Malam hari, suasana di Champ de Mars di tepi Sungai Seine—Paris—sangat ramai. Banyak orang yang datang hanya untuk melihat indahnya menara Eiffel di malam hari. Begitu juga dengan Arvan, Arani dan Daniel. Mereka bertiga datang untuk menikmati malam sambil melihat menara yang menjadi ikon global Prancis dan salah satu struktur terkenal di duna.
"Bagaimana dengan El? Apa dia sudah pulang?" tanya Arvan tiba-tiba. Ia duduk di meja restoran sambil menatap layar ponselnya, melihat dirinya sudah tidak bisa menghubungi Elyana karena diblokir.
Arani dan Daniel yang sedang duduk di depannya, hanya menatap Arvan dengan heran.
"Mengapa malah bertanya pada kami?" tanya Arani sambil memasukkan sendok berisi makanan ke dalam mulut. Tidak terlalu perduli dengan ucapan pria itu. "Telepon saja Elyana, tanyakan, dia sudah pulang atau belum?"
"Tidak bisa!" jawab Arvan terlihat bingung. "El memblokir nomorku."
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Tiba-tiba Arani tersed
"Di perut ini sekarang ada bayi kecil," lirihnya dengan pelan. Mau menyesal pun sudah tidak ada gunanya lagi. Dirinya harus menerima bayi ini dengan hati gembira, tidak boleh menyesal ataupun marah.Ketika Elyana sedang melamun, terdengar suara ketukan pintu diiringi suara Arani, "El, cepatlah, Daniel sudah menunggumu di bawah.""Eh, ya!" Elyana menjawab panggilan Arani.Ia segera bergegas pergi keluar kamar, memasukkan kartu pipih itu ke dalam tasnya.Setelah berpamitan pada Arani, Arvan dan Elyana segera turun ke bawah untuk menemui Daniel di pintu masuk gedung apartemen.Ketika Elyana berjalan menghampiri Daniel yang saat ini sedang berdiri sambil bersandar di pintu mobil, tiba-tiba langkahnya terhenti.Ia mendengar Daniel sedang berbicara dengan seseorang di telepon. "Ya, sekarang, penerbangan jam satu siang. Masih ada waktu!"Teg!Tiba-tiba Elyana merasakan perasaan tidak enak. 'Apa Daniel yang menjadi mata-mata di sekitar
Mendengar permintaan lima menit dari David, Elyana segera meminta Arvan untuk masuk duluan ke dalam pesawat. Ia ingin mendengar, apa yang akan David katakan dengan waktu lima menit."Tapi, El!" ucap Arvan ragu. Ia masih berdiri di sana, menunggu Elyana ikut bersamanya masuk ke dalam pesawat."Aku tidak apa-apa, Kak! Temanku hanya butuh waktu lima menit saja untuk berbicara. Aku tidak akan terlambat!" balas Elyana, meyakinkan pria itu.David yang mendengar ucapan Elyana, segera menatap tajam ke arahnya dengan kening yang mengkerut. Tidak suka dengan kata "Temanku" yang diucapkan oleh wanita itu.'Apa aku hanya sebatas teman di hatinya?'"Baiklah! Aku duluan, ya!" ucap Arvan. Lalu ia pergi, meninggalkan Elyana dan David berdua di sana.Melihat David ada di hadapannya, Elyana jadi teringat sesuatu. Ia segera membuka tasnya dan mengambil kartu bank berwarna hitam milik David."Ini, milikmu! Sudah aku temukan!" ucap Elyana samb
Sore hari, Elyana terbangun di tempat tidur yang empuk. Ia membuka mata perlahan, menatap sekeliling ruangan yang nampak tidak asing di matanya."Sudah bangun?" ucap suara merdu seorang pria, yang kini sedang duduk di sofa sambil membuka laptopnya.David sedang mengerjakan beberapa pekerjaannya di rumah sambil menunggu wanita itu bangun."Eh!" Elyana terkejut mendengar pria itu ada di sana."Kenapa aku ada di kamarmu?" tanya Elyana seraya bangun dan duduk di atas tempat tidur. Ia merapikan rambutnya yang berantakan dan bersiap untuk turun dari atas tempat tidur.David menutup laptopnya, menyimpannya di meja, lalu berjalan menghampiri wanita itu."Ayo, makan dulu di bawah. Pelayan sudah menyiapkan makanan tanpa bawang, tanpa penyedap rasa, dan tanpa minyak berlebih untukmu. Pasti kau suka, tidak akan mual lagi," ucap David dengan tenang.Elyana yang masih duduk di atas tempat tidur, hanya mendongak menatap David dengan heran.'D
Elyana menatap David dan Felix silih berganti, dengan cepat ia menjawab, "Siapa lagi jika bukan pria baper sepertimu!" "Hah ... pria baper? Siapa pria baper?" Sebelum David berbicara lagi, terlihat Elyana beranjak pergi, masuk ke dalam rumah dan segera naik ke lantai atas. Meninggalkan David dan Felix begitu saja di luar. *** Tepat jam lima sore, David membawa Elyana ke klinik dokter diantar oleh Felix. Karena sudah membuat janji sebelumnya, Elyana diminta untuk segera masuk ke ruang periksa, tidak perlu mengambil nomor antrian lagi. Ketika Elyana berjalan masuk ke dalam ruang periksa, David pun mengikutinya dari belakang. "Kau mau pergi ke mana?" tanya Elyana sambil menoleh ke belakang, menatap David dengan heran. "Aku mau melihat bayiku. Apa tidak boleh?" "Hah???" Sebelum Elyana berbicara lagi, terdengar Felix berbicara, "Masuklah! Dokter sudah menunggumu." "David juga boleh ikut masuk! Karena kau adal
Di malam hari, Elyana tidur di sofa kamar David dengan mengubur diri di dalam selimut. Ia Enggan untuk tidur satu kasur dengan pria itu, karena mereka akan segera bercerai.Hingga di pagi hari, Elyana terbangun oleh suara ketukan pintu."Nona! Sarapan sudah siap! Bukankah pagi ini Anda harus makan obat dari dokter?" ucap pelayan Nike dengan suara keras—sengaja disuruh oleh David—untuk membangunkan Elyana hingga wanita itu benar-benar bangun dan sarapan."Nona!"Tok! Tok! Tok!Pelayan Nike memanggilnya lagi, membuat Elyana tidak tahan."Iya, aku bangun, sekarang!" Elyana segera menyibak selimut dan bangkit dari tidurnya. Ia duduk bersandar sambil menyadarkan dirinya untuk tidak tidur lagi.Ketika ia duduk di atas kasur empuk dan bersandar di kepala tempat tidur, tiba-tiba keningnya mengerut. Merasa ada yang aneh dengan ini."Mengapa aku tidur di kasur? Bukankah semalam aku tidur di sofa?""Apa aku mengigau, da
Malam ini, Elyana tidur sendiri di tempat tidur besar dan empuk milik David. Baru saja, pria itu menghubunginya dan memberitahu Elyana bahwa dirinya tidak akan pulang malam ini. Elyana diminta untuk segera tidur di tempat tidurnya, tidak perlu lagi tidur di sofa. Mendengar hal itu, Elyana tidak sungkan lagi, ia segera naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sana. "Eemmhhh! Akhirnyaaaa ... aku bisa tidur sendiri di kasur ini!" Elyana berbaring di atas tempat tidur dengan bahagia, merentangkan kedua tangan dan kakinya dengan leluasa. Seolah, kasur itu adalah wilayahnya sendiri. Perlahan, matanya mulai terpejam. "Heeemhhh!" Dikira ... tidak adanya sang pemilik kamar, Elyana bisa tidur nyenyak di atas tempat tidur itu. Nyatanya ... ia malah tidak bisa tidur dan rasanya sangat gelisah. Elyana sudah menutup kedua matanya dengan rapat, namun tidak juga bisa tertidur lelap. Ia sudah berbalik ke kiri dan ke kanan, tetap saja tidak bi
Perjalanan sudah ditempuh oleh David dari kota Lyon menuju kota Paris sekitar empat jam lima belas menit. Rasa lelah dan kantuk pun sudah tidak dihiraukannya lagi, karena ia terlalu cemas memikirkan Elyana yang kabur dari rumah. Beberapa kali ia hampir saja menabrak kendaraan yang ada di depannya karena terlalu lelah. Terus dipaksakan, ini memang sangat beresiko. Namun, jika menyerah di tengah jalan, David khawatir dengan nasib Al dan El yang ada di dalam perut Alyana. Setelah tiba di pusat kota, David segera membuka ponselnya, berniat untuk melacak keberadaan mobil yang dipakai oleh Elyana. Namun, ketika ia membuka kunci ponsel melalui sensor sidik jari, layar ponsel itu terlihat hitam, sama sekali tidak mau menyala. David mencoba lagi dengan menekan tombol "On", namun tetap saja tidak bisa. "Aish, sial! Daya baterainya habis!" David membanting ponsel ke kursi samping. Merasa kesal dengan hal itu. Ia lupa untuk mengisi daya baterainya
Pukul sembilan pagi, suasana di kamar itu masih sangat hening. Kamar yang tadinya redup, kini ada sedikit cahaya dari sinar matahari yang menyelinap masuk ke dalam kamar melalui celah tirai jendela yang sedikit terbuka. Tiba-tiba, dari balik pintu kamar terdengar suara ketukan pintu diiringi suara teriakan seorang pria. Ketukan di pintu itu berubah menjadi suara gedoran ketika dari dalam kamar tidak ada yang menjawab. Selain menggedor pintu, dia pun menarik pegangan pintu dan mengguncangnya dengan keras. Membuat dua orang pria dan wanita yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidur segera terbangun karena terkejut. "David! Ayah tahu kau ada di dalam." Dor! Dor! Dor! "Buka pintunya! Mau sampai kapan kau tidur?" Teriakan itu terdengar tidak sabar sambil terus menggedor pintu. Elyana yang masih berbaring di tempat tidur, segera menyingkirkan tangan David yang melingkar di perutnya. "Apakah itu ayahmu?" tanyanya sambil m
"Apa kau menyukai kejutan dari kami?" bisik Rosyana dengan kerlingan mata penuh godaan sambil berjalan di atas karpet merah mendampingi Elyana. "Anggap saja ini sebagai hadiah dari kami atas kembalinya El setelah lima tahun menghilang!" timpal Yuan Louis dengan santai. Tidak terdengar nada keras seperti yang biasa pria tua itu katakan. Ucapan dari kakak dan kakeknya itu membuat Elyana hampir pingsan karena terkejut juga terharu. "Jadi ... ini???" "Ya, ini adalah hari pernikahanmu dan David! Kami sudah menyiapkan ini dari empat hari yang lalu. Walau terkesan mendadak, namun aku dan Daniel sudah menyiapkan pesta pernikahan ini dari empat bulan yang lalu. Jadi sekarang ... berbahagialah, ini semua untukmu dan David! " Rosyana menjawabnya tanpa ragu. Rosyana dan Daniel sepakat untuk membuat akta pernikahan tanpa ada pesta pernikahan. Mereka ingin menghadiahkan pesta ini untuk Elyana dan David. Bahkan, mereka mencetak ulang dan menyebar undangan ya
Elyana segera membenarkan emosinya. Ia berkata dengan pelan, "Kak! Sepertinya, kita sudah nyaman menjadi saudara daripada pasangan!" Elyana menutup kotak cincin di hadapannya, lalu mendorongnya ke arah Arvan lagi. "Kak! Kau pria yang baik. Kau pun harus menikah dengan wanita yang baik pula. Dan wanita baik itu bukanlah aku!" "Ya, walau selama ini aku sudah banyak berhutang budi kepadamu, namun, aku sungguh tidak pantas untuk menjadi istrimu!" lanjut Elyana, masih dengan pelan karena takut menyinggung perasaan Arvan. "Apa kau menolakku karena mantan suamimu?" tanya Arvan—tidak suka. Arvan memegang erat kotak itu dengan sekuat tenaga. Terlihat bahwa dia tidak suka dengan penolakan halus Elyana. "Bukan!" jawab Elyana dengan ragu. "Hubunganku dengan David pun sepertinya tidak ada masa depan. Kakek tidak menyukainya, dan David pun tidak pernah datang lagi ke rumahku." Bahkan, ponsel Elyana yang waktu itu diambil oleh David, sudah di
