Mereka berdua berjalan menuju ke pusat perbelanjaan terdekat, untuk merealisasikan ajakan Daxon tepat setelah Lizzie selesai melukisnya. Pada akhirnya mereka memilih duduk dan menyantap makan siang di sebuah kafe dan menu yang dipilih adalah garlic bread, wine, dan keju (Lizzie ingin keju sebagai camilan karena dia sangat menyukainya) dan kemudian Daxon menyarankan untuk membeli bahan-bahan keperluan pembuatan sup lobster. Dan ketika mereka berbelanja, saat itulah Lizzie menyadari bahwa ini adalah kali pertama mereka keluar berdua tanpa dirinya merasa harus cemas dan diketahui oleh orang lain. Dia merasa pengalaman pertama ini membuat gemuruh besar di hatinya.Sebenarnya segalanya berjalan dengan sangat sederhana, tidak ada yang istimewa dari berbelanja bahan makanan. Itu hanyalah sebuah kegiatan yang agak membosankan dan dilakukan oleh pasangan yang rata-rata sudah menikah. Tapi anehnya, Lizzie justru merasa bahwa disanalah pesona terbaiknya berada. Dia bisa melakukan sesuatu yang ka
“Iya begitulah, biasanya ada yang menggunakan jasaku untuk memotret moment pernikahan misal pre-wedding, moment ulang tahun yang mewah, tapi yang paling aku suka tentu saja memotret pemandangan alam,” sahut Isabella sambil tersenyum lebar. “Gambaran dari alam selalu membuatku terkesima, karena penciptaannya sendiri langsung oleh Tuhan. Tapi penghasilan terbesar tentu saja dari memotret moment pernikahan.”Lizzie memandangi foto-foto yang dibingkai rapi di dinding. Kebanyakan memang hasil dari pemandangan alam, pemandangan kota, dan yang lainnya pemandangan di pedesaan . Ada beberapa pula foto pasangan yang dipajang. Barangkali sebagai sample untuk menggunakan jasanya. Tentu saja semuanya berasal dari Prancis, karena beberapa diantaranya ada hamparan kebun anggur yang ada di Italia, atau lautan yang berada di sekitar Turki, ada juga hamparan pulau Lombok dari Indonesia. Dia mengambil salah satu yang paling indah menatapnya lekat-lekat.“Orang tuamu, tidak keberatan kah kau memilih mela
Mina tahu bahwa keputusan ini mungkin akan membawanya dalam sebuah penyesalan. Dia berkata pada dirinya sendiri bahwa dia akan melakukannya, tetapi setelah semuanya dia justru sudah mulai merasakan sedikit demi sedikit penyesalan muncul ke permukaan. Itu sebabnya Mina menyuruh Smith untuk menjemput di apartment (yang dia tinggali dengan Lizzie dan Armant) dibandingkan di rumah orangtuanya. Karena dia tidak mau mendapatkan banyak pertanyaan dari ibunya terkait hal ini.Dan tentu saja koleksi pakaian yang dia miliki lebih bergaya yang di apartment, karena di beberapa kesempatan Mina sering membeli pakaian secara konsumtif dari uang yang dia dapatkan dari hasil magang. Dia tidak mengira bahkan pada akhirnya akan muncul kesempatan dimana dia bisa memakainya secara perdana dalam sebuah acara. Dia juga bersyukur Lizzie dan Armant tidak ada disana menyaksikan dirinya berdadan seperti ini, karena dia tidak bisa membayangkan reaksi kedua orang itu dan seberapa canggungnya Mina bila dia kedapat
Mina terbangun karena sakit kepala dan jantungnya berdebar tak karuan. Bau samar manis seperti bau pancake, wangi berbeda dari ranjangnya juga bantal yang asing di bawah kepalanya menambah kepanikan di dalam diri Mina. Seekor Labrador besar berwarna coklat duduk di sampingnya dengan patuh seolah dia berada disana karena ditugaskan untuk mengawasi. Hidungnya menempel di tepi kasur dengan mata terpaku kepada Mina.Dan kemudian bermunculanlah rasa bersalah, panik, jijik, dan ngeri luar biasa.Dia kemudian beringsut dan membawa tubuhnya dalam posisi duduk sambil melemparkan selimut. Mengecek tubuhnya barangkali ada sesuatu yang berbeda. Tetapi anggapannya salah, dia masih berpakaian lengkap kecuali sepatunya. Dress yang dia kenakan masih dress yang sama dengan kemarin, bahkan stockingnya masih utuh di kaki.Mina kembali menjatuhkan dirinya di ranjang, menatap balik anjing yang sejak tadi menatapnya. Telinga anjing itu terangkat seolah dia menyadari telah menjadi pusat atensi dari Mina. Se
Mereka mungkin sudah berciuman, lebih dari satu kali malah. Tetapi Mina tahu bahwa dia belum siap untuk menjajal bagian yang lebih dari pada itu. Oleh karena itu Smith dengan bijaksana mengatakan padanya bahwa Mina tidak berkewajiban untuk memaksakan dirinya, tidak perlu terburu-buru. Meski begitu, kebijaksanaan dan kebaikan yang Smith miliki justru malah memecut Mina untuk keluar dari bayang-bayang buruknya di masa lalu dan belajar mempercayainya. Dia bahkan menginap di kediaman pria itu untuk satu atau dua hari selama masa liburan. Sebab cuma disini Mina mendapatkan kenyamanan maksimal. Tempat tidur yang empak dan nyaman, serta Smith yang selalu siap kapan pun untuk dijadikan tempat cuddle bagi Mina untuk mengisi energi sebelum bergelut dengan buku tebal seharian. Di tambah lagi anjing Labrador pria itu yang belakangan dia ketahui bernama Becky selalu menghiburnya dan berprilaku baik kepada Mina.Memang hal ini terbilang baru bagi Mina, tetapi dengan mencoba menerima Smith ke dalam
“Apa? Apa yang dia lakukan Elliza?” tuntut Dion seraya menyerbu ke dekat istrinya. Dia mencoba mengambil kamera yang dipegang oleh Elliza. Tetapi wanita itu terlalu cepat, dan langsung menggoyangkan benda itu sambil memberikan pandangan menuntut kepada Lizzie. Kini gadis itu sudah terpojok, dia sedang dihakimi oleh kedua orangtuanya.Lizzie melompat berdiri, mencoba mengambil kamera tersebut dari ibunya. “Bu, bukan. Aku bersumpah ini tidak seperti yang ibu bayangkan aku—”“Kau bohong padaku! aku bersumpah jika kau melakukan perdagangan seks illegal—”“Tidak! Bu, tolong berikan kameraku!”Sebelum perdebatan semakin sengit, Dion berhasil mengambil kamera milik Lizzie dari tangan istrinya. Lizzie tahu bahwa kini dia benar-benar berada dalam badai yang sangat besar dan dari sorot mata ibunya, wanita itu juga tahu bahwa segalanya akan jadi jauh lebih buruk sekarang.“Kau pergi ke luar negeri bersama seorang pria yang usianya tidak jauh dari orangtuamu?” Dion bertanya seraya melempar kamera
Lizzie menelan ludahnya. “Awalnya memang seperti itu, tetapi Bu, aku bersumpah bahwa sekarang keadaanya sudah sangat berbeda. Dia adalah pria yang sempurna. Dia bisa mengimbangi aku, melengkapi aku, dan memberikanku banyak limpahan kasih sayang membuatku terkadang merasa insecure karena aku tidak bisa membalasnya dengan sepadan. Aku seperti orang bodoh yang tidak bisa apa-apa.”Elliza mengamatinya dengan cermat, bagaimana saat putrinya menjelaskan seorang pria. Ekspresinya betul-betul menarik, ditambah lagi dengan telinganya yang memerah kemudian berganti menjadi muram dan sebagai seorang ibu, Elliza hanya bisa menghela napas. “Kau bukan orang bodoh yang tidak bisa apa-apa.”“Tapi Bu, aku masih belum cukup baik untuknya,” sahut Lizzie. “Tetapi diluar daripada kekuranganku aku sangat mencintainya. Dia membuat hatiku berdebar dan aku selalu saja melakukan hal-hal yang bodoh disekitarnya. Dan … bu, kau tersenyum? Apa kau betulan sedang tersenyum sekarang?”“Lizzie,” katanya sambil mengul
Seperti biasa, untuk urusan perkumpulan Connie akan menjadi yang paling pertama memberikan ide untuk pergi ke bar hanya untuk sekadar minum-minum. Pemuda itu dengan semangat berkata bahwa mereka layak mendapatkan waktu bersantai setelah memasuki babak baru di awal semester yang baru saja dimulai. Meski terkesan bodoh, tapi semua orang tampaknya cukup setuju dengan hal itu dan berkumpul di satu titik. Kebetulan pula diantara mereka tidak ada yang masuk kelas weekend jadi semuanya bisa minum sepuas hati. Tapi tidak semua bisa sebebas itu, adalah Mina yang memilih meminum air mineral biasa setelah Connie memberinya coconut rum shot yang langsung diambil Lizzie, tapi dihentikan oleh Armant.“Hei!” Lizzie berteriak ketika pria itu mengambil alih shot pertama dan Armant menenggaknya tanpa sisa.“Aku tidak bisa membiarkan kalian berdua pulang dalam keadaan mabuk, tugasku disini adalah untuk memastikan hal itu,” kata pemuda itu tajam sambil meringis menyadari bahwa shot yang dibuat oleh Conni