"Dimas tumenggung, ada kabar dari para telik sandi (mata-mata) kita?" tanya Akuwu Sura Wijaya memantau keamanan wilayahnya.
"Dari laporan yang saya dapatkan, sudah beberapa bulan ini tidak ada aktivitas yang di lakukan para rampok dan begal, Kangmas," jawab tumenggung Hadi Wijaya.
"Apakah ini kabar baik ataukah buruk, Dimas?" tanyanya lagi.
"Seharusnya ini menjadi kabar baik, Kangmas, akan tetapi saya merasakan keanehan," balasnya.
"Aneh?"
"Ya, Kangmas, kenapa bisa serentak, para begal di seluruh wilayah kita berhenti beraktivitas?"
"Menurutmu, kemungkinannya seperti apa?" tanya Sura Wijaya sambil mengerutkan dahinya.
"Aku sulit menebaknya, tapi adakah kemungkinan mereka sedang menyiapkan kekuatan bersama?" jawabnya ragu.
"Untuk?"
"Untuk melakukan sesuatu yang besar."
"Apa itu, Dimas?" tanya sang Akuwu penasaran.
"Mereka bekerja sama untuk menyerang kita, misalnya," jawab tumenggung.
Sang Akuwu
Pagi yang tenang ini, burung-burung berkicau dengan riang gembira di dahan pohon bambu yang meliuk-liuk diterpa angin.Kriieeettt krrieeettttSuara bambu yang sedang menari-nari menggoyangkan tubuh sesuai dengan irama dedaunan yang saling bergesekan terdengar harmoni dengan desingan angin yang bertiup di gunung wilis.Suasana tenang alam semesta ini pecah dengan suara pekikan Nimas ayu dari balik biliknya, mengagetkan Arya Wisesa yang sedang berlatih kanuragan di halaman.Pria itu spontan lari tunggang langgang masuk ke dalam bilik dan menemukan sang istri sedang duduk bersandar di dinding mengerang kesakitan sambil memegang perutnya. Dengan panik Arya memapahnya menuju pembaringan mereka."Kanda ... sakit ... ahhhh," pekik Nimas sambil meremas jemari Arya Wisesa."Sebelah mana yang sakit, Sayang?" tanya Arya panik. Dia mencoba mengelus-elus bagian perut Nimas yang sudah membesar."Sabar, ya, Sayang," hibur Arya kebingungan harus baga
Malam mulai menyapa, menggelayut di gunung wilis, bintang-bintang yang bertaburan di langit seolah menjadi lambang ucapan suka cita semesta untuk kelahiran Husein, putra dari Arya Wisesa dan Nimas Ayu Larasati.Suara binatang malam bersahut-sahutan meramaikan suasana, serupa irama gendhing tembang mijil yang terlantun indah untuk mengungkap kebahagiaan atas lahirnya seorang putra, yang kelak diharapkan akan bisa semakin menambah berat timbangan kesalehan untuk orang tuanya.Di hari ke-7 kelahiran Husein, Arya Wisesa menyembelih dua ekor domba atas saran dari Ki Ageng Wilis sebagai rasa syukur atas kelahiran putra pertamanya itu.Aroma kebahagiaan masih terus tercium, dengan berbagai masakan yang telah disiapkan oleh anggota Padhepokan untuk di bagikan pada seluruh warga kampung terdekat dengan padhepokan.Biyung menemani Nimas di dalam bilik, saat para pria mengurus untuk membagikan berkat yang berisi makanan yang telah dimasak oleh para emban di ta
"Nimas, aku mencintaimu," ucapnya seraya menciumi istrinya terus menerus dan memeluknya erat. Seolah ini adalah kesempatan terakhirnya untuk melakukannya.Airmata tak berhenti menetes, hari ini Arya merasakan ganjalan teramat berat untuk meninggalkannya pergi ke istana. Entah kenapa ...Seolah kepergiannya kali ini bukan sekedar pergi ke istana, akan tetapi pergi ke sebuah lorong waktu yang akan membawanya kembali ratusan abad ke masa depan. Melemparkan dirinya kembali ke dunia asalnya."Nimas, jadilah masa depanku, kumohon," bisiknya kelu, seolah suaranya tercekat di tenggorokan."Akulah masa depanmu, Kanda, bukan hanya aku, tapi juga Husein Ibadurrahman, akan menjadi masa depanmu," jawab Nimas seraya menyunggingkan senyumnya yang memabukkan.Arya menghela napas panjang, dia berusaha memenuhi paru-parunya dengan udara sebanyak yang dia bisa, untuk mengusir sesak. Bukan karena saturasi oksigennya di bawah normal, tapi sesak karena rasa takut kehila
Sementara itu di hutan pinggiran desa komplotan pasukan Mahasura dari berbagai penjuru telah sampai. Pasukan berjumlah sekitar seribu orang, mereka terdiri dari para rampok dan begal yang telah berhasil di rekrut oleh Mahasura untuk menyerang istana Akuwu Sura Wijaya.Mereka telah dilatih selama 12 purnama untuk mempersiapkan pertempuran hari ini. Jadi meskipun mereka bukan tentara resmi kerajaan tapi sudah mendapatkan latihan yang setara dengan para tentara reguler istana."Dengar!" pekik Mahasura.Suara bising-bising yang tadi berdengung seperti suara lebah karena banyaknya manusia yang berbicara, tiba-tiba menghilang."Malam ini, kemungkinan rombongan pasukan dari gunung wilis akan tiba di sini, jadi mari kita siapkan jebakan," papar Mahasura."Kita akan menyergap mereka, hanya satu tujuanku, yaitu membunuh Arya Wisesa, kalian paham?""Paham," jawab semua serentak."Bagus, jauhkan dia dari gurunya dan siapapun, aku akan membunuhnya
Suasana kembali senyap, tak ada lagi suara anak panah yang berdesing. Mata setajam elang masing-masing dari mereka mencoba menangkap siapa musuh yang datang.Di sisi lain Arya Wisesa dan pasukannya bisa bernapas lega mendapatkan bala bantuan, hal itu memang sudah dipertimbangkan oleh Arya sebelumnya. Menurutnya paman Tumenggung Hadi Wijaya pasti punya pemikiran yang sama dengannya."Alhamdulillah ... Paman Hadi Wijaya pasti telah datang," ujar Arya.Tidak ada yang berani bergerak, mereka semua bahkan menahan napas, seolah suara napas itu bisa membahayakan nyawa bagi mereka yang masih bersembunyi dalam kegelapan.Meski suasana sudah terang benderang di berbagai sisi, cahaya obor yang telah di siapkan oleh mahasura untuk perayaan kemenangannya malam ini, terpaksa dinyalakan lebih awal untuk mengenali musuh yang baru saja menyerang mereka.Hingga tiba di satu titik dua pasukan itu saling serang, aroma pertempuran kembali menguar dari kesunyian h
"Baiklah, Botak. Aku akan berhati-hati," balasnya segera melesat terbang, melompat di atas genting dengan sangat ringan. Kemudian melesat dari satu bangunan ke bangunan lainnya, dan berhenti di wuwungan (atap bangunan) seolah menemukan keberadaan ruang Dyah Ayu Nareswari.❤️❤️❤️Sesosok tubuh tampak bersalto dari atap. Tubuh itu dibalut dengan pakaian serba hitam, melangkah mengendap-endap memasuki kaputren (istana para wanita, istri dan anak raja atau pejabat) dalem katumenggungan. Di tempat inilah Dyah Ayu Nareswari menghabiskan waktu dalam istana ini. Pria itu melangkah tanpa meninggalkan suara, sepertinya ilmu peringan tubuhnya sudah tinggi.Bahkan prajurit penjaga yang mondar mandir berjaga di kaputren tidak menyadari ada bayangan hitam melesat di dekat mereka.Bayangan hitam itu menembus masuk ke dalam kaputren, tapi begitu masuk ke dalam suasana tampak lengang. Bukankah biasanya kaputren berisi para wanita, kenapa sangat sepi? Brewok bertanya dalam
Hari ini tepat 30 hari Panji dirawat di ICU RS Premier Surabaya. Setelah kecelakaan yang dialaminya sebulan yang lalu dia tidak sadarkan diri. Pria ini mengalami cedera Axonal Diffuse, cedera otak berat sehingga membutuhkan perawatan khusus di Intensive Care Unit. Enrico telah memberikan fasilitas VIP untuk merawat panji. Akan tetapi meskipun demikian banyak alat-alat canggih itu menempel di tubuhnya seperti ventilator, hingga mesin EKG/EEG, belum ada kemajuan yang berarti.Enrico bersikeras untuk terus melakukannya, karena mengingat mereka telah tumbuh bersama sejak kecil. Ya, semenjak papanya mengadopsi Panji, mereka telah menjadi saudara angkat. menurutnya jika tubuh Panji masih menunjukkan tanda kehidupan, masih ada harapan untuk sembuh. Jadi dia memutuskan untuk terus memberi fasilitas terbaik padanya.Status Enrico saat ini adalah bos besar mafia tempat Panji bekerja. Karena ada latar belakang saudara angkat inilah dia mengistimewakannya. Lagipula sel
Hari ini Panji sudah diperbolehkan pindah di ruang perawatan, karena kondisinya semakin stabil. Secara fisik, dia sudah bisa dibilang sehat. Hanya saja pikirannya hampir tidak bisa menghilangkan bayangan kehidupannya bersama Nimas dan baby Husein. Bayangan mereka terus mengganggunya, apalagi terakhir dia harus pergi meninggalkan Nimas saat usia Husein masih 7 hari."Ya Allah, apakah mereka akan baik-baik saja tanpa gue?" gumamnya."Benarkah semua ini halusinasi, Nimas?" desisnya pelan."Hey, gue belum sholat sejak kemarin?" Panji panik.Tadi malam tidak ada yang menungguinya, karena Reno sedang menjalankan tugas dari Enrico untuk melacak keberadaan penyusup dalam organisasi mafia mereka.Waktu subuh masih tersisa, Panji mencoba bersusah payah untuk berjalan ke kamar mandi, karena kakinya sudah terlalu lama tidak difungsikan selama dia koma, tentu saja terasa kaku.Menjalankan dua raka'at sholat subuh dan berdzikir, membuat hatiny
Enrico keluar dari ruang perawatan Panji tanpa pamit, dari wajahnya terlihat dia sangat gusar dengan permintaan Panji untuk resign dari sindikat mafia miliknya.Reno masih duduk termangu di sofa, tampak menyesalkan kenapa Panji harus secepat itu menyampaikan keinginannya untuk resign pada Enrico. Harusnya Panji memilih waktu yang tepat. Tapi semua sudah terlambat, Panji bahkan tidak terlihat menyesali ucapannya sama sekali.Reno mendengus pelan.Di sudut lain, Panji tampak menghela napas panjang. Dia memaklumi jika Enrico marah padanya. Setelah semua hal yang telah Enrico diberikan pada Panji untuk menyelamatkan nyawanya. Panji justru meminta padanya sebuah permintaan konyol sebagai balasannya, tentu Enrico gusar.Dalam keadaan kritis kemarin Enrico bisa saja mengabaikannya, toh dirinya bukan siapa-siapa, tapi Bos besarnya itu malah memberikan semua fasilitas perawatan yang terbaik untuk mengupayakan dia bisa kembali sadar. Tapi bukannya membalas ke
"Elo sholat, Nji?" pekik Reno saat masuk di ruangannya siang itu. Pagi tadi Reno mengirim chat tidak bisa datang membesuk karena harus menuntaskan tugas yang diberikan oleh Enrico padanya.Wajah pria itu terlihat bingung dan gusar, sorot matanya tajam seperti sedang menguliti Panji hidup-hidup.Ketika Reno datang, Panji sedang menjalankan sholat dhuhur 4 rakaat dengan khusyuk. Beberapa menit dia mematung di ambang pintu, sempat mengira salah masuk kamar pasien. Dia mengerjapkan kedua matanya seolah ingin meyakinkan diri. Dan dia memekik suara dengan keras setelah melihat sahabatnya sejak kecil ini selesai sholat."Nji, ini beneran elo?" tanya Reno ragu.Reno tahu betul, mereka tidak pernah belajar sholat. Tak heran jika dia sangat kaget melihat Panji begitu khusyuk sholat dan berdzikir. Selama ini mereka selalu berdua kemanapun.Darimana Panji belajar dan sejak kapan?"Yaelah, lebay banget sih Lo, sampai teriak gitu,"
Panji minta ijin suster untuk duduk di taman rumah sakit. Setelah seharian berbaring, dia butuh menghirup udara segar. Sebelumnya, tubuhnya bahkan sudah lebih dari sebulan terkapar di atas ranjang rumah sakit.Selepas sholat isya' seorang suster mengantarnya menuju taman. Dia harus melatih kedua kakinya untuk berjalan, karena sudah terlalu lama tidak di fungsikan, kedua kakinya terasa kaku untuk di gerakkan.Ketika koma Panji merasakan perjalanan spiritual, ada banyak kejadian yang telah dia temui di sana. Bertemu dengan orang baru, gurunya Mpu Gandiswara, Nimas Ayu Larasati, Rangga Suta dan yang lainnya. Dia tahu itu hanya sesuatu yang tidak nyata. Entah disebut halusinasi atau apa, yang jelas tubuhnya tengah terlelap di ruang intensive care unit. Tapi anehnya, kenapa pengaruhnya terasa begitu nyata?Seperti kebiasaan yang beribadah misalnya, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang Panji satu kalipun dalam kehidupannya. Kini dia bahkan bisa melak
Hari ini Panji sudah diperbolehkan pindah di ruang perawatan, karena kondisinya semakin stabil. Secara fisik, dia sudah bisa dibilang sehat. Hanya saja pikirannya hampir tidak bisa menghilangkan bayangan kehidupannya bersama Nimas dan baby Husein. Bayangan mereka terus mengganggunya, apalagi terakhir dia harus pergi meninggalkan Nimas saat usia Husein masih 7 hari."Ya Allah, apakah mereka akan baik-baik saja tanpa gue?" gumamnya."Benarkah semua ini halusinasi, Nimas?" desisnya pelan."Hey, gue belum sholat sejak kemarin?" Panji panik.Tadi malam tidak ada yang menungguinya, karena Reno sedang menjalankan tugas dari Enrico untuk melacak keberadaan penyusup dalam organisasi mafia mereka.Waktu subuh masih tersisa, Panji mencoba bersusah payah untuk berjalan ke kamar mandi, karena kakinya sudah terlalu lama tidak difungsikan selama dia koma, tentu saja terasa kaku.Menjalankan dua raka'at sholat subuh dan berdzikir, membuat hatiny
Hari ini tepat 30 hari Panji dirawat di ICU RS Premier Surabaya. Setelah kecelakaan yang dialaminya sebulan yang lalu dia tidak sadarkan diri. Pria ini mengalami cedera Axonal Diffuse, cedera otak berat sehingga membutuhkan perawatan khusus di Intensive Care Unit. Enrico telah memberikan fasilitas VIP untuk merawat panji. Akan tetapi meskipun demikian banyak alat-alat canggih itu menempel di tubuhnya seperti ventilator, hingga mesin EKG/EEG, belum ada kemajuan yang berarti.Enrico bersikeras untuk terus melakukannya, karena mengingat mereka telah tumbuh bersama sejak kecil. Ya, semenjak papanya mengadopsi Panji, mereka telah menjadi saudara angkat. menurutnya jika tubuh Panji masih menunjukkan tanda kehidupan, masih ada harapan untuk sembuh. Jadi dia memutuskan untuk terus memberi fasilitas terbaik padanya.Status Enrico saat ini adalah bos besar mafia tempat Panji bekerja. Karena ada latar belakang saudara angkat inilah dia mengistimewakannya. Lagipula sel
"Baiklah, Botak. Aku akan berhati-hati," balasnya segera melesat terbang, melompat di atas genting dengan sangat ringan. Kemudian melesat dari satu bangunan ke bangunan lainnya, dan berhenti di wuwungan (atap bangunan) seolah menemukan keberadaan ruang Dyah Ayu Nareswari.❤️❤️❤️Sesosok tubuh tampak bersalto dari atap. Tubuh itu dibalut dengan pakaian serba hitam, melangkah mengendap-endap memasuki kaputren (istana para wanita, istri dan anak raja atau pejabat) dalem katumenggungan. Di tempat inilah Dyah Ayu Nareswari menghabiskan waktu dalam istana ini. Pria itu melangkah tanpa meninggalkan suara, sepertinya ilmu peringan tubuhnya sudah tinggi.Bahkan prajurit penjaga yang mondar mandir berjaga di kaputren tidak menyadari ada bayangan hitam melesat di dekat mereka.Bayangan hitam itu menembus masuk ke dalam kaputren, tapi begitu masuk ke dalam suasana tampak lengang. Bukankah biasanya kaputren berisi para wanita, kenapa sangat sepi? Brewok bertanya dalam
Suasana kembali senyap, tak ada lagi suara anak panah yang berdesing. Mata setajam elang masing-masing dari mereka mencoba menangkap siapa musuh yang datang.Di sisi lain Arya Wisesa dan pasukannya bisa bernapas lega mendapatkan bala bantuan, hal itu memang sudah dipertimbangkan oleh Arya sebelumnya. Menurutnya paman Tumenggung Hadi Wijaya pasti punya pemikiran yang sama dengannya."Alhamdulillah ... Paman Hadi Wijaya pasti telah datang," ujar Arya.Tidak ada yang berani bergerak, mereka semua bahkan menahan napas, seolah suara napas itu bisa membahayakan nyawa bagi mereka yang masih bersembunyi dalam kegelapan.Meski suasana sudah terang benderang di berbagai sisi, cahaya obor yang telah di siapkan oleh mahasura untuk perayaan kemenangannya malam ini, terpaksa dinyalakan lebih awal untuk mengenali musuh yang baru saja menyerang mereka.Hingga tiba di satu titik dua pasukan itu saling serang, aroma pertempuran kembali menguar dari kesunyian h
Sementara itu di hutan pinggiran desa komplotan pasukan Mahasura dari berbagai penjuru telah sampai. Pasukan berjumlah sekitar seribu orang, mereka terdiri dari para rampok dan begal yang telah berhasil di rekrut oleh Mahasura untuk menyerang istana Akuwu Sura Wijaya.Mereka telah dilatih selama 12 purnama untuk mempersiapkan pertempuran hari ini. Jadi meskipun mereka bukan tentara resmi kerajaan tapi sudah mendapatkan latihan yang setara dengan para tentara reguler istana."Dengar!" pekik Mahasura.Suara bising-bising yang tadi berdengung seperti suara lebah karena banyaknya manusia yang berbicara, tiba-tiba menghilang."Malam ini, kemungkinan rombongan pasukan dari gunung wilis akan tiba di sini, jadi mari kita siapkan jebakan," papar Mahasura."Kita akan menyergap mereka, hanya satu tujuanku, yaitu membunuh Arya Wisesa, kalian paham?""Paham," jawab semua serentak."Bagus, jauhkan dia dari gurunya dan siapapun, aku akan membunuhnya
"Nimas, aku mencintaimu," ucapnya seraya menciumi istrinya terus menerus dan memeluknya erat. Seolah ini adalah kesempatan terakhirnya untuk melakukannya.Airmata tak berhenti menetes, hari ini Arya merasakan ganjalan teramat berat untuk meninggalkannya pergi ke istana. Entah kenapa ...Seolah kepergiannya kali ini bukan sekedar pergi ke istana, akan tetapi pergi ke sebuah lorong waktu yang akan membawanya kembali ratusan abad ke masa depan. Melemparkan dirinya kembali ke dunia asalnya."Nimas, jadilah masa depanku, kumohon," bisiknya kelu, seolah suaranya tercekat di tenggorokan."Akulah masa depanmu, Kanda, bukan hanya aku, tapi juga Husein Ibadurrahman, akan menjadi masa depanmu," jawab Nimas seraya menyunggingkan senyumnya yang memabukkan.Arya menghela napas panjang, dia berusaha memenuhi paru-parunya dengan udara sebanyak yang dia bisa, untuk mengusir sesak. Bukan karena saturasi oksigennya di bawah normal, tapi sesak karena rasa takut kehila