Keesokan harinya, kondisi Yuan Louis sudah sangat baik. Bahkan, lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada lagi rasa sakit yang sering ia keluhkan—membuatnya tidak mampu untuk pergi ke kantor. Sekarang, tubuhnya sudah benar-benar sehat setelah melihat cucunya kembali.Tiga hari kemudian Yuan Louis sudah bisa pergi ke kantor untuk bekerja. Ia menyelesaikan semua pekerjaan yang sempat tertunda, juga menangani masalah kerjasamanya dengan perusahaan David.Di rumah, tinggallah Rosyana dan juga Elyana, karena Alvano pergi bersama Arvan tadi pagi."El, apa kau mau ikut bersama kami ke butik?" tanya Rosyana pada adiknya. Ia merias sedikit wajahnya agar terlihat lebih segar. Sedangkan Elyana, duduk di atas tempat tidur sambil melihat kakaknya berdandan."Sepertinya tidak bisa!" Elyana segera menolaknya. "Aku sudah janjian dengan Arvan, sekalian mau menjemput Alvano.""Oh!" Rosyana memoles bibirnya dengan pewarna bibir sambil bercermin. Lalu menutup lipsti
"Elyana ... atau, lebih akrab kalian memanggilnya dengan nama Pelayan Eli, dia adalah Nona Kedua di keluarga Louis yang kabur dari rumah dan melamar menjadi pelayan di rumah kalian." David menatap pria bernama Alex Danu itu dengan penuh ancaman. Juga melihat keterkejutan dari wajah Alex Danu ketika mendengar cerita pelayannya—Eli.David melanjutkan, "Karena aku dan putrimu dijodohkan, putrimu menolak lalu kabur dari rumah bersama kekasihnya tepat di hari pernikahan! Lalu???"David menarik napas panjang sebelum dia melanjutkan ceritanya.Ada perasaan sedih ketika dirinya harus mengenang kembali nasib Elyana yang terjebak pernikahan dengannya. Itu rasanya sangat berat. Seharusnya, pertemuannya dengan sang istri haruslah pertemuan yang manis hingga akhirnya mereka jatuh cinta dan menikah. Namun, ini malah karena sandiwara Alex Danu dan istrinya hingga dirinya menikahi pelayan mereka—Elyana.David tahu cerita lengkap ini dari Daniel dan dari Elyan
Hari ini, dunia Yuan Louis terasa sangat cerah dan indah. Ia bisa melihat cucunya—Elyana—yang sudah lama menghilang. Banyak bintang-bintang bertaburan di atas kepala Yuan Louis yang perlahan menyebar ... mengisi seisi ruangan itu. Terlihat seulas senyum di wajah pria tua berusia delapan puluh taun itu sebelum akhirnya Yuan Louis memejamkan mata, lalu tubuhnya melemah dan ambruk di atas tempat tidur."Kakek!" teriak Elyana dan Rosyana secara bersamaan. Mereka sangat panik melihat sangat kakek tiba-tiba pingsan setelah melihat Elyana.Daniel dengan cepat naik ke atas tempat tidur, lalu mengangkat punggung dan kepala Yuan Louis."Cepat, cari Asisten Judis! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit!" teriak Daniel pada kekasihnya—Rosyana.Elyana dan putranya hanya berdiri di samping tempat tidur sambil melihat kakeknya dipeluk oleh Daniel. Elyana begitu terkejut melihat keadaan Yuan Louis yang tiba-tiba saja pingsan.Nona pertama di
Sore hari, di Kota Lyon, di kediaman Yuan Louis, semua orang sudah berkumpul dan masuk ke dalam rumah untuk menemui sang pemilik rumah. Namun, tidak dengan Arvan. Setelah memastikan Elyana dan putranya sampai di rumah, pria tersebut malah berpamitan dan pergi dengan menggunakan taksi. Elyana yang merasa tidak enak dengan situasi ini, segera mengirim pesan singkat pada Arvan untuk memastikan pria itu baik-baik saja.["Ya, aku tidak apa-apa. Kau jangan khawatir. Nanti jam delapan malam, aku akan datang menjemput Alvano!"]Elyana terdiam sambil memegang ponselnya setelah membaca pesan dari Arvan. Perasaannya masih tidak enak.Walau bagaimanapun, Arvan sangat berjasa dalam hidupnya. Jika bukan karena lima tahun yang lalu Arvan membawanya pergi dan merawatnya di luar negeri, mungkin Elyana dan Alvano tidak akan ada di muka bumi ini lagi. Dan mungkin, dirinya akan mati sia-sia karena ulah Alex Danu yang menginginkan Elyana meninggal. Jadi sekarang, Elyana benar-benar
Satu jam telah berlalu. Di atap gedung perusahaan Demino, Elyana dan yang lainnya sudah berkumpul—bersiap untuk menaiki pesawat pribadi yang sudah disiapkan oleh David—untuk mereka kembali ke kota Lyon. Suara bising, juga angin dari baling-baling pesawat yang begitu kencang, menerpa tubuh, rambut dan pakaian mereka. Elyana berdiri di samping David sambil menatap ke depan. Ia melihat pesawat besar berwarna putih itu ada di hadapannya dan beberapa orang berpakaian hitam lengkap dengan kacamata hitam yang tersemat di hidung mereka. "Ayo naik!" ajak David pada semua orang sambil menoleh ke belakang. Lalu meraih tangan Elyana dan menariknya berjalan ke depan menuju tangga pesawat. Alvano yang masih digendong oleh Arvan, meminta pria dewasa itu untuk segera mengikuti langkah ibunya dan pria asing—pemilik pesawat tersebut—sebelum mereka benar-benar menjauh. Daniel dan yang lainnya pun mengikuti dari belakang. Di dalam pesawat yang cukup luas
"Iya, Tuan Louis! Mantan mertuamu!" jawab Daniel dengan sinis.David terdiam sesaat sebelum akhirnya dia membenarkan emosinya.Dengan sikap tenang, David berkata pada Elyana dan yang lainnya, "Aku akan meminta orangku untuk segera menyiapkan pesawat untuk kalian berangkat ke kota Lyon."Ucapan David itu membuat Arani dan Rosyana terkejut."Apa itu benar?" tanya Arani dengan sedikit ragu.Arani tidak yakin dengan ucapan David yang akan memfasilitasi kepulangan mereka ke Kota Lyon. Karena, Arani dan yang lainnya sudah tahu tentang hubungan David dengan Yuan Louis yang sedikit tidak baik. Mungkin saja David sudah tidak sudi lagi menginjakkan kakinya di rumah keluarga Louis, juga tidak sudi meminjami mereka pesawat pribadinya untuk terbang ke kota Lyon.Namun, jawaban David selanjutnya membuyarkan semua pikiran buruk Arani tentang pria itu."Tentu saja! Aku akan ikut dengan kalian ke Kota Lyon!""Hah???" Daniel pun sama terkejutnya
David yang terlihat lelah karena semalam tidak tidur dengan baik, berjalan dengan langkah pelan mendekati Elyana. Tatapan matanya sayu, namun masih bisa menatap wanita di depannya dengan antusias.Semua orang pun terdiam. Tidak ada yang berani bergerak ataupun bersuara.Di suasana tegang itu, terdengar suara anak kecil yang memecah keheningan di antara mereka, "Mami! Ayo kita pergi. Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat!""Mami?" gumam David sambil menoleh—melihat anak kecil yang terlihat sangat lucu itu dengan jaket hijau di tubuhnya.Alvano pun menatap David sekilas, lalu memalingkan muka dengan cepat setelah melihatnya. Sama sekali tidak tidak tertarik dengan kehadiran David di sana."Ayo, Mi!" Alvano menarik tangan ibunya dan melangkah maju untuk masuk ke dalam taksi.Alvano bergidik ngeri ketika melihat pria yang menurutnya seperti penculikan itu berjalan ke arah mereka. Apalagi saat ini, pria itu menghampiri ibunya. Alvano ha