Para gadis yang berkumpul terlihat sangat senang membicarakan hal-hal yang membosankan bagi jiwa Kimberly.Winter diam dalam keramaian orang-orang yang berbicara tanpa mempedulikan keberadaannya, atau mungkin mereka memang menganggap Winter tidak ada di antara mereka.Winter mendengus geli teringat kenangan kecilnya di masa lalu.Dulu, saat dia menjadi Kimberly, dia adalah pusat perhatian, semua pandangan tertuju kepadanya dan mengatakan betapa luar biasanya hidup Kimberly yang sempurna. Orang-orang berlomba-lomba berusaha untuk mengikuti gaya berpakaian, riasan dan gaya rambut Kimberly seakan dia adalah kiblat kecantikan.Kini, dia menjadi Winter Benjamin, seseorang yang tidak di anggap keberadaannya, orang-orang menganggapnya tidak ada. Jangankan untuk berbicara, untuk menatap sekalipun mereka terlihat enggan.Betapa menyedihkannya kehidupan Winter.Winter memiliki segalanya, bahkan dia jika dia mau, dia bisa membeli sebuah pertemanan dengan uangnya, namun mengapa dia menjalani kehi
Paula bersedekap dengan ekspresi dinginnya menatap tajam Winter. “Kenapa lama?.”Aura kuat Paula yang jahat bisa Winter rasakan, namun tidak ada setitikpun sebuah rasa takut di hatinya. Apa yang Paula lakukan tidak lebih dari seorang pecundang yang tengah berusaha terlihat kuat untuk menyembunyikan semua kekurangan di dalam dirinya.Winter tertunduk tidak mau menatap mata Paula, dia tidak boleh menatap Paula karena tidak ada ketakutan di mata Winter. Jika Winter tidak dapat menunjukan ketakutannya, maka Paula akan curiga.Dalam beberapa langkah Paula mendekat dan berdiri di hadapan Winter. Paula meraih wajah Winter dan mencengkramnya dengan kuat, lalu mengangkatnya, melihat mata Winter yang tetap melihat ke bawah.“Ada apa denganmu Winter?” tanya Paula terdengar seperti bisikan.“Apa maksudmu?”Paula melepaskan cengkramannya dengan jijik dari wajah Winter. “Jangan membohongiku lagi! Aku tahu kau sudah berubah.”Perlahan Winter mengangkat pandangannya dan membalas tatapan Paula, “Kena
Tubuh Paula gemetar hebat dengan wajah pucat pasi penuh sangat tertekan karena di cecar banyak pertanyaan polisi. Paula tidak bisa berkata apapun karena dia sendiri bingung siapa yang sudah membuat dompet itu berada di dalam tasnya.Paula tidak bisa membela diri karena melalui cctv terekam jelas jika Paula mengambil uang dari dompet itu untuk membayar makanan.Rasa malu dan takut bercampur satu mengusai hati dan kepalanya. Paula sangat takut di tahan atas pencurian, di sisi lain dia juga malu karena teman-temannya melihatnya, bahkan Paula langsung di blacklist dari restaurant.Wanita Rusia itu terlihat harus berbicara banyak dengan perwakilannya lalu memutuskan untuk mencabut tuntutannya karena Paula masih anak sekolah, namun tuntutan itu akan di cabut dengan syarat bahwa Paula harus membayar ganti rugi karena sudah membuat pertemuan penting wanita Rusia itu batal karena harus mencari dompetnya terlebih dahulu.Rahang Paula mengeras menyembunyikan setumpuk kemarahan kepada Winter. Seh
Suara musik terdengar mengalun samar di dalam ruangan. Dinding kaca terbuka lebar memperlihatkan banyak perapian yang menyala di dalam ruangan. Namun tidak menunjukan keberadaan seseorangpun di dalamnya karena sang pemilik tengah diam termenung di luar menikmati dinginnya malam yang gelap.Dalam kesendiriannya, Marius duduk di pinggiran kolam, satu tangannya memegang segelas anggur, dan tangan lainnya menggenggam sebuah sebuah jepitan rambut cantik yang dulu pernah melekat di rambut indah seorang perempuan yang begitu dia cintai.Kini Marius tidak dapat lagi meletakan jepitan cantik itu lagi di rambutnya.Marius hanya bisa melihat gelapnya langit yang selalu mengingatkan dirinya saat dia kehilangan wanita itu.Setiap menatap langit malam, Marius selalu merasa bahwa dia masih berada di malam yang sama dengan waktu sama saat dia kehilangan wanita yang di cintainya.Malam yang buruk itu terjadi beberapa tahun yang lalu..Waktu sudah berjalan sangat jauh, namun Marius masih berada di temp
“Apa yang terjadi? Kenapa mereka tidak membukanya?” tanya Lana penasaran.“Aku juga tidak tahu,” jawab Paula.Lana menekan-nekan klakson beberapa kali. Hari ini Lana dan Paula berkunjung ke rumah Winter. Ini bukan yang pertama kalinya mereka berkunjung, karena itu mereka sedikit bingung ketika kedatangan mereka tidak di sambut seperti biasanya.“Kenapa dengan mereka? Mereka sangat kurang ajar,” omel Lana marah, tidak seperti biasanya kedatangannya ke rumah Winter di persulit.“Tunggu sebentar.” Paula memutuskan untuk keluar dari mobil dan menekan bel rumah Winter, dari kejauhan dia melihat seorang pria berpakaian serba hitam berlari ke arahnya.“Kenapa kau tidak membukanya hah? Apa kau tuli?” Teriak Paula menjukan sifat arogansinya seperti tuan rumah “Cepat buka!.”Pria berkacamata hitam mengenakan pakaian serba hitam itu memasang wajah tanpa ekspresi, “Anda sudah mendapatkan izin? Hari ini keluarga Benjamin tidak menerima tamu siapapun.”“Apa maksudmu?” teriak Paula merasa terhina. “
Sebuah kapal pesiar mewah berlayar di lautan. Langit yang hangat, lautan yang biru dengan angin yang tidak kencang membuat Vincent terlihat senang mendayung di sekitar kapal.Di sisi lain, Benjamin terlihat tengah duduk di sisi kapal, Benjamin tengah memancing bersama Lessy, kedua pria paruh baya itu menikmati waktu bersantai mereka dengan menangkap ikan dan sambil berbicara.Sementara Marvelo, pria itu memilih untuk duduk dan bersantai sambil membaca buku dengan serius. Suasana hati Marvelo terlihat tidak begitu baik hanya dengan melihat raut wajahnya.Berbeda dengan Winter yang kini masih berada di dalam kapal. Gadis itu tidak kunjung keluar kamar sejak setengah jam yang lalu.Winter sibuk mencoba satu persatu bikini yang dia bawa untuk di gunakan berjemur. Namun apa yang dia rencakan sepertinya gagal.“Sialan!” Winter memaki kesal seraya membanting bikini-bikini yang di belinya.Tidak ada satupun yang cocok dia pakai dan membuat dia percaya diri. Semakin Winter melihat cermin deng
“Benarkah? Dari sikapmu itu, kau terlihat seperti pria yang suka bilang benci, tapi ternyata cinta.” “Jaga bicaramu Winter. Kau terlalu besar kepala dan percaya diri. Aku bersikap baik kepadamu karena kasihan betapa menyedihkan dan tidak bergunanya hidupmu” jawab Marvelo dengan sedikit teriakan dan suara yang terbata.“Tapi kemarin kau terlihat khawatir padaku. Sebenarnya kau memang suka padaku tapi arght_” pegangan Winter pada sisi kapal membuat satu kakinya tidak mampu lagi menopang tubuhnya dan membuat Winter terjatuh ke lantai dengan bokong terlebih dahulu membentur lantai dan satu kaki yang masih berada di sela pagar kapal.“Lihatlah dirimu, sudah aku bilang. Kau merepotkan,” komentar Marvelo tanpa berniat membantu.“Brengsek” bisik Winter mengumpat, merasakan tulang ekornya terasa seperti menembus bokongnya. “Bantu aku!.”“Tidak mau. Nanti kau akan berpikir aku benar-benar menyukaimu,” tolak Marvelo. Marvelo langsung beranjak dan pergi ke sisi kapal lain untuk menerima panggil
“Siapa yang merubahmu pikiranmu?”Perlahan Winter membalas tatapan Marvelo, matanya berkaca-kaca tiba-tiba ketika teringat kehidupannya di masa lalu sebagai Kimberly Feodora yang gemerlap indah seperti bintang, namun begitu dia kehilangan cahayanya, dia meredup di antara kegelapan.“Kimberly Feodora” jawab Winter dengan suara bergetar, hatinya sangat sakit bak tertusuk saat menyebutkan namanya sendiri.“Mengapa?”“Dia adalah seorang bintang besar dan wanita yang kuat. Dia bukanlah pembunuh sahabatnya, namun dia tetap menyerah dengan cara bunuh diri karena tidak tahan dengan kebencian yang tidak seharusnya dia terima. Apa yang Kimberly lakukan sama saja dengan mengalah dengan kejahatan dan fitnah. Andai dia bertahan sedikit lebih lama. Dia akan kembali mendapatkan kehidupannya yang sempurna.” Winter berhenti berbicara dan menarik napasnya lebih dalam merasakan sesak yang mencekik dirinya.“Aku tidak ingin seperti Kimberly, aku tidak ingin menyerah, aku tidak ingin tunduk apalagi kalah
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja