Ningsih keluar dari kamar mandi dan terkejut saat melihat Sonu sudah berbaring di atas ranjangnya."Kau masuk dari mana ?" Tanya Ningsih penasaran.Sonu hanya tertawa tanpa suara, dia lalu menarik Ningsih ke dalam pelukannya."Bukankah aku sudah bilang, jika aku berasal dari Negeri antah berantah. Mudah bagiku untuk masuk tanpa harus menunggu kau bukakan pintu."Ningsih merasa nyaman berada dalam pelukan Sonu. Dia bahkan sudah melupakan suaminya yang sedang banting tulang mencari nafkah dari satu daerah ke daerah lain.Pesan dari nomor baru yang diterima Ningsih sebenarnya itu dari Aris. Ponselnya dan Giri ďicuri orang sehingga dia terpaksa membeli ponsel baru. Tapi ternyata Ningsih tak membalas pesannya. Di daerah yang dikunjungi Aris jangkauan jaringan seluler sangat sulit, sehingga dia hanya bisa mengirim pesan. Untunglah dia mengingat nomor ponsel isterinya. Sialnya dia tak ingat nomor ponsel ledua anaknya. Malam ini Aris merasa sangat gelisah, mereka sedang memasuki kawasan hut
Ningsih terbangun dari tidurnya, dia ingat semalam dia pingsan, tetapi dia merasa seakan baru bangun tidur. Dilihatnya Sonu masih tertidur pulas disampingnya. "Hei bangun, sudah pagi,"Ningsih terus mengguncang-guncang tubuh Sonu yang tidur bagaikan orang mati, diguncang begitu kerasnya tetapi tak bergerak. Akhirnya Ningsih masuk ke kamar mandi membilas wajahnya sesaat lalu keluar. Tok...tok...! Terdengar ketukan di pintu kamarnya.Ningsih membuka pintu, dilihatnya Nathan berdiri dibalik pintu."Sarapan sudah siap bu,""Kalian sarapan saja, ibu nanti menyusul,"Setelah mengucapkan itu Ningsih menutup kembali pintunya. Dia bersandar dipintu sambil mengelus elus dadanya. Tatapan Nathan penuh selidik membuat Ningsih tidak nyaman. Dilihatnya Sonu menggeliat dan membuka matanya. Sepertinya Ningsih lupa dengan sesuatu yang membuatnya pingsan semalam."Kau pulanglah, anak tiriku mulai mencurigaiku," bisik Ningsih."Tidak perlu berbisik, walau kau berteriak sekalipun tak akan ada yang mende
Ini adalah daerah terakhir yang dikunjungi Aris, semua beras laku terjual. Bahkan beberapa pedagang beras memesan kembali dalam jumlah yang banyak. Mereka berbelanja beberapa kebutuhan di kota lalu pulang.Aris dan Giri tiba di desa pada sore hari, Nela dan Nathan menyambut kedatangan ayahnya dengan gembira."Dimana Ningsih ?" tanya Aris karena tak melihat wajah isterinya."Ibu pergi dari tadi siang, katanya mau ke kota untuk belanja keperluan dapur," jawab Nathan.Ningsih pergi sejak siang menggunakan motor Aris. Berhubung hari minggu sehingga Nathan tak menggunakan motor itu. Tak ada yang tau jika Ningsih menemui Sonu di pondok pertapaannya.Sehari tak melihat Sonu bagaikan setahun, karena Sonu tak datang semalam makanya Ningsih mencarinya."Mengapa kau tak menemuiku ?" protes Ningsih saat dia melihat Sonu sedang duduk santai di pondoknya."Aku butuh istirahat, bukankah hampir sebulan ini aku menemanimu ?""Iya, tapi aku merasa sepi tanpamu," Ningsih langsung bergelayut manja di pun
Malam ini Sonu teringat janjinya untuk menemani Ningsih, walau kebutuhan biologisnya sudah terpenuhi sejak sore hari tapi apa salahnya menemani kekasihnya itu. Dia sudah menganggap Ningsih sebagai kekasihnya, karena sampai dengan detik ini dia belum menemukan Sahara. Dia kini sudah bisa berjalan seperti manusia biasa, jadi saat mendekati rumah Ningsih, dia menampakkan dirinya dengan berjalan kaki. Namun saat tiba di rumah Ningsih dia tertegun saat melihat mobil Aris terparkir di halaman.Sonu menahan marah, akhirnya dia menggunakan ilmunya masuk begitu saja ke dalam rumah itu. Betapa terkejutnya dia tatkala melihat Aris. Bukankah pria itu yang telah membuat Sahara pergi ke dunia manusia ? Lalu dimana Sahara ?Tetnyata banyak hal yang tak di ketahuinya. Menurut Ningsih ke dua anak itu adalah anak tirinya. Apakah kedua anak itu keturunan dari kerajaan Goro ? Tapi kenapa tak ada miripnya dengan Sahara ? Sonu duduk di sudut ruangan, menyaksikan keluarga itu sedang berbincang."Bukankah
Terlihat suasana di sekeliling masih gelap, walau dikiri kanan jalan sudah terlihat warga membuka warung warung kecilnya. Suara azan subuh berkumandang dari mesjid yang tak jauh dari rumah Aris. Aris segera bangun dan mengambil air wudhu bersiap-siap ke mesjid.Ningsihpun ikut bangun, dia ingat janjinya untuk bertemu Sonu pagi ini. Dia segera bergegas ke dapur, dilihatnya Nita sedang turun dari lantai dua."Tolong buatkan sarapan pagi untuk kami, aku akan bersiap-siap mengantar Nela ke sekolah."Nita hanya mengangguk, walau dia sedikit heran, biasanya Nathan yang akan mengantar Nela ke sekolah.Ningsih bergegas ke kamar Nela untuk membangunkannya, tapi ternyata Nela sudah bangun dan menunaikan sholat subuh. Begitu juga Nathan, dia ikut ayahnya ke mesjid.Saat Aris dan Nathan kembali dari mesjid, Ningsih menghampiri mereka."Pagi ini biar aku saja yang mengantar Nela ke sekolah, sekalian aku ke pasar untuk belanja keperluan dapur.""Kita berdua saja yang antar Nela dengan mobil," ucap
Ningsih menepati janjinya, dia bertemu Sonu di pondok pertapaannya. Di sana Sonu sudah menunggunya dengan tidak sabar. Bukan hendak melakukan hubungan terlarang seperti sebelumnya, tetapi Sonu ingin tahu keberadaan Sahara."Kau ternyata menepati janjimu," ucap Sonu saat melihat Ningsih yang masuk ke pondoknya dengan ngos-ngosan."Berikan aku air, aku lelah melewati jalan yang penuh bebatuan itu.""Biasanya kau tak mengeluh seperti ini.""Ah jangan terlalu banyak bicara, aku haus."Sonu segera memberikan air pada Ningsih. Setelah minum air itu, wanita cantik itu sudah tak terlihat kelelahan lagi."Mendekatlah," Sonu meraih tubuh Ningsih dan memeluknya erat. "Ceritakan padaku tentang suamimu, Nathan dan Nela itu anak siapa ?" tanya Sonu sambil memberikan kecupan-kecupan ringan pada tengkuk Ningsih."Aris menikah dengan Sahara, dan memiliki seorang anak yang diberi nama Nathan."Sonu terdiam sangat lama, pikirannya menerawang jauh. Rupanya Sahara memiliki pewaris, sayangnya pewaris itu
Nathan tiba langsung di pintu gerbang kerajaan Goro. Para pengawal yang sudah mengenalnya, mempersilahkannya masuk. "Selama datang pangeran." Para pengawal membungkuk, memberi hormat padanya.Nathan melihat ke kiri dan kanan, suasana nampak berbeda. Nathan bertanya-tanya dalam hati ada apa ? Para dayang yang biasanya memakai kebaya, kini memakai gamis putih panjang.Nathan ingin langsung menghadap Raja, tapi dia lebih memilih ke istana timur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan setelah menembus waktu. Di dunia manusia malam hari, tapi disini malah siang hari. Nathan merasa mengantuk dan masuk ke Istana Timur.Kedatangannya sudah di ketahui Raja, namun dia membiarkan Nathan untuk beristirahat. Akan ada waktunya dia memanggil cucunya itu.Nathan benar-benar terlelap, dia terbangun saat Dewi datang membangunkannya. Peri ini sangat cantik, tetapi tak sekalipun terlintas dalam pikiran Nathan untuk menikahinya."Raja memintamu ke ruang balairung sekarang," ucap Dewi saat melihat
Sementara itu, Nela terpaksa belajar mengendarai motor karena tak ingin terlalu merepotkan ayah dan ibunya. Walau harus jatuh bangun dan lecet, Nela tetap gigih belajar dengan di bimbing paman Giri.Ningsih sempat marah melihat Nela yang memilih untuk mengendarai motor sendiri dibanding diantar olehnya. Peluangnya untuk bertemu Sonu akan semakin sulit. Harus mencari alasan baru untuk pergi dari rumahnya."Kau itu masih kecil, biar ibu saja yang mengantar jemput ke sekolah," ucap Ningsih."Aku tak ingin merepotkan ibu dan ayah, jangan mengkhawatirkan diriku."Nela masih gigih untuk terus belajar mengendarai motor. Melihat kegigihannya Aris tak melarangnya, dia menugaskan Giri untuk mengajarinya.Melihat hal itu, Ningsih mulai memikirkan tawaran Sonu. Jika dia terus seperti ini bisa-bisa dia hanya akan menjadi babu di rumah suaminya. Apalagi sejak pulang dari luar kota, Aris sudah mulai menjaga jarak dengannya.Ningsih mencari cara untuk bertemu Sonu hari ini, yang lebih dulu dia lenyap
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela