"Aku duluan. " Kata wanita itu melambaikan tangannya pada Davino. 'Dia juga orang Indonesia? ' batin Samira, padahal wajahnya seperti bule, rambutnya sebahu dengan warna coklat yang cantik di mata Samira. Terlebih wajahnya itu blasteran sekali. Membuat hati Samira sedikit terusik dibuatnya. "Oke hati-hati By. " Dan Davino segera menjawab dengan senyuman yang masih terus mengembang di bibirnya. Bahagia sekali dia? Seperti sepasang kekasih saja. Apakah Davino lupa siapa yang membuatnya merem melek tempo lalu? Sementara Samira? Wanita itu hanya menjadi penonton pada sepasang dokter yang sok romantis dihadapannya. Membuat Samira berdecih kesal di buatnya. Bukan cemburu! melainkan sepertinya usahanya tidak ada arti bahkan sampai kecopetan segala. Dan, apa kata Davino tadi 'By' ? Baby maksudnya? Cuih! Najis! Batin Samira. "Kamu ngapain ke sini? Untung jam praktek saya sudah selesai. Jadi tidak mengganggu." Tanya Davino.
"Om cepetan Om!! Aku udah gak tahan, gatel banget ini pengen di garuk!! ""Waduhhh..! " Mama Wulan dan Mami Maya bertepuk jidat bersamaan. Meskipun Mama Wulan tidak mendengar secara jelas tapi dia bisa menangkap suara Samira yang menurutnya memang sedikit cempreng itu. Anak itu memang selalu saja teriak-teriak, sangat memalukan. Nampaknya Samira sangat agresif, dan entah kenapa membuat Mama Wulan malu dihadapan Mami Maya. Dan tiba-tiba saja, kedua ibu-ibu itu nampak diam meski hanya melalui panggilan video. Mereka nampaknya tidak ingin mengucapkan sepatah kata karena ingin mendengar kelanjutan sesuatu yang terjadi didalam kamar itu. "Arghh Om yeah iyaahh.. ituhhh.. Akhh enak Om.. ""Iyahh di situ Om, pas banget Om, terus Om enakk.. Akhhh..""Sedikit kenceng Om, ahhh iya enak banget.. "Gleghhh… Mami Maya semakin gugup saja. Agaknya dia tidak jadi memanggillkan Samira untuk jeng Wulan, karena nampaknya pasangan pengantin baru itu sedang tidak bisa di ganggu dulu siang ini, yaa ini
Mami Maya melihat sesuatu yang nampak kemerahan dan hampir ungu, itu seperti tanda kissmark di leher Samira, membuatnya semakin yakin jika pasutri itu baru saja melakukan hubungan suami istri. Dan pasti yang ia dengar kemarin itu benar. Samira dan Davino pasti melakukan hubungan suami-istri, dan pantas saja Davino sangat keberatan ketika waktu itu Mami Maya meminta Samira untuk tidur bersamanya, ternyata hubungan mereka sudah sejauh itu. Mami Maya agaknya menyambungkan segala benang kusut dalam fikiran nya atas kejadian yang sudah ia lihat dan dengar sendiri, dan dari situlah kesimpulan itu terbentuk. "Mir kamu sudah enakan? " Tanya Mami Maya lembut pada menantunya. Samira sempat terdiam seketika, karena dia tidak merasa sedang sakit saat ini. Namun beberapa saat, dia berfikir mungkin Davino yang menceritakan bahwa kakinya sempat terluka kemarin. "Sudah mah, aku juga sudah bisa jalan dengan baik. " Senyum Samira. "Vino kamu kalau main jangan terlalu kasar dong. Kasihan Samira kala
Tepat jam dua malam dini hari, Davino baru bisa menginjakan kakinya dirumah. Rumah sudah nampak sepi dengan hanya penerangan cahaya rembulan dan lampu yang menembus gorden, suasana begitu sunyi dan temaram, bahkan hanya terdengar suara detakan jam dinding juga langkah kaki Davino.Sepertinya Samira sudah terlelap dalam mimpinya, Davino melangkah masuk dengan mengendap ke dalam kamar, langkahnya benar-benar hati-hati. Dia tidak ingin mengganggu ketenangan Samira. Davino itu perfeksionis, meski lelah dia tidak pernah langsung tidur di ranjang sebelum membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya. Dia sangat mencintai kebersihan. Setelah sudah membersihkan diri akhirnya Davino mulai merebahkan tubuhnya yang terasa lelah. "Kamu cantik juga Mir, " Senyum Davino kala dia menatap wajah Samira yang begitu tenang dalam mimpinya, mulutnya sedikit terbuka. Dan entah keberanian darimana, ibu jari Davino terulur untuk membelai bibir kenyal sang istri.
Samira tampak cantik dengan atasan yang simple dengan tali di area pinggul, dan juga rok crinkle sebatas lutut, bagian pinggulnya terbentuk sempurna dan terlihat semakin anggun. Tepat seperti yang dikatakan Davino. Kini mereka sudah ada di kediaman Deby dan Raja untuk memenuhi undangan makan malam bersama. Hal yang biasa Davino lakukan meski tidak sering, namun ini menjadi hal yang pertama bagi Samira untuk datang ke kediaman keluarga yang masih asing untuknya. "Sudah sejak dua bulan yang lalu kita tidak makan malam bersama, Om banyak sekali pekerjaan dan baru bisa meluangkan waktu sekarang. " Kata Om Burhan selaku ayahnya Deby dan Raja. Dan dari situ Samira baru tau jika ketampanan di wajah Raja turunan dari sang Ibu yang asli Jepang. Perpaduan Jepang dan Indonesia menghasilkan produk bagus seperti Raja dan kakaknya. Begitu fikir Samira. "Iya Om, aku juga kebetulan akhir-akhir ini cukup sibuk." Timpal Davino. "Ini ponakanmu dari Indonesia? Cantik sekali Samira. " Puji Om Burhan p
Sementara, diamnya Samira menjadi kemajuan bagi Raja. Raja menganggap jika Samira juga menginginkannya. Dari mata Samira seolah sudah menjelaskan itu semua. Raja memberanikan diri untuk menangkup kedua pipi Samira dan membelai nya dengan lembut dengan rasa sayang. Mereka memejamkan matanya bersamaan. Samira terhanyut begitu saja, fikiran nya mendadak kosong dan hanya bisa pasrah dengan suasana yang dibawa Raja. Cupp… "SAMIRAAAA!!!! " Bentak Davino begitu keras membuat kecupan antara bibir Raja dan Samira terpisah seketika. "O.. Om? " Jujur saja, melihat mata Davino yang seolah sedang menguliti nya hidup-hidup, membuat perasaan Samira bergetar ketakutan. Ada rasa panik yang menyerangnya begitu saja. Davino menyeramkan saat menatapnya penuh dengan amarah. "PULANG!!! ""DAN KAMU RAJA!! SAYA MEMANG MEMINTA BANTUAN MU UNTUK MEMBIMBING DAN MEMBANTU SAMIRA. TAPI BUKAN BERARTI KAU BISA MENGAMBIL KEUNTUNGAN DARINYA!! " Davino menatap tajam Raja, tangannya menarik kerah baju Raja. Sampai k
"Akhh Om!! Sakit Om!!. ""Aakkkkkhhhh sakittttt.. Jangan di gigit Om… hiksss… " Samira memohon sambil terisak. Entah iblis apa yang sedang merasuki Davino, kini justru Davino semakin menggila saja kala memainkan pucuk boba nya itu, apalagi gigitan Davino terasa semakin kencang dan itu benar-benar perih. "Kita cerai saja Om! Hiksss.. "Deggh.. Davino langsung tersadar dari kegilaannya, dia langsung menghentikan aksinya. Mata yang tadi terbalut emosi kini berubah jadi sendu ketika Davino melihat sendiri, betapa kusut dan kacaunya Samira di bawah tubuhnya. Banyak bercak kemerahan di bagian leher sampai dada, bibir Samira juga terlihat membengkak. Apalagi kini Samira sedang menangis. Sungguh Davino tidak pernah sekacau ini sampai melampiaskan semua kekesalannya pada Samira, gadis yang bahkan belum pernah mengenal hubungan seks itu. Trauma? Semoga Samira tidak sampai di tahap itu. Davino sadar, untuk hal pertama kali. Harusnya dia memperlakukan sang istri dengan lembut, bukan bertingka
"Samira.. Kok pakai baju atasan? Buka saja. Ingat kata Barta tadi. ""OM MESUM!! "BUGHH… . . "Awhhh kok saya di pukul Mir? " Tanya Davino keherenan, pasalnya apa yang salah dengan ucapannya barusan? Jika diingat tidak ada yang salah dengan itu, karena Davino hanya mengingatkan Samira tentang pesan dari dokter Barta, dan itu semua demi kesembuhan Samira kan? "Tapi tatapan Om itu tidak bisa bohong!! Om ngomong sambil menatap mupeng dada aku. Yakan?!! " Pelotot Samira. Nampaknya ada yang geram dengan hal barusan. Ya memang! Siapa yang tidak ingin melihat langsung benda kenyal yang kembar itu? Davino itu lelaki normal. Jadi wajar saja jika dia ingin melihat kepunyaan istrinya. Ibarat kata kesempatan dalam kesempitan. "Mupeng? Muka gepeng?! " Tanya Davino. Bahasa apa itu? Dasar alay. "Muka pengen! ""Pengen apa? ""Pengen lihat punya aku lah! Iya kan?!""IYA!! Oh astaga Tidak!! Maksud ku tidak Samira cantik.. ""Iya atau tidak?!! " Ulang Samira dengan raut wajah mengintimidasi. Bahka
"Mau peluk cium. " Ucap Samira dengan manjanya membuat Davino langsung merengkuh tubuh istrinya dengan gemas. Entah siapa yang memulai, tapi bisa dipastikan itu diawali oleh Davino yang menempelkan bibirnya di atas bibir sang istri. Samira melebarkan matanya saat Davino tiba-tiba menempelkan bibir nya di atas bibir Samira. Tentu saja, meski sudah pernah berciuman, namun rasanya selalu menggetarkan jiwanya. Apalagi sekarang, mereka baru saja saling berbincang ringan dari hati ke hati. Samira sedikit terkejut sebelum akhirnya mampu menetralkan dirinya. Samira memejamkan matanya, melihat sang istri yang seolah memberi lampu hijau. Kini Davino, mulai berani untuk menggerakan bibirnya di atas bibir Samira. Davino memagut dan menghisap bibir yang jadi candu dan kerinduannya. "Aku mencintaimu Samira. " Ucap Davino melepaskan pagutannya. ""Aku juga mencintai Om. " Balas Samira yang padahal hatinya bergemuruh hebat didalam sana. Kemudian, Davino kembali melahap bibir ranum sang istri. Di
"Akhh Om… uhhh, geli banget. "Tok, Tok, Tok!! TOK, TOK, TOK!!!! "Shit! Pengganggu saja! Sepertinya kita harus pindah rumah agar tidak ada yang mengganggu. " Keluh Davino. Davino melangkah lebar dengan mulut yang terus menggerutu kesal. Siapa di balik pintu sana yang berani mengganggu kemesraan nya dengan sang istri? Jengkel sekali. Ingin rasanya mengabaikan, tapi ketukan pintu dan suara bel itu justru semakin bising dan mengganggu. Cklek, "Ada apa?! " Tanya Davino ketus dengan raut wajah tak bersahabat. "Dokter Vander? " Ucap Davino mengendalikan emosinya, dia harus profesional untuk teman seprofesi nya. "Dokter Davino, maaf mengganggu waktunya. Tapi kita ada panggilan dari rumah sakit sekarang juga. Keadaan benar-benar genting, Dokter Deby sudah menghubungi anda namun tidak ada jawaban. Beruntung saya sedang dijalan menuju rumah sakit dan berbelok ke rumah anda untuk memberitahu soal ini. " Ucap Dokter Vander cepat karena situasi mereka benar-benar terdesak. Meski Davino seh
BUGH! "Fuck! " Umpat Davino seraya memegangi sudut bibirnya yang terkena pukulan tiba-tiba dari Arfa."Akh!! Mas Arfa!! Apa-apaan sih?! Om, sudah Om! Jangan bertengkar lagi. " Samira menatap marah pada Arfa yang tiba-tiba memukul suaminya, kemudian dia langsung menghadang tubuh Davino yang siap menyerang Arfa. "Sudah, tenang. " Kata Samira menenangkan suaminya, sementara Davino langsung diam ketika Samira memeluknya dari samping, sepertinya Davino sudah menemukan pawangnya. "Dia menyakitimu lagi Mir? " Tanya Arfa nyalang menatap Davino yang tak kalah sengit menatap tajam. "Mas maaf, sepertinya aku salah paham. Om Davino tidak menyakitiku, maaf ya Mas sudah membuat khawatir. Sampaikan maafku juga pada Tante. " Ucap Samira dengan mata mengiba. Sungguh malu sekali, dia menyimpulkan terlalu cepat. Ketika Samira mendengar nama Dinha disebut, dia langsung mengirimkan pesan pada ibunya Arfa jika Davino kembali membohonginya. Tapi ternyata semua hanya salah paham ketika Samira melihat b
"Makan yang lahap ya, ini jus buah untukmu. Katakan apa yang kamu mau? Aku pasti akan mengusahakan nya, paham? " Davino bertutur begitu lembut diiringi senyuman hangatnya, dia mengusap perlahan perut Samira yang masih rata, sementara Samira terdiam merasakan sentuhan hangat dari suaminya. Andai sosok Dinha tidak pernah ada, mungkin masa kehamilan di trimester pertamanya akan terasa hangat. Namun sayang, setelah kejadian itu, Samira justru lebih menutup dirinya, seseorang yang biasanya ekspresif itu, kini nampak pasif. Samira hanya mengangguk patuh, beberapa hari belakangan ini, Davino benar-benar memperlakukannya bak tuan putri. Mual sedikit saja Samira langsung dapat perhatian intens, Davino bahkan selalu memberinya pijatan setiap malam sampai dia benar-benar tertidur lelap. "Aku senang kamu kembali, aku kacau saat kamu pergi Mir. " Davino membawa istrinya ke dalam dekapannya, entah sudah berapa puluh kali Davino mengatakan itu. Tapi sepertinya, laki-laki itu tidak pernah bosan m
"Wajahmu tampak pucat, langsung istirahat ya? Atau mau makan dulu? Kamu sudah makan belum? Mau makan apa? " Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Davino ketika mereka sudah tiba di rumah. Rumah yang Samira tinggalkan sejak tiga minggu yang lalu. Selama perjalanan, Davino merasa cemas pada gelagat Samira yang terlihat tidak nyaman, sesekali wanita itu memegangi perutnya, sesekali terlihat meringis, dan sesekali terlihat sedang menahan mual. Tapi Davino urung untuk membuka pertanyaan, dia masih sangat terbebani dengan perasaan bersalahnya pada sang istri. Sampai tiba dirumah, barulah Davino menumpahkan segala pertanyaan yang ia tahan sejak perjalanan tadi. Samira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, membuat Davino tidak puas dengan jawaban istrinya, Davino memegangi kedua bahu Samira dari belakang seraya mengelus nya begitu lembut, menggiring Samira ke dalam kamar mereka, kamar yang terlihat kacau tidak seperti biasanya. Samira sampai diam sejenak mendapati ruangan yang biasanya
Hari ini, Davino memutuskan untuk menjemput istrinya, tiga minggu sudah ia tidak melihat Samira, dan hari ini dia harus membawa pulang sang istri. Tidak bohong, ada rasa rindu yang terselip di bagian dalam perasaannya, ada rasa kecewa dan amarah yang ingin ia ceritakan pada sang istri, kini perasaan dan pikirannya mantap untuk mempertahankan rumah tangga mereka, Davino agaknya telah mencintai istri kecilnya meski tanpa ia sadari kapan cinta itu tumbuh dalam hatinya. Dan nampaknya, ia sedang mematahkan statement 'Jika laki-laki hanya jatuh cinta sekali seumur hidup, sisanya hanya melanjutkan hidup. ' karena di kehidupannya yang sekarang, dia masih mencintai wanita lain selain cinta pertamanya. Semua bisa terasa jelas, jika kisah masa lalunya sudah selesai, Davino tidak lagi menginginkan Dinha ataupun kisah kenangan mereka. Dia sudah menutup buku tentang masa lalunya. Davino hanya menginginkan istrinya untuk merajut kisah cinta yang sempurna dalam ikatan janji suci pernikahan, untuk di
"Mau disembunyikan? " Tanyaku pada Deby yang masih menangis tersedu, sementara aku mulai bisa mengkondisikan keterkejutan ku. Dia menggeleng sambil menutupi wajahnya yang masih menangis. Meskipun aku kecewa dan marah, tapi tetap saja aku tidak bisa mengambil keputusan sendiri, terlebih ada Deby yang akan terlibat, sudah cukup dia sakit hati karena cintanya aku tolak, ditambah sekarang dia sedang hamil muda, jangan sampai masalah perselingkuhan ayahnya menambah beban untuk dirinya sekarang, jika Deby masih mau menyembunyikan fakta ini, maka aku akan Terima, biar Dinha jadi urusanku. "Aku akan mengatakan ini pada Mama. Kasihan Mama sudah dibohongi bertahun-tahun oleh ayah… Hikss.. " Kata Deby di tengah tangisannya. "Keluarga mu pasti tidak akan baik-baik saja jika mengetahui soal ini," Jawabku yang tidak langsung memberitahukan dampak jika Deby memberitahukan kasus ini kepada tante Sassy. Padahal bisa saja aku langsung mengatakan hal yang mungkin terjadi pada kedua orang tuanya, misal
Sore ini, Deby langsung pulang dengan segera ke rumahnya, ada sesuatu yang harus ia cari tau, yaitu tentang ayahnya yang bernama Burhan yang menjabat sebagai direktur rumah sakit di tempat mua bekerja. Setelah perbincangan tadi dirumah sakit dengan Davino, akhirnya hubungan mereka baik-baik saja, bahkan Davino tidak segan menghajar Ben jika laki-laki itu tidak mau tanggung jawab atas kehamilannya. Dan nampaknya, sosok Davino saat ini seperti seorang kakak bagi Deby, dan dia bersyukur jika dia masih bisa menjadi teman bagi Davino. Tapi ada satu hal yang Davino pinta darinya, Davino meminta Deby untuk mencari tau hal yang mencurigakan soal kepergian Dinha beberapa tahun silam untuk bertugas ke pulau terpencil, awalnya memang sangat menjengkelkan karena itu semua demi Dinha, tapi setelah Davino memohon, agaknya Deby langsung menyetujuinya. Deby juga penasaran, apa yang membuat ayahnya menugaskan Dinha ke pulau terpencil yang sangat minim internet. Mungkin dengan menuruti permintaan Dav
"Dari mana saja kamu? " Davino menghentikan langkahnya, kepalanya mengadah mencari pemilik suara di tengah malam ini, suaranya terdengar begitu ketus tanpa kelembutan. "Kamu belum tidur? Apa Disha belum pulang? " Tanya Davino tanpa menghiraukan wanita yang tengah menatap tajam ke arahnya. "Aku tidak membahas Disha, aku sedang membahas dirimu. " Ucap wanita itu angkuh, seolah sedang menangkap basah suaminya yang pulang malam, padahal nyatanya hubungan mereka tidak selegal itu"Aku baru saja mencari Samira, dia masih belum bisa ku temukan. " Ucap Davino lesu. "Kenapa mencarinya? Kau mencintainya? " Tanya Dinha dingin nan angkuh. "Tentunya saja karena dia masih jadi istriku. " "Ohh.. Jadi kamu masih menganggapnya sebagai istri? Bukankah terakhir kali saat dia mencelakaiku, kau ingin menceraikannya? ""Yaa memang, tapi saat ini dia masih jadi istriku. Keselamatannya masih tanggung jawabku. " Ucap Davino tak kalah tegas. "Hanya sebatas tanggungjawab atau kamu memang merindukannya? "