"Apa yang membuat Nona bisa mencintaiku?" tanya Hanz membuat Azkayra memutar tubuhnya."Aku tidak tau Hanz, semua itu mengalir begitu saja." jawab Azka."Nona, sama sekali tidak berguna mencintaiku, aku hanya bawahan Nona. Tidak layak mendapatkan cinta dari seorang Nona Azkayra." jawab Hanz mengangkat dagu Azka."Jika aku bisa memilih , tapi hatiku yang telah memilih Hanz." jawab Azka dengan tatapan sendunya.Hanz mendengus, kini ia melangkah dan duduk kembali di atas ranjang milik Azka."Harga diri Nona melebihi segalanya bagiku, dan selama ini aku merasa bersalah telah merendahkannya. Aku sudah berjanji pada Tuan Shaka untuk menjaga Nona , aku tidak mungkin mengkhianatinya Nona." Hanz mengacak rambutnya."Hanz , Ayahku sangat menyukaimu, ia sangat membanggakanmu, kurasa ia akan setuju dengan pilihanku." kini Azka menghampiri Hanz."Aku tidak yakin Nona , Tuan menyuruhku untuk menjaga dan melindungi Nona, bukan untuk mencintai atau memiliki Nona." jawab Hanz."Hanz, jika Ayah tidak m
Hanzero terbelalak saat melihat jam di HP-nya yang menunjukkan pukul 09:00. "Sial, kenapa tidak ada yang membangunkan aku?" Serunya sambil segera menekan nomor seseorang. "Iya, Tuan. Anda sudah bangun rupanya," jawab yang di sana dengan nada ringan."Apa kamu sudah di kantor, Annabel?""Pastinya, Tuan. Secara Annabel gitu, perempuan yang disiplin waktu," jawab Annabel dengan nada bangga. "Memangnya anda bagaimana?" ejeknya.Hanzero merasa kesal dengan respon Annabel, namun dia tak bisa menyalahkan siapa-siapa. "Apa kau lupa aku menyuruhmu membangunkan aku pagi ini? Bagaimana aku bisa melupakan janji penting itu?" gumamnya dalam hati. Tetapi, dia sadar bahwa memarahi Annabel saat ini tidak akan mengubah apapun. Dengan berat hati, Hanzero melanjutkan, "Kenapa kamu tidak membangunkan aku?" Meski ia mencoba menenangkan diri, suara kesal tak bisa ia hindari dari ucapan terakhirnya."Sebenarnya tadi pagi saya berniat untuk membangunkan Tuan, namun Nona mencegahnya. Katanya, semalam Tuan
"Nona, kembali lah ke kamar," ucap Hanz sambil menurunkan nada suaranya."Baik lah. Ayo.!!" Azka segera menggandeng tangan Hanz."Nona duluan saja," ucap Hanz lembut. "Tidak, aku tidak mau jika sendiri," rengek Azka, dalam hati ia khawatir bila ia meninggalkan Hanz di sana, Hanz akan memarahi para pelayan itu. Hanz mendengus, namun akhirnya mengikuti langkah Azka. "Nanti kita sambung lagi ya..!!" bisik Azka pada Berlinda sebelum meninggalkan dapur. Azka dan Hanz kini sudah berada di kamar Azka. "Nona, Anda belum pulih, kenapa bisa-bisanya Nona berada di dapur dan berniat belajar memasak? Jangan ceroboh, Nona," ucap Hanz menatap Nona. Azka merasa sedikit tertekan dengan perkataan Hanz. Di dalam hatinya berkata, "Apakah aku benar-benar terlalu ceroboh? Aku hanya ingin belajar dan membantu, namun mengapa kamu selalu khawatir berlebihan?" Perasaan itu bercampur dengan rasa ingin melawan namun juga ingin meraih pengertian dari Hanz."Aku tahu Hanz ingin yang terbaik untukku, tapi apakah
Pagi itu Hanzero telah terlihat rapi.Ia menghampiri Sang Nona di kamarnya, dan mengetuk pintu, tak lama Azka membukakan pintu dan menyambut Hanz dengan tatapan mesranya."Nona, hari ini beristirahatlah dengan baik, aku harus pergi ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan." ucapnya pada Azkayra."Iya Tuan Hanzero, kali ini saya akan mematuhi anda." sahut Azka tersenyum manis.Hanz membalas senyuman Nonanya dan segera melangkah."Hanz.. " panggil Azka .Hanz menghentikan langkahnya dan menoleh."Kamu melupakan sesuatu." ucap Azka.Hanz mendengus,dan kembali menghampiri Nonanya, ia menoleh ke kiri dan ke kanan memastikan tak ada siapapun disitu. Hanz melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Azka , sementara tangan kanannya membelai kepala sang kekasihnya itu."Kamu jangan nakal Azka,." ia mengecup singkat bibir gadis itu dan berganti mengecup pucuk kepalanya."Aku berangkat ya..?" ucap Hanz menatap Azka.Azka hanya menganggukkan kepalanya, dan Hanz benar benar melangkah pergi.Di bawah A
Di dalam ruangan Azkayra,Hanzero duduk di sofa dengan sebuah Laptop di depannya, ia sibuk berkutat dengan berkas dan pekerjaannya . Sedangkan Azkayra duduk bersandar di tubuh Hanz tanpa mempedulikan jika Sekretarisnya yang kini telah resmi menjadi kekasihnya itu tengah bekerja."Nona.. bergeserlah sedikit." ucap Hanz menggoyangkan bahunya."Apa sih, orang lagi nyantai juga." balas Azka semakin merapatkan punggungnya."Nona.. tanganku susah bergerak." ucap Hanz terus menggerakkan bahunya ."Hanz, kau mengganggu konsentrasiku..!!""Memangnya Nona sedang apa..?" Hanz menoleh penasaran dengan apa yang sedang dilakukan Nonanya."Aku sedang konsentrasi agar tidak mengganggumu..!! Kamu tidak mengerti juga ." jawab Azka tanpa dosa.Ya Tuhan....Hanz segera memutar kepala Azka dan meletakkannya pada sudut sofa yang satunya."Nona yang menggangguku, bukan aku yang mengganggu Nona." ucap Hanz kembali ke posisi semula.Azka kini pasrah, ia hanya bisa menatap wajah Hanz dari jarak yang agak jauh
Gracia terlihat menundukkan wajahnya , sedang Hanz entah seperti apa perasaannya saat ini."Nona! Kami, ini tidak seperti yang anda lihat." ucap Hanz gugup."Tuan Hanz, saya permisi dulu." ucap Gracia melangkah keluar dari ruangan Hanz, ia menundukkan pandangannya saat melewati Azka."Tunggu!" Azka menyambar pergelangan tangan Gracia, membuat wanita itu menghentikan langkahnya."Apa kamu tau siapa aku?" tanya Azka tanpa menoleh ke arahnya.Gracia mengangguk, "Nona adalah Presdir Perusahaan ini. Saya banyak mendengar cerita tentang Nona." jawab Gracia tanpa menatap Azka."Kamu tau siapa Hanz?""Tuan Hanz adalah Sekretaris perusahaan ini." Gracia kembali menjawab pertanyaan Azka."Bagus! Kalau begitu, aku peringatkan kamu, jika tidak ada urusan pekerjaan jangan menemui Hanz lagi. Kamu tau, perbuatanmu ini hanya mengganggu waktu kami." Azka menghempaskan tangan Gracia ."Baik Nona, maafkan saya. Saya tidak akan mengulanginya lagi." jawab Gracia memegangi pergelangannya yang terasa panas k
Hanzero terbangun saat Azka menggeliat di pelukannya, berkali-kali ia mengerjapkan matanya saat menyadari keadaan Azka dan dirinya yang tanpa busana itu .Hanz mengingat betul apa yang telah terjadi. Ia kemudian bangun dan duduk disisi Azka yang masih terlelap. Ia memandangi wajah gadis itu dengan dalam, tampak penyesalan dari dirinya dengan apa yang telah ia lakukan pada Azkam"Azka.." Tangan Hanz membelai wajah Azka."Hanz." sahut Azka lirih , ia terbangun merasakan sentuhan lembut di wajahnya."Apa kamu baik-baik saja.?" tak terasa Hanz meneteskan air mata ."Kenapa kamu menangis..?" Azka segera duduk dan membalut tubuhnya dengan selimut ."Maafkan aku Nona, seharusnya semua ini tidak boleh terjadi. Aku benar-benar tidak berguna. Aku sudah mengecewakan Tuan Shaka. Aku tidak bisa menjaga Nona. Malah aku sendiri yang sudah menghancurkan Nona." ucap Hanz ."Hanz, ini bukan salahmu, tapi salah kita berdua . Aku juga yang menginginkannya." jawab Azka meraih tangan Hanz."Kehormatan Nona
Shaka masih menatap Hanz dengan sangat tajam. "Aku benar-benar tidak menyangka jika kamu jatuh cinta pada Putriku, Hanz Apa karena Azka yang memaksamu dan kamu tergoda?"Hanz menggelengkan kepalanya."Nona tidak pernah memaksa saya Tuan, saya sendiri yang jatuh cinta padanya dan begitu juga sebaliknya. Kami sudah saling mencintai dan saya sudah berjanji untuk menikahinya. Saya tidak mungkin berani meninggalkannya Tuan, itu akan melukai hatinya." Hanz terus berusaha menjelaskan."Kamu jatuh cinta pada Azka karena kamu sering dekat dengannya Hanz, aku sangat mengenalmu. Dan setahuku kamu susah tertarik pada wanita.""Tidak Tuan, anda salah. Saat itu, sehari sebelum kepulangan Nona, sebenarnya saya sudah berada di kota ini, saya tidak langsung ke rumah utama melainkan pulang ke apartemen saya. Pagi hari saya bermaksud melihat keadaan Villa pelangi sambil menunggu kabar dari Tuan yang pasti akan menghubungi saya ketika Nona akan pulang ke rumah utama." Hanz mulai sedikit bercerita ."Sa
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya