Hari minggu adalah hari di mana Kinan libur tugas melayani Nyonya Rose. Jadi hari ini, dia tidak harus memakai seragam kerja.
Tapi meskipun begitu, dia masih sesekali mengecek keadaan Nyonya Rose di kamarnya, sambil menanyakan sesuatu yang mungkin dibutuhkan oleh wanita itu. Namun, Nyonya Rose mengatakan, hari ini Kinan beristirahat saja, agar besok bisa memulai kerja kembali dengan tubuh yang bugar.Meskipun hari ini ia bebas pergi kemanapun, ia memilih untuk berada di rumah saja. Ia gunakan waktunya untuk bersih-bersih kamar dan mencuci pakaian.Lagi pula, ia tidak tahu akan berjalan-jalan ke mana. Apa lagi, ia sudah tidak memiliki kekasih. Kinan menghela nafas berat, Kembali dia teringat akan sakit hatinya putus dari sang mantan pacar. Nyeri di dada kembali muncul. "Mbak, sini sekalian aku cuciin," tawar Atun saat memasuki ruang laundry, sambil membawa keranjang berisi pakaian kotor. Kinan sudah lebih dahulu berada di tempat itu dengan satu keranjang kecil berisi pakaian-pakaian kotor miliknya selama seminggu. "Nggak usah, Tun. Aku cuci sendiri aja." Di dalam ruangan ada dua mesin cuci besar. Jadinya, kedua wanita itu bisa tidak perlu bergiliran."Mbak Kinan, emangnya Mbak ngelakuin apa kok aku sama Bi Imah nggak jadi dipecat?" tanya Atun saat keduanya menunggu cucian mereka."Minta bantuan Nyonya Besar. Lagian alasan kalian dipecat itu nggak masuk akal banget. Ada-ada aja itu Tuan Muda Gendeng," ucap Kinan sewot. Dia juga masih sangat kesal dengan perbuatan Shaka yang sudah sangat kurang ajar padanya. Tapi, hingga saat ini, Shaka belum berbuat aneh-aneh lagi padanya. Padahal, setiap hari Kinan merasa was-was jika pemuda itu ada di rumah. "Eh, Mbak Kinan ... bener kan, Mbak Kinan digodain Tuan Muda Shaka melulu." 'Tidak hanya digoda, tetapi sudah dikurang ajari.' Kinan menghembuskan napas kasar. "Tuan Muda kamu itu ya, Tun ... orang paling menyebalkan yang pernah aku kenal," sungutnya."Memangnya Mbak Kinan sudah pernah diapain sama Tuan Muda?" tanya Atun sambil menyikut pelan lengan Kinan.Kinan menggeleng. "Pokoknya amit-amit deh, Tun.""Amit-amit apa imut-imut ya, Mbak," seloroh Atun. "Tuan Shaka itu ganteng banget ya, Mbak. Kalau aku cantik dan bukan babu begini, sudah aku tawarin diriku buat jadi pacarnya."Kinan bergidik. Lelaki macam Shaka adalah lelaki yang tidak mungkin ia impikan untuk menjadi kekasihnya.Doni, mantan pacarnya, yang terlihat seperti pemuda baik-baik saja ternyata selingkuh di belakangnya. Apa lagi Shaka yang terang-terangan bergonta-ganti wanita, dan tidak tahu caranya menghargai seorang wanita. "Kalau aku, tidak sudi berhubungan dengan laki-laki macam Tuan Muda kamu itu!" ucap Kinan berapi-api. "Tuan Muda yang mana?" Kinan dan Atun menoleh ke arah pintu. Wajah keduanya seketika pucat pasi saat melihat sosok Shaka berdiri di ambang pintu. Atun yang ketakutan buru-buru menyembunyikan dirinya di balik badan Kinan. Kini hanya Kinan dan Shaka yang saling beradu tatap. "Kalian lagi ngomongin aku?" tanya Shaka seraya menaikkan kedua alis tebalnya."Saya enggak, Tuan. Sumpah!" Atun menjawab seraya melongokkan kepala dari balik punggung Kinan. Shaka meloloskan seringai jahatnya. Ia menatap Kinan seraya menyipitkan mata. "Kamu ... mau nyari masalah dengan saya, ya? Mentang-mentang dapat perlindungan dari Oma, ngelunjak kamu ya, menjelek-jelekkan saya di belakang."Kinan memang sedikit punya kuasa melawan Shaka, dikarenakan dirinya selalu mendapat pembelaan dari Nyonya Rose. Jadi, kali ini ia tidak akan gentar dengan intimidasi yang dilakukan Pria itu padanya. "Apa tadi? Aku adalah orang paling menyebalkan yang pernah kamu kenal? Terus ... aku amit-amit katamu?" Shaka menyilangkan kedua lengan di depan dada.Sementara Atun di belakang Kinan mulai komat-kamit membaca doa keselamatan. "Saya hanya mengungkapkan apa yang saya rasakan." Kinan berusaha menjaga intonasi suaranya agar tetap stabil. Tidak bergetar maupun goyah. Dan, ia tidak ingin terlihat takut pada Shaka. "Berani ya kamu melawan kata-kataku? Apa kamu nggak takut ada bahaya yang setiap saat bisa menghampiri kamu?" Shaka melangkahkan kaki masuk ke ruang laundry mendekat ke arah Kinan yang tetap tenang."Kamu tahu, Kinan ... aku bisa berbuat lebih dari yang aku lakukan beberapa hari lalu. Saat itu terjadi, kamu akan sangat menyesal berani melawanku.""Saya bisa jaga diri. Dan selama saya masih punya Tuhan, saya tidak takut dengan ancaman manusia. Meskipun manusia itu merasa dirinya raja sekali pun."Shaka bertepuk tangan ironis. "Bagus banget ucapan kamu, Kinan," ujarnya seraya meraih segenggam rambut Kinan dan mengendusnya. Seketika Kinan menepis tangan pria itu. Tingkah sang tuan muda semakin aneh saja. "Inget, Kinan ... kamu nggak akan lolos begitu saja," ancam Shaka seraya terkekeh dan melangkah keluar dari ruang laundry. Atun menghela napas lega, namun cukup heran saat tadi mendengar pembicaraan antara Kinan dan Shaka. Sepertinya ada sesuatu di antara mereka yang tidak ia ketahui. "Apa Tuan Shaka suka sama Mbak Kinan?" tanyanya polos."Eh, ngaco kamu, Tun." Kinan mendorong bahu Atun pelan."Itu tadi kenapa Tuan Shaka kaya serius banget ngancam Mbak Kinan?" "Itu karena aku berani melawan, Tun. Dia merasa harga dirinya sebagai tuan muda keluarga Adiwiguna terinjak-injak. Apa lagi sama seorang pekerja rendahan kaya aku." Jawab Kinan.Atun mengangguk-angguk. Tapi, setahu dia, selama ini Shaka tidak pernah setegang ini saat berhadapan dengan perempuan. Pasalnya, selama bekerja di rumah ini, banyak perempuan datang mencari Shaka, dari selebritis papan atas, mantan-mantan pacarnya yang rata-rata memiliki kecantikan dan tubuh bak model, Shaka selalu bersikap biasa saja. Tetapi, saat tadi melihat tatapan mata sang majikan pada Kinan, Atun merasa ada sesuatu yang disembunyikan di sana. Entah apa pun itu.Beberapa hari kemudian, begitu pulang dari kantor, Shaka keluar lagi dengan pakaian casual yang cukup rapi.Dia berencana pergi ke club untuk minum-minum dengan beberapa temannya. Teman sewaktu ia kuliah di Amerika, yang sampai saat ini masih berhubungan baik.Tentunya, ia tidak meminta izin pada sang nenek karena pasti akan dilarang dan mendapatkan nasihat panjang lebar. Ia pun tidak melihat Kinan di mana-mana. Tapi baguslah, jika melihat gadis itu, rasanya ia tidak bisa menahan diri untuk tidak membuat masalah dengannya. Di club, kedua temannya masing-masing membawa wanita-wanita cantik. Sedangkan Shaka hanya datang sendiri. Dia sedang malas berdekatan dengan wanita. Sepertinya, kekesalan pada Kinan mempengaruhi moodnya terhadap wanita. "Tumben nggak bawa cewek?" ucap Aldi pada Shaka. Pemuda bermata sipit itu memangku seorang wanita cantik dengan balutan dress merah yang kekurangan bahan. "Lagi males." Shaka meneguk cairan biru di dalam sloki. "Shaka males bawa cewek? Nggak salah denger, nih?" seloroh Mike, teman Shaka yang lain. Sama halnya dengan Aldi, pemuda berambut sedikit panjang itu pun memangku wanita dengan dress super mini. Shaka terkekeh hambar. Ia juga tidak tahu kenapa hari ini ia malas sekali berdekatan dengan wanita. Rasanya, setiap kali ia memikirkan ingin mereguk kehangatan dari para wanita, wajah jutek Kinan tiba-tiba saja muncul dan membuat moodnya hancur. Bahkan siang tadi, yang biasanya adalah waktu ritualnya dengan Tika di jam istirahat kantor, Shaka tidak berminat sama sekali. Yang ada di kepalanya hanya, bagaimana caranya membuat Kinan merasa terintimidasi olehnya. Itu saja.Saat membawa nampan berisi piring kosong dari kamar Nyonya Rose ke dapur, Kinan terpaksa menghentikan langkahnya sebab mendengar ribut-ribut di ruang tamu. Ia meletakkan nampan terlebih dahulu di atas lemari buffet, kemudian mendekat ke arah pintu penghubung ruang tengah dan ruang tamu. "Kamu kok berani sama saya? Dasar pembantu. Kamu nggak tahu siapa saya?" Suara seorang wanita terdengar menggelegar. "Maaf, Nona ... tadi Tuan Shaka sungguh berpesan kalau hari ini beliau tidak ingin diganggu sama siapa-siapa." Kinan mendengar suara Atun. "Aku ini calon istrinya Shaka. Kamu jangan macem-macem!" Kinan sepertinya tidak bisa membiarkan wanita itu berteriak-teriak dan malah akan membangunkan Nyonya Rose yang sedang tidur siang. Ia segera masuk ke ruang tamu menghampiri Atun dan seorang wanita cantik dengan penampilan yang cukup glamor. Semua yang menempel pada tubuh rampingnya adalah keluaran dari brand-brand ternama yang Kinan yakin harganya pasti fantastis. Wanita itu pasti bukan ora
Kinan merasa sangat risih sebab Shaka dari tadi mengikutinya ke mana-mana di dalam swalayan. Namun tentu saja ia hanya diam tanpa berani untuk memprotes. Yang jelas Kinan berpikir kalau si tuan muda menyebalkan ini hanya ingin membuatnya kesal. Padahal ia bilang tadi dirinya juga ingin berbelanja. Bohong sekali. Mana mungkin seorang Shaka Adiwiguna mau berbelanja sendiri membeli kebutuhannya. "Semuanya jadi lima ratus dua puluh lima ribu, Kak," ucap seorang kasir saat selesai memasukkan barang belanjaan Kinan ke dalam kantong plastik besar. Saat Kinan hendak membuka dompet, Shaka sudah mengulurkan kartu debitnya pada kasir. "Tuan, biar saya bayar sendiri," cegah Kinan."Tidak usah protes!" sahut Shaka ketus dan memaksa si kasir untuk memproses pembayaran dengan kartu debitnya. Kinan menghela napas dalam-dalam. Ia lagi-lagi diam saja, hingga keduanya pun berada di dalam mobil kembali. Namun, Kinan merasa kalau Shaka mengemudikan mobilnya ke arah yang salah. Ini bukan jalan menuju ke
"Anak itu ...." Nyonya Rose memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Tentu saja Kinan panik. Ia terpaksa menceritakan tentang perbuatan Shaka padanya. Sebenarnya ia tidak berniat menceritakannya. Ia hanya mengatakan ingin mengundurkan diri saja dengan alasan yang dibuat-buat. Tetapi, Nyonya Rose terus mencecarnya. Karena wanita itu sangat yakin, kalau alasan Kinan mengundurkan diri pasti ada hubungannya dengan Shaka. "Nyonya, saya telepon dokter, ya?" ujar Kinan. Namun, Nyonya Rose menahan tangannya hingga ia urung meninggalkan kamar. Namun, keadaan Nyonya Rose bertambah parah. Wanita itu pingsan. Kinan yang panik pontang-panting mencari supir dan satpam untuk membantunya membawa wanita itu ke rumah sakit. Nyonya Rose dibawa ke rumah sakit, dan segera ditangani oleh dokter. Sementara Kinan menunggu di ruang tunggu, sampai dokter mengabari kalau Nyonya Rose bisa dipindahkan ke ruang rawat inap. Ia bahkan tidak sempat memberitahu Shaka. Lagi pula, ia tidak tahu nomer ponsel pemu
Kinan benar-benar dalam dilema besar. Jika ia menolak permintaan Nyonya Rose, ia takut kesehatan wanita itu akan memburuk. Namun, apa iya dirinya harus menuruti permintaan majikannya itu. Menikah dengan si tuan muda brengsek. Astaga, hal itu bahkan tidak pernah terpikir olehnya sama sekali. Bahkan jika makhluk bernama Shaka itu adalah lelaki terakhir di dunia ini, lebih baik ia menjadi perawan tua. "Kamu wanita yang paling tepat untuk Shaka. Anak itu butuh pendamping yang baik agar bisa membimbingnya. Hidup anak itu kacau sekali. Perusahaan Adiwiguna akan jatuh kalau kelakuan Shaka masih seenaknya saja seperti itu." Begitu yang diucapkan Nyonya Rose saat Kinan mencoba bernegosiasi untuk menolak permintaannya. "Kamu tidak punya kekasih, kan?" Kinan menggeleng. Meskipun tidak punya kekasih, tapi ia juga tidak mau punya hubungan dengan pria macam Shaka. Ya Tuhan, bagaimana nasibnya jika ia benar-benar harus menikah dengan si menyebalkan itu? Kinan bergidik ngeri. "Nah, sempurna. Angga
Wanita berusia lima puluhan yang masih terlihat cantik dan elegan itu memasuki kediaman Adiwiguna dengan wajah masam. Ia membuka kacamata hitam brandednya saat berpapasan dengan Atun. "Selamat datang, Nyonya Rima," sapa gadis itu seraya membungkukkan badan memberi hormat pada wanita yang dipanggil dengan nama Rima itu. Ia adalah ibunda Shaka. Datang dari Surabaya untuk menemui mamanya, Nyonya Rose. "Nyonya Besar ada di kamarnya?" tanya Rima pada Atun. "Iya, Nyonya. Silahkan." Rima mengangguk dan melanjutkan langkahnya menaiki tangga. Saat hendak masuk ke kamar Nyonya Rose, ia berpapasan dengan seorang gadis mudq yang membawa nampan berisi piring kotor. Dia menatap penuh selidik pada Kinan. Bahkan dia tidak membalas sama sekali senyuman gadis itu."Ma, apa-apaan sih kabar yang mama kasih tahu ke aku? Mama serius?" todongnya pada wanita tua yang sedang berkutat dengan buku. "Rima, baru datang bukannya tanya kabar mama." Nyonya Rose menggeleng pelan. Putrinya itu tidak berbeda jauh d
Ketegangan antara Nyonya Rose dan Rima terus terjadi. Rima terpaksa harus menginap beberapa hari. Ia tidak rela putra semata wayangnya menikah dengan perempuan yang tidak sederajat dengan keluarganya. Namun, saat Rima tetap bersikeras untuk membatalkan pernikahan, Nyonya Rose jatuh pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit lagi. "Ma, udah lah, ikuti saja kemauan Oma," bujuk Shaka saat menunggui Nyonya Rose. Ia merasa, kesehatan neneknya benar-benar tergantung dari pernikahannya dan Kinan. "Gadis itu sudah mempengaruhi Oma kamu." kesal Rima."Ya, apa pun itu, kesehatan Oma lebih penting, kan?" "Tapi, kenapa harus mengorbankan kamu? Mama tidak bisa menerima!"Shaka mengedikkan bahu. Sebenarnya, pernikahan itu hanya sekedar formalitas agar Nyonya Rose bahagia. Tentang kehidupan pernikahan yang akan ia jalani nantinya dengan Kinan, mereka sudah menyetujui adanya perjanjian, untuk tidak mengganggu urusan masing-masing. "Mama nggak rela kamu menikah dengan gadis yang tidak jelas asal u
"Mulai sekarang kalian satu kamar!""Mulai sekarang Kinan tidak boleh memanggil Shaka dengan sebutan Tuan. Panggil dengan sebutan Mas Shaka.""Mulai sekarang, kalian adalah suami istri, jadi bersikaplah seperti layaknya dua orang yang sudah menikah." Begitulah titah-titah Nyonya Rose setelah Kinan resmi menikah dengan Shaka. Dan malam itu adalah malam pertama Kinan pindah ke kamar Shaka. Awalnya, ia cukup tegang dan khawatir karena takut pria yang sudah berstatus resmi sebagai suaminya itu akan berbuat yang tidak-tidak padanya. Namun, Kinan merasa lega, karena tanpa sepengetahuan Nyonya Rose, Shaka pergi entah ke mana malam itu. Begitu lebih baik, pikir Kinan. Ia akan mengatur tempat tidurnya sendiri di kamar itu. Untungnya, kamar Shaka begitu luas dan ia bisa punya tempat sendiri, meskipun tidak jauh dari ranjang milik pemuda itu. Kinan anggap, Shaka hanya seseorang yang berbagi kamar dengannya, namun tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Setelah selesai berberes, Kinan me
"Kinan, kenapa wajahmu murung begitu?" tanya Nyonya Rose saat Kinan mengantar makan siang untuk wanita itu. Kinan sebenarnya ingin meminta untuk kembali menempati kamarnya yang dulu, tetapi dia masih ragu-ragu."Nyonya, sebenarnya saya ingin membicarakan sesuatu," ucap Kinan hati-hati."Kenapa kamu masih memanggilku Nyonya, Kinan? Panggil Oma mulai sekarang, ya?""Oh, i-iya, Oma." Rasanya cukup aneh memanggil wanita itu dengan sebutan Oma. Pasalnya, Kinan merasa dirinya masih bekerja pada Nyonya Rose. Meskipun statusnya kini adalah istri Shaka. Dan Nyonya Rose pun tidak keberatan saat Kinan mengatakan kalau dirinya akan tetap merawatnya seperti biasa. Wanita itu justru semakin menyukainya. Nyonya Rose tersenyum lembut. "Kamu mau membicarakan apa?" "Mmm, s-sebenarnya, saya mau meminta untuk menempati kamar saya yang dulu, Oma."Kening Nyonya Rose mengerut. "Maksudmu, kamu dan Shaka mau pindah ke kamar itu?" "Bukan, Oma. Hanya saya sendiri.""Maksudmu, kamu mau menempati kamar itu se
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya