Di malam hari, Elyana tidur di sofa kamar David dengan mengubur diri di dalam selimut. Ia Enggan untuk tidur satu kasur dengan pria itu, karena mereka akan segera bercerai.
Hingga di pagi hari, Elyana terbangun oleh suara ketukan pintu.
"Nona! Sarapan sudah siap! Bukankah pagi ini Anda harus makan obat dari dokter?" ucap pelayan Nike dengan suara keras—sengaja disuruh oleh David—untuk membangunkan Elyana hingga wanita itu benar-benar bangun dan sarapan.
"Nona!"
Tok! Tok! Tok!
Pelayan Nike memanggilnya lagi, membuat Elyana tidak tahan.
"Iya, aku bangun, sekarang!" Elyana segera menyibak selimut dan bangkit dari tidurnya. Ia duduk bersandar sambil menyadarkan dirinya untuk tidak tidur lagi.
Ketika ia duduk di atas kasur empuk dan bersandar di kepala tempat tidur, tiba-tiba keningnya mengerut. Merasa ada yang aneh dengan ini.
"Mengapa aku tidur di kasur? Bukankah semalam aku tidur di sofa?"
"Apa aku mengigau, da
Malam ini, Elyana tidur sendiri di tempat tidur besar dan empuk milik David. Baru saja, pria itu menghubunginya dan memberitahu Elyana bahwa dirinya tidak akan pulang malam ini. Elyana diminta untuk segera tidur di tempat tidurnya, tidak perlu lagi tidur di sofa. Mendengar hal itu, Elyana tidak sungkan lagi, ia segera naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sana. "Eemmhhh! Akhirnyaaaa ... aku bisa tidur sendiri di kasur ini!" Elyana berbaring di atas tempat tidur dengan bahagia, merentangkan kedua tangan dan kakinya dengan leluasa. Seolah, kasur itu adalah wilayahnya sendiri. Perlahan, matanya mulai terpejam. "Heeemhhh!" Dikira ... tidak adanya sang pemilik kamar, Elyana bisa tidur nyenyak di atas tempat tidur itu. Nyatanya ... ia malah tidak bisa tidur dan rasanya sangat gelisah. Elyana sudah menutup kedua matanya dengan rapat, namun tidak juga bisa tertidur lelap. Ia sudah berbalik ke kiri dan ke kanan, tetap saja tidak bi
Perjalanan sudah ditempuh oleh David dari kota Lyon menuju kota Paris sekitar empat jam lima belas menit. Rasa lelah dan kantuk pun sudah tidak dihiraukannya lagi, karena ia terlalu cemas memikirkan Elyana yang kabur dari rumah. Beberapa kali ia hampir saja menabrak kendaraan yang ada di depannya karena terlalu lelah. Terus dipaksakan, ini memang sangat beresiko. Namun, jika menyerah di tengah jalan, David khawatir dengan nasib Al dan El yang ada di dalam perut Alyana. Setelah tiba di pusat kota, David segera membuka ponselnya, berniat untuk melacak keberadaan mobil yang dipakai oleh Elyana. Namun, ketika ia membuka kunci ponsel melalui sensor sidik jari, layar ponsel itu terlihat hitam, sama sekali tidak mau menyala. David mencoba lagi dengan menekan tombol "On", namun tetap saja tidak bisa. "Aish, sial! Daya baterainya habis!" David membanting ponsel ke kursi samping. Merasa kesal dengan hal itu. Ia lupa untuk mengisi daya baterainya
Pukul sembilan pagi, suasana di kamar itu masih sangat hening. Kamar yang tadinya redup, kini ada sedikit cahaya dari sinar matahari yang menyelinap masuk ke dalam kamar melalui celah tirai jendela yang sedikit terbuka. Tiba-tiba, dari balik pintu kamar terdengar suara ketukan pintu diiringi suara teriakan seorang pria. Ketukan di pintu itu berubah menjadi suara gedoran ketika dari dalam kamar tidak ada yang menjawab. Selain menggedor pintu, dia pun menarik pegangan pintu dan mengguncangnya dengan keras. Membuat dua orang pria dan wanita yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidur segera terbangun karena terkejut. "David! Ayah tahu kau ada di dalam." Dor! Dor! Dor! "Buka pintunya! Mau sampai kapan kau tidur?" Teriakan itu terdengar tidak sabar sambil terus menggedor pintu. Elyana yang masih berbaring di tempat tidur, segera menyingkirkan tangan David yang melingkar di perutnya. "Apakah itu ayahmu?" tanyanya sambil m
"David! Jangan mengkhayal hal yang tidak mungkin terjadi. Bisa-bisa kau gila!" balas Darwis dengan peringatan yang cukup keras."Sudahlah! Cepat mandi! Ada masalah serius di kantor. Jangan sampai masalah semain buruk karena pemimpinnya berleha-leha," tambah Darwis, tidak ingin mendengar omong kosong dari putranya lagi.Darwis segera berbalik badan, berjalan keluar dari kamar itu meninggalkan David yang masih berdiri di sana.Setelah Darwis benar-benar pergi, David segera tersadar. Ia beranjak dari tempatnya, dan berjalan menghampiri pintu kamar mandi.Tok! Tok!"Elyana!" panggilnya dengan pelan. Ia menempelkan telinganya pada pintu untuk mendengar aktifitas di dalam kamar mandi."Keluarlah, Ayah sudah pergi!" ucapnya lagi dengan lembut.Tok ....Ketika ia akan mengetuk pintu lagi, terdengar pintu kamar mandi dibuka, Elyana keluar dari dalam sana dengan ekspresi wajah yang sangat buruk."Mana kunci mobil Ros?" Tiba-tiba E
'Mandi bersama? Apa dia sudah tidak waras ... mengajakku untuk mandi bersama?' gumam Elyana dengan menatap tajam pria itu. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup. Elyana segera tersadar dan bersiap turun dari pangkuan David. "Lepaskan!" Dengan enggan, akhirnya David menurunkan Elyana. Membiarkan wanita itu berdiri tegak di bawah guyuran air bersamanya. Setelah itu, Elyana melangkah pergi. "Mau pergi ke mana?" tanya David pelan, sambil menarik pergelangan tangannya sehingga wanita itu mundur lagi ke belakang. David mendorongnya membuat Elyana bersandar di dinding. Ia menatap wanita itu dengan senyum samar di bibirnya. "Pakaianmu sudah basah kuyup, kenapa tidak sekalian mandi saja?" goda David sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Elyana. Ia menatap seluruh tubuh wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Terlihat tubuh Elyana yang mengenakan baju tidur tipis tanpa lengan, dengan celana pendek sepaha—yang sudah ba
Tiba di kantor perusahaan Demino, David bergegas masuk ke dalam lift, naik ke lantai atas menuju ruang kerjanya. Ketika lift sudah sampai di lantai atas, ia segera keluar, berjalan menuju ruang kerjanya.Langkah demi langka ia berjalan di lantai yang sangat luas, banyak pandangan mata yang menatap aneh ke arahnya. Walau mereka menyapa saat bertemu dengannya, namun tatapan mata mereka terasa janggal.David menghiraukan itu, ia terus berjalan menuju ruang kerjanya tanpa memikirkan apapun.Ketika sudah sampai di depan ruang kerjanya, David segera memegang pegangan pintu lalu mendorongnya dengan kuat. Ketika pintu sudah terbuka, David melihat ayahnya duduk di kursi kebanggaan miliknya sambil melipat kedua tangan di depan, tatapan ayahnya tajam melihat dirinya yang baru masuk."Bagus ... Allan David Ivander!" ucap Darwis dengan penuh cibiran ketika melihat putranya ada di depan mata.Darwis segera membuyarkan lipatan tangannya, lalu bangkit berdiri, ber
