Setelah rambut membasah nyaris separuh kering. Harger mengeluarkan perkakas alat make-up. Berjalan cepat ke arah sang hakim yang menunggu dengan sabar sejak dia masuk dan keluar dari kamar mandi.Masih di satu titik yang sama. Harger mendapati kening sang hakim bergenyit dalam saat mengamati tangan – tangannya secara cekatan mengeluarkan satu benda asing bagi pria itu. Perlengkapan make – up yang dibeli bersama Daisy di pasar. Sekarang Harger akan sangat membutuhnya.Dia mengeluarkan bagian penting pertama. Pelembab. Dan akan segera mengaplikasikan di kulit leher sang hakim. Itu nyaris ....Sebelum Deu mengelak diliputi alis yang bertaut heran. Harger memutar mata malas. “Percaya padaku,” ucapnya. Tak tanggung – tanggung segera menangkap tubuh sang hakim tetap diam di tempat. Semua proses pemberian pelembab berjalan cukup tak begitu mulus; sesekali Deu mengelak geli, dan suara kekehan pria itu nyaris menyerupai erangan tak tertahan.“Diam-lah, Deu!” Bagaimanapun Harger memutuskan seg
“Harger bilang kau sering merasa kelelahan, Daisy. Jadi aku memutuskan untuk meminta Asrof membantu pekerjaan tuan hamburger, dan Miley bertugas membantumu di dapur.”Akan tetapi, betapa pun sang hakim sedang nyata – nyata dihakimi oleh sorot mata Daisy yang garang, pria itu tetap bersikap sangat tenang. Lengan membatas di garis bahu Harger telah meninggalkan. Harger merasa sedikit ringan ketika sang hakim berjalan pelan; duduk mengenyakkan bahu di sandara sofa setelah meletakkan tas jinjing ke atas meja.“Kali ini aku tidak menerima bantahan.”Sang hakim seolah sudah mengerti apa dan mana yang akan Daisy katakan ketika wanita tua itu mengambil tindakan yang sama, menyampirkan tubuh di atas di atas sofa dengan tegang. Raut wajah keberatan mengatakan semuanya. Harger meringis saat Daisy memindahkan iris mata menatapnya ... seolah; Harger perlu membantunya membujuk sang hakim agar keputusan yang telah dibuat segera diurungkan.Harger segera menunduk; anggap saja dia tak bisa melakukan a
Hanya ada satu momen, di mana hasil rajutan akan segera selesai. Harger hanya perlu melakukan tahapan terakhir; menutup seluruh rumpang tersisa dengan pola yang sama, lalu mengunci di satu titik paling penting. Sempurna ....Harger tersenyum tipis mengamati topi hasil buatan tangan. Semua didominasi hitam, tetapi di sisi samping memiliki uraian huruf yang dirajut dengan benang berwarna berbeda, cokelat keemasan yang dibeli di pasar waktu itu. Nama tengah sang hakim; Harger merasa puas saat ujung jarinya meraba teksur huruf – huruf yang timbul serasi, terlihat mencolok walau sudah sengaja dibuat cukup kecil.Setelah memastikan semua itu dengan baik, termasuk bagaimana topi rajut buatannya memiliki kelenturan solid, Harger segera mencondongkan tubuhnya untuk mengambil gunting. Namun, dia baru mengingat satu hal begitu tindakannya dibatasi oleh seseorang.Harger lupa bahwa satu jam lalu, setelah sarapan pagi selesai, sang hakim datang ikut duduk di atas sofa, lalu meminta izin untuk tidu
Kotoran kuda; lembek, setengah basah dan setengah keras, sedang dalam proses eksekusi yang dilakukan Mr. Thamlin. Pria dengan perut bulat itu fokus mengumpulkan kotoran – kotoran di sisi satu ke sisi lainnya, yang akan dijual ke pemilik pabrik pembuatan pupuk. Ini merupakan prospek bagus. Menjual kotoran kuda adalah keuntungan solid, selain dari pada untuk mengisi kegiatan di hari tua.Mr. Thamlin membiarkan alat penggaruk kotoran, panjang – panjang terulur hingga menyentuh pagar kandang. Hanya perlu melakukan sesuatu pada sisa – sisa kotoran kuda, kemudian memasukkannya ke dalam bak. Memang butuh sedikit keterlatenan. Mr. Thamlin masih begitu fokus menyelesaikan satu pekerjaan secara serius. Hanya, kadang – kadang akan melirik ke arah French, ketika kepala pengurus kuda tengah sibuk menyikat kaki kuda.Mula – mula tidak ditemukan hal ganjil, sehingga lewat ketenangan yang dimiliki, Mr. Thamlin kembali melanjutkan kegiatan lebih giat. Nyaris selesai, hanya perlu mengerjakan satu kotor
Harger terpaku sesaat pada sebentuk tubuh pria; separuh tenggelam di antara air jernih; hanya seperempat bahu telanjang terungkap dengan butiran – butiran air mengalir berusaha menjadikannya kering. Tidak banyak yang dilakukan pria itu di sana, seperti hanya berendam atau menunggu momen yang tepat untuk menyelam ke dalam air.Harger menelan ludah sebentar, kemudian segera membuka pintu mobil jip untuk kemudian mengumpulkan perlengkapan yang telah disediakan. “Terima kasih atas tumpanganmu, French. Kau boleh pergi, nanti aku akan pulang bersama Deu.”Dengan handuk dibiarkan menjuntai di garis bahu dan sebelah lengan mendekap ember mandi berisi sabun maupun sampo, Harger melambaikan tangan kepada French yang menyalakan mesin mobil. Pria itu tersenyum tipis seraya berpamitan pergi.Lurus – lurus iris mata Harger menunggu sampai mobil jip meninggalkan daerah dengan limpasan air jernih dan tenang; sebuah sungai di mana bebatuan terlihat lebih mencolok, bahkan pohon – pohon menjulang sanga
Sudah Harger duga. Dia melotot tak percaya mengamati setiap detil langkah sang hakim adalah untuk membuatnya tak berdaya di tempat. Secara naluri Harger menengadah dan menyengir lebar saat sang hakim sudah menjulang tinggi di hadapannya. Tubuh pria yang basah, tak pernah luput dari air – air yang menetes. “Kenapa kau ke sini, Yang Mulia? Mandilah dengan cepat. Setelah itu, kita akan pulang.” Harger melakukan gerakan tangan mendorong. Harap – harap sang hakim segera menyingkir, tetapi dia hanya menciptakan sebuah tujuan konyol. Cengirannya semakin tidak terkendali mendapati wajah luar biasa datar. Bahkan tubuh Harger terlonjak saat telapak tangan dingin itu mencekal lengannya. “Ampun, Yang Mulia, tidak lagi. Aku tidak akan mendorongmu lagi!” Kendati demikian, Harger masih diliputi perasaan geli; ingin kembali tertawa, sayangnya dia tak cukup berani mengeluarkan suara semacam itu. Terlebih kali ini tatapan sang hakim semakin tak terbaca. Luar biasa datar. “Kau memanggilku apa?” tany
“Seperti itu, Deu. Di sana. Pelan - pelan ....”Nikmat-nya hampir membuat ketiduran. Tanpa sadar tubuh Harger terdorong bersandar di dada sang hakim. Itu mungkin akan membuat Deu mengalami sedikit kesulitan, tetapi sang hakim tidak sekali pun mengajukan kata – kata protes. Secara naluri membuat Harger tahu bagaimana harus menegakkan tubuh.Beberapa saat masih terasa seperti kebebasan menghadapi udara segar. Sentuhan sang hakim masih di sana, di puncak kepalanya, walau Harger tak menapik sedikit gerakan ganjil perlahan membuat pijatan sang hakim nyaris tak terasa.Mungkin kelelahan ....Mula – mula itu yang dia pikirkan. Tanpa menaruh curiga, Harger benar – benar hanya menunggu tindakan sang hakim kembali bertenaga. Seharusnya demikian.Beberapa saat, tiba – tiba gerakan pria itu menjauh. Bunyi suara air menegaskan sang hakim sedang mencuci tangan. Membasuh busa sampo untuk kemudian menekan pelipis dengan kedua pergelangan tangan. Dan setelah menyadari keanehan di sana, Harger mulai me
“Di mana Deu, Harger? Dia tidak ikut turun denganmu?”Pertanyaan seperti ini sudah terduga. Harger tersenyum gugup ke arah Daisy, mencoba mencari kata – kata yang tepat. Makan malam akan dimulai tanpa sang hakim. Sejak mengunyah obat, pria itu masih tertidur sampai detik ini. Harger sudah berusaha membangunkan, tetapi hanya suara ngantuk yang menjawab.“Maaf, Daisy. Deu sedikit tidak enak badan. Aku rasa, tidak apa – apa kalau kubawakan makan malam ke kamar.”Sebelah alis Daisy terangkat tinggi. “Tidak enak badan? Bukankah sebelum menemuinya di sungai, sore tadi dia baik – baik saja?” tanya Daisy sesaat menghentikan kegiatan makan.Ekspresi wajah wanita tua itu tak bohong betapa sedang diliputi perasaan gelisah. Gerakan tidak tenang terlihat beberapa kali, tetapi akhirnya berhasil dikendalikan. “Deu tak mungkin sakit hanya karena didorong ke kotoran kuda, bukan?” Mr. Thamlin bertanya seraya terkekeh pelan. “Atau karena dia mendapat serangan rudal ember dariku?” tambahnya puas sekali
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya