"Lagi?"Kepala Leta celingukan ke sana-kemari sepertinya sedang mencari seseorang.Ini sudah ketiga kalinya ada yang mengetuk pintu rumahnya, tapi ketika pintu itu dibuka, orang yang mengetuk pintu itu sudah tidak ada, dan berakhir meninggalkan makanan di kenop pintu itu.Sama seperti sebelumnya, pasti isinya selalu makanan yang bergizi dan juga vitamin ibu hamil."Sebenarnya siapa sih yang jahil kayak gini?" gerutu Leta.Bukannya kurang bersyukur karena dikasih makanan gratis seperti ini, dia malah sangat terbantu, akan tetapi dia juga penasaran siapa yang suka memberi makanan ini secara cuma-cuma.Awalnya dia mengira abangnya yang membelikan itu, sayangnya langsung dibantah, lalu Leta juga menanyakan pada ibunya, dan jawabannya juga ibunya sama sekali tidak tahu menahu hal itu. Jelas saja membuat Leta semakin penasaran."Eh ada Leta, tumben duduk di teras, biasanya nggak mau keluar-keluar rumah," tegur Bu Marni."Iya, Bu. Lagi pengen cari angin segar di luar. Ibu baru pulang?" tanya
"Iya nih, aku mulai bosan di rumah. Apa aku cari kerja aja ya, Si? Lagian nggak enak juga ternyata jadi pengangguran. Aku tuh juga sebenarnya kasihan juga sama abangku, dia rela berangkat pagi ketemu pagi, rela nahan buat beli rokok, cuma buat aku. Kadang aku juga diam-diam sering nguping kalau dia ngeluh ke ibu aku. Wajar sih namanya juga manusia. Aku yakin sih kalau hidupnya juga tertekan menghidupi aku juga. Pasti dia merasa serba salah juga," curhat Leta.Saat ini dia sedang berkomunikasi dengan Sisi melalui telepon."Yang sabar aja. Lagian semua ini juga kemauan abang kamu. Dulu udah pernah aku ingetin loh, tapi dianya aja yang ngeyel.""Maksudnya diingetin gimana?" tanya Leta tak paham. Dia meringis pelan karena mendapat pergerakan kecil dari dalam perutnya."Aku udah tanya dia berkali-kali, emangnya sanggup biayain sendiri? Seumur hidup loh, terus yang dibiayain nggak cuma satu, tapi dua juga. Kenapa nggak disuruh tanggung jawab aja bapaknya? Eh malah dianya yang nyolot. Pokokn
"Kau sudah menyiapkan semuanya, David?""Sudah, Pak. Saya juga sudah bekerja sama dengan orang-orang yang ada di sana, mereka nantinya yang akan membantu berjalannya rencana, Pak."Langit tampak manggut-manggut. "Aku harap Leta tidak terkejut dengan kehadiranku."Pria itu tiba-tiba mendesah berat. "Kira-kira apa dia masih membenciku?""Mungkin, diawal pertemuan agak sedikit tidak berjalan sesuai rencana kita, Pak, tapi saya yakin kalau Anda selalu berusaha pasti Leta akan luluh juga.""Ya, kamu benar." Langit kembali manggut-manggut. "Tujuanku hanya untuk membangun kembali lagi kepercayaan Leta, urusan keluarganya itu belakangan.""Tapi, Pak, saya kurang setuju dengan kalimat yang Anda katakan barusan, karena pada intinya yang harus Anda luluhkan adalah abangnya. Dari awal abangnya yang selalu kekeh ingin memisahkan Anda dan juga Leta.""Ah, si pria berengsek itu," gerutu Langit. "Padahal dia sama berengseknya seperti diriku. Tapi mungkin dialah yang pantas disebut berengsek, karena r
"Kamu yakin sama keputusanmu itu, Let?" tanya Tika memastikan.Leta mengangguk dengan mantap. "Iya, Bu. Maaf kalau keputusanku membuat Ibu dan juga Abang kurang berkenan."Reaksi Tika sungguh berbeda dari Satria. Ibunya malah tersenyum tulus, seolah-olah memahami apa yang saat ini sedang Leta pikirkan."Ibu ngerti kok, ngerti banget kamu itu maunya gimana. Kita ini sama-sama wanita, jadi Ibu paham dengan apa yang kamu rasakan. Kamu ingin hidup mandiri, kan? Kamu nggak mau ngerepotin Ibu sama Abang, kan? Nggak apa-apa, Ibu ngerti. Malah bagus kalau kamu mikirnya seperti itu, itu artinya kamu mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi. Naluri Ibu untuk melindungi dan bertanggung jawab pada anak, sepertinya sudah tertanam di lubuk hati kamu. Ibu sih setuju-setuju aja dengan keputusan kamu, tapi ... ada tapinya loh ya, kalau kamu butuh sesuatu langsung hubungi Ibu kalah nggak hubungi Abang. Kehamilan kamu itu udah besar, Ibu khawatir kalau kamu kenapa-kenapa nggak ada yang nolongin. Namany
"Iya, Si. Ini aku lagi di jalan mau pergi cek kesehatan. Tumben nelepon, kenapa?"Ketika Leta sedang perjalanan menuju ke puskesmas, tiba-tiba saja ponselnya berdering, dan ternyata Sisi lah yang menghubunginya."Eh, begitu ya? Berarti aku ganggu kamu dong. Sorry ya, omong-omong kamu pergi naik apa, Let? Kok berisik banget?" tanya Sisi dari ujung sana."Naik ojek, Si. Nanti lagi kita sambung obrolannya ya, suara kamu nggak jelas, aku matiin teleponnya."Belum mendapat sahutan dari Sisi, Leta sudah memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak."Maaf ya, Pak," ujar Leta, meminta maaf pada tukang ojek itu, takutnya mengganggu konsentrasinya."Nggak apa-apa, Mbak. Santai aja."Setelah itu tidak ada lagi obrolan di antara mereka berdua.Sementara di tempat lain, Langit tampak berjalan dengan mondar-mandir, pria itu terlihat begitu gelisah. Sepertinya tengah mencemaskan keadaan Leta."Kamu ini gimana sih, kenapa biarkan dia naik ojek? Nanti kalau dia kenapa-kenapa gimana?" omel pria itu p
"Apa adegan laki-laki menabrak Leta adalah skenario kamu?" tanya Langit sinis.David terdiam cukup lama, lebih tepatnya dia tercengang dengan pertanyaan Langit. Pasalnya, tiba-tiba saja pria itu membuka pintu mobil dan menutupnya begitu kencang, sudah bisa David pastikan kalau mood Langit sedang dalam keadaan buruk.Terbukti dari nada bicaranya yang sangat tidak enak didengar."Maksud Anda apa, Pak?" tanya David tak paham."Halah! Sudahlah!" sentak pria itu.David menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa telah terjadi sesuatu?"Pertanyaan lirih itu membuat mata Langit melotot."Tadi Leta dipeluk oleh seorang laki-laki, aku yakin pasti itu salah satu dari skenario kamu, kan?"David menggeleng dengan cepat."Saya tidak ada membuat rencana seperti itu, Pak," bantahnya."Lalu?""Saya tidak mengerti, bisa jadi itu di luar dugaan kita.""Omong kosong!" bentak Langit. "Gara-gara aku melihat itu, aku sudah tidak mood lagi untuk bertemu dengan Leta. Arggghhhh, sial! Harusnya itu adalah momen
"Kamu nggak percaya sama aku? Orang jelas-jelas dia ngomong kayak gitu sama aku kok. Baru aja dia matikan sambungan teleponnya."David menghela napas berat. Bukan karena dia tak percaya dengan apa yang Sisi ucapkan, tapi dia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikir yang Leta ambil.Kalau sampai dia memberitahu hal ini pada Langit, sudah pasti pria itu tidak akan terima. Namun, kalau dia tidak memberitahukan pada Langit, sangat disayangkan karena ini adalah informasi yang sangat penting."Kamu sudah tahu dia akan tinggal di mana?" tanya David dengan suara tenang."Nggak, soalnya belum nanya," sahut Sisi dari ujung sana dengan acuh."Kenapa nggak nanya?"David tampak kesal."Kamu sendiri nggak ada nyuruh," balas Sisi dengan sewot."Astaga!"Seandainya saja Sisi ada di hadapannya sekarang, mungkin sudah dia cekik leher wanita itu dari tadi."Apa? Kamu mau marah-marah lagi sama aku? Silahkan saja, setelah itu aku nggak mau lagi kerjasama sama kamu, aku nggak mau lagi kasih tahu ke k
"Kapan kamu akan pergi dari sini?" tanya Leta ketus.Langit menghela napas berat. "Beberapa bulan ini kita tidak bertemu, ternyata membuat kamu keras kepala ya? Tapi aku suka. Apapun pada dirimu tidak akan pernah membuat perasaanku luntur."Leta membuang pandangannya ke sembarang arah, jujur saja dia tidak suka dengan ucapan Langit yang begitu manis.Rasanya percuma saja, sedari tadi Leta mengusir Langit sampai mulutnya berbusa mengatakan pergi, tetap saja Langit bebal. Pria itu tidak mau pergi juga dari sini."Sebenarnya aku tuh bingung sama kamu. Dulu, kamu mengatakan tidak membutuhkan aku lagi, tapi sekarang kenapa nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba kamu datang kembali? Sebenarnya apa tujuan kamu? Apa kamu mau mengambil anak ini dari aku?" "Harus berapa kali sih aku bilang? Aku nggak pernah bicara kayak gitu. Semua itu hanya karangan abang kamu aja," sangkal Langit.Leta tersenyum remeh. "Kalau memang itu akal-akalan abangku, lalu kenapa kamu tidak membantah? Seolah-olah ka
"Apa yang kamu lakukan?!"Langit menatap David berang, lalu pandangannya beralih ke arah Mahendra dan Leta.Dia bernapas lega karena melihat Leta tampak baik-baik saja, meskipun menggigil ketakutan. Dengan cepat Langit mendekati Leta, mendekap tubuh wanita itu dengan erat serta menghujani beberapa kecupan, lalu tali yang mengikat tangan wanita itu dilepas serta benda yang ada di mulut juga dilepas."Kamu nggak apa-apa?" tanya Langit khawatir.Leta menggeleng. Kenyataannya keadaannya memang tidak baik-baik saja. Langit pun menuntun Leta ke sofa untuk duduk."Astaga! Dia sudah mati. Kenapa kamu melakukan hal sekeji ini?!" pekik Axel. Dia yang lebih dulu menghampiri Mahendra usai tumbang.Pekikan Axel jelas saja membuat Langit dan Leta tersentak, kecuali David.Ya, ternyata sebelum Mahendra berniat menembak Leta, David yang lebih dulu memulainya. Entah dari mana pria itu datang, yang pasti salah satu dari mereka tidak ada yang menyadari kedatangan David."Orang seperti itu memang harus d
"Saya akan segera menyusul Anda, saat ini saya sedang dalam perjalanan," ujar David yang panggilannya langsung diangkat oleh Langit."Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan, David? Apa yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Langit to the poin."Saya tidak menyembunyikan apapun dari Anda, Pak. Saya berani bersumpah. Kalau perlakuan saya tadi membuat Anda curiga, saya mohon maaf. Tadi sebenarnya saya ingin menghubungi pihak polisi, saya menyuruh Anda pergi duluan agar mereka terkecoh, Pak. Maaf kalau sudah membuat salah paham," jelas David panjang lebar."Kau sedang tidak membohongiku, kan?""Tidak, Pak. Saya berani bersumpah. Bahkan saya selalu mengingat kata-kata saya untuk Anda, saya akan selalu mengabdikan seluruh kehidupan saya pada Anda."Langit mendengkus keras. "Aku tidak suka omong kosong. Nggak usah bicara seperti itu, kamu berhak menentukan hidupmu sendiri. Aku sudah sampai, aku akhiri dulu panggilannya.""Pak, tunggu. Saya harap Anda harus hati-hati, mereka itu licik. Saya
"Hai, Langit."Langit tersentak ketika mendengar suara laki-laki. Dia kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan jika tadi dia tidak salah melihat. Setahunya nomor Leta yang menghubunginya."Siapa kau? Kenapa bisa ponsel istriku ada di kamu? Jangan macam-macam!""Hahaha, bagaimana kalau satu macam? Istrimu sangat cantik, rugi rasanya kalau tidak macam-macam.""Berengsek! Siapa kau sebenarnya?!" umpat Langit. "Berikan ponselnya pada istriku, cepat!""Hahaha, kenapa kamu tampak begitu ketakutan, Langit? Di mana sifat angkuhmu seperti biasanya itu?""Jangan main-main denganku kalau kamu nggak mau terjadi sesuatu di kehidupanmu, sialan! Cepat berikan ponselnya pada istriku!""Nggak! Aku mau nunggu kamu sengsara dulu baru aku bakal balikin, bahkan istrimu juga bakal aku balikin sekalian ke kamu. Tapi tunggu aku puas dulu ya, hahaha. Sampai jumpa, Langit. Ingat, jangan macam-macam kalau ingin istri kamu selamat!" ancam pria itu, tak lama kemudian panggilan itu terputus."Sialan! Ap
"Jadi di sini tempat tinggal Langit sekarang?""Rumahnya banyak. Tapi aku yakin dia bakal tinggal di sini, karena ini adalah rumah utamanya."Axel manggut-manggut ketika mendengar penjelasan Mahendra."Dengar-dengar dia udah nikah. Nggak tahu sama wanita yang kamu maksud atau bukan," ucap Axel seraya mengembuskan asap rokok dari bibirnya."Oh ya?" Mahendra tersenyum sinis. "Jelas saja dengan wanita yang sama, karena dia sangat cinta mati dengan wanita itu."Axel tak menyahut, dia hanya mengedikkan bahunya acuh."Aku beritahu kamu sesuatu, sebenarnya wanita yang saat ini menjadi istrinya Langit pernah menjadi istriku."Mulut Axel menganga lebar. "Maksudnya dia jatuh cinta dengan mama tirinya begitu? Wah, ini benar-benar skandal luar biasa."Axel berdecak berkali-kali, sungguh heran dengan sebuah fakta yang baru dia ketahui."Bukan. Mereka sebenarnya sudah saling jatuh cinta dari dulu. Mereka dulu sepasang kekasih namun secara paksa aku renggut kebahagiaan mereka dengan menikahi wanita
"Bagaimana bisa?" Sentak Langit."Saya juga tidak tahu, Pak. Saya yakin ini ada campur tangan orang-orang yang tidak menyukai Anda."Langit menghela napas gusar. Mendengar kabar bahwa Mahendra sudah keluar dari penjara satu bulan lalu jelas membuatnya terkejut. Masalahnya yang jadi pertanyaan siapa yang menjamin pria itu? "Sudah kamu telusuri?"Langit yakin sebelum David menceritakan semuanya pasti pria itu akan menelusuri sampai ke akar-akarnya."Ini baru dugaan, ada pria bernama Axel yang membantunya. Setahu saya Axel ini pernah menawarkan Anda kerjasama, akan tetapi Anda menolaknya karena menurut Anda kurang menguntungkan, meskipun Anda waktu itu menolaknya secara halus tetap saja mungkin dia merasa tersinggung."Langit kembali menghela napas. "Axel? Kamu tahu sendiri kenapa alasan aku menolak tawaran pria itu. Dia kerja asal saja, tidak mementingkan keselamatan konsumen, itu yang membuatku menolaknya. Kalau memang dia yang menyelamatkan tua bangka itu biarkan saja. Aku ingin lih
"Jaga Leta ya, Langit."Langit mengangguk. "Ibu tenang saja, pasti aku akan selalu jaga Leta. Saat ini dia adalah prioritas utamaku.""Cuma saat ini aja?" tanya Satria dengan pandangan menyipit. "Atau sampai Leta melahirkan baru kamu kembali mengacuhkannya?""Selamanya." Langit melirik pria itu dengan sinis, ada saja tingkahnya yang membuatnya jengkel."Oh, siapa tahu, kan? Bisa aja--""Bang!" tegur Leta. "Apaan sih, nggak usah sinis gitu kenapa sama suami aku. Nanti kalau Abang punya istri, aku sinisin balik emangnya Abang terima?" Satria tersenyum kecut. "Bercanda aja kok, gitu aja--""Bercanda boleh aja, tapi lihat kondisi juga. Nggak mungkin, kan, Abang nggak bisa bedain yang mana waktunya serius sama yang mana waktunya bercanda?" Leta kembali menyela ucapan Satria."Iya, iya." Satria pasrah saja.Pria itu harus bisa menjaga perasaan adiknya karena selama Leta hamil, dia itu gampang sensitif."Udah, udah. Kalian ini kenapa sih ribut terus, nggak enak kalau didengar sama tetangga,
Menikah dengan Langit entah mengapa banyak keraguan yang menyusup di hati Leta.Wanita itu juga bingung dengan hatinya. Mungkin karena meragukan perasaan pria itu, atau dia kecewa karena mengetahui sebuah fakta bahwa suaminya terjerat kasus tabrak lari yang menimpa Mahendra, meskipun sebenarnya dia bersyukur karena ulah Langit, Mahendra belum sempat melakukan apapun padanya. Namun, di sisi lain dia merasa kurang suka dengan tindakan Langit. Intinya saat ini hati Leta benar-benar begitu bingung.Menurut Leta, Langit adalah pria yang sangat baik, lebih malahan. Selama menjadi istri pria itu, Langit tak pernah berbicara kasar, tidak memperlakukannya dengan tindakan semena-mena, yang ada malah Langit sangat tulus padanya. Lalu, mengapa Leta masih meragukan pria itu?Wanita itu menghela napas berat."Astaga! Apa yang aku pikirkan," gumam wanita itu seraya menggeleng pelan. Tak lama setelah itu ponsel Leta berdering, dia langsung mengambil ponselnya yang tak jauh darinya.Tanpa sadar bibir
"Kamu beneran ingin niat serius dengan adikku?" tanya Satria memastikan."Menurutmu? Apa mengajak seorang wanita menikah adalah sesuatu lelucon?" tanya Langit balik."Aku serius bertanya padamu!" geram Satria."Aku pun demikian. Meskipun kamu menentang kami, aku tidak akan menyerah. Selama ini aku membiarkanmu membawa Leta ke mana pun kamu pergi, tapi sayangnya kamu menyia-nyiakan kesempatan itu. Kamu selalu bilang kalau Leta tidak butuh aku, dan anak yang dikandung Leta tidak membutuhkan peran ayahnya. Nyatanya apa, bahkan kamu sendiri pun tidak mampu untuk membiayainya." Langit tersenyum sinis.Sedangkan Satria, pria itu tak terima dengan ucapan Langit. Dia mengepalkan tangannya."Atas dasar apa kamu bicara seperti itu, huh?!""Kenapa? Nggak terima? Memang kenyataannya seperti itu, kan? Apa selama ini kamu peduli dengan Leta? Kalau aku nggak ada di tempat yang sama dengan Leta waktu itu, aku pun nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dia. Asal kamu tahu, beberapa kali bidan men
"Semua sudah saya telusuri, tapi memang tidak ada tanda bukti-bukti jejak kejahatan mereka, Tuan."Mahendra mendesah berat. Kecewa karena sampai detik ini Putra belum juga mendapatkan bukti bahwa Langitlah yang membuatnya kecelakaan."Kamu yakin?" tanya pria itu memastikan."Iya, Tuan. Cctv pun sudah saya cek, tapi memang tidak ada yang mencurigakan. Saya rasa kecelakaan Tuan itu memang murni kecelakaan, bukan campur tangan orang lain."Mahendra menggeleng tegas, jelas saja dia tidak terima dengan ucapan Putra."Nggak! Aku yakin banget kalau dia dalang dari semua ini!" sentaknya."Kalau memang Tuan Langit pelakunya, pasti akan meninggalkan jejak, Tuan. Tapi bukankah malah sebenarnya Tuan sendiri yang ingin menghabisi nyawa Tuan Langit? Atau mungkin itu karma untuk Tuan karena ... sudah berniat--""Tutup mulutmu, sialan! Aku nggak butuh ucapanmu yang nggak bermutu itu!" Suara Mahendra tampak menggelegar."Saya minta maaf, Tuan.""Kalau begitu kamu kembali cari-cari bukti bahwa Langit m