Sesuai perkiraan Putera Mahkota, musuh mulai menyusup ke istana. Untunglah pasukan elite dan panglima kerajaan selalu siap siaga.Nela Menyaksikan pertempuran itu dari balik tirai pelindung, dalam benaknya berkata anggaplah dia sedang menonton televisi.Nathan dan panglima kerajaan melindungi Raja, rupanya Raja Batista bersama tabib Jorgi berbaur bersama pasukan bayangan dan kini mereka berhadapan langsung dengan Raja Goro. Mereka yang sedang berada di Balairung terkejut."Hahaha, jangan bangga dulu Raja Goro, kalian terkecoh dengan mundurnya pasukanku di Medan laga, tapi lihatlah aku berada di hadapanmu sekarang!""Pengecut!" seru Nathan."Oh kau rupanya ada di sini juga, aku akan membuatmu tak bisa kembali lagi ke duniamu, serang mereka!"Raja Batista menyerang namun dia bukan menghadapi anak kecil, Raja Goro bahkan tak turun tangan, karena yang menghadapi Raja Batista dan tabib Jorgi adalah Nathan dan Panglima Kerajaan."Hadapi aku Raja Goro!" teriak tabib Jorgi sambil menangkis se
Nela teringat jika sebelumnya dia pernah menyelamatkan Raja yang menjelma menjadi kakaknya itu, makanya dia tidak gugup menyentuh tubuh Raja. Melihat kondisi Raja yang sekarat membuat mereka yang ada di ruangan itu tak lagi mempermasalahkan semua tindakan Nela.Sekarang Raja sudah di pindahkan ke kamar di istana utama."Kakak bantu aku membalurkan bubuk obatnya ke tubuh Raja!" pinta Nela.Nathan meminta permisi pada permaisuri dan kakek tua Sutan lalu mulai melakukan apa yang di minta Nela. Dia tahu adiknya menghargai Raja sebagai laki-laki.Semua mata terbelalak tatkala melihat tubuh Raja membiru, tabib istana sampai gemetar memberikan titik akupuntur di kaki Raja. Kakek Sutan memberikan aba-aba agar tabib istana tidak salah dalam menusukkan jarum akupuntur.Nela menemukan senjata beracun seperti jarum yang sangat kecil menempel di dada kiri Raja. Dia mengamatinya sesaat, dulu senjata beracun yang sama di temukan ya di tubuh Raja tetapi masih sedikit panjang."Kakak, temukan senjata
Pernyataan Nela cukup membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut, bukan tidak ingin Raja sembuh namun sejak turun temurun mereka dilarang berhubungan dengan manusia walau pada akhirnya Sahara telah melanggarnya.Di Kerajaan Billu Raja Batista memikirkan apa yang di katakan kakek tua Sutan. Pikirannya mulai tertuju pada Putri Balqis. Namun sebagai Raja dia berusaha memberikan pengobatan pada prajuritnya yang terluka. Perang kali ini cukup memakan korban yang banyak di pihaknya."Apakah aku harus mengakhiri pertikaian ini?" pikir Raja Batista.Pertikaian karena dirinya, padahal dia tahu ayahnya bersahabat dengan Raja Goro. Hanya karena keinginannya ingin mempersunting putri Sahara yang tidak kesampaian akhirnya membuat kedua kerajaan itu bermusuhan.Nenek Kolona datang mengunjunginya."Oh nenek mari duduklah di sampingku," ucap Raja Batista saat melihat nenek Kolona datang dengan tertatih-tatih. "Kemana tabib Jorgi?" tanya nenek Kolona.Penyihir yang sangat ditakuti di keraja
Nela cukup lega karena diijinkan kembali ke istana timur untuk istirahat. Dia meninggalkan kakaknya bersama keluarga kerajaan. Cukup menegangkan tapi menyenangkan. Nela bangun dari tidurnya dengan perasaan lega, dia tak melihat kakaknya. Berarti semalam dia tidur sendiri. Nela mengambil peralatan mandinya dan bergegas keluar menuju ke tempat pemandian. Dia sudah cukup maklum terjebak di kerajaan yang menurutnya sangat kuno ini. Nela menghibur dirinya seakan-akan dia dikontrak main drama kerajaan. Membayangkan itu membuat Nela tertawa sendirian.Setelah mandi dan berganti pakaian Nela membongkar beberapa persediaan obatnya, jika Raja belum melewati masa kritisnya maka mau tidak mau dia harus membawanya ke dunia manusia. Tak perduli mereka menolak atau tidak, itu sudah menjadi keputusannya, siapa suruh Nathan mengajaknya ke dunia lain.Tok..Tok...! Seseorang mengetuk pintu kamarnya.Nela bergegas keluar dan menemukan dayang istana berdiri di depan kamarnya."Nona di tunggu di istana uta
Rombongan Batista di sambut hangat di kediaman Raja di Istana Utama. Berhubung Raja masih harus memulihkan tenaganya maka pertemuan yang seharusnya di Balairung istana di pindahkan ke kediaman. Tentu saja kediaman Raja sudah di atur sedemikian rupa, di taruh meja panjang agar bisa menjamu tamu dengan aneka makanan dan buah-buahan.Raja masih berbaring di ranjangnya jadi yang menerima tamu kakek Sutan, Permaisuri, Putera Mahkota dan Nathan. Dewi diminta suaminya untuk menemani Nela di istana timur.Pembicaraan begitu hangat dan akrab, Raja Batista mengutarakan penyesalannya. Dia berjanji mulai sekarang sampai keturunan yang akan datang akan saling bahu membahu menjadi satu kesatuan dalam mempererat persaudaraan kedua kerajaan.Nela sedang menyusun sisa obatnya, dia lalu melihat sebuah obat yang pernah dibuatnya sebelum ke dunia lain. "Aku harus memberikan obat ini pada Raja, ini obat antibiotik harus diminum sampai habis agar Raja cepat sembuh!" Nela menunjukkan obat antibiotik pada D
Rombongan dari kerajaan Billu pamit pulang dan di antar sampai ke pintu gerbang istana. Tak ada yang berani menyerang mereka karena sejak datang mereka telah membawa bendera perdamaian. Sebagian rakyat kerajaan Goro merasa geram namun ada pula yang merasa bahagia karena mereka akan hidup damai tanpa harus berperang lagi."Tempelkan pengumuman di seluruh pelosok, siapapun yang melihat tabib Jorgi segera tangkap, aku akan memberikan hadiah sepuluh peti emas," ucap Raja Batista saat tiba di kerajaannya.Sekretaris kerajaan menjalankan titah Raja dengan patuh, pengumuman itu di tempel di seluruh penjuru. Ada Rakyat yang merasa heran dengan pengumuman itu."Bukankah tabib Jorgi yang telah menyembuhkan Raja?""Jangan bicara apapun, pasti tabib itu telah melakukan kesalahan yang fatal. Kita cukup jadi penonton saja."Berita dengan cepat sampai pula ke telinga tabib Jorgi. Dia menahan geram, terpaksa dia harus bersembunyi di dalam goa. Saat ini dia hanya berharap putri Balqis hamil. Tapi teba
Nela kembali ke rutinitas semula melanjutkan kuliahnya seperti biasa bersama Linda yang telah pulang dari liburannya. Sebelum kuliah Nathan dan Nela menyimpan perhiasan mereka di bank. Agar tidak menimbulkan kecurigaan keduanya hanya menyimpan sebagian perhiasan yang di nilai wajar bagi seusianya. Itupun mereka mengatakan jika perhiasan itu adalah hasil peninggalan orang tua, jika di simpan di dalam rumah nanti tidak aman.Sebagian perhiasannya di simpan Nathan di lantai kamar Nela. Dia membuka tegelnya lalu menutupnya kembali seperti biasa."Aku kok nggak melihat kak Rafik," ucap Nela saat paman Badar berkunjung ke rumah mereka."Bulan ini mereka akan magang di kantor pemerintah ada juga yang turun ke desa," jawab paman Badar."Oh pantas nggak kelihatan," jawab Nela."Kau merindukannya ya?" bisik Linda yang ternyata sudah ada di sampingnya."Ah kau ada-ada saja, aku sudah menganggap ka Rafik itu kakakku sama dengan kak Nathan," jawab Nela dengan pelan.Untunglah Nathan segera mengaja
Tepat dugaan Nela, Abilon jadi buah bibir para gadis di perguruan tinggi tempat mereka menimba ilmu. Pesona Abilon sangat berbeda dari pria di dunianya, apalagi Abilon kini sudah berubah wujud, tak ada yang tahu siapa pemuda tampan itu kecuali Nela dan Nathan. Entahlah jika dia bertemu dengan orang indigo mungkin ceritanya jadi lain. Abilon dan Nathan di terima di perguruan tinggi, ternyata mereka berdua hanya coba-coba ikut jalur mandiri Fakultas Kedokteran, tak taunya lulus. Nela bahkan tak sekalipun percaya jika mereka berdua bisa melewati tes dengan mudah. Tak taunya mereka lulus dengan nilai memuaskan."Pasti kalian berdua menggunakan ilmu kan?" tuding Nela saat keduanya baru saja melihat hasil pengumuman dari layar laptop."Emangnya kau tidak ingin kami berdua lulus?" protes Nathan."Maksudku bukan begitu kak, ikut tesnya itu yang wajar.""Loh apa buktinya jika kami ikut tes tak wajar, kau itu aneh. Kau mau kami berdua tak lulus terus masuk perguruan tinggi swasta, begitu?" Nat
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela