Clara mematut dirinya di depan cermin. Dua potong pakaian dalam berwarna pink yang ia kenakan hari itu sangatlah lucu dan seksi. Bra pink muda dengan pita hitam dan g string senada ia kenakan sebagai kostum live streamingnya hari ini. Mau bagaimana lagi? Semakin hari, permintaan penonton live streamingnya makin gila. Jika awalnya mereka hanya meminta Clara membuka pakaiannya tanpa menanggalkan pakaian dalamnya, beberapa kali terakhir mereka meminta Clara bertelanjang bulat menari di depan kamera. Untung saja Clara tetap mengenakan topeng kucingnya sehingga tidak akan ada yang mengenali Clara.Dan karena hadiah yang diberikan para pria gila itu cukup fantastis, Clara pun harus menurutinya. Dalam tiga live streaming terakhirnya, ia benar-benar menari bugil di depan kamera. Dan karena itu pula jumlah penontonnya melesat naik. Serta tentu saja, uang yang ia dapat berkali lipat lebih besar.Hari ini genap dua minggu Clara menjalani profesinya sebagai live streamer. Sejujurnya, Clara sudah
Hari ini genap satu bulan Clara beralih profesi dari model lingerie menjadi seorang live streamer konten dewasa. Walaupun awalnya banyak yang membuat Clara kaget, namun ia dengan cepat menyesuaikan diri. Lagipula motivasi terbesarnya terjun ke dunia ini adalah uang. Jadi nominal besar yang dijanjikan dari profesi ini tentu satu-satunya yang membuat Clara bertahan.Clara mengecek rekeningnya. Memastikan apakah pendapatannya bulan ini dari siaran langsung sudah cair. Dan benar saja, saldo di rekeningnya sudah bertambah sejak terakhir ia memeriksanya. Nominal sebesar SGD 10.000 masuk ke rekeningnya bulan ini. Clara tercengang. Tidak pernah ia mengira akan menghasilkan sebanyak ini di bulan pertamanya."Wah! Ini sungguhan? Gila! Benar-benar gila!" Ucap Clara takjub.Ia berkali-kali berdecak kagum melihat deretan angka itu. Sangat cukup untuk menopang hidupnya sekarang dan Clara tidak perlu khawatir harus bekerja terlalu keras lagi sekarang."Ah, pekerjaan ini benar-benar luar biasa!" Seru
Ansel memperhatikan setiap gerakan gadis itu dengan saksama. Membayangkan kalau saja itu adalah Ansel yang melakukannya kepada Clara dan bukannya alat berwarna pink itu. Bagian bawah Ansel berdesir. Memberikan isyarat ke kepalanya bahwa birahinya juga ikut naik karena memperhatikan Clara."Sialan, Ansel. Kendalikan dirimu! Kamu tidak mungkin masuk kesana dan ditonton jutaan orang!" Ucap Ansel mengingatkan dirinya sendiri.Namun semakin lama Ansel memperhatikan Clara, semakin ia menjadi terangsang. Jika sudah berurusan dengan Clara, rasanya otak dan logika Ansel menjadi tumpul. Seolah segala kekang dan kendali di dalam dirinya menjadi lepas setiap melihat Clara. Ditambah lagi melihat Clara dalam posisi seperti itu. Akan sangat naif jika Ansel mengatakan ia tidak tergoda karenanya."Ah, persetan dengan kamera. Aku akan masuk kesana." Geram Ansel pelan.Ansel membuka pintunya perlahan dan melangkah mendekati Clara yang sedang asyik dengan dirinya sendiri. Mendengar langkah seseorang yang
Ansel memakai topeng berwarna hitam yang diberikan Clara kepadanya. Sesuai syarat yang diberikan Clara, Ansel juga harus menyembunyikan identitasnya rapat-rapat. Clara tidak mau identitasnya yang asli diketahui oleh siapapun. Bahkan jika orang itu adalah Nick."Kamu sudah siap?" Tanya Clara sembari berdiri di kursinya.Ansel mengangguk dan berbalik menghadap Clara. Mata gadis itu menatap Ansel dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan seketika Clara tertawa geli karenanya. Ansel mengenakan celana dalam pria dari kulit berwarna hitam. Dan celana dalam itu memiliki aksen rantai yang tampak bagi Clara tampak menggelikan."Kenapa kamu tertawa?" Ujar Ansel heran.Clara masih terpingkal dengan heboh. Beberapa menit kemudian setelah tawanya reda, Clara menyeka sedikit air mata yang mengalir di sudut matanya karena terlalu asyik tertawa."Tidak, hanya saja kamu terlihat seperti aktor film porno murahan, Ansel." Goda Clara iseng.Ansel mendelik kesal. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri ba
Clara menatap Ansel tak percaya. Tatapan yang Ansel terjemahkan sebagai rasa takut karena mereka ada di depan kamera. Dan ditonton jutaan orang saat itu juga. Ansel tertawa kecil dan mendekatkan bibirnya ke telinga Clara."Kenapa? Kamu malu melakukannya?" Goda Ansel dengan suaranya yang berat.Clara mengangguk pelan. Tentu saja. Bercinta dengan orang lain dan bermain sendiri saat live streaming sangat berbeda rasanya. Entahlah, Clara juga tidak mengerti kemana keberaniannya tiba-tiba menghilang.Ansel terkekeh."Jangan khawatir. Tidak akan ada yang mengenali kita, Kitty Bae." Bujuk Ansel lagi."Jangan membuat penontonmu menunggu. Kamu tidak mau kehilangan mereka kan?" Tambah Ansel lagi.Clara melirik ke arah monitornya. Ansel benar. Mereka sudah tidak sabar lagi menunggu adegan selanjutnya. Melewatkan satu kali momen ini saja bisa mengakibatkan mereka pergi meninggalkan Clara.Gadis itu menarik nafas dalam-dalam. Dalam sekali tarikan nafas ia mencoba mengumpulkan keberaniannya. Lalu C
Clara memeriksa statistik livenya yang terakhir. Dimana ia bercinta dengan Ansel seperti orang gila. Dan hasilnya sungguh membuat Clara terperangah kaget. Sebagian karena ia tak percaya bisa mendapatkan uang sebanyak ini dan sebagian karena ia takjub dengan orang-orang yang rela menghamburkan uang untuk aksi seperti itu."Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka." Decak Clara kagum.Ansel yang melihat Clara tampak fokus langsung berjalan menghampirinya dan memeluknya dari belakang. Tanpa basa basi ia mencium leher Clara dengan manja."Apa yang kamu lihat?" Tanya Ansel sembari bergelayut di pundak Clara."Lihat ini! Statistik live kita kemarin! Gila, bagaimana bisa orang-orang membuang uang sebanyak ini untuk menonton konten seperti kemarin?" Ucap Clara senang.Ansel mencondongkan tubuhnya untuk melihat ke arah monitor itu. Pria itu tertawa kecil melihat nominal yang tertera."Kamu senang dengan hasilnya?" Tanya Ansel sambil menatap Clara lembut.Clara mengangguk antusias."Sudah
Sepanjang hari, Clara dan Nick benar-benar mencoba setiap wahana yang ada di taman bermain itu. Hingga rasanya kaki mereka terasa pegal sekali karena terus mondar mandir kesana kemari. Tapi meskipun melelahkan, semuanya terasa menyenangkan. Khususnya bagi Nick.Dan sebagai penutup kencan mereka hari itu, tentu saja satu wahana wajib yang harus dicoba oleh setiap pasangan. Apalagi kalau bukan bianglala. Dengan antusias, Clara menarik Nick untuk mengantri bersama pasangan lainnya."Lihat, Nick! Sudah hampir sunset!" Seru Clara sembari menunjuk langit yang berwarna kemerahan.Nick ikut melihat ke arah yang ditunjuk oleh Clara. Dan benar saja, senja sudah mulai merayap turun dan langit tampak sangat indah. "Sialan, ini pasti akan sangat romantis sekali." Batin Nick sambil tersenyum sumringah.Seolah ada pergolakan terhadap dua hal dalam hatinya. Di satu sisi, phobia ketinggiannya pasti akan membuat kakinya gemetar. Namun di sisi lain, ia tidak mungkin melewatkan kesempatan romantis ini.
Ansel sedang berkumpul bersama teman-temannya di kantin kampusnya. Seperti biasa, bercengkerama dan membicarakan hal tidak penting. Ketika tengah asyik mengobrol, mata Ansel menangkap hal yang sedikit aneh. Pandangan Ansel mengarah pada case ponsel yang dikenakan Nick saat itu.Tangan Ansel dengan cepat meraih ponsel Nick. Ia kenal benar dengan case bergambar kucing ini. Karena Clara menggunakan satu yang sama persis dengan milik Nick."Hei, apa-apaan, Ansel? Kenapa kamu mengambil ponselku, Bro?" Ujar Nick seolah tidak suka."Case mu baru?" Tanya Ansel langsung tanpa basa-basi.Nick mengangguk pelan. Ia sudah mencium bau kekacauan akan datang ke arahnya. Nick ingat dengan jelas pesan Clara saat mereka baru resmi menjadi pasangan. Clara selalu meminta Nick untuk merahasiakan hubungan mereka. Gadis itu tidak mau Ansel mengetahui kalau Clara dan Nick adalah sepasang kekasih."Iya, aku baru mendapatkannya dari seseorang. Ada apa?" Balas Nick sebal."Kenapa mirip sekali dengan punya Clara?
Ansel dan Clara tiba di kamar pengantin mereka. Ansel sengaja menyewa kamar dengan pemandangan terbaik di Castle Bromwich Hall, salah satu hotel dengan desain klasik yang paling menakjubkan di Birmingham. Ia akan membuat malam ini menjadi malam paling romantis bagi mereka berdua.Kedua tangan Ansel menggendong Clara layaknya seorang pengantin wanita. Ia membawa istrinya masuk ke dalam kamar itu sembari sesekali mencuri ciuman ke bibir Clara. Tawa Clara terdengar renyah dan menghangatkan hati Ansel.Sesampainya di kamar, Ansel segera menurunkan Clara dan gadis itu berseru senang sembari memeluk Ansel erat."Kita akhirnya menjadi suami isteri, Sayang!" Seru Clara bahagia.Ansel mendaratkan sebuah ciuman singkat di bibir Clara. Matanya lalu menatap Clara dengan penuh cinta seolah cinta itu bisa menenggelamkan Clara saat itu juga. Tangan Ansel menarik turun resleting gaun yang dipakai Clara dan pakaian putih itu dengan cepat meluncur ke kedua kaki Clara. "Tidak sabar lagi, hmm?" Goda Cla
Semuanya bak mimpi yang begitu indah. Taman yang cantik ini, suasana yang begitu romantis, dan Ansel yang berlutut dengan cincin di hadapannya. Clara begitu terkejut hingga ia tak bisa mengatakan apapun. Satu-satunya reaksi yang bisa ia keluarkan hanyalah menangis. Tangisan haru yang meleleh dari kedua matanya."Clara Deolindra, will you marry me?"Ansel mengatakan itu dengan senyuman yang begitu lebar. Seolah kebahagiaan begitu besar ada di depan matanya sekarang."Aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku bahkan tidak bisa membayangkan masa depan dimana tidak ada kamu di dalamnya. Dan kejadian kemarin membuat aku sadar betapa aku tidak ingin kehilangan dirimu." Ujar Ansel lembut.Ia mendongakkan wajahnya dan menatap ke arah Clara yang menangis terharu. "Jadi, maukah kamu bersamaku selamanya sebagai isteriku, Sayang?"Tak ada keraguan sama sekali di hati Clara. Sejak lama ia mendambakan hari dimana Ansel akan melamarnya. Berandai-andai dengan mimpi yang sepertinya tak akan pernah tergapai
Kondisi Clara sudah jauh membaik sejak kesadarannya pulih. Alat bantu yang mempertahankan hidupnya sudah dilepaskan satu persatu dan bahkan Clara sudah diperbolehkan untuk keluar dari ruangannya untuk berjalan-jalan sejenak.Dan kebahagiaan teramat besar dirasakan Ansel, Elliott, serta Adeline. Bagaikan diberi keajaiban yang luar biasa, ketiganya tak henti tersenyum setiap kali melihat perkembangan pada kondisi Clara.Hari ini, tepat tiga minggu Clara berada di rumah sakit. Hari ini juga merupakan hari dimana dokter sudah memperbolehkan Clara untuk pulang. Pukul sebelas siang, Ansel dan Clara siap pergi meninggalkan rumah sakit itu. Ansel mendorong Clara yang berada di atas kursi roda untuk menyusuri koridor rumah sakit."Kita akan pulang hari ini, Sayang. Kamu senang?" Tanya Ansel bersemangat.Clara mengangguk mantap. Sejujurnya ia sudah sangat muak berada di rumah sakit. Tidak bisa melakukan apapun dan yang ia lakukan hanyalah terbaring di ranjang seharian. Clara merindukan rutinita
Kedua pria itu begitu larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Ansel memutuskan untuk memecahkan keheningan dengan menegur sang ayah."Ada apa, Dad?"Elliott berdeham. Ia memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah puteranya itu. Tatapannya serius dan Ansel seolah mengerti apa yang ingin dikatakan ayahnya saat itu."Tentang Mom?" Tanya Ansel pelan.Elliott mengangguk. Ansel mengusap wajahnya dengan kasar."Ada apa lagi? Apa yang Mom keluhkan kepadamu kali ini?""Aku memintamu untuk memaafkan Mom, Ansel. Apakah kamu bisa melakukannya?" Elliott bertanya dengan begitu hati-hati. Ia tahu permintaannya itu sangat sulit dikabulkan Ansel sekarang. Setidaknya hingga Clara sadar.Ansel tertawa pahit. Ia lalu mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Clara yang masih terbaring dalam koma di atas ranjangnya."Setelah semua hinaan yang diberikannya pada Clara, Dad? Kurasa tidak, Dad." Ucap Ansel lirih.Elliott menghela nafas berat. Ia memegang pundak Ansel dan meremasnya pelan. Puteranya
Tiga hari berselang, kondisi Clara dinyatakan jauh lebih baik. Walaupun belum sadar dari pingsannya, Clara sudah bisa dipindahkan ke kamar perawatan umum. Dan Ansel bisa merawat kekasihnya dan berada di sisinya setiap saat."Iya, Clara akan baik-baik saja, Bu. Maafkan aku karena semua ini terjadi saat Clara bersamaku. Tapi aku berjanji aku akan merawat Clara dengan baik." Ansel mengakhiri pembicaraannya di telepon. Ia menatap layar ponselnya dengan kosong. Helaan nafasnya terdengar berat namun Ansel memaksakan senyum tersungging di bibirnya.Ia kembali masuk ke kamar tempat Clara dirawat dan duduk di sisi ranjang."Ibumu menelepon, Sayang. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Tapi aku sudah mengatakan kepadanya bahwa kamu akan baik-baik saja. Iya kan?"Hening. Gadis yang ditanya pun tidak menjawab apa-apa. Clara masih tertidur bak puteri di dalam dongeng. Wajah cantiknya tampak pucat dan Ansel tersenyum getir melihatnya.Ansel meraih tangan kekasihnya itu, meremasnya lembut, dan menciumnya
Kabar itu datang bagaikan petir di siang bolong. Menyadarkan Ansel dari segala lamunannya dan menghentakkannya kembali ke bumi. Begitu hancur hingga rasanya ia tak sanggup untuk menatap lurus ke depan.Dua kata. Hanya dua kata yang dikatakan ibunya di telepon. Tapi dua kata itu sukses menjungkirbalikkaan kehidupan Ansel. Membuatnya berlari dengan nafas memburu seperti orang gila.Clara kecelakaan. Kekasihnya mengalami kecelakaan. Dan bagaimana keadaan Clara sekarang? Apakah ia baik-baik saja? Astaga, Ansel bahkan belum sempat berbicara dengannya tentang kesalahpahaman kemarin. Dan semuanya sudah menjadi kacau seperti ini dalam satu kedipan mata.Dengan terburu-buru, Ansel memacu mobilnya ke rumah sakit tempat Clara dilarikan. Ia tak peduli bagaimana kacaunya ia terlihat saat itu. Persetan dengan dasinya yang masih belum terikat dan sepatunya yang ia pakai secara asal-asalan. Yang terpenting bagi Ansel sekarang hanyalah melihat Clara. Tidak ada yang lain.Dua puluh menit memacu mobilny
Entah berapa kali Clara mengutuk dirinya sendiri dan hati lembutnya ini. Ia sudah bertekad bahwa ia akan mengabaikan Ansel dan benar-benar menunjukkan kemarahannya. Namun sekarang, disinilah ia. Berjalan di pusat perbelanjaan Edinburgh mencari oleh-oleh untuk orang-orang yang ia sayangi. Hiasan kristal untuk Adeline, wiski untuk Elliott, dan wine serta parfum untuk Ansel.Ah, kenapa Clara bodoh sekali? Kenapa ia masih saja mau menghabiskan waktu dan uangnya untuk mereka yang bahkan tidak peduli dengannya?Tapi seperti itulah Clara. Beginilah cara ia menunjukkan rasa cintanya. Tak peduli seberapa kesalnya ia dengan orang-orang itu (kecuali Elliott, tentu saja), Clara tetap akan tersenyum lebar dan memberikan oleh-oleh ini kepada mereka."Semoga mereka menyukainya." Gumam Clara sembari mendorong troli belanjanya menuju kasir.Penerbangannya dua jam lagi dan Clara sekarang tengah menunggu pesawatnya di bandara. Ia melirik ponselnya lagi. Lagi-lagi panggilan dari Ansel. Untuk pertama kali
Pemotretan di Edinburgh benar-benar menyenangkan. Clara diharuskan berfoto di lokasi yang sedikit menantang yaitu di atas tebing St. Abbs. Dengan angin yang bertiup begitu kencang dan ombak yang menerpa dengan deras di bawahnya, tentu saja berfoto dengan menggunakan dua potong lingerie menjadi hal yang sedikit sulit untuk dilakukan.Tapi Clara menyukainya. Tidak, bukan hanya sekedar menyukainya. Clara benar-benar menikmatinya. Dan setidaknya kesibukannya ini akan mengalihkan perhatian Clara dari masalahnya dengan Ansel."Memangnya Ansel saja yang bisa sibuk bekerja?"Jepretan demi jepretan di ambil dan puluhan hasil foto yang tampak luar biasa benar-benar membuat Clara kagum. Jika ia adalah dirinya dua tahun lalu, maka mungkin Clara tidak akan pernah menyangka bahwa ia bisa bergaya sebagus itu. Layaknya seorang model profesional.Tapi Clara yang sekarang berbeda dengan Clara yang dulu. Ia sekarang adalah satu di antara deretan model La Perla. Dan juga salah satu model yang melenggok d
Pikiran Ansel benar-benar kalut. Hatinya tidak tenang karena rasa gelisah. Wajah terakhir yang ia lihat sebelum Clara pergi tadi pagi adalah hal yang paling tidak bisa ia lupakan. Kekasihnya itu benar-benar kecewa dan terluka. Matanya sembab karena menangis begitu hebat. Dan semua itu disebabkan oleh Ansel. Ansel dan segala egoismenya yang tidak bisa ia bendung.Dan karena itu pula Ansel tidak bisa fokus bekerja sejak tadi. Pikirannya selalu kembali kepada Clara dan Clara lagi. Rapat hari itu bahkan berjalan terasa sangat lambat karena Ansel tidak bisa meraih ponselnya untuk menghubungi kekasihnya itu."Jadi bagaimana, Tuan Brooks? Konsep iklan yang mana yang menurut Anda paling baik?"Pertanyaan dari salah seorang karyawannya menyadarkan Ansel dari kekalutannya. Ia segera mengerjapkan matanya berkali-kali dan mencoba untuk kembali fokus pada pekerjaannya.Sadar, Ansel! Ada proyek senilai lima juta poundsterling yang harus kamu selesaikan!Ansel meninjau konsep yang dibuat oleh timnya