Jam delapan malam, David pulang ke rumahnya dengan penampilan yang sangat kacau. Pakaiannya terlihat berantakan dengan tiga kancing kemeja sudah dibuka. Jas yang tadi siang dipakai, kini sudah dilepaskan.Ketika sudah masuk ke dalam rumah, David melihat Elyana menuruni tangga lalu berjalan menghampirinya dengan ceria. Terlihat bahwa wanita itu sadari tadi menunggunya pulang."Kau sudah pulang?" sapanya dengan ramah, tidak seacuh biasanya karena sekarang mereka sudah baikan."Sini!" Wanita itu segera mengambil jas dari tangan David. Dengan khawatir ia bertanya, "Apa masalah di kantor sudah bisa diselesaikan?"Mendengar kalimat yang diucapkan olehnya, tiba-tiba langkah David terhenti. Ia menoleh ke samping dengan kening yang mengkerut."Besok, aku akan mengantarmu kembali ke kota Lyon. Sekalian mengembalikan mobil Rosyana!" ucap David tanpa menjawab pertanyaan wanita itu."Jangan dulu kembali ke rumah ini, sebelum keadaanku stabil!" Tiba-tiba
Di dalam kamar mandi yang sangat besar, David sudah membuka semua pakaiannya. Ia berdiri di bawah pancuran air sambil menundukkan kepala dengan kedua tangan berada di pinggang. Air hangat yang mengguyur seluruh tubuhnya, tidak mampu membuat perasaannya tenang."Asih, sial!""Begitu pentingkah anak haram itu di mata Ayah?" gerutunya, memikirkan adik beda ibu yang akan segera kembali ke dalam negeri dan menggantikannya di kantor.Walau dulu ibu Danial sangat menyayangi David melebihi rasa sayangnya pada anak kandungnya sendiri, itu semua karena wanita itu takut di buang oleh Darwis. David bisa merasakan hal itu—kasih sayang tidak tulus dari ibu tirinya. Dan pada akhirnya, setelah hampir dua puluh delapan tahun hidup di rumah Darwis, wanita itu tidak tahan dan pergi ke luar negeri bersama Danial.Apakah itu yang dinamakan menyayangi anak tiri melebihi anak kandungnya sendiri?Tidak ingin terus memikirkan tentang kedua orang itu, David segera men
"Apa kau menyukai kejutan dari kami?" bisik Rosyana dengan kerlingan mata penuh godaan sambil berjalan di atas karpet merah mendampingi Elyana. "Anggap saja ini sebagai hadiah dari kami atas kembalinya El setelah lima tahun menghilang!" timpal Yuan Louis dengan santai. Tidak terdengar nada keras seperti yang biasa pria tua itu katakan. Ucapan dari kakak dan kakeknya itu membuat Elyana hampir pingsan karena terkejut juga terharu. "Jadi ... ini???" "Ya, ini adalah hari pernikahanmu dan David! Kami sudah menyiapkan ini dari empat hari yang lalu. Walau terkesan mendadak, namun aku dan Daniel sudah menyiapkan pesta pernikahan ini dari empat bulan yang lalu. Jadi sekarang ... berbahagialah, ini semua untukmu dan David! " Rosyana menjawabnya tanpa ragu. Rosyana dan Daniel sepakat untuk membuat akta pernikahan tanpa ada pesta pernikahan. Mereka ingin menghadiahkan pesta ini untuk Elyana dan David. Bahkan, mereka mencetak ulang dan menyebar undangan ya
Elyana segera membenarkan emosinya. Ia berkata dengan pelan, "Kak! Sepertinya, kita sudah nyaman menjadi saudara daripada pasangan!" Elyana menutup kotak cincin di hadapannya, lalu mendorongnya ke arah Arvan lagi. "Kak! Kau pria yang baik. Kau pun harus menikah dengan wanita yang baik pula. Dan wanita baik itu bukanlah aku!" "Ya, walau selama ini aku sudah banyak berhutang budi kepadamu, namun, aku sungguh tidak pantas untuk menjadi istrimu!" lanjut Elyana, masih dengan pelan karena takut menyinggung perasaan Arvan. "Apa kau menolakku karena mantan suamimu?" tanya Arvan—tidak suka. Arvan memegang erat kotak itu dengan sekuat tenaga. Terlihat bahwa dia tidak suka dengan penolakan halus Elyana. "Bukan!" jawab Elyana dengan ragu. "Hubunganku dengan David pun sepertinya tidak ada masa depan. Kakek tidak menyukainya, dan David pun tidak pernah datang lagi ke rumahku." Bahkan, ponsel Elyana yang waktu itu diambil oleh David, sudah di
Keesokan harinya, kondisi Yuan Louis sudah sangat baik. Bahkan, lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada lagi rasa sakit yang sering ia keluhkan—membuatnya tidak mampu untuk pergi ke kantor. Sekarang, tubuhnya sudah benar-benar sehat setelah melihat cucunya kembali.Tiga hari kemudian Yuan Louis sudah bisa pergi ke kantor untuk bekerja. Ia menyelesaikan semua pekerjaan yang sempat tertunda, juga menangani masalah kerjasamanya dengan perusahaan David.Di rumah, tinggallah Rosyana dan juga Elyana, karena Alvano pergi bersama Arvan tadi pagi."El, apa kau mau ikut bersama kami ke butik?" tanya Rosyana pada adiknya. Ia merias sedikit wajahnya agar terlihat lebih segar. Sedangkan Elyana, duduk di atas tempat tidur sambil melihat kakaknya berdandan."Sepertinya tidak bisa!" Elyana segera menolaknya. "Aku sudah janjian dengan Arvan, sekalian mau menjemput Alvano.""Oh!" Rosyana memoles bibirnya dengan pewarna bibir sambil bercermin. Lalu menutup lipsti
"Elyana ... atau, lebih akrab kalian memanggilnya dengan nama Pelayan Eli, dia adalah Nona Kedua di keluarga Louis yang kabur dari rumah dan melamar menjadi pelayan di rumah kalian." David menatap pria bernama Alex Danu itu dengan penuh ancaman. Juga melihat keterkejutan dari wajah Alex Danu ketika mendengar cerita pelayannya—Eli.David melanjutkan, "Karena aku dan putrimu dijodohkan, putrimu menolak lalu kabur dari rumah bersama kekasihnya tepat di hari pernikahan! Lalu???"David menarik napas panjang sebelum dia melanjutkan ceritanya.Ada perasaan sedih ketika dirinya harus mengenang kembali nasib Elyana yang terjebak pernikahan dengannya. Itu rasanya sangat berat. Seharusnya, pertemuannya dengan sang istri haruslah pertemuan yang manis hingga akhirnya mereka jatuh cinta dan menikah. Namun, ini malah karena sandiwara Alex Danu dan istrinya hingga dirinya menikahi pelayan mereka—Elyana.David tahu cerita lengkap ini dari Daniel dan dari Elyan
Hari ini, dunia Yuan Louis terasa sangat cerah dan indah. Ia bisa melihat cucunya—Elyana—yang sudah lama menghilang. Banyak bintang-bintang bertaburan di atas kepala Yuan Louis yang perlahan menyebar ... mengisi seisi ruangan itu. Terlihat seulas senyum di wajah pria tua berusia delapan puluh taun itu sebelum akhirnya Yuan Louis memejamkan mata, lalu tubuhnya melemah dan ambruk di atas tempat tidur."Kakek!" teriak Elyana dan Rosyana secara bersamaan. Mereka sangat panik melihat sangat kakek tiba-tiba pingsan setelah melihat Elyana.Daniel dengan cepat naik ke atas tempat tidur, lalu mengangkat punggung dan kepala Yuan Louis."Cepat, cari Asisten Judis! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!" teriak Daniel pada kekasihnya—Rosyana.Elyana dan putranya hanya berdiri di samping tempat tidur sambil melihat kakeknya dipeluk oleh Daniel. Elyana begitu terkejut melihat keadaan Yuan Louis yang tiba-tiba saja pingsan.Nona pertama di
Sore hari, di Kota Lyon, di kediaman Yuan Louis, semua orang sudah berkumpul dan masuk ke dalam rumah untuk menemui sang pemilik rumah. Namun, tidak dengan Arvan. Setelah memastikan Elyana dan putranya sampai di rumah, pria tersebut malah berpamitan dan pergi dengan menggunakan taksi. Elyana yang merasa tidak enak dengan situasi ini, segera mengirim pesan singkat pada Arvan untuk memastikan pria itu baik-baik saja.["Ya, aku tidak apa-apa. Kau jangan khawatir. Nanti jam delapan malam, aku akan datang menjemput Alvano!"]Elyana terdiam sambil memegang ponselnya setelah membaca pesan dari Arvan. Perasaannya masih tidak enak.Walau bagaimanapun, Arvan sangat berjasa dalam hidupnya. Jika bukan karena lima tahun yang lalu Arvan membawanya pergi dan merawatnya di luar negeri, mungkin Elyana dan Alvano tidak akan ada di muka bumi ini lagi. Dan mungkin, dirinya akan mati sia-sia karena ulah Alex Danu yang menginginkan Elyana meninggal. Jadi sekarang, Elyana benar-benar
Satu jam telah berlalu. Di atap gedung perusahaan Demino, Elyana dan yang lainnya sudah berkumpul—bersiap untuk menaiki pesawat pribadi yang sudah disiapkan oleh David—untuk mereka kembali ke kota Lyon. Suara bising, juga angin dari baling-baling pesawat yang begitu kencang, menerpa tubuh, rambut dan pakaian mereka. Elyana berdiri di samping David sambil menatap ke depan. Ia melihat pesawat besar berwarna putih itu ada di hadapannya dan beberapa orang berpakaian hitam lengkap dengan kacamata hitam yang tersemat di hidung mereka. "Ayo naik!" ajak David pada semua orang sambil menoleh ke belakang. Lalu meraih tangan Elyana dan menariknya berjalan ke depan menuju tangga pesawat. Alvano yang masih digendong oleh Arvan, meminta pria dewasa itu untuk segera mengikuti langkah ibunya dan pria asing—pemilik pesawat tersebut—sebelum mereka benar-benar menjauh. Daniel dan yang lainnya pun mengikuti dari belakang. Di dalam pesawat yang cukup luas
"Iya, Tuan Louis! Mantan mertuamu!" jawab Daniel dengan sinis.David terdiam sesaat sebelum akhirnya dia membenarkan emosinya.Dengan sikap tenang, David berkata pada Elyana dan yang lainnya, "Aku akan meminta orangku untuk segera menyiapkan pesawat untuk kalian berangkat ke kota Lyon."Ucapan David itu membuat Arani dan Rosyana terkejut."Apa itu benar?" tanya Arani dengan sedikit ragu.Arani tidak yakin dengan ucapan David yang akan memfasilitasi kepulangan mereka ke Kota Lyon. Karena, Arani dan yang lainnya sudah tahu tentang hubungan David dengan Yuan Louis yang sedikit tidak baik. Mungkin saja David sudah tidak sudi lagi menginjakkan kakinya di rumah keluarga Louis, juga tidak sudi meminjami mereka pesawat pribadinya untuk terbang ke kota Lyon.Namun, jawaban David selanjutnya membuyarkan semua pikiran buruk Arani tentang pria itu."Tentu saja! Aku akan ikut dengan kalian ke Kota Lyon!""Hah???" Daniel pun sama terkejutnya
David yang terlihat lelah karena semalam tidak tidur dengan baik, berjalan dengan langkah pelan mendekati Elyana. Tatapan matanya sayu, namun masih bisa menatap wanita di depannya dengan antusias.Semua orang pun terdiam. Tidak ada yang berani bergerak ataupun bersuara.Di suasana tegang itu, terdengar suara anak kecil yang memecah keheningan di antara mereka, "Mami! Ayo kita pergi. Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat!""Mami?" gumam David sambil menoleh—melihat anak kecil yang terlihat sangat lucu itu dengan jaket hijau di tubuhnya.Alvano pun menatap David sekilas, lalu memalingkan muka dengan cepat setelah melihatnya. Sama sekali tidak tidak tertarik dengan kehadiran David di sana."Ayo, Mi!" Alvano menarik tangan ibunya dan melangkah maju untuk masuk ke dalam taksi.Alvano bergidik ngeri ketika melihat pria yang menurutnya seperti penculikan itu berjalan ke arah mereka. Apalagi saat ini, pria itu menghampiri ibunya. Alvano ha