Seperti kesepakatan mereka kemaren, pagi ini Rangga dan Naima mempersiapkan pembukaan galeri lukisan. Tak ada percakapan berarti di antara keduanya, Naima hanya menimpali sekali-sekali apa yang ditanyakan Rangga.Naima menepikan mobilnya di sebuah ruko yang memiliki dua lantai. Ruko itu masih tampak baru dan belum pernah di gunakan. Naima merogoh kunci dari dalam tasnya, kemudian membuka Ruko itu dengan bantuan Rangga.Bau cat masih kental, ruangan itu kira- kira memiliki luas sepuluh kali tiga belas meter, cukup luas untuk membuka usaha."Kira-kira, apa saja yang kau butuhkan?" Naima mengusap dinding bercat biru muda itu untuk memastikan catnya sudah kering. Rangga menggaruk kepalanya, banyak yang dia butuhkan, tapi mengatakan secara langsung pada Naima padahal dia tidak memiliki uang untuk membelinya, menjadikan dia sebagai pria tidak tahu malu."Kau bisa tulis di sini, aku jamin barangnya akan sampai secepatnya, semakin cepat galeri ini dibuka, semakin cepat bisnismu berjalan." Nai
Rangga mengetuk ruangan Naima perlahan, terdengar sahutan keras dari dalam meyuruhnya untuk masuk. Rangga melepaskan nafasnya, masuk dan terkurung di dalam ruangan sempit akan sangat berbahaya bagi mereka."Bu." Rangga mengucapkan panggilan itu dengan janggal, dia tidak mungkin memanggil nama Naima, di sini ada dosen lain yang pasti melihat interaksi mereka.Dia menggaruk keningnya karena salah tingkah. Naima membuka kacamatanya, menatap datar wajah Rangga. Matanya memicing tak suka melihat penampilan itu. Pemuda ini, susah diberi nasehat."Celana robek lagi?" Tatapan tak suka Naima semakin kentara, belum lagi beberapa dosen saling berbisik saat melihat penampilan pemuda urakan itu.Rangga menunduk melihat ke mana mata Naima saat ini, celana ini adalah kesayangannya, jin pudar yang robek di bagian lutut, dia akan merasa percaya diri jika memakainya. Celana robek itu membuat dia merasa keren, Naima saja yang tak mengerti gaya." Naima." Rangga setengah berbisik, dia orang dosen yang t
Naima memijit pelipisnya pelan, sungguh, hari ini sangat melelahkan baginya, bahkan dari pagi dia belum sempat mengisi perutnya.Mengurus Rangga lebih berat dari pada mengurus balita berusia lima tahun, laki-laki itu tidak mempan diberi peringatan.Naima mengamati sekeliling, suasana kantin lumayan ramai, karena sebentar lagi adalah waktu menjelang makan siang. Ada beberapa mahasiswa yang nongkrong sambil berceloteh tentang kegiatan perkuliahan, ada juga yang duduk menikmati segelas minuman dingin sambil mengotak-atik Handphone-nya. Dan beberapa lagi duduk di pojok dengan kekasih hatinya. Naima tersenyum, dia pernah melewati masa itu bersama Yuda.Naima meraih piring berisikan nasi putih dan lauk ala kadarnya, rasa ala kadarnya, sama dengan harga yang juga ala kadarnya, cocok untuk kantong mahasiswa.Naima mulai menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, dia benar-benar lapar. Setelah adegan ciuman yang dilanjutkan adu mulut dengan Rangga, Naima tak lagi bertemu pria itu. Mungkin Rangga teng
Rangga sangat cemas memikirkan Naima, wanita itu tidak mengangkat telpon, tidak membalas chatnya. Tidak biasanya dia seperti itu, hati Rangga mendadak tidak enak. Bagaimana jika terjadi sesuatu oada wanita itu, Naima adalah istrinya, dia yang akan bertanggung jawab penuh jika terjadi apa apa.Tadi sore pulang dari kampus, dia langsung menyelesaikan mendekor galerinya, memulainya dengan doa, pekerjaannya sudah berjalan tujuh puluh persen dan tubuh Rangga sangat lelah, bahkan dia baru berhenti beberapa menit yang lalu. Rangga tidak mau diam menunggu, dia harus memastikan istrinya itu baik baik saja, dan disini dia sekarang. Didepan pintu apartemen Naima. Dia mempersiapkan diri jika Naima mengomelinya karena bertamu jam dua belas malam. Ketukan ketiga, pintu terbuka, menampilkan wajah Naima yang sembab seperti habis menangis. Padahal tadi Rangga menduga, gadis itu sudah tidur nyenyak."Maaf, aku bertamu tengah malam begini, aku cemas kau tidak mengangkat telponku.""Masuklah!" Naima be
Rangga membuktikan apa yang diucapkannya, dia tidak lagi bergantung pada Naima, seharian dia menghabiskan waktu di perpustakaan, memaksa otaknya untuk berfikir. Kadang tidak sedikit orang mengejeknya, karena Rangga dan perpustakaan tidak akan pernah bertemu. Ada yang kagum, ada yang geleng-geleng kepala. Rangga tidak mau tau.Jam lima dia memutuskan untuk keluar dari perpustakaan karena perpustakaan akan di tutup. Rangga melangkah gontai, kepalanya sakit dan sangat lelah.Saat dia mengeluarkan motornya dari parkiran, dia berserobok dengan Naima, gadis cantik itu tak sendiri, dia tengah bersama dengan laki-laki dewasa yang diyakini Rangga adalah Yuda.Pandangan mereka bertemu, Naima menelan ludahnya, dia seperti tertangkap basah tengah berselingkuh.Rangga melirik laki-laki itu yang memandangnya dengan dahi berkerut heran, baru dua hari mereka tidak bertemu, dan Naima sudah kedapatan jalan berdua di parkiran kampus, dan bersiap siap naik kemobil laki-laki itu. Apa mereka akan pergi be
Naima sedang berdiskusi dengan Yuda di dalam ruangannya, mereka berdua dipercaya melakukan riset bersama oleh pihak Universitas. Obrolan ringan itu diselingi dengan berbagai cemilan yang dibawa Yuda. Naima sedang fokos dengan apa yang disampaikan Yuda, ketika pintunya diketuk pelan. "Masuk!"Naima mangalihkan pandangan ke arah pintu, Rangga berdiri di sana dengan wajah dinginnya, mata tajamnya sempat melirik Yuda dengan tidak suka, dia belum bicara apapun, dia membawa sebuah map dan sebundel kertas.Rangga menarik nafas."Bu Naima, bisa minta waktu sebentar? Saya ingin konsultasi."Naima gelagapan, ia langsung gugup."Oh tentu."Yuda tidak peduli dengan kehadiran Rangga, matanya tetap fokus pada buku di depannya. Rangga membenci pria itu, tidak bisakah dia pergi saja?"Maaf Pak, saya mau konsul," ucap Rangga tegas, Yuda mengalihkan perhatiannya ke wajah Rangga, dia agak tersinggung dengan sikap mengusir secara halus itu."Tidak lama, kan? saya ada rapat dengan Bu Naima," tanya pria
Rangga menyandarkan kepalanya dibahu wanita itu, nafas keduanya tersengal, ini hanya cumbuan biasa, tapi rasanya tetap sama. Naima yang cantik, istrinya yang dicintainya, setidaknya rasa rindu itu terobati walau sedikit, dia tidak peduli lagi, dia yang lebih berhak atas Naima, terlepas dari cinta atau tidaknya istrinya itu kepadanya.Kenapa dia yang harus mengalah, seharusnya Yuda lah yang mundur, bukankah hubungan mereka sudah lama berakhir, alangkah bodohnya dia memberikan kesempatan pada istrinya untuk berselingkuh.Rangga berjanji, selagi mereka masih terikat dengan pernikahan, dia takkan mundur lagi, dia akan merebut Naima dengan caranya sendiri. Dia harus egois kali ini. Selama bermesraan, Naima sama sekali tidak menolak. Ia mengunci pintu dan menutup gorden jendela ruangannya."Apa yang telah kita lakukan?" Naima memejamkan matanya, nafasnya masih memburu."Aku tidak tau." Rangga memandang jilbab Naima sudah tidak tak berbentuk."Kenapa kita mengulanginya lagi, kita tidak bisa
Naima baru menyelesaikan pekerjaannya jam lima sore, dia sangat lelah, sehari ini dia menjadi dosen penguji sidang skripsi beberapa orang mahasiswa.Naima mengambil ponsel pintarnya, dia tidak membawa mobil hari ini, karena pagi tadi dia berangkat bersama Yuda, laki-laki itu juga mau menunggunya sampai selesai tapi di tolak secara halus oleh Naima dengan alasan menghindari gosip tidak enak di lingkungan kampus.Naima mengetuk aplikasi ojek online yang ada di handphonenya, ketika orderannya di terima dia langsung bersiap siap, pengemudinya ternyata berada dilingkungan kampus, jadi dia tidak perlu lama menunggu.Naima mengunci ruangannya, ketika mendengar klakson motor berbunyi nyaring menandakan pengemudi sudah sampai, Naima merasa tak asing dengan motor itu."Selamat sore, saya akan antarkan Ibu ke bulan." Laki-laki itu adalah Rangga, dia membuka masker wajahnya dan tersenyum ramah pada Naima."Rangga?" Naima terkejut sekaligus senang entah untuk alasan apa."Silahkan naik."Rangga me
Saat ini mereka bedua pergi konsultasi dengan Dokter Kandungan, usia kehamilam Naima sudah memasuki delapan bulan. Naima masih aktif mengajar dan melakukan berbagi aktifitas. Syukurnya bayi mereka tidak banyak tingkah, palingan minta dibelikan bubur ayam setiap malam, permintaan yang begitu enteng.Mereka sama-sama melihat layar monitor, takjub dengan bayi yang sudah terbentuk sempurna. Jenis kelaminnya laki-laki. Dia bergerak aktif di perut Naima sehingga membuat permukaan perut itu bergelombang."Duh, lincahnya," kata Dokter wanita itu sambil tersenyum."Selincah saya, Dok," jawab Rangga yang dikasih pelototan galak oleh Naima."Nah, mulai sekarang Bu Naima lebih banyak makan buah dan sayur, kurangi makan karbohidrat, karena berat bayinya sudah melebihi berat seharusnya."Apa yang dikatakan dokter itu benar, Naima dan makanan adalah pasangan yang tidak bisa dipisahkan, dia menyukai apa saja. Makan di tengah malam sudah berjalan rutin selama beberapa bulan ini."Baik, Dok," jawab Nai
Galeri Rangga resmi dibuka hari ini, banyak pengunjung yang penasaran dengan karya Rangga yang dinilai unik dan berbeda dari pelukis lainnya. Sebagian besar karya Rangga adalah sketsa hitam putih yang terlihat detail dan sempurna. Rangga cukup puas dengan para pengunjung yang rata rata adalah penikmat karya seni dan pengusaha.Semua ini berkat kegesitan Naima dalam berselancar di dunia maya untuk mempromosikan galeri milik Rangga. Banyak juga pengunjung yang langsung tertarik dan minta dilukis secara khusus, bahkan pesanaan itu berasal dari luar negri."Selamat, ya." Naima mengulurkan tangan, mereka baru saja beristirahat setelah melayani pengunjung seharian. Sebenarnya Rangga melarang istrinya itu terlalu sibuk dengan acara ini, namun dasarnya Naima yang keras kepala, dia mencari alasan agar keinginanannya terlibat diacara ini dikabulkan Rangga."Kalau yang mengucapkan selamat adalah kamu, harus disertai dengan hadiah," goda Rangga."Kau mau apa? Komik Doraemon?" ejek Naima. Rangga m
Kedua keluarga itu berkumpul bersama di rumah pohon, bapak Rangga tertawa terkekeh saat ayah Naima kalah terus main kartu. Sekali kalah hukumannya adalah berlari lima puluh kali keliling pekarangan rumah Naima yang luas, ayah Naima sudah banjir keringat, namun dia tidak mau berhenti, terus saja mengajak main kartu dan bertekad akan berhenti jika dia berhasil mengalahkan bapak Rangga.Rangga sibuk dengan komiknya, sedangkan Naima duduk bersama dengan ibu Rangga dan ibunya. Mereka baru saja selesai membakar ikan, merayakan hari Wisuda Rangga yang berakhir beberapa jam yang lalu.Jika ditanya siapa yang paling bahagia, maka bapak Ranggalah orangnya, dia sangat membangga- banggakan Rangga saat selesai acara sambil memuji anaknya itu, padahal Rangga sudah berdehem karena sang Bapak tidak berhenti membuatnya malu, seisi kampus tau dia adalah mahasiswa paling tua yang terancam DO dan diselamatkan oleh Naima, tapi sang Bapak terus saja memuji seakan dia adalah manusia terhebat di dunia yang a
Pada dasarnya laki-laki dan perempuan terjaga sebelum menikah bukanlah orang yang memiliki kadar nafsu lebih rendah dari orang yang biasa berhubungan bebas tanpa ikatan pernikahan. Mereka malah cendrung lebih dominan dan lebih agresif karena keinginan primitif yang tersimpan rapi dan belum tersalurkan di jalan yang sah. Naima dan Rangga adalah manusia terjaga, mengenal arti gairah setelah mereka menikah, berciuman setelah menikah dan berhubungan seksual pun setelah menikah. Hubungan yang dikatakan surga dunia bagi manusia itu, tidak berakhir begitu saja hanya dengan pelepasan paling indah di antara keduanya, hubungan tempat tidur yang dimulai dengan berwudhuk, membaca doa untuk menyingkirkan syetan-syetan yang ingin ikut menontonnya, akan menjadi tabungan amal tersendiri.Naima dan Rangga terkapar tak berdaya dengan tubuh berenang dengan keringat, cinta bertaut, tubuh menyatu, keringat membaur. Apa yang lebih indah dari bercinta setelah menikah? tak ada yang lebih indah dari itu.Ran
Hari ini adalah hari yang paling spesial bagi Rangga, karena hari ini adalah pertarungan puncak meraih gelar sarjana yang selama ini diidam- idamkam sang Bapak dan keluarganya. Rangga mengikuti sidang skripsi beberapa menit lagi, selama itu pula dia menempel pada Naima di ruangan istrinya itu, berulang- ulang dia membolak-balik buku dan lembaran skripsinya."Bu Naima yang seksi, doakan saya biar berhasil, ya," katanya, Naima sekarang sedang duduk di pangkuan Rangga sambil bermanja-manja, sejak hamil ini bawaannya ingin menempel terus dengan suaminya itu."Yang jelas kau harus percaya diri menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan tim penguji, jangan gugup, jawab semua pertanyaan dengan penuh keyakinan, kuasai dirimu dengan baik "Rangga menempelkan kepalanya kebahu Naima, menghela nafas dan membuangnya perlahan."Siap, Bos.""Ayo, sepuluh menit lagi kau harus berada di ruang sidang."Naima melangkah keluar lebih dulu, wajah manja itu sudah berubah datar seperti biasa, tidak ada senyu
Pagi ini Naima dan Rangga kembali ke apartement. Sebelum pulang Naima menyempatkan diri untuk mampir ke apotek, membeli alat tes kehamilan dengan merk yang berbeda sebanyak lima buah. Ketika Rangga bertanya, Naima beralasan dia tengah membeli obat dan suplemen agar tubuhnya kembali membaik. Rangga tidak bertanya lagi, dengan bersiul-siul kecil, laki-laki tampan itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.Sesampainya di apartemen, Naima langsung mengeluarkan sarapan pagi yang sempat dibawanya dari rumah ibunya, membuatkan kopi kesukaan Rangga, sedangkan suaminya itu sudah duduk manis di kursi meja makan sambil membaca buku."Kenapa kopi ini lebih enak dari biasanya, mungkin istriku ini menambahkan bumbu cinta kedalamnya," goda Rangga, dia senang istrinya itu sudah kembali tersenyum dan ketus seperti biasa."Pagi-pagi sudah gombal," jawab Naima sambil meletakkan piring di atas meja makan."Kau semakin hari semakin cantik." Naima memutar bola matanya. "Aku menjadi kenyang dengan r
Keadaan Naima mulai membaik, untuk menghilangkan rasa traumanya, Rangga berinisiatif membawa Naima ke rumah orang tuanya, sekaligus melanjutkan pembangunan rumah pohon yang sempat tertunda.Orang tua Naima sama sekali tidak mengetahui kejadian yang menimpa anaknya, Rangga sengaja menjaga perasaan istrinya itu agar tidak semakin malu, tiga hari ini Naima tidak ke kampus, ia hanya menghabiskan waktu di rumah.Sekarang Naima sedang duduk dengan ibunya, wanita tegas yang selama ini mendidiknya dengan keras, sedangkan Rangga dan Bapaknya sibuk memasang pintu rumah pohon yang tinggal tiga puluh persen lagi."Kau beruntung mendapatkan suami sepertinya, dia benar-benar laki-laki yang baik," puji ibunya, Naima tersenyum mengamati suaminya yang berkelakar dengan sang ayah, mereka sangat cocok dalam segala hal, sama- sama memiliki selera humor yang tinggi."Bagaimana keadaanmu sekarang? Kau sudah hamil?" tanya ibunya, Naima terdiam, dia tidak pernah berfikir ke situ dan melupakan belum mendapatk
Mereka sudah sampai beberapa menit yang lalu di apartement, Naima masih bungkam dan tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rangga tidak memaksa istrinya itu untuk bercerita banyak, dia memaklumi dan memberikan Naima waktu untuk menenangkan diri. Wanita cantik itu bergelung dalam selimut setelah mandi dan membersihkan bagian yang sempat disentuh oleh Yuda.Rangga sendiri mendapat jahitan di beberapa bagian tubuhnya, dia sempat membuat laporan kekepolisian bersama Naima berkaitan dengan tindakan pemerkosaan yang dilakukan Yuda.Laki-laki bejat itu dirawat dan diawasi oleh polisi, banyak mahasiswa yang menghujat tindakan Dosen yang kesehariannya tampak kalem dan tidak banyak bicara.Rangga mengelus rambut Naima, mengecup kening istrinya sejenak, berusaha membuat Naima senyaman mungkin dan merasa kembali diterima seolah-olah tak terjadi apa apa padanya.Naima beringsut meletakkan kepalanya di atas paha Rangga, air matanya kembali mengalir, dia merasa jijik dengan semua yang dilakukan Yuda,
Rangga harus mencari tau sendiri, kegelisahan hatinya menandakan sesuatu yang tidak baik menimpa istrinya itu, tuhanlah yang membisikkan kehatinya agar tidak lagi menunggu, tidak biasanya seorang Naima terlambat lima belas menit tanpa ada informasi apa pun, kalaupun ada keperluan, dia akan menelpon salah satu mahasiswanya agar memulai pelajaran dengan diskusi."Ke mana, Bro?" seru kawannya yang duduk di belakang kursinya, Rangga menggeser kursinya dengan kasar."Ada urusan, Bro," jawab Rangga. Semua mata di sana hanya mengamati kepergiannya dengan heran.Rangga berlari menuju gedung di mana ruangan Naima berada, anehnya pintu ruangan Naima terbuka lebar, bros jilbabnya terjatuh tidak jauh dari pintu masuk, spidol tercecer di depan pintu masuk beserta buku yang berserakan di lantai. Hati Rangga semakin tak enak, dia mencoba menajamkan indra penciumannya, wangi Naima lebih kuat ke arah tangga di bagian atas, Rangga tidak membuang waktu, dia menaiki tangga yang dipenuhi tumpukan kotak ka