Seorang laki-laki yang baru saja menyelesaikan ritual mandinya, keluar dengan sehelai handuk yang menutup tubuh bawahnya.
Adalah Gabriel Emilio Johnson. Seorang CEO baru di Johnson Corporation sejak enam bulan yang lalu.
Laki-laki tampan dengan sejuta pesona itu terpaksa mengambil alih posisi CEO karena paksaan Mommy-nya. Ia pun tak bisa mengatakan tidak, tatkala satu ancaman yang mengakibatkan nyalinya menciut. Dan ia sangat menghindari kemarahan wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu.
Tak ingin mengulur waktu, Gabriel beranjak menuju walk in closet. Melihat pada jajaran kaos, kemeja dan setelan jas di lemari. Yang tentunya telah disiapkan oleh pelayan dan asisten pribadi Adelia.
“Bahkan aku sudah berumur dua puluh sembilan tahun. Tapi, Mommy memperlakukanku layaknya anak kecil enam tahun yang semuanya harus disiapkan.” Diam-diam ia tersenyum geli.
Dalam hati, Gabriel tak henti-hentinya bersyukur mendapat perhat
Becca meremas ujung rok mini dengan perasaan gugup. Saat laki-laki bersetelan formal itu memintanya berganti pakaian, ia hanya menemukan benda kurang bahan di kamar mandi.“Di mana pakaianku sendiri?” tanya Becca dalam hati. Dan tak sulit untuknya meraba siapa yang telah menyiapkannya.Mencoba bertahan, Becca bersikap layaknya jalang profesional. Namun, karena kegugupan yang tidak bisa ia kendalikan, berkali-kali ia tampak tak bisa mengimbangi pertanyaan dari lawan bicaranya.“Sudah lama kerja di sini?” tanya laki-laki yang baru saja menuang Grey Goose di gelasnya.“Belum, Sir. Saya baru bekerja hari ini,” jawab Becca gugup.Goyangan gelas bening di tangan laki-laki itu berhenti. Kedua mata birunya menatap Becca. Bergerak memindai penampilan gadis yang tampak tak nyaman dengan pakaiannya.“Sepertinya aku pernah melihatmu bulan lalu.” Gelas di tangannya kembali bergoyang. Lalu, ia kembali menyes
Becca berusaha sekuat tenaga mengusir pikiran buruk yang sejak semalam berputar di otaknya. Ketakutan yang merayap di dalam hatinya, tak bisa ia patahkan begitu saja. Bagaimana tidak pusing jika pria itu merupakan orang penting yang punya pengaruh besar? Dan demi apa pria itu menolong sekaligus menginginkannya? Apakah dia masih waras? Inilah pertanyaan yang muncul setelah Becca memutuskan untuk tidur. Dan hal itu tentu saja mengganggu pikirannya yang berangsur tenang. “Sebenarnya apa yang dia inginkan?” Satu pertanyaan tanpa jawaban itu menggema di otaknya. Bahkan, mengikuti setiap ia melakukan pergerakan. Misalnya, ke kamar mandi. Apakah ini bisa disebut ketakutan tak beralasan? Atau dirinya yang terlalu percaya diri, merasa diinginkan oleh laki-laki itu? Tangan Becca memijit pelan kedua pelipisnya yang berdenyut. Astaga! Entah berapa lama ia bisa tertidur. Nyatanya, ada garis hitam di bawah mata sebagai tanda bahwa ia kurang beristir
Suara musik DJ menggema di salah satu kelab malam di kota New York. Tempat hiburan malam yang memiliki privasi untuk kalangan atas serta berkumpulnya para jalang bertitel Internasional itu sudah dipadati oleh pengunjung.Para pria bersetelan formal terlihat duduk bersama dua jalang di masing-masing sisi mereka. Sekadar menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dan menghilangkan beban yang terlalu berat. Yang harus mereka pikul.Dan di salah satu ruang VVIP, seorang gadis dengan dres sederhana dengan panjang selutut tanpa lengan, sudah duduk di samping pria tampan bermata biru.Gadis berambut ikal itu sudah lebih rileks berdekatan dengan pria yang sudah membayarnya. Ya, sejak kemarin malam, tidak ada hal lain yang terjadi. Selain perbincangan ringan.“Kau ingin mencobanya?” tanya pria itu.Gadis bermata cokelat itu menatap gelas yang sedang diisi dengan cairan mahal oleh pemiliknya. Ada rasa penasaran yang ia rasakan. Ia mengerjapkan mat
Selama dua puluh sembilan tahun lamanya, Gabriel belum pernah mempunyai keinginan seperti ini. Rasa ingin memiliki seorang gadis yang mampu mengusik ketenangan hatinya.Seperti yang media sosial tahu, bahwa kehidupan CEO Johnson Corporation itu terkesan datar. Hanya ada prestasi yang memenuhi biodata diri, baik di media cetak maupun elektronik.Namun, kini semuanya telah berubah. Semenjak kejadian kemarin malam, pria itu tak bisa tidur dengan benar. Ada rasa rindu ingin bertemu dengan gadis yang mampu menyelinap melalui celah sempit ke dalam hatinya.Dan tak berlebihan mengatakan itu adalah rindu. Karena, semua itu jelas mudah terlihat bagi orang-orang di sekitarnya.Seperti siang ini. Ketika meeting bersama Dewan Direksi berlangsung, pikiran pria itu berada di tempat lain. Dan itu semua tak lepas dari pengamatan Algio yang sejak tadi mengambil alih presentasi di depan layar.“Maaf, Mr, apakah anda baik-baik saja?” tanya Algio hati-hati
Sepertinya efek ucapan Gabriel kemarin menimbulkan kegaduhan yang tak main-main. Pagi ini, di meja makan kediaman Johnson telah ramai oleh perbincangan para orang tua. Yakni, William, Maria, Alexander, dan Adelia.Alexander dan Adelia bahkan sempat syok ketika mendengar penuturan William. Jelas saja, bagaimana bisa mereka tidak terkejut dengan berita itu. Sebab, sudah sejak lama kedua orang tua itu pernah ditolak ketika menginginkan putranya mengenalkan seorang kekasih.Dan tentu saja penuturan William barusan, menerbitkan binar-binar kebahagiaan bagi Alexander maupun Adelia. Bahkan, wanita yang melahirkan Gabriel itu hampir menangis, karena terlalu bahagia.“Jadi ... siapa yang bisa menebak calon istri Gabriel?” tanya William di tengah perbincangan hangat itu. Pria berusia senja itu menatap istri, putra dan menantunya.Mereka saling pandang. Namun, tak ada yang mampu mengeluarkan suara. Karena memang tidak ada clue sedikit pun tentang sosok i
Suara lembut dari gadis di seberang sana membuat Gabriel terhempas di hamparan bunga yang sedang bermekaran. Lembut, merdu, dan memanjakan telinganya.Butuh kekuatan bagi seorang Gabriel untuk mempertahankan kewarasannya. Karena, akan sangat memalukan jika sapaan tegas yang dimilikinya, berubah menjadi rayuan bisa membuat harga dirinya jatuh.Jelas saja. Dia yang dikenal sebagai pribadi tegas tidak mungkin merayu seorang wanita, bukan? Apalagi ia selalu menolak rayuan dari wanita yang terang-terangan menunjukkan ketertarikan.Merayu ... jelas bukan sikap Gabriel selama ini. Dan kalaupun ada, jelas itu hanya untuk orang tertentu.Akan tetapi, terkadang bukankah akal sehat bisa tergantikan menjadi tingkah konyol yang tak sengaja dilakukan oleh seseorang yang sedang kasmaran?Kasmaran? What?!Pria bermata biru itu tampak salah tingkah. Ia menggelengkan isi otaknya yang hampir saja menjerumuskan dirinya.Tidak mungkin seorang pria dingin
Gabriel tak menghiraukan kehebohan yang terjadi di dalam rumah utama kediaman Johnson. Ia mengabaikan bagaimana pembahasan tentang pernikahan yang dirancang oleh para orang tua.Jelas saja. Ia tak bisa mangkir dari posisinya sebagai bagian dari keluarga besar itu. Apalagi ia termasuk cucu tertua dan sudah cukup umur untuk membina rumah tangga.Helaan napas berat Gabriel berembus ketika ia menikmati hari liburnya di halaman belakang. Menghadap ke arah taman, yang dipenuhi aneka bunga mawar favorit Mommy-nya.“Gabriel.” Suara wanita berusia senja itu menarik kesadaran Gabriel yang sempat melayang entah ke mana.“Grandma.” Dengan sigap Gabriel mengulurkan tangannya. Mengambil alih untuk menuntun wanita itu duduk di sampingnya.“Kalian bisa pergi,” titah Maria kepada dua pelayan yang bertugas menjaganya.Setelah kedua pelayan itu pergi, helaan napas wanita tua itu berembus. Dan itu cukup mengundang fokus Gabri
“Hanya ada dua pilihan di sini. Kita menikah dengan kontrak yang saling menguntungkan atau menikah dalam arti layaknya pasangan pada umumnya.”Ucapan Gabriel menggema di benak Becca sejak mereka berpisah. Tepatnya, setelah gadis itu pulang ke kontrakannya.Menikah dengan terikat kontrak.Menikah umum layaknya pasangan lain.Dua hal itu membuat otak Becca pusing mendadak. Katakan gadis di belahan dunia mana yang bisa langsung memutuskan pilihan sulit itu.Jika gadis masih dalam keadaan waras dan sehat, tentu saja tak akan begitu saja mengiyakan. Kecuali memang ada maksud lain di dalamnya.“Oh, Tuhan! Bagaimana Aku harus memilihnya?” gumam Becca di dalam kamarnya.“Memilih apa, Sayang?”DegTubuh Becca membeku saat suara mamanya menggema di belakangnya.“Becca?”Tak ingin mengundang sang Mama curiga, gadis itu menetralkan mimik wajahnya dan segera membalik