"Senor, silakan!" Antonio mempersilakan Alejandro Castillo untuk memasuki lift yang akan membawa mereka menuju tempat gala dinner diadakan.
"Tunggu!" Tiba-tiba seorang wanita berteriak, menahan pintu lift yang hampir tertutup rapat.Antonio segera menyentuh tombol untuk kembali membuka pintu lift lebih lebar."Terima kasih!" Wanita itu mengucapkan terima kasih dalam bahasa inggris yang lancar dan menganggukkan kepalanya dengan sopan padanya setelah masuk ke dalam lift.Antonio hanya mengangguk dan menatapnya datar. Mengawasi gerak-geriknya dari balik kacamata hitamnya. Wanita itu berdiri di sebelah Ale, tanpa memperhatikannya.Bahkan sepertinya dia tidak menyadari siapa pria yang berdiri di sebelahnya. Dia sama sekali tidak tertarik untuk sekadar menoleh apalagi berbasa-basi menyapanya."Dia?" Ale bergumam dalam hati saat menatap wanita yang berdiri di sebelahnya.Rasanya dia tidak asing dengannya. Meski sudah hampir dua puluh tahun lalu, tetapi dia tidak akan pernah lupa pada wanita yang pernah begitu memikat hatinya."Sasmaya Emily Salim," desisnya pelan tetapi cukup untuk didengar siapapun yang ada di dalam lift bersamanya.Sontak wanita di sebelahnya menoleh dan menatapnya. Mata sebening embun dan tatapan tajam Ale, sesaat bertemu. Mereka saling beradu pandang dan membeku."Alejandro Castillo," gumamnya lirih."Baguslah kau masih mengingatku." Ale tertawa dan mengembangkan tangannya mengundang wanita itu ke pelukannya.Wanita itu tertawa terkekeh dan bersedekap tangan. Menatapnya lekat-lekat dari ujung rambut hingga ke kaki."Kau masih saja penuh percaya diri Senor Castillo," sahutnya dengan ramah."Tidak ingin memelukku? Cukup lama kita tidak bertemu, apa kabarmu mi amor?" Ale masih tetap berharap wanita itu akan menghambur ke pelukannya.Wanita itu tersenyum dan akhirnya mendekat kemudian memeluknya. Ale tertawa dan merengkuhnya erat-erat."Dua puluh tahun lamanya, aku kira tidak akan pernah bertemu denganmu lagi, mi amor," Ale berbisik dengan lembut."Aku kira kau sudah melupakan aku." Wanita itu tertawa dan melepaskan diri dari pelukannya."Tentu aku tidak akan melupakanmu karena aku masih menunggumu, Senorita Sasmaya." Ale menatapnya dengan serius.Sasmaya, wanita itu, menatap Ale dan mendesah pelan. Tidak mengira pria di hadapannya ini masih mengingat ucapannya dua puluh tahun lalu yang dikiranya hanya bercanda semata."Menungguku? Apa yang kau tunggu Ale?" Sasmaya mengerutkan keningnya menatapnya penuh rasa ingin tahu."Menunggumu melepaskan cincin di jarimu dan kau sendiri lagi," sahut Ale dengan santai.Sasmaya mendesah pelan. Dia sendiri lupa akan semua yang dikatakannya pada pria yang lebih muda empat tahun darinya itu."Jangan kau katakan kau lupa apa yang kau ucapkan waktu itu." Ale kembali berbicara dengan serius."Sejujurnya aku memang lupa." Sasmaya meringis, salah tingkah.Ale mendesah kesal, sayangnya lift berhenti di lantai yang ditujunya."Senor, kita sudah sampai!" Antonio yang sedari tadi terdiam menyaksikan percakapan mereka berdua, memperingatkannya."Sebentar! Hei, beri aku nomor kontakmu!" Ale menatap Sasmaya penuh harap."Aku akan mengikuti salah satu akun media sosial official-mu. Kita bisa saling berkirim pesan nanti." Sasmaya tersenyum dan menunjukkan smartphone-nya."Baiklah! Jika kau menghilang lagi, kali ini aku akan mencarimu meski ke ujung dunia." Ale menggoyangkan jarinya tanda dia serius dengan ucapannya.Sasmaya mengangguk dan melambaikan tangannya. Ale meninggalkan lift diiringi pengawal pribadinya, Antonio. Sasmaya menyentuh tombol dan pintu lift pun tertutup kembali."Aku tidak pernah melupakan wajah orang-orang yang pernah bertemu denganku meski hanya sekali Toni," ucapnya pada sang pengawal pribadi yang mengiringinya menelusuri lobi.Membawa mereka pada sebuah ruangan yang merupakan tempat diadakannya gala dinner. Sebuah gala dinner yang diadakan untuk menyambut kedatangannya sebagai brand ambassador sebuah yayasan amal di negeri singa. Peran yang telah dilakoninya selama enam tahun belakangan ini."Wanita tadi?" Antonio bertanya dengan hati-hati."Sasmaya Emily Salim, itu nama lengkapnya. Apakah kau tahu siapa dia?" Ale menoleh menatap sang pengawal.Antonio menggelengkan kepalanya. Dia tidak mengenal nama yang baru saja disebutnya. Selama hampir sepuluh tahun menjadi pengawal pribadi sang bintang sepakbola, dia belum pernah mendengar nama itu di antara deretan wanita yang pernah menjadi kekasih atau dekat dengannya."Dia salah satu orang yang mempercayai bakatku. Sayang kami terlambat bertemu." Ale terlihat murung saat menceritakan salah satu kisah masa lalunya."Aku masih terlalu muda dan dia telah menikah, sewaktu kami pertama kali bertemu," lanjutnya.Antonio hanya terdiam. Mendengarkan curahan hati sang bintang lapangan hijau itu. Sesuatu yang jarang terjadi."Aku tidak mengira akan bertemu dengannya lagi setelah dua puluh tahun lamanya." Ale tersenyum simpul, memasukkan kedua lengannya ke dalam saku celananya.Bersiap untuk menerima sambutan dari penyelenggara gala dinner. Harus bersikap ramah, sopan dan penuh antusias. Sesuatu yang menjadi ciri khas Alejandro Castillo.Pesepakbola yang berada di jajaran atlet terkaya di dunia dan memiliki segudang prestasi yang tidak main-main. Namun selalu rendah hati dan dermawan."Selamat datang Senor Castillo!" Seorang wanita menyambutnya dengan ramah.Memimpinnya untuk membaur dengan para tamu undangan dan menikmati acara yang memang dikhususkan untuk menyambut kedatangannya dan juga merayakan kebersamaannya dengan yayasan yang telah berlangsung selama enam tahun.Berbasa-basi menyapa beberapa orang, berbincang dengan penuh antusias dan tentunya menikmati hidangan istimewa dan hiburan spesial, menjadi sesuatu yang membuatnya cukup sibuk malam ini."Toni, aku membutuhkan udara segar." Ungkapnya pada sang pengawal pribadi sembari menjauhi pesta.Ale menuju ke balkon untuk menghirup udara segar. Keriuhan pesta terkadang membuatnya terasa sesak dan pengap.Sebuah pemandangan yang tidak diduganya menyambutnya saat kakinya melangkah di area terbuka yang lengang. Hanya ada seorang wanita yang tengah duduk di sebuah kursi, bertopang dagu menatap Marina bay di kejauhan. Sebotol wine dan sebuah gelas cocktail menemaninya."Sasmaya, kita bertemu lagi," tegurnya dengan hati-hati sembari melangkah mendekatinya.Wanita itu menoleh dan membelalakkan matanya saat melihat Ale berdiri di depannya. Tak menduga mereka akan bertemu lagi setelah pertemuan tanpa sengaja di lift tadi."Sepertinya hari ini aku melihatmu ada di sekelilingku." Sasmaya terkekeh menatapnya."Mungkin ini yang disebut takdir." Ale terkekeh dan duduk di kursi di sebelahnya."Mungkin. Hei lihat, cantik sekali bukan Marina bay di malam hari?" Sasmaya tersenyum dan menunjuk pada pemandangan di hadapan mereka yang didominasi pendar lampu-lampu di bangunan tinggi yang menjulang dan di sekitar Marina bay."Secantik dirimu," Ale tersenyum, menatapnya lekat-lekat."Kau masih seperti yang aku ingat. Apakah waktu tidak berlaku pada dirimu? Sepertinya justru aku yang semakin menua," lanjutnya seperti tengah berkeluh kesah.Sasmaya tersenyum dan menyentuh lengannya. Menatapnya sebentar seakan-akan mencoba untuk menilai dirinya."Tidak juga, sewaktu pertama bertemu denganmu, kau masihlah seorang pemuda dan sekarang kau telah menjadi pria," ucap Sasmaya sepenuh hati."Apakah itu ada bedanya bagimu?" Ale tertawa."Tentu saja, aku lebih suka seorang pria. Jauh lebih dewasa dan seksi." Sasmaya tertawa diiringi gelak tawa Ale."Masih ingat kapan dan di mana pertama kali kita bertemu?" Ale bertanya dengan serius."Sejujurnya aku lupa. Aku hanya ingat kita bertemu untuk membicarakan tawaran klub untukmu. Hanya itu." Sasmaya menyentuh dahinya."Itu benar, apalagi yang kau ingat?" Ale kembali bertanya.Sasmaya menyibakkan rambutnya dan menundukkan kepalanya. Bagaimana dia bisa lupa kapan dan di mana bertemu dengan pria ini?"Ternyata benar, kau tidak pernah mengingatku." Ale mendesah pelan.Sasmaya mendongakkan kepalanya dan seketika merasa bersalah. Ale terlihat sangat kecewa."Maafkan aku. Hanya satu hal yang aku ingat dirimu, bakatmu. Bukankah waktu itu aku pernah berkata kelak kau akan menjadi pesepakbola yang hebat dan itulah yang terjadi." Sasmaya tersenyum lembut.Ale tersenyum dan menyentuh jari jemarinya dengan lembut. Meraihnya dan mengecupnya. Sasmaya menatapnya dan tidak menolak tindakan pria itu.Tiba-tiba saja kenangannya kembali ke masa-masa sembilan belas tahun lalu, saat seorang pria mengecup ujung jarinya dan berkata akan menunggunya."Apa kabarmu, mi amor?" Ale menatap Sasmaya lekat-lekat."Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Aku rasa kau pun baik-baik saja bukan?" Sasmaya tersenyum dan menarik tangannya dari genggaman Ale."Yah, bisa dikatakan aku memang baik-baik saja." Ale mengerjapkan matanya."Kemana kau pergi selama ini? Saat aku pergi ke klub aku tidak menemukan dirimu," lanjutnya."Aku sudah meninggalkan klub setelah bertemu denganmu waktu itu. Aku pikir mereka akan tetap berusaha untuk mendapatkanmu, rupanya itu tidak pernah terjadi bukan?" Sasmaya tersenyum sembari menyibakkan rambutnya yang berkibar tertiup angin malam.Ale menatapnya lagi. Sasmaya masih seperti dalam ingatannya. Sasmaya merupakan gambaran khas wanita asia tenggara. Dengan kulit tidak seputih wanita asia timur, dan postur tubuh tidak seperti wanita Eropa, ditambah dengan rambut keunguannya, dia terlihat mungil seperti boneka."Aku menolak untuk melanjutkan negosiasi jika tidak denganmu. Waktu itu pihak klub beralasan kau tengah
"Aku turun di sini." Sasmaya menyentuh tombol lif bersiap untuk keluar."Tunggu!" Ale menahannya dengan menghadangnya menggunakan lengannya."Ale, biarkan aku pergi," pinta Sasmaya dengan sungguh-sungguh."Aku ikut denganmu," sahut Ale dengan santai.Sasmaya mendesah pelan. Sepertinya kali ini dia tidak dapat melarikan diri dari Alejandro Castillo seperti dua puluh tahun lalu."Baiklah!" Sasmaya mengangguk setuju dengan setengah terpaksa.Ale tersenyum simpul dan memberi isyarat Antonio untuk keluar lebih dahulu. Memastikan tidak ada seseorang yang mengenalinya."Tenang saja, tempat ini aman kok. Tidak akan ada orang-orang yang akan mengganggumu sekalipun mereka mengenalimu." Sasmaya tertawa pelan.Ale turut tertawa dan mengikutinya keluar dari lift. Sasmaya mengeluarkan sebuah kunci elektronik dari tasnya dan menuju ke salah satu jajaran lift yang ada di hadapan mereka.Ale tertegun, saat melihat wanit
"Astaga kemana dia?" Ale terbangun keesokan harinya, dan tak menemukan Sasmaya di sampingnya.Terlintas dalam pikirannya, ini akan menjadi sebuah kisah seperti dalam film atau cerita online. Dia akan kehilangan Sasmaya lagi dan menghabiskan hari-hari selanjutnya untuk mencari keberadaan wanita itu."Sialan!" teriaknya sembari melemparkan bantal ke lantai."Astaga Ale! Ada apa denganmu?" Sasmaya menegurnya.Sasmaya keluar dari kamar mandi, dengan mengenakan bathrobe dan tengah mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk."Aku kira kau sudah pergi." Ale mendesah lega, rupanya wanita itu tengah menyegarkan diri di kamar mandi tadi.Ale beranjak dari tempat tidur dan mendekati kemudian memeluknya dari belakang."Bukankah sudah kukatakan one night stand bukanlah gayaku. Lagipula ini penthouse-ku, untuk apa aku melarikan diri?" Sasmaya tersenyum geli melihat kepanikan yang tersisa di ekspresi pria Spanyol itu."Ma
"Jalan kaki?" Ale menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Kenapa? Lelah?" Sasmaya menatapnya, mengerjapkan mata, menggodanya."Lelah? Hei, berlari keliling lapangan selama 90 menit pun biasa saja bagiku apalagi sekadar berjalan kaki. Kau meremehkanku mi amor!" Ale tertawa dan mengacak-acak rambut Sasmaya."Lantas apa yang membuatmu keberatan?" Sasmaya berkacak pinggang di depannya."Aku tidak keberatan tetapi aku rasa dirimu yang akan mengalami masalah." Ale tersenyum tipis."Aku? Bukan masalah bagiku untuk berjalan kaki ke Chinatown. Hanya sekitar 15 menit saja dan tidak melelahkan," sahut Sasmaya masih setengah mendongkol dengan penolakan Ale untuk berjalan kaki menuju Chinatown."Oh, dan keesokan harinya akan muncul foto di halaman terdepan portal berita, Alejandro Castillo menghabiskan harinya di Chinatown dengan seorang wanita yang bukan kekasihnya." Ale menyahut dengan santai sembari terkekeh.Sasmaya membelalakkan
"Kita mampir ke kedai itu!" Sasmaya mengajak Ale memasuki sebuah kedai kopi yang sudah buka.Sebuah kedai kopi khas Singapura. Mereka duduk di sudut dekat jendela agar bisa menikmati pemandangan jalanan di sekitar kedai yang mulai ramai.Sasmaya memesan Kaya Toast, telur rebus dan teh tarik. Menu sarapan khas warga Singapura."Enak, rotinya tipis dan crispy." Ale berkomentar sambil menatap roti bakar berlapis kaya, selai khas negeri singa yang terbuat dari telur, santan, gula dan daun pandan."Ini sarapan yang penuh gizi," sahut Sasmaya, meraih cangkir teh tariknya."Untukmu! Untukku ini hanya cemilan saja," keluh Ale dengan nada memelas.Sasmaya tertawa dan hampir saja tersedak. Kebutuhan nutrisi mereka berdua memang jauh berbeda. Sebagai seorang atlet, aktivitas Ale jauh lebih bervariasi daripada orang biasa."Nanti kita makan siang di Ann Siang Hill. Di sana lebih banyak pilihannya." Sasmaya tersenyum dan meletakkan k
"Kawasan ini mirip dengan Piccadily di Inggris," gumam Ale setelah beberapa saat memandang sekeliling Trengganu street."Oh ya? Aku belum pernah pergi ke sana," sahut Sasmaya penuh rasa ingin tahu.Sasmaya tahu Ale cukup familiar dengan negeri Ratu Elizabeth itu karena dia pernah bermain di salah satu klub ternama negeri itu. Bahkan sepengetahuannya dia menolak tawaran dari klubnya dan memilih untuk bermain di Inggris.Karirnya melesat bak meteor selama bermain di sana yang membuatnya disejajarkan dengan para pemain yang lebih senior darinya."Trotoarnya lebar dan ada banyak toko, restoran hingga teater di sepanjang jalan, surga bagi para wisatawan untuk berjalan kaki seperti di Piccadily." Ale menjelaskan dengan santai.Sasmaya hanya mengangguk mengerti. Mereka berdua berbincang hingga tiba di restauran tujuan. Gadis pelayan menyambut mereka dengan ramahMereka segera masuk dan duduk di salah satu sudut restauran. Sasmaya mengam
