Semakin tua umur kita, pastinya kita juga ingin terlihat kalem apalagi kalau ada pasangan. Begitu pun aku, aku ingin terlihat anggun di depan Mas Al. Masalahnya, Emak itu tipe yang heboh kalau ada aku.Orang bilang, like mother like daughter-lah. Jadi, kalau Emak teriak gembira pas ketemu aku, masa iya aku harus standar saja? Enggak nyambung dong.Kayak sekarang. Baru saja aku mengucap salam, Emak langsung membuka pintu dengan gembira."Eneeeeng!""Emaaaak!"Kami sontak berteriak hampir berbarengan lalu berpelukan, saling melepas rindu. Sedang, Mas Al terlihat mengurut keningnya.Entah dia merasa pusing atau mual melihat kelakuan kami. Maklumlah, dia habis menyetir lama. Namun, meski begitu kulihat dia tetap tersenyum melihat pertemuan istrinya yang norak dan Emak.Aku juga heran, kenapa aku bisa senorak ini? Mungkinkah efek sate?"Gimana perjalanannya? Lancar?" tanya Emak."Alhamdullilah, Mak. Macet," jawabku seraya melepaskan pelukan Emak."Euleeh! Pasti capek ya, kalian? Ujang Kab
Di ruang tamu. Mas Al menatap Mang Omod dengan penuh emosi, begitu pun aku. Persis seperti gosip, rentenir itu emang enggak punya aturan, mereka datang seenak udel mereka dan mereka menagih hutang juga enggak tahu waktu.Ini masih gelap loh. Gila apa?Bukannya beraktivitas dengan normal, si rentenir ini malah datang ke rumah kami tanpa permisi. Sampai Mas Al hampir saja tak bisa menahan diri, tapi aku sebisa mungkin mencegahnya."Mau apa kalian?"Mas Al mendengkus ke arah Mang Omod dan dua gundiknya yang berdiri di depan kami dengan wajah sangar. Namun, Mas Al-ku ternyata enggak kalah sangar."Masih nanya? Saya ke sini mau ngejemput calon istri saya!" sentak Mang Omod seraya menunjukan giginya yang kuning.Ampun! Kayaknya tuh gigi enggak pernah disikat sudah setahun. Jijik. Mas Al memintaku mundur, mungkin dia takut akan ada kejadian yang tak terduga."Jangan asal bicara, Anda! Fey ini istri saya, sekarang apa mau Anda? Dan berapa saya harus bayar untuk melepaskan keluarga ini dari ce
Apakah ini rasanya ditembak seseorang? Kok, rasanya ada manis-manisnya gitu. Eh, tapi ini bukan hanya imajinasiku, 'kan?Ah, tentu saja tidak. Ini nyata dan sangat terasa bahwa kalimatnya untuk memintaku tetap bersama, bukan untuk menggodaku seperti biasa.Dia serius dan terlihat tulus, kala meminta kami untuk mencoba lebih dari sekedar pasangan karena perjanjian.Sejujurnya, ingin aku meng-iyakan apa pun yang dia minta padaku di detik dan menit itu juga. Namun, aku tak punya nyali mengkhianati sebuah kepercayaan dan kesepakatan walau harus menyakiti diri sendiri."Kurang apa dia, Fey? Dia udah bantu keluarga lo? Tanpa perlu lo minta, coba pikirkan! Apa susahnya sih, bilang 'iya'?""Susah Gea, susah! Lo gak bakal ngerti begitu juga laki gue.""Iya, kalau gue gak ngerti, jelasin dong!"Masih teringat jelas di benakku, saat aku bertanya tentang pendapat Gea mengenai Mas Al via suara. Aku bilang Mas ingin memperdalam ikatan hubungan ini, tapi aku masih bingung dan membutuhkan waktu.Maka
Sudah dua hari Bu Ana dirawat di rumah sakit dan sudah dua hari berlalu setelah pengungkapan keseriusan Mas Al. Namun, seperti biasanya lelaki itu selalu penuh pengertian. Dia sama sekali tak mengungkitnya semua berjalan normal.Mas Al tetaplah lelaki yang jahil, humoris dan cukup tahu apa yang harus dilakukan sehingga dia seperti sengaja memberiku waktu, sampai aku siap.Tak dapat kubohongi, hal itu membuatku mengalami gangguan hati dan insomnia. Sampai rasanya, mau makan pun tak berselera karena memikirkan bisa saja perasaanku pada Mas Al harus kusembunyikan, karena aku pun gamang.Ya, seandainya Mas Al tahu, diam-diam aku pun merasa cemas karena Bu Ana pasti akan marah. Dia pasti akan menentang hubungan kami dan bisa jadi epilepsinya takkan sembuh cepat.Setahuku, riwayat penyakit orang kaya memang macam-macam. Kata Dokter, biasanya itu terjadi ketika seseorang mengalami trauma dan gangguan kecemasan sehingga saraf bermasalah. Mungkinkah itu yang terjadi pada Bu Ana?"Agh, ada-ada
Aku kembali ke apartemen pada saat waktu hampir menunjukan tengah malam. Tadinya, aku berencana untuk tidur di kosan Gea dan mencoba menghindar sementara waktu dari Mas Al karena pikiranku teramat kacau. Namun, mengingat baju-bajuku dan kerjaan, aku pun memutuskan kembali setelah berjalan dengan gontai tanpa arah.Salah. Jika pembicaraan dengan Bu Ana tak mempengaruhiku sama sekali, karena sampai sekarang hatiku masih sakit.Bagaimana bisa Bu Ana memintaku meninggalkan Mas Al saat kurasa dia membutuhkanku sekarang? Bagaimana bisa dia menyangka perasaan kami hanya kekhilafan? Sepicik itukah pemikirannya?Ah, miris.Aku meletakkan tas di atas meja pantry. Suasana apartemen sudah sunyi, kulihat kamar Mas Al pun sudah padam. Mungkinkah dia sudah tidur?Entah kenapa, aku tiba-tiba merasa rindu dengan lelaki itu. Seharian ini, kami bahkan tidak bertemu dan aku pun tak dapat menghubunginya karena ponselku mati total setelah pulang dari rumah sakit.Setelah menimbang-nimbang, aku memutuskan u
Sesuai yang pernah diajarkan guru agamaku. Aku yakin dalam kondisi terberat bagaimana pun Tuhan akan mengirimkan hiburan di sela-sela kepedihan. Agar apa? Agar manusia tidak terlalu larut jatuh dalam keluhan dan percaya bahwa harapan itu pasti akan selalu ada sebagai penenang bagi jiwa-jiwa yang hampir putus asa. Maka, tak heran sering kali kita melihat orang-orang masih bisa tertawa walau dalam kondisi serba sulit.Mungkin itulah yang sedang aku rasakan sekarang. Di tengah perjuanganku untuk mempertahankan pernikahan ini, kejadian prank Mas Al tadi pagi berhasil mengobati sedikit rasa sedih akibat permintaan Bu Ana.Namun, tetap saja untuk meraih kebahagaiaan yang sempurna itu tak mudah. Aku sadar, bisa jadi moment jahil Mas Al seperti tadilah yang membuatku akan semakin terpuruk jika nanti hal itu hanya bisa kukenang.Dan ketika nanti masanya tiba, aku ragu. Apakah aku sanggup ketika harus kehilangan Mas Al?Ah, sepertinya itu sulit.Aku mendesah pelan seraya memutar pena. Hari ini
Memang ada kalanya, kita berlaga kuat seolah hati kita terbuat dari baja. Namun, saat sendiri, kita mulai merasa bahwa diri ini ternyata sangat rapuh dan buruknya kita mulai menyalahkan diri sendiri.Kenapa aku terlalu emosi?Kenapa aku berkata demikian?Kok, aku jadi gini, sih? Ah, hancur! Benar-benar hancur!Nahasnya, aku-lah yang membawa kehancuran itu. Akibatnya, aku juga yang menangis tanpa henti sampai-sampai mata ini tak bisa membuka mata karena perih sekali.Ternyata, begini ya, rasanya meninggalkan di saat sedang sayang-sayangnya? Sakit ... banget."Lo udah bangun, Fey?" tanya suara cewek menepukku yang sedang tidur membelakanginya.Dia Gea. Semalam aku memang tidur di kosan Gea, tidak pulang ke apartemen karena mana berani aku berhadapan dengan Mas Al setelah menyakitinya."Fey, lo masih idup,'kan?" tanyanya lagi karena aku hanya diam."Heum ....""Alhamdullilah lo gak mikir bunuh diri," kata Gea seraya duduk di atas ranjang.Pagi ini berbeda dari pagi biasanya, aku sangat
Sudah kusadari kalau orang licik itu enggak boleh berteman dengan orang polos. Karena hasilnya, orang licik pasti akan menang dan sementara orang polosnya masih saja enggak sadar lagi dijebak. Terus saja begitu, sampai Marimar berubah jadi Marimas dan ladang gandum dihujani cokelat.Ah, kenapa sih, aku selalu kalah darinya?Dulu, aku kalah juga gara-gara uang dua juta. Sekarang, aku kalah juga dari menahan diri, buruknya yang sekarang lebih parah. Coba bayangkan! Aku malah terjebak salam perangkap liciknya, padahal sudah berusah-payah ber-acting kalau aku tak mencintai Mas Al.Astaga Naga Bonar! Kok bisa sih dia pintar mencari celah kelemahanku? Kapan aku bisa menang? Kapan? Ini enggak adil! Harusnya aku tahu, dia melakukan itu untuk membuktikan perasaanku. Eh, ini alih-alih menghindar, aku malah menikmati dan meminta lebih.Mau diletakkan di mana mukaku? Segala pertahanan ini hancur sudah, Mas Al emang paling enggak bisa ditebak."Kenapa kamu cemberut? Udah, jangan mikirin yang tadi
Part 29. Menua Bersama.Hardworker. Mungkin itu satu kata yang pantas aku layangkan pada Mas Al, semenjak dia melepaskan banyak usaha milik Ayahnya dan memisahkan diri dari Bu Ana, sekarang dia makin sibuk walau acara bulan madu di kamar sendiri masih berjalan baik.Tidak perlu aku jelaskan, kan, bagaimana bulan madu ala kami? Yang jelas, icikiwir ehem-ehem.Nah, oleh karena alasan sibuk juga, aku yang biasanya menunggu dia di apartemen kini memutuskan ikut Mas Al sekalian jalan-jalan. Karena katanya, Mas Al akan mengajakku hangout setelah menemui klien dan pekerjaannya selesai.Ajaib, bukan? Bosque Mamas akhirnya mau berbaik hati mengajakku keluar.Serasa mendapat angin surga, tanpa berpikir panjang lagi aku pun menyanggupinya. Lagi pula, sekarang aku tak perlu masuk kantor karena setelah resign, aku memutuskan berjualan desain bajuku secara online dan hasilnya alhamdullilah bisa buat beli panci dan daster buat Emak.Coba, kalau aku enggak resign mungkin hari ini aku akan merelakan M
Jam 3.30 dini hari ini, aku terbangun dengan hati bahagia karena akhirnya aku menjadi istri seutuhnya. Jika mengingat adegan semalam yang hot-marihot tiba-tiba aku merasa tak mampu untuk menjelaskannya khawatir yang baca ada yang jomblo.Kan, aku takut dosa dikira sudah memprovokasi. Namun, yang bisa aku jelaskan adalah semalam itu Mas Al sangat terlihat jantan.Dari mulai sentuhannya, bibirnya dan semua tentangnya membuatku melayang. Dia juga yang menjadi saksi bagaimana aku menahan perih karena ini pengalaman pertama kami melakukan 'ibadah terindah'.Ah, jadi ingin nyanyi.'Malam pertama kan, kuserahkan segala cintaku yang ... hanyalah untukmu.'"Loh, kamu udah bangun?" Suara yang sangat kukenal menyapaku yang masih bergelung di dalam selimut. Dengan gerakan cepat aku pun duduk dan memandang ke arah suamiku. Tak lupa kutarik selimut untuk menutup badan agar tidak terjadi hal-hal 'nganu' yang ingin diulang."Oh, wow!" pekikku spontan. Enggak nyangka, belum juga subuh sudah mendapat
Part 27. Malam Pertama. Yakin?Setelah kejadian yang menguras emosi di rumah Yura. Sepanjang jalan Mas Al lebih banyak diam, lelaki itu tampak masih emosi hingga dadanya terlihat turun naik tak beraturan.Aku yang melihat ekspresi Mas Al dari kursi penumpang, tentu saja memilih untuk diam. Lagi pula dia memang butuh waktu untuk mengendalikan dirinya setelah meluapkan apa yang selama ini terpendam.Setelah tiga puluh menit berkendara dalam suasana hening, akhirnya kami sampai juga di apartemen. Dalam diam, kami berjalan beriringan menuju lift."Fey!" panggilnya lembut. Akhirnya dia bersuara juga. Diam-diam aku bersyukur, dia sudah kembali normal. Kan, bahaya kalau selamanya diam."Iya, Mas?" sahutku, memandangnya sekilas sambil berjalan."Kamu kok, gak bertanya kenapa sekarang saya kayak menentang Bu Ana?" tanyanya penasaran."Fey, bukannya gak mau nanya, tapi Fey takut kalau Mas gak nyaman Fey tanya. Jadi Fey, milih nunggu aja sampai Mas bilang sendiri," jawabku.Dia tersenyum tipis,
Sudah kusadari kalau orang licik itu enggak boleh berteman dengan orang polos. Karena hasilnya, orang licik pasti akan menang dan sementara orang polosnya masih saja enggak sadar lagi dijebak. Terus saja begitu, sampai Marimar berubah jadi Marimas dan ladang gandum dihujani cokelat.Ah, kenapa sih, aku selalu kalah darinya?Dulu, aku kalah juga gara-gara uang dua juta. Sekarang, aku kalah juga dari menahan diri, buruknya yang sekarang lebih parah. Coba bayangkan! Aku malah terjebak salam perangkap liciknya, padahal sudah berusah-payah ber-acting kalau aku tak mencintai Mas Al.Astaga Naga Bonar! Kok bisa sih dia pintar mencari celah kelemahanku? Kapan aku bisa menang? Kapan? Ini enggak adil! Harusnya aku tahu, dia melakukan itu untuk membuktikan perasaanku. Eh, ini alih-alih menghindar, aku malah menikmati dan meminta lebih.Mau diletakkan di mana mukaku? Segala pertahanan ini hancur sudah, Mas Al emang paling enggak bisa ditebak."Kenapa kamu cemberut? Udah, jangan mikirin yang tadi
Memang ada kalanya, kita berlaga kuat seolah hati kita terbuat dari baja. Namun, saat sendiri, kita mulai merasa bahwa diri ini ternyata sangat rapuh dan buruknya kita mulai menyalahkan diri sendiri.Kenapa aku terlalu emosi?Kenapa aku berkata demikian?Kok, aku jadi gini, sih? Ah, hancur! Benar-benar hancur!Nahasnya, aku-lah yang membawa kehancuran itu. Akibatnya, aku juga yang menangis tanpa henti sampai-sampai mata ini tak bisa membuka mata karena perih sekali.Ternyata, begini ya, rasanya meninggalkan di saat sedang sayang-sayangnya? Sakit ... banget."Lo udah bangun, Fey?" tanya suara cewek menepukku yang sedang tidur membelakanginya.Dia Gea. Semalam aku memang tidur di kosan Gea, tidak pulang ke apartemen karena mana berani aku berhadapan dengan Mas Al setelah menyakitinya."Fey, lo masih idup,'kan?" tanyanya lagi karena aku hanya diam."Heum ....""Alhamdullilah lo gak mikir bunuh diri," kata Gea seraya duduk di atas ranjang.Pagi ini berbeda dari pagi biasanya, aku sangat
Sesuai yang pernah diajarkan guru agamaku. Aku yakin dalam kondisi terberat bagaimana pun Tuhan akan mengirimkan hiburan di sela-sela kepedihan. Agar apa? Agar manusia tidak terlalu larut jatuh dalam keluhan dan percaya bahwa harapan itu pasti akan selalu ada sebagai penenang bagi jiwa-jiwa yang hampir putus asa. Maka, tak heran sering kali kita melihat orang-orang masih bisa tertawa walau dalam kondisi serba sulit.Mungkin itulah yang sedang aku rasakan sekarang. Di tengah perjuanganku untuk mempertahankan pernikahan ini, kejadian prank Mas Al tadi pagi berhasil mengobati sedikit rasa sedih akibat permintaan Bu Ana.Namun, tetap saja untuk meraih kebahagaiaan yang sempurna itu tak mudah. Aku sadar, bisa jadi moment jahil Mas Al seperti tadilah yang membuatku akan semakin terpuruk jika nanti hal itu hanya bisa kukenang.Dan ketika nanti masanya tiba, aku ragu. Apakah aku sanggup ketika harus kehilangan Mas Al?Ah, sepertinya itu sulit.Aku mendesah pelan seraya memutar pena. Hari ini
Aku kembali ke apartemen pada saat waktu hampir menunjukan tengah malam. Tadinya, aku berencana untuk tidur di kosan Gea dan mencoba menghindar sementara waktu dari Mas Al karena pikiranku teramat kacau. Namun, mengingat baju-bajuku dan kerjaan, aku pun memutuskan kembali setelah berjalan dengan gontai tanpa arah.Salah. Jika pembicaraan dengan Bu Ana tak mempengaruhiku sama sekali, karena sampai sekarang hatiku masih sakit.Bagaimana bisa Bu Ana memintaku meninggalkan Mas Al saat kurasa dia membutuhkanku sekarang? Bagaimana bisa dia menyangka perasaan kami hanya kekhilafan? Sepicik itukah pemikirannya?Ah, miris.Aku meletakkan tas di atas meja pantry. Suasana apartemen sudah sunyi, kulihat kamar Mas Al pun sudah padam. Mungkinkah dia sudah tidur?Entah kenapa, aku tiba-tiba merasa rindu dengan lelaki itu. Seharian ini, kami bahkan tidak bertemu dan aku pun tak dapat menghubunginya karena ponselku mati total setelah pulang dari rumah sakit.Setelah menimbang-nimbang, aku memutuskan u
Sudah dua hari Bu Ana dirawat di rumah sakit dan sudah dua hari berlalu setelah pengungkapan keseriusan Mas Al. Namun, seperti biasanya lelaki itu selalu penuh pengertian. Dia sama sekali tak mengungkitnya semua berjalan normal.Mas Al tetaplah lelaki yang jahil, humoris dan cukup tahu apa yang harus dilakukan sehingga dia seperti sengaja memberiku waktu, sampai aku siap.Tak dapat kubohongi, hal itu membuatku mengalami gangguan hati dan insomnia. Sampai rasanya, mau makan pun tak berselera karena memikirkan bisa saja perasaanku pada Mas Al harus kusembunyikan, karena aku pun gamang.Ya, seandainya Mas Al tahu, diam-diam aku pun merasa cemas karena Bu Ana pasti akan marah. Dia pasti akan menentang hubungan kami dan bisa jadi epilepsinya takkan sembuh cepat.Setahuku, riwayat penyakit orang kaya memang macam-macam. Kata Dokter, biasanya itu terjadi ketika seseorang mengalami trauma dan gangguan kecemasan sehingga saraf bermasalah. Mungkinkah itu yang terjadi pada Bu Ana?"Agh, ada-ada
Apakah ini rasanya ditembak seseorang? Kok, rasanya ada manis-manisnya gitu. Eh, tapi ini bukan hanya imajinasiku, 'kan?Ah, tentu saja tidak. Ini nyata dan sangat terasa bahwa kalimatnya untuk memintaku tetap bersama, bukan untuk menggodaku seperti biasa.Dia serius dan terlihat tulus, kala meminta kami untuk mencoba lebih dari sekedar pasangan karena perjanjian.Sejujurnya, ingin aku meng-iyakan apa pun yang dia minta padaku di detik dan menit itu juga. Namun, aku tak punya nyali mengkhianati sebuah kepercayaan dan kesepakatan walau harus menyakiti diri sendiri."Kurang apa dia, Fey? Dia udah bantu keluarga lo? Tanpa perlu lo minta, coba pikirkan! Apa susahnya sih, bilang 'iya'?""Susah Gea, susah! Lo gak bakal ngerti begitu juga laki gue.""Iya, kalau gue gak ngerti, jelasin dong!"Masih teringat jelas di benakku, saat aku bertanya tentang pendapat Gea mengenai Mas Al via suara. Aku bilang Mas ingin memperdalam ikatan hubungan ini, tapi aku masih bingung dan membutuhkan waktu.Maka