Esme duduk sambil menundukkan kepalanya di pojokan kursi. Saat ini ia masih setia menunggu Lena di rumah sakit. Ia teringat pertengkarannya dengan Sebastian beberapa waktu lalu. Ada rasa penyesalan di dalam hatinya karena ia terlalu membela Oliver.
"Sepertinya aku terlalu keras padanya," gumam Esme. Meskipun Sebastian marah padanya, pria itu tetap menepati janji mengajak bermain Matthew. Hal tersebut lah yang membuat Esme sadar jika tindakannya salah sebab Sebastian bukannya bersikap egois, kekasihnya itu merupakan sosok yang sangat bertanggungjawab dan penuh perhatian. "Aku harus meminta maaf padanya." Esme mengambil ponselnya dan mencari nomor Sebastian. Ia hendak menelepon, tapi tangannya terhenti menekan layar sebab ia ragu. "Hahh ... lebih baik meminta maaf secara langsung padanya. Hanya saja bagaimana dengan Lena?" Pandangan mata Esme tertuju pada Lena yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. HaHening menyelimuti ruang rawat inap Lena, dia sana hanya tersisa Oliver yang terduduk lemas sambil menatap sendu ke arah istrinya yang sama sekali tidak bergerak. Suara alat bantu yang menempel ditubuh Lena sesekali berbunyi membelah keheningan di ruangan itu, setiap kali Oliver mendengar itu rasanya keinginannya untuk melihat Lena segera siuman semakin tinggi.“Kenapa malam itu kamu harus menemuia pria bajingan itu, Sayang?” gumam Oliver mengenang malam kejadian itu.Dia merasa bersalah atas semua yang menimpa Lena, kenapa malam itu dia tidak pulang lebih awal dan menemani Lena. Jika malam itu dia pulang lebih awal, maka mereka akan menghabiskan waktu bersama dan Lena tidak memiliki kesempatan untuk menemui Vincent. Tetapi, tidak ada gunanya lagi penyesalan itu, semuanya sudah terjadi. Kini Oliver hanya berharap kalau Lena segera siuman dan bayi yang ada di dalam kandungannya masih kuat bertahan.Oliver beranjak dari tempat duduknya, berjalan mendekat pad
Pemulihan Lena setelah sadar dari tidur panjangnya terbilang cukup cepat, bahkan dokter pun sangat takjub dan memberikan semangat serta dukungan kepadanya. Ini bisa disebabkan karena keinginan Lena untuk sembuh begitu besar. Selain itu peran serta Oliver yang selalu berada di sisinya membuat Lena tidak merasa sendirian. Seperti hari ini, Oliver begitu setia menemani Lena di rumah sakit sampai-sampai ia rela mandi di kamar mandi ruang rawat inap Lena. Padahal pria itu begitu pemilih jika harus masuk ke dalam fasilitas umum. Untungnya kamar rawat inap yang ditempati Lena adalah VVIP. “Ada apa? Apa ada yang sakit? Di bagian mana?” tanya Oliver panik. Ia memeriksa seluruh tubuh Lena. “Aku panggilkan dokter.” Begitu Oliver hendak menelpon, Lena memegang tangan suaminya itu sembari terkekeh. “Aku baik-baik saja. Tidak ada yang sakit. Bukankah dokter sudah bilang juga padamu demikian? Bahkan aku adalah salah satu pasien yang pemulihannya cepat.” Lena
Belum ada satu jam lalu keluar dengan keadaan cukup baik, kini Lena digendong kembali ke rumah sakit dalam kondisi pendarahan.Tubuh Oliver gemetar hanya demi melihat darah mengalir dari paha sang istri dan menetes di sepanjang keramik putih.Seorang wanita berseragam perawat mendekat. Mengetahui Lena masih memakai seragam dan gelang rumah sakit, dia pun bertanya, "Apa yang terjadi, Tuan?""Istriku mengalami pendarahan. Dia sedang hamil dan beberapa hari ini dirawat di sini." Oliver menyebutkan ruang VIP tempat Lena dirawat.Mengangguk mengerti, perawat tersebut lantas membantu Oliver membawa Lena ke ruangan. Berpapasan dengan dokter yang hendak melakukan kunjungan rutin."Dokter, tolong istriku! Dia pendarahan." Oliver nyaris berteriak. Namun, urung begitu teringat mereka sedang berada di mana.Dokter tersebut menyuruh Oliver untuk membaringkan Lena ke atas ranjang. Sedari tadi, tidak ada sepatah kata pun yang mampu wanita itu k
Sejak tadi Esme mondar-mandir saja di dalam kamarnya. Tangannya memegang ponsel sambil terus menatap layar benda pipih pintarnya itu. Ada hal yang ia pikirkan sehingga ia tampak bingung dan gusar. "Hahh ... padahal aku sudah bertekad, tapi kenapa aku jadi gelisah begini?" gerutu Esme. Sejak memutuskan untuk meminta maaf pada Sebastian, pikiran Esme menjadi tidak tenang. Ternyata menghubungi kekasihnya lebih dulu untuk meminta maaf itu butuh keberanian yang besar. Apalagi saat ia mengingat betapa marahnya Sebastian waktu itu padanya. Mereka berdua belum berkomunikasi lagi sejak pertengkaran tempo hari. Esme juga merasa jika Sebastian menghindarinya bahkan tak mau menyapanya saat bertemu. "Baiklah! Aku tidak boleh ragu lagi. Aku akan menghubunginya sekarang," seru Esme penuh keyakinan.Akhirnya Esme benar-benar menelepon Sebastian. Jantungnya berdegup kencang saat mendengar nada sambung telepon. Ada sedikit rasa takut jika Sebastian mun
Setelah lama di rumah sakit, Lena akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Oliver sengaja menyewa banyak pengawal tambahan untuk mengawal kepulangannya dan Lena. Istrinya itu sampai terheran melihat semua pengawalnya."Kenapa kamu sampai menyewa banyak sekali pengawal?" tanya Lena saat sudah berada di dalam mobil dan melihat mobilnya dikelilingi.Oliver menggenggam tangan Lena dengan lembut. "Aku melakukan itu untuk keselamatanmu, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu lagi.""Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?""Tidak, ini semua normal."Lena tidak bisa membantah lagi, jika Oliver sudah melakukan sesuatu tidak ada gunanya berdebat lagi. Toh juga ini semua juga untuk keselamatannya dan juga calon bayinya.Setelah perjalanan beberapa menit dari rumah sakit, akhirnya rombongan mobil sampai juga di kediaman Oliver, saking banyaknya seperti ada iring-iringan.Tidak kalah banyak pengawal saat perjalanan, di rumah pun Oliver me
Begitu mendengar kabar bahwa Lena telah diperbolehkan pulang oleh dokter, Esme langsung berinisiatif untuk pergi ke rumah wanita itu dan menolongnya beberes. Esme yakin walaupun di rumah nanti Lena akan banyak dibantu oleh pembantunya, tapi tetap saja dia pasti membutuhkan support system dari sahabatnya. Esme ke sana tentu saja tidak seorang diri. Matthew dan Sebastian juga ikut menemani. Sejak meminta maaf kepada Sebastian atas kesalahannya tempo hari, dada dan pundak Esme terasa lebih ringan, seolah beban berat yang ia pikul selama ini menghilang dalam sekejap. Apalagi setelah Sebastian mengutarakan niatnya kepada Esme untuk mengikat hubungan mereka ke jenjang pernikahan, hidup Esme terasa berubah. Ia jauh lebih bahagia, tenang dan selalu tersenyum. Yang paling bahagia tentu saja Matthew. Meskipun mereka belum bilang secara langsung kepada bocah tujuh tahun itu, tapi dengan kehadiran Sebastian yang lebih sering dari sebel
Puas mengobrol sekaligus menemani istri tuan rumah, Sebastian mengajak Esme pulang. Karena Lena masih belum pulih, Oliverlah yang kebagian mengantar tamunya hingga ke depan pintu.Esme menggandeng tangan Matthew di depan sedangkan Sebastian dan Oliver berjalan di belakang. Kedua lelaki berbeda usia itu kembali membahas mengenai rencana Sebastian melamar."Apa kamu sudah melamar Esme secara resmi? Atau baru sebatas obrolan biasa?" tanya Oliver."Aku belum melamarnya secara resmi. Baru mengutarakan niat kemarin saat kami berbaikan," sahut Sebastian. it"Ah, seperti itu. Tidak apa-apa, itu pun sudah menjadi langkah awal yang bagus. Setidaknya, Esme jadi tahu kalau kamu serius dengan hubungan kalian."Oliver menepuk pundak Sebastian. Memuji keberanian lelaki itu."Aku selalu serius dengan Esme. Walaupun kami beberapa kali bertengkar, tetapi aku tidak pernah memiliki niat meninggalkan."Tatapan mata Sebastian fokus pada dua o
Malam ini Matthew tidur di tengah-tengah Oliver dan Lena sebab Sebastian dan Esme mengatakan akan menghabiskan waktu berdua saja di hotel sebagai perayaan. Tentu saja keputusan itu disambut baik dengan mereka berdua karena Oliver sudah menganggap Matthew sebagai putranya sendiri. "Apa kau senang bisa tidur bersama kami?" tanya Oliver. "Tentu saja aku sangat senang sekali!" jawab Matthew antusias. "Baguslah. Kau memang anak pintar," puji Oliver sembari mengusap lembut kepala Matthew. Di sisi lain, Lena senyum-senyum sendiri sambil menatap ke arah suaminya dan Matthew secara bergantian. Sepertinya Lena sangat bahagia dengan situasi sekarang ini. Siapa sangka sikapnya tersebut ternyata disadari oleh Oliver. "Sepertinya ada yang senang juga di sini selain Matthew," celetuk Oliver. Lena sedikit terkejut ketika Oliver menegurnya. Namun, ia tak dapat menyangkal jika ia memang sangat senang.