Nathan dan Nela datang ke ruang makan, mereka ikut makan bersama ayah dan tamunya. Menu yang dihidangkan lumayan menggugah selera. Nela jadi teringat makanan yang dia makan di hutan."Makanan ini seperti makanan yang dimasak kak Nathan di hutan."Aris hanya bisa menatap haru kedua anaknya, dia tahu jika makanan yang dimakan mereka pastilah disiapkan para dayang kerajaan.Usai makan, mereka menuju ruang tamu. Nathan dan Nela membantu merapikan peralatan makan minum."Biar saya saja dek, kalian berdua ditunggu tuan Aris di ruang tamu."Akhirnya Nathan dan Nela bergegas ke ruang tamu dan duduk di samping ayahnya."Apakah kalian berdua sehat ?" tanya Tetua Adat.Kedua anak remaja itu hanya mengangguk."Ceritakan pada kami bagaimana kalian bisa bertahan selama itu di hutan, apa saja yang kalian lakukan disana.""Hutan itu terasa seperti di rumah, kami mendapat sebuah gubuk, mungkin itu pernah dibuat oleh warga pada zaman dulu, karena terlihat mulai rapuh. Kami tidur di atas jerami, tapi aya
Kepulangan Nathan dan Nela sampai pula ke telingan Ningsih. Darahnya mendidih, gara-gara kedua anak itu dia diceraikan suaminya."Anaknya Alena ternyata sangat cantik dan sangat mirip dengan ibunya." Ucapan salah satu warga membuat emosinya memuncak. Sehingga dia mencari cara bagaimana mencelakakan kedua anak itu. Terutama Nela. Dia akan memulainya satu persatu. Yang akan menjadi targetnya lebih dulu adalah Nela.Sekarang yang harus dia lakukan adalah bagaimana memikat kembali mantan suaminya. Dia lalu menemui seorang dukun untuk memakaikannya susuk padanya."Aku bersedia membayar berapapun yang kau minta, asalkan buatlah sesuatu yang bisa membuatlku rujuk kembali dengan Aris."Dukun yang ditemui Ningsih merapal mantera untuk melihat apakah permintaannya bisa terkabul atau tidak. Mulutnya komat kamit dan tangannya diputar-putar di depan sebuah cermin bulat."Kau bisa mendekatinya melalui anak perempuannya, kau harus bisa merebut hati anak itu agar memaafkanmu.""Lalu bagaimana caranya
Nathan dan Nela kembali ke rumah, mereka tak menceritakan mengenai Ningsih yang bertemu di Pasar. Setelan menaruh belanjaan di dapur, Nathan masuk ke kamarnya. Dia memastikan emas yang dibawanya apa masih berada di tempatnya atau tidak. Menurutnya, itu adalah hartanya, yang akan dia gunakan di saat mendesak saja. Toh sekarang ayahnya terbilang mapan dan sukses. Belum saatnya Nathan membantu meringankan beban ayahnya.Aris melongokkan kepalanya di kamar Nathan."Oh sudah pulang ?!""Iya, aku tadi minta Nela membantu ibu-ibu memasak di dapur," jawab Nathan.Ibu-ibu tetangga yang sudah dikabari kepala desa datang dengan suka rela membantu memasak makanan untuk acara selamatan. Sudah menjadi kebiasaan di desa ini, setiap kali ada hajatan maka tanpa diundangpun ibu-ibu pasti akan datang turun tangan dalam urusan dapur. Sedangkan bapak-bapak biasanya berkumpul main domino."Ayah, aku ingin Nela di daftarkan di sekolah menrgah atas, dia harus belajar dan sekolah sampai ke perguruan tinggi,"
Nela terus memperhatikan ayahnya, sejak bertemu Ningsih Aris selalu terlihat murung. Bahkan ketika mengantar Nela mendaftar di sekolah menengah atas, lagi-lagi Aris tak fokus."Kakak, apakah kau melihat perubahan pada ayah ?" Tanya Nela saat mereka sedang duduk di sebuah warung makan."Perubahan apa ?""Tuh coba lihat tingkah ayah, kita ngomong saja seakan tak di dengarnya," kening Nela terangkat disusul dengan mulutnya yang dimonyongkan dan tatapan matanya ke arah depan.Nathan menengok ke belakang lalu kembali menatap adiknya sambil tertawa."Wajar dong kalau ayah tak mendengar obrolan kita. Kan jarak duduk kita lumayan jauh dengan tempat duduk ayah."Nela cemberut mendengar jawaban kakaknya. Dia lalu memperhatikan ayahnya dengan seksama. "Kakak, ayah berubah murung setelah melihat ibu semalam." "Ah kau ini, pikirkan sekolahmu, jangan urusi apa yang bukan menjadi urusanmu." "Kasihan ayah kak, tak ada yang mengurusnya, apa salahnya jika ayah balikan lagi sama ibu." Nathan menatap
Sepanjang perjalanan, Aris memikirkan semua ucapan kedua anaknya. Saat melewati rumah orang tua Ningsih, tak sadar dia membunyikan klakson. Tentu saja apa yang dilakukannya membuat Ningsih melongok dari balik jendela kamarnya yang kebetulan menghadap jalan raya.Ningsih tersenyum penuh arti, tatkala melihat siapa yang membunyikan klakson. Dia segera bersiap-siap untuk pergi menyusul Aris. Ningsih sudah menghafal semua jadwal kerja Aris, pada jam berapa dia akan ke sawah, lalu pada jam berapa dia akan ke penggilingan padi. Semua itu tak lolos dari pemantauannya.Ningsih memakai parfum pemberian mbah dukun padanya, dia berdandan secantik mungkin dan meminjam motor adiknya."Aku mau ke penggilingan padi, pinjam motor sebentar ya ?" "Jangan bilang kalau kau mau tebar pesona pada mantan suamimu itu," kata Sofyan adiknya."Mau tau saja kamu, aku punya keperluan sebentar. Lagian kalau aku jadian lagi sama Aris, bukankah itu akan menguntungkanmu juga ?"Sofyan berpikir apa yang dikatakan Ning
Ningsih tak perduli dengan ledekan adiknya, saat ini hatinya sedang berbunga-bunga. Menunggu waktu malam terasa sangat lama. Ningsih terpaksa berbohong saat orang tuanya menanyakan perihal kecelakaan yang menimpanya.Saat Ningsih tengah berbaring dikamarnya, terdengar suara seseorang yang mengucapkan salam. Ternyata itu mbah dukun. Mau apa dia ? Tanya Ningsih di dalam hati. Akhirnya Ningsih keluar dari kamarnya dengan tertatih-tatih."Eh mbah, mari masuk, silahkan duduk."Untunglah orang tuanya pergi ke kebun setelah memastikan jika dirinya baik-baik saja."Aku tau kau kecelakaan, makanya aku datang untuk memastikan itu.""Iya mbah, aku tadi hampir saja menabrak kucing.""Hehehe...kau tahu, aku yang menyuruh kucing hitam itu melintas di hadapanmu," Mbah dukun cengengesan."Apa ? Mbah ingin membunuhku ?" Ningsih terkejut sambil melotot."Itu cara yang paling cepat untuk mendekatkanmu dengan Aris. Apa kau tidak menyadarinya hmm ?"Ningsih terdiam, ada benarnya juga sih. Akhirnya Ningsih
Ningsih menunjukkan perubahan yang cukup baik, dia bahkan tak pernah mengizinkan Nela untuk bekerja di dapur. Semuanya dia lakukan dibantu Nita isterinya Giri. "Kau itu harus rajin belajar, apalagi sekolah di kota banyak saingannya. Tunjukkan pada semua orang jika kau mampu bersaing walau hanya seorang gadis desa," nasehat Ningsih. Aris terus memperhatikan interaksi Ningsih dan anaknya Nela, mengingat Ningsih yang pernah melakukan kekerasan membuatnya sedikit sangsi. Tapi melihat keakraban anak dan ibu tirinya ini, membuat Aris merasa lega. "Mulai besok, Nela diantar Nathan ke sekolah, biar ayah mengawasi para pekerja di penggilingan padi." Nathan hanya mengangguk saja, mendengar perintah ayahnya. Hatinya saat ini sedang gelisah, dia belum tahu apa penyebabnya. Dia lalu masuk ke dalam kamar dan mulai duduk bersila. Sebelumnya dia mengunci pintu kamarnya agar tak ada yang melihat apa yang dia lakukan. Nathan mulai memejamkan matanya, dia mencoba berkonsentrasi untuk menerawang dir
Akhirnya Aris sepakat dengan Nathan untuk menjaga Nela secara bergantian, Jika Aris pergi, maka Nathan harus tinggal di rumah. Dan ketika Aris kembali maka Nathan bisa pergi ke dunia lain.Tibalah saatnya bagi Aris pergi bersama Giri, untuk memasarkan beras ke beberapa daerah. "Baik-baik di rumah ya, Nela dan Nathan tolong jaga ibumu, dan kau Ningsih, aku titipkan anak-anak padamu," Pesan Aris sebelum pergi."Aku akan menjaga mereka dengan baik," janji Ningsih."Aku percayakan mereka padamu," bisik Aris lalu memeluk dan mengecup kening isterinya.Lalu Arispun menugaskan Ningsih dan Nita untuk bergantian mengawasi para pekerja sawah dan terus memantau proses penggilingan padi.Tak ada keanehan apapun sepeninggal Aris, Nathan mengantar dan menjemput Nela di sekolah. Bahkan sekarang Ningsih mengantarkan Nela ke sekolah saat Nathan mendadak sakit perut.Selama perjalanan, Nela memeluk erat perut ibunya. Ningsih tersenyum penuh arti, entah apa yang sedang dia pikirkan. Hari itu Ningsih t
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela