"Wah, keren banget."Leta berkali-kali berdecak kagum ketika melihat bangunan perusahaan yang begitu besar dan juga tampak begitu mewah."Sebelum keluar dari mobil, Anda harus pakai ini dulu, karena banyak wartawan yang sedang mengintai di sini, takutnya nanti akan membuat kegaduhan, dan hal itulah yang membuat Pak Langit tidak suka. Saya mohon untuk kerjasamanya," jelas David."Apa ini?" tanya Leta seraya mengernyit heran."Pakaian pria.""Loh, kenapa aku disuruh pake baju laki-laki?" tanya wanita itu bingung."Karena ... kalau Anda keluar dengan cara seperti ini, sudah pasti nanti akan banyak wartawan yang mengerubungi Anda. Sudah, tinggal pakai saja, agar situasinya tampak aman.""Baiklah." Dengan berat hati Leta pun menerima bingkisan itu. "Aku harus pakai di sini?""Iya.""Tapi ...." Leta tak melanjutkan ucapannya karena dia malu untuk mengatakannya."Tidak apa-apa, saya tidak akan melihat ketika Anda memakainya. Kalau boleh saya kasih saran, lebih baik baju yang Anda kenakan saa
"Jadi kamu punya pacar orang kaya?"Baru saja Leta sampai rumah, dia sudah diberondong pertanyaan oleh ibunya."Aku baru datang loh, Bu," keluh Leta.Wajah wanita itu tampak begitu letih, bagaimana tidak? semua itu karena ulah Langit.Jujur saja, seumur hidupnya dia belum pernah mengalami yang namanya jumpa pers, apalagi banyak kamera yang menyorot wajahnya, itu adalah hal yang begitu kagok untuk Leta.Ya, meskipun sebelumnya Langit selalu mewanti-wanti dirinya agar tidak gugup, tetap saja Leta merasakan hal itu, apalagi ini adalah pertama kalinya Leta bertemu dengan orang banyak. Oh tidak! Bukan hanya sekedar orang banyak, tapi bisa jadi saat ini wajahnya terpampang di mana-mana. Hal itu jelas saja membuat Leta tampak begitu frustrasi.'Oh Tuhan! Mimpi apa aku semalam, kenapa hidupku bisa kacau seperti ini? Perasaan selama ini kalau mimpi suka yang senang-senang aja deh, nggak pernah mimpi yang sedih, atau mungkin dulu aku pernah buat salah kali ya, sampai-sampai saat ini kena karman
Tak terasa mereka sudah menjalani hubungan pura-pura ini selama 6 bulan.Entah mengapa mereka begitu menikmati semua kepura-puraan itu. Entah Leta atau Langit yang diuntungkan dalam hubungan ini. Mungkin bisa jadi keduanya.Leta, dia sudah tidak dijodoh-jodohkan lagi dengan teman kakaknya, sedangkan Langit, sebenarnya dia juga diuntungkan dalam hal ini, karena dia tidak akan diisukan aneh-aneh lagi di kabar berita.Selain itu, Langit juga bisa pura-pura terkecoh. Mungkin, banyak orang di luar sana mengatakan jika laki-laki berpacaran pasti fokus untuk bekerja konsentrasinya akan terganggu.Seperti itulah yang dipikirkan Mahendra pada Langit, sayangnya Langit tidak seperti itu. Ternyata berpacaran dengan Leta secara pura-pura ada untungnya juga untuk dia.Sayangnya ...Akhir-akhir ini sepertinya Langit memang agak terusik dengan Leta. Pria itu seperti merasakan hal lain pada dirinya ketika menyebut nama Leta.Mungkinkah pria itu sedang jatuh cinta? Entahlah, bisa saja tidak, tapi bisa
Hari telah berganti, bulan pun juga telah berganti. Sudah satu tahun baik Leta maupun Langit menjalani hubungan dari yang awalnya pura-pura, kini menjadi sungguhan.Ya, mereka memutuskan untuk berpacaran secara resmi, tidak ada lagi kata pura-pura, karena pada kenyataannya mereka memang saling mencintai.Langit, yang awalnya gengsinya luar biasa tidak ingin mengakui perasaannya pun kini tidak malu-malu lagi untuk mengatakannya.Semua itu bermula ketika Leta hendak dilamar oleh teman dari kakak wanita itu. Ketika Langit mengetahui semua itu, dia tampak mengamuk, detik itu juga dia langsung mengatakan kalau sebenarnya dia mencintai wanita itu.Kalau Langit mengingat kejadian itu, entah mengapa dia selalu berdecak sebal, karena pernah bertindak yang memalukan. Kendati demikian dia tidak menyesal karena sudah mengungkapkan semua perasaannya, berkat hal itu kini Leta sudah berada di sisinya."Kamu di mana?" tanya pria itu dengan suara ketus."Aku lagi di rumah, lagi bantuin Ibu masak. Ken
Sejak hari itu, di mana di hari kematian mama dan adiknya Langit, pria itu menjadi pendiam, dingin, atau lebih dari itu.Leta sendiri yang merasakannya. Terhitung sudah tiga bulan ini, wanita itu merasa jika Langit sangat sulit untuk dihubungi. Leta juga merasa jika pribadi pria itu kembali seperti pertama kali mereka kenal, atau lebih tepatnya bertemu.Leta tahu kalau kalau kondisi Langit benar-benar terpuruk, mengingat karena pria itu ditinggal oleh orang terkasihnya satu-satunya yang dia punya selama ini.Ya, Leta awalnya memaklumi semua itu, kenyataannya sampai saat ini pria itu masih merasakan duka yang luar biasa."Kita jalan yuk, udah lama loh kita jarang ada waktu. Emangnya kamu nggak kangen sama aku?" kelakar Leta. Dia berbicara seperti itu semata-mata ingin menghibur kekasihnya."Boleh, tapi tunggu aku selesai dengan kerjaan dulu," sahut Langit dari ujung sana.Leta tersenyum lebar, akhirnya setelah sekian purnama dia mengajak pria itu, Langit pun mau juga."Beneran? Kapan?"
"Ingat, tabrak dia, tapi jangan sampai dia meninggal.""Untuk itu saya tidak bisa memastikan, nyawa seseorang hanya Tuhan yang menentukan."Mahendra mendengkus keras, dia ingin sekali menampar wajah pria yang jadi penabrak bayaran itu."Berani sekali kamu berbicara seperti itu, huh?" sungut pria itu kesal. "Kamu mau dibayar apa nggak?""Ya mau lah, tapi ini benar, 'kan, kalau aman. Maksudnya kalau terjadi apa-apa bukan tanggung jawab saya tapi Anda."Mahendra menatap pria itu dengan sinis. "Ya, kamu tenang aja. Orang-orangku akan menutup kasus ini dengan mudah."Pria bayaran itu menghisap rokoknya kuat-kuat, lalu puntungnya dibuang ke tanah dan diinjak menggunakan alas kakinya."Oke.""Nanti malam kamu harus melakukan tugasmu, karena dia lagi ada di luar, dengar-dengar dia pulangnya baru malam. Nah, ini adalah kesempatan bagus buat kamu untuk melancarkan aksi," jelas Mahendra.Orang itu tampak manggut-manggut. "Urusan gampang, yang penting bayaran lancar."Mahendra tersenyum licik. "K
Saat ini.Beberapa bulan kemudian.Leta berkali-kali menghela napas berat, sepertinya dia kurang nyaman berada di tempat ini.Ya, setelah beberapa bulan yang lalu dia pindah ke kota ini, dia merasa begitu kesepian.Ibunya sibuk berjualan, dan abangnya juga demikian, apalagi kalau tidak bekerja. Sebenarnya Leta ingin sekali membantu ibunya, hanya saja Tika selalu saja menolak.Ibu Leta selalu mengatakan kalau Leta harus menjaga kesehatan. Leta akui memang akhir-akhir ini kondisinya kurang membaik.Wanita itu menundukkan pandangannya, dia tersenyum kecil seraya mengusap perutnya sudah sudah tampak membesar."Hei, kamu sedang apa?" tanya Leta dengan suara lirih. "Pasti lagi tidur ya, kok tumben dari tadi nggak gerak-gerak?" gumam wanita itu melanjutkan.Pergerakan tangannya pun melambat ketika dia mengingat sesuatu, sesuatu yang mungkin mustahil untuk dilupakan.Mungkin, bibirnya selalu mengucapkan dia tidak ingin mengingat masa lalu. Namun, bagaimana dengan hatinya? Nyatanya sangat suli
"Bagaimana? Apa makanan itu sudah sampai di tangan dia?" David mengangguk dengan sopan. "Sudah, Pak. Saya sendiri yang menyaksikan jika dia sendiri yang menerimanya."Langit tampak manggut-manggut."Apakah hidupnya selama ini tidak baik? Kamu lihat sendiri, 'kan? Dia itu tampak kurus. Dulu, waktu awal-awal kehamilan dia juga susah sekali untuk makan, kalau tidak dipaksa pasti tidak akan makan. Bagaimana dengan keluarganya? Apa mereka tidak mengurusnya dengan baik?" tanya Langit panjang lebar. Kentara sekali kalau pria itu begitu resah. "Lalu bagaimana dengan bayi yang ada dikandungannya? Apa dia juga baik-baik saja?" gumam pria itu lagi.David diam saja, dia tak berani menjawab karena pada dasarnya dia memang tidak tahu menahu tentang hal ini."Bagaimana caranya aku bisa bertemu dengannya?" tanya Langit lagi.Sebenarnya kalau saja Langit mengikuti egonya, bisa saja detik ini dia bertemu dengan Leta, sayangnya pria itu harus mati-matian menahan diri, dia tidak ingin membuat Leta semak
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m