rob, tetapi sosok itu sangat mengerikan di tengah – tengah keremangan.

Telapak tangan dingin membasah milik Rob tidak akan pernah membiarkan Harger terbebas secara cuma – cuma.

“Tolong!”

Sehingga Harger berteriak keras. Menarik perhatian Rob yang jelas – jelas sedang meremehkan situasi di sana.

“Siapa yang akan menolongmu, Sayang?” Pria itu berdecih sinis, sambil menekan tulang rahang Harger. Berpikir dia telah menang untuk kemudian mengancam Harger dengan nada bicara yang kejam.

“Sekali lagi aku bertanya padamu. Di mana batu berlian itu?”

“Sudah kubuang. Apa lagi yang kau inginkan?”

“Aku tidak bodoh, Harger. Katakan di mana batu berlian itu!”

“Kau sendiri sudah tahu isi koperku hanya ada pakaian. Aku membuang batu sialan itu di Laut Mediterania. Cari saja jika kau memang tidak percaya! Laut Mediterania letaknya tidak jauh dari sini.”

“Beraninya kau—“

“Hentikan!”

Kemunculan Deu memprovokasi Harger untuk mendorong Rob sekuat tenaga. Memberi sedikit pelajaran dengan kepalan tangan menghantam wajah mantan tunangan yang menyedihkan, lalu segera meninggalkan pria itu untuk membeku lama di tempat. Rob sangat jelas memperhatikan sang hakim, meski tidak melontarkan sikap keberatan secara langsung.

“Aku sedang bersama hakim, Rob. Tidak sulit melibatkanmu sampai ke pengadilan, karena sudah mencoba merampokku. Kau bahkan sudah melakukan itu sebelumnya.”

Harger harap Rob memiliki secuil nurani mengembalikan barang yang pria itu ambil. Ironi sekali, bajingan seperti Rob tidak muncul sekadar menawarkan perdamaian. Justru berdecih sinis di sana, menunjukkan seringainya yang kejam dan memuakkan.

“Kau sungguh beruntung malam ini. Tapi aku tidak akan membuat hidupmu tenang, Harger! Percayalah ....”

Harger tidak takut pada ancaman demikian. Hanya saja dia masih sangat waras meladeni kegilaan Rob. Tidak mengatakan apa pun saat Rob melompat ke luar jendela. Meninggalkan keheningan sampai sang hakim menuntun Harger duduk di sudut ranjang untuk menenangkan diri.

Langkah hakim mantap menepi pada titik di mana Rob kabur secara tergesa. Melakukan sesuatu ... paling tidak jendela yang dirusak—sedikit bisa dipaksa kembali menutup.

“Dia membuatku menanggung akibat dari ulahnya.” Harger menghela napas kasar memikirkan bagaimana harus menghadapi pemilik rumah sewa ketika wanita tua itu mengetahui apa yang sudah terjadi pada jendela lusuh yang tempo waktu lalu begitu dibanggakan.

“Aku akan mengurus jendela yang rusak. Tapi setelah ini, kau lebih baik pindah.”

Harger terlonjak seketika. Rasanya hampir tersedak ludah sendiri, lantas segera menegakkan tubuh memperhatikan sang hakim yang menjulang tinggi.

“Apa katamu?”

“Pindah.”

Gelak tawa Harger nyaris membludak. Dengan bahu bergetar, dia merapatkan bibir berusaha menahan diri, tetapi ucapan sang hakim terlalu getir baginya.

Seperempat uang yang Harger miliki sudah diinvestasikan untuk sebuah rumah sewa. Lalu ke mana dia akan mengungsi, selain di tempat yang sama?

“Pria itu sewaktu – waktu akan kembali. Di sini sudah tidak aman.”

Meskipun benar. Harger tetap tidak bisa menuruti saran dari lawan bicara. Deu tidak di posisinya ketika sedang membutuhkan uang. Mereka tidak sama, dan tidak semua hal bisa dipukul rata.

