Cahaya kristal tiba-tiba redup, lalu gelap. Pantulan dicermin pun hilang. Nathan menatap Raja dengan kebingungan yang kelihatan sangat jelas di wajahnya yang sangat polos. "Kenapa berhenti ?" Protes Nathan. "Kami tidak memantau perjalanan manusia yang tidak ada hubungannya dengan kehidupan kami." Nathan hendak membantah namun dilihatnya permaisuri yang mirip ibunya itu berdiri dan memerintahkan dayang untuk menyiapkan makanan. "Ayo kita makan dulu nak, setelah itu kami akan menceritakan bagaimana ibumu masuk ke dunia manusia." Terlihatlah dayang istana menyuguhkan makanan yang diletakkan pada meja-meja kecil yang bulat dan berukir, meja kecil unik yang dilapisi emas berkilau. Nathan mencoba menerka, berapa banyak emas yang tersimpan di istana ini ? Dia nanti akan mencari tahu sendiri, sekarang ini dia merasa lapar ketika melihat hidangan yang menggugah selera. Lalu dia teringat adiknya Nela. Raja melihat kegelisahannya dan dengan gerakan tangan segera menyuruh kasim mengantarka
Setelah pertemuan dengan Raja, Nathan kembali ke Istana Timur. Dilihatnya Nela belum juga bangun. Makanan sudah tersaji di atas meja kecil berlapis emas. Nathan ingin tahu apakah Nela bisa melihat meja atau tidak. Dia menepuk-nepuk bahu adiknya. Nela menggeliat, matanya masih sulit untuk dibukanya. Dia terlalu menikmati tidurnya sehingga tepukan keras dibahunya tak dirasakannya. Mendengar teriakan Nathan membuatnya gelagapan. "A..ada apa kak ?" Nela tergagap, "Wuahhh!" Walau masih terus menguap dia tetap memaksakan diri untuk bangun. "Balok kayu ini terasa sangat empuk," Ucap Nela sambil menepuk-nepuk bantal. "Apa kau tidak lapar ?" Nathan menarik tangan adiknya. Nela buru-buru memakai sandalnya. Dilihatnya makanan sudah tersedia pada sebuah batang kelapa. "Dimana kakak menemukan batang kelapa untuk menaruh makanan itu ?" Nathan menepuk jidatnya, "Oh Tuhan, meja berukir kok jadi batang kelapa ?" "Cuci muka dan berkumur-kumur dulu baru makan" Nathan tidak ingin memperpanjang m
Nathan tak mengajak adiknya lagi, pagi ini dia ingin menuntaskan latihan ilmu bela dirinya, kemudian sorenya dia akan belajar ilmu sihir pada dayang tertua di istana.Pagi-pagi sekali Nathan sudah pergi ke arena latihan, dan meninggalkan adiknya yang tertidur pulas.Di lapangan sudah menunggu Putera Mahkota dan beberapa pengawal kerajaan. "Maaf saya terlambat," Nathan meminta maaf dan membungkukkan badannya memberi hormat."Tidak apa-apa, kami juga baru tiba," Jawab Putera Mahkota dengan datar. Dia lalu segera mencabut pedangnya.Nathan tak tinggal diam, dia segera meraih pedang yang disodorkan pengawal dan mulai memasang kuda-kuda.Hari ini Nathan berlatih dengan serius, semua jurus sudah dipelajarinya. Dia sendiri bingung bagaimana mungkin hanya dalam dua hari dia mampu mempelajari ilmu bela diri dengan sempurna.Dunia lain ini benar-benar berbeda, dimana waktu sehari terasa sangat lama. Atau jangan-jangan sehari di dunia manusia di sini seminggu atau sebulan. Pikir Nathan.Matahari
Sementara itu di desa, hilangnya Nathan dan Nela membuat Ningsih tidak tentram. Berbagai upaya sudah dilakukannya bahkan mengundang dukun terhebat di desa tetangga untuk menerawang keberadaan kedua anak sambungnya, namun tak membuahkan hasil. Bahkan dukun yang dibayarnya mahal itu terpaksa angkat tangan."Maaf, sepertinya ada roh halus penunggu hutan itu yang melindungi mereka," Kata dukun pada Ningsih."Ah bapak bagaimana sih, cari sekali lagi pak," pinta Ningsih setengah memaksa.Bukan tanpa alasan mengapa dia terus mencari anaknya. Dia takut ketika suaminya pulang dan tidak menemukan mereka, maka dia harus menerima nasib. Masih untung jika suaminya hanya akan memukulnya. Namun bagaimana jika suaminya sampai menceraikannya ?"Maaf bu Ningsih, aku sudah melakukan semua cara. Tapi menurut mata batinku, kedua anak itu masih hidup. Hanya saja mereka dibawah kendali makhluk penunggu hutan itu." "Lalu apa yang harus kulakukan ?" tanya Ningsih yang merasa sia-sia membayar dukun dihadapanny
Desa nampak sangat gelap gulita di malam hari, maklumlah lampu penerangan jalan hanya terpasang sampai di balai desa dan belum menjangkau sampai ke dusun empat dimana Aris tinggal.Dengan gemuruh di dada menahan amarah, Aris sengaja mampir di rumah Tetua Adat dan Kepala Desa. Malam ini dia meminta kedua tokoh masyarakat itu untuk ikut dengannya ke rumah."Ada apa Aris ?" Tanya Tetua Adat."Mohon ikutlah denganku kerumah pak, hari ini aku akan membuat keputusan.""Keputusan apa ?" Tanya Kepala Desa yang kebetulan hari itu sedang berada di rumah Tetua Adat."Aku tak bisa menceritakannya sekarang, mohon ikutlah denganku," Pinta Aris.Akhirnya kedua tokoh masyarakat itu ikut ke rumah Aris. Ningsih yang melihat Aris datang bertiga segera membuka pintu dan mempersilahkan tamunya masuk dan duduk di ruang tamu."Apakah kau sudah menemukan mereka ?" tanya Ningsih cemas."Duduk" Aris meminta isterinya duduk bersama mereka.Walau masih tak mengerti Ningsih ikut duduk tepat disamping suaminya."Ma
Setelah perceraian itu Aries memilih sendiri, untuk mengisi kesehariannya dia bekerja di sawah dan tak kembali lagi ke Malaysia. Uang yang dia peroleh semasa menjadi Tenaga Kerja Indonesia dipakainya membeli sawah. Selain itu dia menjadi juragan beras, semua beras milik warga desa ditampungnya. Jadilah dia sebagai juragan beras. Dia mempekerjakan beberapa warga sebagai karyawan yang membantu usahanya.Besar harapannya kedua anaknya kembali dan meneruskan usahanya kelak.Mantan isterinya datang memohon ampunannya dan meminta untuk rujuk tetapi Aris tak menghiaukannya. Hal inilah yang membuat Ningsih semakin menaruh dendam pada Nathan dan Nela. Dia mencari tukang ramal di desa tetangga. Dan menurut peramal itu jika mantan kedua anak tirinya itu akan kembali ke desa.Nathan menghadap Raja untuk menyampaikan maksudnya kembali ke desa."Maaf baginda, hamba datang mohon pamit karena akan kembali ke desa," Nathan duduk berlutut sambil bermohon."Aku mengizinkanmu untuk pulang ke dunia manusia
Nathan membuka pintu ruangan istana timur, dimana dia meninggalkan Nela yang sedang menekuni racikan obatnya."Aku pulang!" Teriakan Nathan membuat Nela terkejut dan berpaling ke belakang."Kakak dari mana ?" Tanya Nela."Aku mencari emas di hutan untuk biaya menyekolahkanmu sampai ke perguruan tinggi, lagian ayah sekarang sudah tidak bekerja lagi di Malaysia dan memilih jadi petani.""Mana ada emas di hutan rimba ini," cibir Nela."Sini, lihat apa yang aku bawa." Nela akhirnya berdiri dan mendekati Nathan yang membawa sebuah peti berukuran kecil."Dari mana kakak mendapatkan peti ini ?" Tanya Nela sambil mengamati peti yang diletakkan Nathan di lantai."Aku menemukan harta karun di dalam hutan, ternyata di dalam hutan sana banyak harta karun yang tersembunyi.""Alah..menghayal" Cibir Nela namun tak urung dia penasaran juga dengan isi kotak itu.Nathan membukanya perlahan, Nela nyaris berteriak saking kagetnya melihat emas batangan yang berkilau."Dimana kakak mendapatkan emas ini ?
Aris yang baru pulang dari sawah melihat kerumunan disamping rumahnya merasa heran."Ada apa ? Apa yang terjadi ?" tanyanya sambil menyeruak di kerumunan massa."Nathan, Nela !!" Seru Aris. Dia tak menyangka jika yang di kerumuni warga adalah kedua anaknya. Tak bisa heran, siapa yang tidak akan terkejut jika anak yang dinyatakan menghilang di hutan yang angker itu selama setahun dan kini kembali dengan segar bugar.Aris memeluk kedua anaknya erat, Nathan dan Nela tak bisa berkata-kata selain memeluk ayahnya dengan penuh haru."Bubar...bubar...!" Kepala desa membubarkan kerumunan warga.Satu persatu warga pulang kerumahnya dengan berbagai macam pertanyaan di benak mereka.Dulu empat warga tak pernah kembali dari hutan itu, namun kini kedua anak remaja itu malah pulang dari hutan dengan tubuh sehat tak kurang satu apapun. Mereka menyimpan pertanyaan itu sampai besok pagi, karena waktu sudah menjelang magrib.Aris membawa kedua anaknya masuk ke dalam rumah diikuti tetua adat dan kepala d
Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.
Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!
Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya
Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di
Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh
Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke
Nathan dan Nela saling berpandangan, ada sedikit kelegaan di hati kedua kakak beradik itu, lalu seakan teringat sesuatu Nathan segera menarik tangan Nela masuk ke dalam.Nampak Nauval sedang duduk berjongkok di depan ibunya yang terus meringkuk gemetar, air yang di berikan Kyai Lukman hanya di taruhnya di atas meja. Di samping kanan Nauval nampak Suhu terikat dengan tak sadarkan diri.Nauval menghampiri Suhu dan berusaha menepuk-nepuk bahunya agar sadar. Nela menghampiri suaminya dengan membawa botol air yang terletak di meja."Kak, mengapa tak memberikan air ini pada mama. Kasihan mama sedang shock, kita perlu menghubungi dokter," ucap Nela lalu ikut duduk di samping suaminya.Nauval bukannya tak mendengar perkataan Nela tetapi di hatinya sangat menyesali tindakan ibunya. Nela begitu sangat perduli pada ibunya walau dia tahu ibunya bermaksud mencelakainya.Mobil berhenti di depan rumah, rupanya tuan Budi yang sejak tadi di hubungi Nauval telah tiba dari luar kota. Para maid segera be
Di dalam rumah pertarungan terus berlanjut, Kyai Lukman merasa seakan ada yang membantunya, Nathan berhasil melumpuhkan Suhu. Seisi rumah menjadi berantakan, para maid bersembunyi di dapur, ada yang nyalinya cukup kuat berusaha mengintip dari balik pintu."Jika tuan Budi kembali melihat rumah bagaikan kapal pecah seperti ini kira-kira apa yang akan terjadi?" kata Maid Wati."Hush diam, ini bukan menjadi urusan kita. Kita hanya akan membantu membereskan rumah!" tegur Maid kepala pada bawahannya.Di sudut rumah nampak ibu Astrid meringkuk ketakutan, dia tak menyangka akan terjadi seperti ini, entah apa yang akan dia sampaikan pada suaminya apalagi Nauval kini membencinya.Di dalam kamar Nauval tak sekalipun meninggalkan Nela, di elusnya kepala istrinya itu dengan lembut "Tenanglah! Tidak akan terjadi apapun padamu," hiburnya.Nela mendengar pertarungan di luar walau suaminya berusaha menutup telinganya dengan headset, Nela mendengar suara kakek Sutan dan beberapa suara pasukan yang men
"Hentikan!" teriakan Ibu Astrid dari ujung tangga cukup membuat Nauval dan Nathan terkejut."Apa-apaan ini ma, mereka membaca ayat-ayat suci, kok mama menyuruh berhenti, ada apa ini ma?" protes Nauval.Ibu Astrid terkejut dengan protes anaknya, dia yang tak berpikir panjang dengan teriakannya sendiri kelabakan menghadapi protes Nauval. Dia terdiam beberapa saat, Nauval ada benarnya, mengapa dia menghentikan bacaan ayat-ayat itu? Kyai Lukman tak terpengaruh dengan itu semua, dia tetap meneruskan bacaannya dan malah lebih di keraskan. Abilon dan Dewi tertawa melihat tingkah ibu Astrid."Pasti tabib Jorgi yang menyuruh ibu Astrid sehingga bertingkah konyol begitu!' ucap Abilon."Mereka sepertinya nya kepanasan, aku merasakan hawa panas dari ruang studio!" kata Dewi.Belum selesai obrolan mereka berdua tiba-tiba dari lantai dua terdengar teriakan yang menggema."Aku tak suka ini, hentikan!"Abilon dan Dewi waspada, begitupula Nathan, Kyai Lukman tak terpengaruh sama sekali, dia terus mela