"Sinar matahari, berbaring dengan santai ditemani cocktail, dan suasana yang tenang, ini liburan favoritku," gumam wanita cantik yang hanya mengenakan bikini dan tengah duduk santai berjemur di kapal pesiar pribadinya.Alicia Dominguez, wanita cantik bertubuh aduhai, kekasih Alejandro Castillo, menikmati liburannya di kawasan Karibia dengan bahagia tanpa beban bersama sahabatnya, Chloe, model asal negeri Paman Sam."Alicia, kapan kalian akan menikah?" Tiba-tiba Chloe, sahabatnya bertanya.Alicia menoleh menatap model cantik yang tengah menyesap winenya. Mata indahnya mengerjap, tertegun sejenak dan tidak segera menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya."Pertanyaan membosankan dan menjengkelkan," gumam Alicia cukup lirih, tetapi masih terdengar oleh sahabatnya itu.Chloe tertawa mendengar gumaman wanita yang dikenalnya saat mereka sama-sama hadir dalam sebuah acara penghargaan dalam dunia hiburan."Entahlah!" lanjut Alicia hanya
"Alena apa yang kau dapatkan dari kunjunganmu ke Barcelona?" Ale bertanya saat asistennya itu menyambut kepulangannya dari Singapura di bandara."Mereka masih memikirkan penawaran anda, Senor!" Alena menyahut dengan tegas."Begitu? Baiklah, jika mereka meragukanku, ada baiknya aku mendekati Ortis dan Morales." Ale terkekeh."Anda serius, Senor?" Alena menatapnya tidak percaya."Tentu saja, aku sangat serius, Alena Herrera," sahut Ale dengan santai."Mana Leandro? Kenapa dia tidak menjemputku dan justru hanya dirimu?" Ale menatap berkeliling sebelum memasuki mobil."Leandro masih menemani Senora berlibur di Karibia," sahut Alena dengan santai.Wanita itu duduk di sebelah pengemudi mobil. Melirik sang bintang sepakbola dari kaca spion di atas dashboard."Dia masih berlibur sejak dari Singapura kemarin?" Ale mengerutkan keningnya."Benar, Senor. Senora berlibur bersama Chloe Smith dan beberapa teman modeln
"Buenos días!" Sasmaya menyapa Ale begitu memasuki kamar. Dia membawa nampan berisi sarapan untuk mereka berdua, sedangkan Paloma di belakangnya menggendong Isabella."Buenos días, mi amor!" Ale menegakkan tubuhnya dan mengulurkan tangannya meraih Isabella ke pelukannya.Paloma menyerahkan bocah perempuan itu pada Ayahnya. " Pergilah, sarapan dahulu bersama yang lain." Sasmaya tersenyum padanya dan memintanya untuk meninggalkan mereka.Paloma mengangguk dan melambaikan tangan pada Isabella. Bocah itu menjerit, tertawa memamerkan giginya yang belum lengkap."Sarapan dulu!" Sasmaya meletakkan nampan di atas tempat tidur.Seperti kebiasaan orang Spanyol pada umumnya, tapaz selalu tersedia sebagai menu sarapan mereka. Kali ini Bibi Martha menyiapkan bocadillode huevos, sandwich ala Spanyol yang terbuat dari roti khas Spanyol yang mirip baguette dan bertekstur lembut, berisi scrambled egg.Selain itu ada bocadillo de queso, sandwich berisi keju dan bocadillo de calamares yang berisi cumi g
[Alejandro Castillo dan Alicia Dominguez mengumumkan perpisahan mereka secara resmi melalui juru bicara mereka masing-masing]Mikaila menatap smartphone-nya dan melirik Sasmaya yang tengah sibuk dengan laptopnya. Sementara Isabella bermain-main dengan Paloma."Apakah benar dia tidak mengetahui berita yang tengah hangat dan memenuhi hampir seluruh tajuk utama media hiburan dan olahraga?" Mikaila bertanya-tanya dalam hati.Berita mengenai perpisahan Alejandro Castillo dan Alicia Dominguez memang tengah menjadi bahan pembicaraan netizen dan media. Berbagai spekulasi mengenai penyebab perpisahan mereka bergulir liar tetapi sayangnya baik Ale maupun Alicia tidak mengeluarkan pernyataan selain sudah tidak ada lagi kecocokan di antara mereka berdua."Ada apa?" Sasmaya tiba-tiba saja menegurnya. Mikaila tergagap dan menjadi salah tingkah.Sasmaya tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah asisten pribadinya itu. Mikaila terkadang
"Kita perlu bicara!" Ale menatap Alicia yang tengah duduk memunggunginya, menghadap kaca rias. Dia hanya mendesah pelan dan menatap bayang Ale yang terpantul di cermin.Wajah tampan, tubuh kokoh dan atletis, dua hal yang membuatnya menggandrungi pria yang waktu itu masih berjaya di lapangan hijau. Pria yang juga menghujaninya dengan cinta dan tentu saja kemewahan yang kemudian membuatnya jatuh cinta dalam arti sebenarnya."Ada apa?" Alicia bertanya tanpa menoleh. Enggan untuk saling bersitatap dengan tatapan Ale yang terkadang membuatnya gugup, seperti saat pertama mereka bertemu.Gugup, canggung, tidak percaya diri sekaligus ragu saat dia menyadari Alejandro Castillo, sang bintang lapangan hijau, menatapnya tak berkedip. Waktu itu mereka menghadiri sebuah acara di kota Madrid."Apakah kau begitu sibuk hingga tidak memiliki waktu lagi untuk menemani Maria dan Julio?" Ale masih berdiri kaku di belakangnya.Tanpa berniat untuk mendekatinya, kemudian memegang bahunya dan menghujaninya de
"Di mana Alicia?" Ale bertanya pada gadis pengasuh yang kewalahan menenangkan tangisan Maria.Putri bungsunya dengan Alicia sedari tadi menangis dan rewel. Membuatnya khawatir sekaligus marah. Karena tidak biasanya anak-anak rewel dan mudah marah."Saya tidak tahu Senor." Gadis itu menjawab dengan takut-takut.Dia pengasuh baru yang dipekerjakan setelah kesibukan Alicia semakin tak terkendali. Biasanya cukup Bibi Luisa dan semua kerewelan anak-anak akan tertangani."Maria sayang." Ale yang telah berpakaian rapi dan bersiap hendak ke kantornya terpaksa turun tangan membujuk sang putri."Papa!" Gadis kecil berusia dua setengah tahun itu berlari menghambur ke pelukannya."Ada apa?" Dengan lembut Ale bertanya kemudian menggendongnya. Membawanya ke ruang makan mencari Alicia."Mau Mama." Gadis kecil itu menyahut di sela tangisnya dengan ucapan yang masih kurang jelas."Ah baiklah! Ayo kita cari Mama." Ale tersenyum dan mengecup pipi gembulnya.Sementara sang pengasuh mengikuti mereka berdu
[Film perdana Alicia Dominguez menjadi Box office dalam beberapa pekan ini di berbagai negara]Tajuk berita di salah satu media sosial menarik perhatian Sasmaya. Perlahan jarinya menyentuh layar smartphone-nya dan bergerak turun untuk membuka berita selengkapnya."Wah filmnya sukses," gumamnya pelan.Selama ini Sasmaya hampir tidak pernah mengikuti perkembangan berita mengenai Alicia Dominguez. Dia memiliki alasan tersendiri atas sikapnya itu."Semakin kau tahu mengenai dirinya itu akan semakin membuatmu sakit hati." Itu salah satu nasehat dari Tante Clarissa saat dia selalu memantau media sosial sang kakak yang tak hentinya mengumbar kedekatannya dengan suaminya waktu itu.Menuruti nasehat wanita yang telah melahirkan sosok pengusaha ternama di negeri Singa, Andrew Kim itu, Sasmaya semenjak awal menjalin kedekatan dengan Ale hampir tidak pernah mengikuti berita mengenai Alicia Dominguez."Hebat! Dia wanita pekerja keras," gumamnya lagi seraya menatap foto-foto Alicia yang kini terpamp
"Wah selamat ya!" Chloe tertawa dan memeluk Alicia. Kedua model cantik itu saling berpelukan dan tertawa riang."Aku tak mengira akhirnya mimpiku menjadi nyata!" Alicia tersenyum semringah, setelah duduk bersama Chloe."Kau sungguh beruntung. Banyak artis menginginkan peran itu dan kaulah yang mendapatkannya." Chloe mengacungkan jempolnya."Iya, ini loncatan besar dalam karirku." Alicia terlihat begitu bahagia. Senyum tak lepas dari bibir seksinya."Bagaimana dengan Ale?" Tiba-tiba Chloe teringat akan kekasih Alicia. Mantan pesepakbola yang kini menjadi pemilik klub yang juga tengah naik daun itu bisa saja keberatan jika sang kekasih terlalu sibuk dengan karirnya di dunia hiburan."Aku rasa dia akan mengerti selama aku masih memiliki waktu untuk keluarga." Alicia terlihat begitu percaya diri saat berkata demikian."Semoga saja begitu. Ini adalah sebuah kesempatan yang bagus dan akan sangat berpengaruh untuk kelanjutan karirmu di masa depan." Chloe kembali tersenyum cerah.Dia turut ba
"Bagaimana liburanmu di Maldives?" Ale menatap Sasmaya yang tengah membujuk Isabella agar mau membuka mulutnya."Menyenangkan. Gracias Ale untuk liburan yang tenang dan tentu saja lebih hangat." Sasmaya tersenyum seraya menyuapkan pure labu ke mulut mungil putrinya."Aku senang jika kau dan Isabella senang." Ale membelai kepala sang putri yang kini mengambil sendok dan mengacungkannya padanya."Ini untuk Papa?" Ale mengalihkan perhatiannya pada sang buah hati dan mengajaknya berbicara."Kyaaa!" Hanya serentetan ucapan tak bermakna yang diserukan dengan kegirangan oleh bayi cantik itu seakan-akan membalas ucapan sang ayah."Ah, baiklah!" Ale tertawa dan membuka mulutnya membiarkan Isabella menyuapkan sendoknya ke mulut ayahnya.Sasmaya tertawa tergelak melihat tingkah ayah dan anak itu. Kini Ale yang menyuapi Isabella dan kali ini bayi mungil itu tidak menolaknya."Oh, Isabella ternyata mau disuapi Papa ya." Sasmaya meletakkan mangkok berisi pure labu di meja dan membiarkan Ale mengamb
"Apa? Kau tidak berada di Maldives sekarang?" Chloe berteriak kesal dan hampir saja melemparkan smartphone miliknya."Bukankah kau dan anak-anak berlibur di Maldives?" Chloe kembali bertanya, mempertegas pernyataan Alicia, lawan bicaranya di telepon."Ah baiklah," sahutnya dengan lemah setelah cukup lama mendengarkan dengan serius penjelasan Alicia."Ah ada-ada saja," keluh wanita cantik berambut gelap itu seraya meletakkan smartphone mahal miliknya ke atas meja dan meraih gelas coktail-nya."Tetapi aku juga salah. Seharusnya aku bertanya lagi padanya sebelum memutuskan untuk berlibur di sini." Chloe melanjutkan keluh kesahnya di dalam hati.Sebelumnya dia dan Alicia telah sepakat untuk menghabiskan liburan tahun baru mereka bersama-sama di Maldives seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun tidak seperti biasanya, kali ini terjadi kesalahpahaman yang cukup fatal dan membuat berantakan rencana liburan mereka."Ah sudahlah! Maldives juga tempat yang indah untuk berlibur dan menenangkan diri
"Ke Barcelona lagi?" Alicia mendongakkan kepalanya, menatap Calista. Gadis itu mengangguk dan kembali menundukkan kepalanya.Alicia mendesah pelan. Akhir-akhir ini dia sering mendapatkan laporan dari asistennya jika Ale lebih sering mengunjungi Barcelona dan tinggal di sana lebih lama."Ada apa di Barcelona?" gumamnya pelan seraya menggigit kukunya. Hatinya kembali dirambati rasa gelisah sekaligus khawatir."Apa ada yang kau ketahui selain itu?" tanyanya pada Calista. Gadis itu menggelengkan kepalanya."Saya hanya tahu Senor Ale kerap berkunjung ke Barcelona. Saya tidak dapat mencari informasi aktivitas beliau di sana." Calista menjelaskan dengan hati-hati.Alicia kembali mendesah. Perlahan dipalingkannya tatapannya ke pemandangan di luar jendela kamarnya. Salju memutih di mana-mana, musim dingin kali ini terasa lebih dingin baginya."Sebentar lagi natal dan tahun baru. Apakah kau sudah mendengar sesuatu hal tentang itu?" Alicia kembali bertanya pada asisten pribadinya."Menurut Senor