“Aku tidak bisa pergi.”

Menyatukan hasrat maupun logika untuk kehidupan yang benar – benar damai adalah pilihan sulit. Harger tidak bisa memaksa. Dia menegadah pada situasi yang remang. Menatap wajah sang hakim yang samar – samar, namun raut datar itu tidak pernah berubah.

“Aku tidak mempermasalahkan soal mantan tunanganku jika dia akan kembali ke sini. Tapi, Yang Mulia ....”

Sebelum melanjutkan. Harger berpikir, sepertinya tidak terlalu lancang memanggil Deu dengan sebutan demikian.

“Tiba – tiba saja aku teringat sesuatu,” ucapnya, membuat sorot mata hakim sangat serius memperhatikan gerakan bibir saat dia sedang bicara.

“Adakah saran yang lebih baik—maksudku, besok aku harus melakukan pertemuan penting. Sayangnya aku tidak punya sesuatu untuk dibawa dan ditukar dengan uang ....” Harger berhenti sejenak. Iris matanya masih mengamati bagaimana sang hakim begitu tenang menerima ungkapan dan keraguan secara bersamaan.

“Aku sudah menerima separuh bayaran. Sebagai itikad baik, itu yang dilakukan orang yang menyewa jasaku. Mereka mungkin akan meminta kembali setelah tahu aku tidak berhasil melakukan pekerjaan dengan baik.”

“Kau bisa mengembalikan uang itu.”

“Ya. Kalau saja uangnya masih ada. Tapi sekarang aku tidak punya apa pun. Sisa uangku hilang bersama koperku.”

“Kau punya batu berharga, yang juga diincar mantan tunanganmu.”

“Apa maksudmu?”

Perasaan Harger mendadak tidak nyaman. Dia segera bangkit. Menelusuri wajah sang hakim sebelum melenggang pergi ke dapur untuk kembali memastikan keberadaan batu berlian itu.

Dengan tergesa ujung jarinya mereguk ganggang laci. Sedikit mengembuskan napas lega ketika mengetahui batu berlian itu masih di tempatnya. Ya, seharusanya seperti itu, tetapi baru saja melemaskan otot yang menegang. Tubuh Harger mendadak beku saat menyadari beberapa tumpukkan lain telah hilang di sana.

“Di mana pasporku?” tanyanya nyaris menyerupai parau.

“Ada bersamaku.”

“Kenapa kau mengambilnya?” tanya Harger menuntut. Sang hakim masih terlihat tenang, bahkan ketika mereka melakukan kontak mata dengan intens.

“Karena aku tidak mungkin membebaskan gadis liar sepertimu. Kau punya banyak paspor dengan identitas berbeda. Semua ilegal, kecuali satu ....”

Ada jeda di mana sang hakim mulai meledakkan perasaan berdebar di benak Harger. Dia terpaku. Keluh merenungi pernyataan Deu, seolah pria itu telah menyelidikinya secara diam – diam. Atau barangkali sang hakim menelusuri dapur setelah dia masuk ke dalam kamar.

“Di sini ada nama lengkapmu. Ada di paspor yang ini.”

Sebuah buku kecil terpampang di hadapan Harger. Menimbulkan suatu perasaan tegang memercik di dada. Harger berniat merenggut paspor di tangan sang hakim, tetapi itu tak akan mudah dilakukan.

Mengapa aku bisa begitu percaya pada pria yang baru saja kutemui, benaknya mulai menyesali peristiwa di mana Harger harus membiarkan pandangan tetap memburam di bawah tuntutan air yang membuat matanya berkaca – kaca.

“Apa yang akan kau lakukan setelah ini. Setelah kau bertemu seseorang yang bertentangan dengan prinsipmu sebagai seorang hakim?”

“Tidurlah. Besok pagi kau harus ikut denganku.”

Kelopak mata Harger melebar. Kata – kata sang hakim terdengar cukup mengancam, sekaligus menimbulkan ketenangan di saat bersamaan. Tapi Harger tidak bisa mengabaikan setiap debaran dada yang bertalu liar. Mulai memikirkan tujuan Deu sebenarnya. Dengan napas nyaris tercekat, dia tidak akan berhenti bicara sebelum selesai.

“Apa kau akan menyeretku ke pengadilan atas laporan pencurian dompet dan karena pasporku? Lalu menjatuhkan hukuman penjara dengan vonis yang berat?”

Nada bicara Harger terombang dalam lautan putus asa. Sudah mengira sang hakim akan membenarkan rentetan pertanyaannya. Namun dia sangat terkejut ketika Deu berlalu pergi sambil mengatakan satu hal.

“Segera selesaikan urusanmu bersama mereka.”

Itu memang harus ... setelah satu hal dikerjakan dengan tepat. Paspor. Harger harus mendapatkan kembali paspornya.

Mula – mula dia mengira Deu tidak akan terlelap dengan posisi duduk seperti yang dia amati; menyangga di sandaran sofa sambil bersedekap dada. Pria itu jelas sangat waspada terhadap apa pun, meski gerakan napas yang tenang menunjukkan sang hakim benar – benar sudah tertidur.

Harger ingat betul di saku celana bagian mana Deu mengantongi paspornya. Pelan – pelan mengulurkan tangan, menyeka cela yang terlipat, sesekali akan memperhatikan wajah tampan itu.

Sedikit lagi, tapi kemudian dia dibanting dengan kasar, kemudian sang hakim menindih tubuh Harger cukup lama.

“Jangan mencobaku, Hargerie Warrance.”

Related chapters

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Pertemuan Penting

    “Paspormu akan berada di tanganku sampai kuputuskan kapan akan dikembalikan.” Malam menegangkan itu memiliki kesan mengejutkan setelah sang hakim menunjukkan seberapa besar pengaruh yang bisa diberikan kepadanya. Harger tidak mungkin berupaya lebih, karena dia yakin pria yang baru saja ditemui bukan hakim sembarangan. Telalu responsif terhadap hal – hal kecil dan juga memiliki ilmu dasar peka untuk hal yang sama kecilnya. “Kau sungguh memakai baju bekas kemarin saat akan melakukan pertemuan penting?” Cara berkomentar sang hakim juga tidak segan – segan menegaskan bahwa pria itu mengenali apa pun. Walau Harger tidak bercerita tentang pakaiannya yang hilang, sebelum tadi pagi dia benar – benar harus mengatakan kebenaran tersebut sambil menunduk memperhatikan penampilan sendiri. “Bajuku hanya tersisa ini. Sisanya sudah dibawa pergi.” Ajaibnya, Harger punya alasan mengapa dia berterima kasih kepada sang hakim sebelum pertemuan bersama seseorang dengan julukan ‘Dark Shadow’ selesai.

    Last Updated : 2023-10-26
  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Portofino

    Setidaknya situasi di kompartemen kereta api jauh lebih baik daripada harus menghindari kejaran orang – orang bertujuan tertentu. Harger melirik ke arah sang hakim. Mereka duduk saling berhadapan. Memiliki sedikit privasi dengan tirai kompartemen yang tertutup.“Jadi bagaimana kau tahu aku ada di gedung tua itu?”Terlalu lama dalam kebungkaman, Harger rasa ini saat yang tepat untuk bicara.“Hanya menduga.”Dia menyipitkan kelopak mata. Lamat mengamati wajah sang hakim yang masih menghadap lurus ke depan.“Menduga dengan tebakan benar probabilitasnya sangat kecil ... Deu.”Ketika memanggil sebutan nama seperti permintaan sang hakim. Harger merasakan tendensi berbeda. Telanjur menghadapi permasalahan konflik yang melibatkan sang hakim sehingga panggilan formal menjadi kebiasaan pertama.“Aku tidak menduga asal – asalan saat kau ada dalam pengawasanku.”Ini bisa disebut observasi, analisis, dan mengambil kesimpulan. Mungkin Harger harus mengakui bahwa sang hakim tidak akan sembarangan be

    Last Updated : 2023-11-01
  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Melarikan Diri

    Sang hakim sudah berpenampilan sangat baik, sementara Harger dalam balutan tak sempurna, masih duduk di atas ranjang mengamati diri sendiri dengan tidak percaya diri untuk kemudian menengadah ke arah pria yang sedang menjulang di hadapannya. “Kau harus makan.” Suara berat Deu diliputi sarapan roti yang dibawakan dengan praktis. Harger tidak ragu menggigit sepotong bagian ujung. Tatap mata tajam tidak pernah berhenti menyorot ke arahnya. “Kau ... sudah sarapan?” Sedikit – sedikit Harger membenahi rambut yang menjuntai di depan wajah. Seharusnya dia tidak perlu menanyakan sang hakim, karena Deu sepertinya tidak tertarik pada sepotong roti. Atau mungkin Harger kesiangan, sehingga tidak memiliki kesempatan melakukan sarapan bersama. “Aku ingin kau memberiku penjelasan tentang batu berlian yang diinginkan mantan tunanganmu.” Sedikit terkejut. Harger tidak pernah mengira sang hakim akan tiba – tiba membahas sesuatu yang dia hinda

    Last Updated : 2023-11-01
  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Bertemu Howard

    “Kau mau membawaku ke mana?” Lorong temaram, lembap dengan beberapa air menetes dari pipa kumuh berlapis serat – serat tanah, yang sepanjang sudut menguarkan aroma basah luar biasa pekat. Harger terus mengikuti ke mana sang hakim akan menuntunnya melangkah. Sebuah pintu besi berkarat di hadapan mereka digeser susah payah. Tidak seperti tampilan luar. Bagian dalam dari tempat yang Harger pijaki persis markas lama, tetapi masih cukup terawat ketika dia menemukan beberapa benda – benda penting tersusun di lemari kaca. “Apa yang membawamu ke sini, Don?” Seseorang tiba – tiba bersuara, menciptakan reaksi kejut. Namun hanya Harger yang merasakan hal demikian. Sementara dia yakin sang hakim sangat tenang melewati tubuh seorang pria, yang membeku saat menatap Harger, seolah tidak percaya terhadap pengelihatan sendiri. Apa yang salah? Harger bertanya dalam hati. Berusaha meyakinkan situasi canggung bukan bagian dari hal buruk yang dia lakukan. “Kau membuatnya takut.” Suara sang hakim tid

    Last Updated : 2023-11-03
  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Rumah Bertingkat

    Harger mengarahkan sudut mata menilai hampir keseluruhan tempat yang dia lewati. Sama sekali tidak tahu apa – apa mengenai keputusan sang hakim terhadap hunian barunya. Dia bahkan tidak menyangka akan berada di dalam rumah bertingkat, terletak di ujung Kota Roma—tepatnya nyaris menjorok ke tengah hutan.Sebuah tempat untuk tidak bertetangga. Di sekitar mereka adalah pohon menjulang tinggi. Samar – samar suara air terjun mencapai di puncak pendengaran. Tetapi beberapa kali perhatian Harger hanya tertuju pada tumpukan kertas berserak, persis pada satu ruang saat sang hakim mempersilakannya masuk.“Kau tinggal sendirian di sini?” Dia bertanya sambil memungut satu berkas dan secara tidak sengaja menjatuhkan secarik foto milik seorang pria asing ... terlihat sangat jauh berbeda ketika Harger membandingkan foto tersebut dekat – dekat di samping wajah Deu.“Ini siapa?”Ada yang aneh dari ekspresi kelam sang hakim. Perubahan pesat yang juga hilang dalam sekejap. Sebelah alis pria itu terangka

    Last Updated : 2023-11-03
  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Terbangun

    Kernyitan Harger sangat dalam untuk sekali lagi menjelikan indera pendengarannya setelah suara tembakan membumbung tinggi di udara. Ledakan yang menggelegar itu bersumber dari halaman belakang. Dia tertarik pergi mencari tahu, dan ketika itu, Harger melihat tubuh sang hakim tegap membelakangi posisinya. Mata kelam yang dalam fokus membidik ke arah sasaran. Demikian lengan dengan otot – otot mencuak, lurus ... benar – benar menegaskan betapa pria itu telah terlatih. Hal yang wajar dari mantan seorang agen. “Deu—“ Harger terlonjak mengangkat kedua tangan saat secara spontan sang hakim nyaris menekan pelatuk di depan wajahnya. Pria itu memiliki sikap waspada berlebihan, meskipun dengan napas terasa menggebu dan keringat mengucur dari sudut wajah. “Kau terbangun karena suara tembakan?” Harger mengangguk. Menelan ludah kasar mengamati sang hakim menyugar rambut separuh basah ke belakang. Alis hitam pekat yang tumbuh rapi juga tidak kalah

    Last Updated : 2023-11-03
  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Identitas

    Setelah berjalan semakin jauh. Harger tiba di suatu tempat yang membuatnya tertegun lama. Tidak ada apa pun di sini, hanya satu lahan kosong. Luas dan lebarnya separuh menyaingi ukuran bangunan rumah, seperti memang sengaja dibuat terpisah dari halaman yang mendahului.Harger menebak tempat ini mungkin akan diperuntukan hal ke depan, yang belum terjadi atau mungkin sama sekali tidak pernah. Keningnya mengernyit bagaimana bisa sangat yakin tentang asumsi tersebut, sementara dia nyaris tidak mengenal sang hakim dari sisi mana pun. Seperti apa keluarganya. Atau yang lebih rinci—sudahkah pria itu memiliki pasangan hidup hingga keluarga kecil yang harmonis?Harger mengedikkan bahu tak acuh. Mungkin akan mencari tahu suatu saat nanti. Dia mengambil posisi duduk di tengah – tengah lahan. Percakapan tadi pagi adalah pertemuan terakhir mereka. Sang hakim memiliki kesibukan yang deras. Harger sempat tidak percaya bahwa bunyi ponsel menjadi suatu hal yang tak pernah berhenti mengganggu Deu.Pria

    Last Updated : 2023-11-04
  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Inggris

    London, Inggris. ... “Kau yakin Howard ada di sini?” Harger meneliti struktur bangunan lembab seperti tanpa kehidupan di hadapannya. Memikirkan tugas yang akan segera dilaksanakan, dan mulai meragukan Howard jika benar pria itu akan ikut serta. Pengamatan Harger beralih pada sang hakim ketika tidak sekali pun mendapat tanggapan. Deu terlihat sibuk meletakkan jempol tangan pada bidang transisi sidik jari. Tidak perlu menunggu lama, sistem berkerja menemukan kecocokan. Kemudian pintu ruang segera terbuka. Harger menahan napas sedikit tak percaya apa yang baru saja dilihat. Sudah dipastikan perbedaan yang mencolok antara tampilan luar dan dalam. Bahkan setelah keraguannya, Harger harus memuji tempat ini memiliki fungsi keamanan yang ketat. Dia tidak sungkan melangkahkan kaki, ikut ke mana sang hakim membawanya menuju lorong minim percahayaan. Setelah itu mereka berhenti pada sebuah ruang bermandikan cahaya terang. Rupanya Howard sudah menunggu di sana. Dengan segelas kopi hitam da

    Last Updated : 2023-11-04

Latest chapter

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part12

    Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part11

    Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part10

    “Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part9

    Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part8

    Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part7

    Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part6

    “Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ekstra Part5

    “Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan

  • Terjerat Gairah Tuan Hakim   Ektra Part4

    “Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status