Rani merengkuh tubuh Davinka dan mendekapnya erat. Ia tahu ini tidak mudah untuk Davinka, mengutarakan segalanya. Siapapun pasti tidak mau berada di posisi wanita itu dan menjadi selingkuhan bosnya sendiri.
"Maaf, Vie! Harusnya gue gak tanya ini ke Lo. Gue tau sebagai sahabat, Lo, gue gak harus ngomong gitu!" ujar Rani penuh penyesalan.
Seharusnya ia bisa menebak gelagat bosnya yang tiba-tiba meminta Davinka menjadi sekretaris pribadinya. Bahkan pada hari pertama sudah mengajak Davinka untuk melakukan prospek, dan setelah hari itu ia tidak bisa bertemu dengan Davinka.
Akan tetapi Rani merasa cukup senang saat tahu Sanjaya juga merasa khawatir ketika sahabatnya ini pergi tanpa memberitahu pada siapapun, yang artinya Sanjaya juga memiliki perasaan yang sama terhadap Davinka.
Wanita dengan dress merah berjalan dengan begitu anggun ke arah Rani. Mendorong bahu wanita itu dengan satu jarinya."Siapa gue itu gak penting!" ujarnya pada Rani. Wanita itu berpaling ke arah Davinka dan menunjuknya sinis. "Yang penting itu perempuan ini siapanya Sanjaya?"Davinka dan Rani sama-sama membola. Bagaimana perempuan di hadapannya ini begitu lancang, dan siapa dia? Bagaimana dia bisa tahu hubungan Davinka dengan Sanjaya. Jika hanya nasabah rasanya tidak mungkin!Ucapan wanita itu berhasil memancing keributan dan perhatian hampir seluruh orang yang ada di sana.Wanita itu melangkah mendekati ke arah Davinka dengan tatapan yang mencemooh dan melanjutkan kata-katanya yang lebih menyakitkan Davinka dan membuat orang lain ikut menatap Davinka dengan jijik.
"Mas, bakso supernya pake bihun sama sayur!" ujar Davinka tanpa menunggu lagi ketika sudah sampai kios bakso.Sanjaya dan Sandy hanya saling lirik. Mereka dipaksa berhenti tiba-tiba saat melewati kedai bakso pinggir jalan.Davinka menatap keduanya bergantian, wanita itu terlihat sangat puas melihat ketidakberdayaan dua S itu.Dengan selalu tanpa tahu malu Davinka bertanya pada Sanjaya."Sanja, bakminya pakai semua atau—" Davinka terlihat berpikir. Padahal, ia hanya pura-pura tidak tahu dengan keengganan mereka. "Aku tidak tahu seleramu, Sanja," ujarnya tanpa bersalah.Davinka yakin dua S ini pasti tidak pernah makan di sini. Sementara dirinya sudah dua kali pergi dengan Rani ketika pulang dari Mall dan rasan
Sanjaya langsung menjalankan mobilnya seperti orang kesetanan. Tidak peduli Davinka sudah menutup matanya dengan kedua telapak tangan."Dasar gak punya perasaan, gak peka! Kasian Pak Sandy!" Oceh Davinka sepanjang jalan. Air matanya sudah berurai membasahi pipi.Sanjaya hanya melirik sekilas, sama sekali tidak menyahut semua makian dan ocehan wanita disisinya. Ia hanya ingin membawa wanita itu segera pergi dari sini."Berhenti! Atau aku turun!" Ancamannya. Davinka sudah sangat ketakutan. Ia sama sekali tidak berani membuka matanya. Ia takut apa yang sering muncul dalam mimpinya menjadi kenyataan.Dari yang ia rasakan, Sanjaya pasti mengendarai mobil dengan kecepatan diatas rata-rata."Coba saja jika kamu berani! Bayanga
"Ya," jawab Davinka paru. Dengan susah payah ia menelan ludahnya. Apa yang ia genggam benar-benar membuatnya games.Davinka sedikit menekan pada kejahatan Sanjaya, memberi sedikit pijatan lembut sampai pria itu terdengar mengerang dengan matanya yang sayu."Ya, begitu sayang! Kamu mulai pintar sekarang," racau Sanjaya, yang semakin membuat Davinka menggila memainkan jarinya.Davinka merasa puasa telah membuat pria itu mengerang dan mendesah hingga ia semakin cepat mengoral kejantanan pria itu.Tidak kuasa menahan sensasi dari remasan dan pijatan Davinka, Sanjaya menarik tengkuk wanita itu dan mengulum bibirnya rakus.Merasa semakin lama semakin kuat sesapan yang Sanjaya berikan, membuat satu tangan wanitanya yang bebas mulai
Sanjaya semakin mendorong pinggulnya, menekan lebih dalam lagi sebelum ia menghentikan pergerakannya."Berapa usiamu saat menikah dulu?""Aku tidak ingat!" jawab Davinka ketus.Bukannya pria itu tahu dirinya tengah dalam keadaan hilang ingatan. Pernikahannya dengan Yudha jelas bukan hitungan. Mereka baru menikah satu Minggu dan pria tidak berperasaan yang kini mulai mengisi kehidupannya memaksanya untuk meninggalkan mantan suami keduanya, bukan?Bukannya menyingkir Sanjaya malah semakin mengungkungnya yang otomatis pahanya semakin terbuka lebar dan membuatnya sangat pegal."Hemm, tidak ingat, yaa? Baiklah, mari kita belajar lagi agar kamu lebih tahu banyak akan arti orgasme dan semua prosesnya," tukasnya dengan wajah ya
Davinka hanya memandang wajah Sanjaya. Merasa kecewa dengan apa yang ia dengar. Tidak bisakah pria itu membuatnya senang sedikit dengan berbohong? Tapi tidak, Sanjaya hanya ingin Davinka semakin merasa rendah dan terhina. "Wah, mereka pasti merasa sangat senang seperti aku saat ini, Sanja!" Davinka tersenyum manis. Menyembunyikan perasaannya yang terluka. "Dan pijatanmu benar-benar nikmat. Pantes semua karyawan wanita sangat ingin berada disisimu, dan mengaku diri mereka sebagai calon istrimu!" Sindir Davinka lagi. Sanjaya menghentikan pijatan. Merangkak naik mendekati Davinka. Meraih dagu wanita itu. Sanjaya tahu siapa yang sedang dibicarakan oleh Davinka. "Hanya wanita yang aku inginkan yang bisa menyentuhku. Seperti kamu, sayang … dan wanita sebelumnya!" ujar Sanjaya di tengah lumatan bibirnya yang rakus. "Tan
Davinka tahu Rani pasti mengkhawatirkan dirinya. Keadaan di bank BRC pasti ramai karena ada wanita yang melabraknya. Entah apa yang mereka katakan, yang pasti lebih mengerikan dari melihat mayat hidup. Davinka dapat menangkap segalanya dari nada suara Rani yang terdengar sangat panik dan ketakutan."Gak bisa, Ran. Utang gue banyak, sertifikat tanah Mas—""Lupain soal sertifikat itu, Vie! Keadaan disini gak baik-baik saja! Lo butuh cari kebahagiaan, Lo!""Dengan apa?" tukas Davinka tak kalah cepat, "Dengan jadi simpanan pak Sanjaya selama sisa hidup gue!" tukasnya lagi.Davinka tidak bisa terus seperti ini, ia butuh kepastian dari Sanjaya. Jika pria itu memang hanya mencintai tubuhnya, maka Dia harus menikahinya. Tidak masalah jika Davinka harus menjadi yang k
Mata Davinka langsung terbelalak saat membayangkan makanan yang sudah dihaluskan oleh mulut pria itu masuk ke dalam mulutnya.Davinka mungkin saja mencintai Sanjaya sampai mati. Tapi, berbagi makanan yang sudah dikunyah lembut olehnya tetap saja Davinka tidak mau. Perutnya langsung bergejolak membayangkan makanan itu mengalir di tenggorokannya.'Sepertinya otak pria ini sudah konslet! Kenapa orang kaya dan terpelajar kayak dia suka banget berbagi makanan yang udah dicampur sama air liurnya. Iyuk ….'Davinka pura-pura menggeliatkan tubuhnya. Memutar tubuhnya secara perlahan menghadap tubuh pria itu dan melingkarkan tangannya di pinggang Sanjaya.Davinka menguap lebar. "Aku ngantuk, bisa nanti aja makannya."Sanjaya mena
Davinka kembali menoleh pada Wulan dan menggenggam tangannya, menatap wanita itu penuh hormat, berkata dengan suara yang lembut dan penuh permohonan, "Mah, aku tidak dibesarkan oleh seorang ibu dan tidak banyak orang yang aku kenal. Sekarang aku memanggilmu Mama. Emm, Mama mau, kan, menjadi ibuku dan merestui pernikahanku!"Pupil matanya melebar, terus menatap Wulan penuh harap. Akankah Wulan memenuhi keinginannya?Wulan sendiri kehilangan kata-katanya. Air mata kembali mengalir deras dengan isakkan tertahan. Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Bodoh! Anak sebaik ini, bagaimana ia bisa menyakitinya dan menolaknya berulang kali!Davinka mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu memeluk tubuh gemetar itu dengan penuh kehangatan."Terima kasih, mulai sekarang aku punya Mama." Bisik Davinka dengan elusan lembut di punggung Wulan.Davinka mengurai pelukan, menarik tangan Sanjaya agar menjabat tangan Wulan, "Sekarang Mama Wulan adalah ibu mertuamu, cepat sungkem!"Sanjaya tercengang.
Mendengar ibunya berkata seperti itu membuat Yudha bangun dari duduknya dan meraih tangannya."Ini semua karena Yudha. Mama hanya korban dari obsesi Yudha! Sudah, semua sudah selesai. Biar Yudha yang menanggung semua ini!" Tegas pria itu. Kini aura kehidupan sudah terlihat di wajahnya. Davinka yang asli sering menolaknya dengan kata-kata kasar karena ke keraskepalaannya.Penyesalan, kekecewaan, dan amarah terpancar jelas. Akan tetapi, semua ditujukan kepada dirinya sendiri."Tidak ada yang akan masuk penjara. Semua hanya karena kesalahpahaman!" tanam Sandy, "Tuan Sanjaya mengembalikan semua yang sudah diambilnya," ujarnya lagi yang membuat mereka semua tercengang."Mak-maksudnya?"Kebingungan jelas terlihat dari bagaimana cara mereka bereaksi. Entah apa yang diambil dan harus dikembalikan."Toko elektronik suami Anda beserta isinya dan beberapa calon investor sudah ada di dalam dokumen ini. Kalian tidak bisa menolak! Ja
"Udah malem! bye, Rani …." Davinka langsung menutup pintunya rapat.Rani membalikkan tubuhnya, kamar itu sudah temaram. Yang membuat ia menggigit bibir bawahnya adalah, Sandy berada di tengah ranjang dengan memeluk Inggi. Putrinya malah ada di sisi lainnya ranjang itu.'Ais … jadi gue harus tidur disamping dia?' jerit Rani dalam hatinya.Bersentuhan dengan kulitnya saja sudah hampir membuatnya seperti terbakar. Tapi ini ….Pikirannya terhenti."Mau sampai kapan kamu di sana!" Suara bariton itu menggema dalam remangnya kamar hingga mampu membuat bulu kuduk Rani meremang sempurna.Suara serak Sandy menandakan bahwa pria itu sudah sempat tertidur, terdengar sangat menggoda di telinganya hingga jantungnya mulai berdetak lebih hebat. Rani mulai melangkah dengan kaki beratnya. Ia tahu malam ini harus tidur di ranjang yang sama dengan Sandy. Mampukah?Ini memang bukan malam pertama mereka. Tapi, tidur tepat di sisi pria itu hampir tidak pernah terjadi selama tiga Minggu mereka menikah."Di-d
'Aku tahu, aku sedang dihukum atas semua kejahatan-kejahatanku. Tapi kenapa tidak ambil saja nyawaku daripada membuat semua orang menderita bersamaku!'Venti mulai merasa depresi dengan keadaannya. Kata-kata berikutnya semakin membuatnya tenggelam."Itu jauh lebih bagus. Di kantor Papa bisa fokus bekerja. Tadinya Papa hanya akan pergi saat mendesak saja. Tapi melihat cinta kalian, Papa merasa sangat lega!"Davinka melihat suster membawa sesuatu di tangannya. "Apa itu, Sus? Apa makan siang mama?""Ya, Nyon—""Panggil ibu saja. Saya lebih nyaman dengan itu!" pangkas Davinka cepat. Dia sudah sangat risih dengan sebutan nyonya-nonyaan.Suster itu mengangguk dan berjalan mendekati Davinka, memperlihatkan apa yang ia bawa."Ini bubur cair. Nyonya Venti hanya dapat makan ini sementara waktu sampai bisa mengunyah kembali," jelas suster itu.Dengan wajah murung dan dan air mata yang hampir jatuh, Davinka terus menatap ib
"Keadaannya tidak akan membaik hanya karena kamu membatalkan resepsi kita, Ra!" Dan ini akan selalu menjadi panggilan untuk Diandra walaupun kini sudah mengganti nama Davinka dan melupakan panggilan Davin-nya."Baiklah, aku kalah dari kalian!" desahnya sambil menatap kelima pria ini yang sekarang berada dikamar perawatan Venti."Ayo! Rasty dan yang lainnya sudah menunggu di rumah," ujar Noel mengingatkan.Mereka akan pulang ke apartemen mewah Sanjaya. Noel sendiri setelah resepsi akan kembali ke Singapura dan menetap disana. Insiden berdarah di rumahnya sama sekali tidak pernah terpublikasikan. Ada keinginan untuk menjual rumah itu, tapi Davinka menolaknya. Bagaimanapun, rumah itu memiliki kenangan untuk Davinka ataupun Diandra.Brata menyewa satu jasa suster untuk merawat istrinya. Sebenarnya ia ingin dua orang agar mereka bisa bergantian menjaga. Tapi, menantunya ini menolak dengan alasan Venti sekarang memiliki empat orang anak. Satu suster sudah cukup."Kenapa tidak pulang kerumah
Ketika semua tidak seperti apa yang kita rencanakan maka, pasrahkan, serahkan, ikhlaskan …. Biarkan tangan Tuhan yang melanjutkan karena, seberapa gigih pun kita mencoba, tanpa jamahan tangannya semua akan sia-sia.Venti sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyingkirkan Diandra agar menjauh dari putranya. Tapi apa? Semakin ia berusaha, semakin mendekatkan mereka hingga akhirnya membuat dirinya seperti ini sekarang. Bahkan, kematian lebih baik daripada kehidupan yang menyiksa ini.Dari tempatnya berbaring, Venti terus menatap wajah Davinka. Wajah cantik itu memang sangat berbeda dengan milik Diandra kecuali, mata, bibir, siluet dan suaranya yang sangat ia kenal.Seharusnya dia tahu akan hal ini karena Noel adalah bedah plastik terbaik di negaranya hingga mendapatkan pekerjaan di Singapura."Kita harus mencari dokter terapis terbaik, mama tidak bisa terus seperti ini!" bujuk Davinka disela isak tangisnya.'Apa dia menangis untukku? Menangisi aku yang jahat ini?' bagaimana mana
Para polisi langsung mengamankan Laura. Peluru mengenai dadanya dan langsung tembus ke jantung. Bukan hanya satu, tapi dua sekaligus hingga menewaskan wanita itu.Ambulance dan beberapa polisi sudah datang, mereka ditelpon oleh Noel dan Brata."Sanja!" panggil Davinka saat melihat suaminya terbaring lemas. Noel dan Sandy sudah ada disana memberikan pertolongan pertama."Aku gak papa," sahutnya menenangkan.Dengan kaki gemetar, Davinka membawa Renhart mendekat pada Sanjaya dan bersimpuh di hadapannya. Sanjay menyentuh wajah putranya dan bertanya dengan suara yang parau. Berusaha untuk tetap tersadar, "Kamu gak papa, kan? Apa ada yang sakit?"Pria itu melihat bagaimana Renhart di bekap oleh Laura.Renhart menggeleng, "Papa pasti kesakitan. Itu pasti sakit."Anak itu bicara di sela isak tangisnya. Merasa sangat khawatir. Renhart tahu Papanya sengaja melakukan itu agar peluru tidak mengenai tubuhnya. Ia melihat sendiri Papanya langsung melompat saat wanita jahat itu berteriak memintanya u
Suhu di ruangan itu mendadak berubah dibawah nol derajat. Suasananya lebih dingin dari kutub Utara. Siapapun tidak berani mengambil napas dengan semaunya. Mereka hanya tidak ingin mengeluarkan suara dan mengganggu konsentrasi.Laura masih menatap puas apa yang ada di hadapannya, bagaimana musuh terbesar ibunya kini sudah tidak terselamatkan lagi. Wajah Venti sudah terlihat bengkok dan kaku, napasnya sedikit terengah-engah, terlihat sangat kesakitan.Venti masih belum bisa memalingkan wajahnya dari tempat Davinka berdiri. Hanya suara geraman yang lolos dari bibir wanita itu yang sedikit membiru."Ini lebih bagus dari kematian. Kamu tersiksa sebelum ajal menjemput! Hahah!" Sandy melangkah maju. Tapi sial, ternyata telinga Laura sangat peka. Wanita itu kembali fokus pada Renhart dalam dekapan lengangnya."Apa kalian gila!" teriak wanita itu. Laura memutar tubuhnya dengan Renhart dalam lengannya, pistol terus menempel pada kepala anak itu dan siapa di tekan kapanpun. Ia menatap semua y
Suara benda jatuh dan teriakan menggema dari arah pintu dapur. Suara langkah kaki mulai terdengar semakin dekat. Venti yang masih menggenggam tangan Davinka merasa sangat bingung dengan nama ayah Davinka yang sama persis seperti nama ayah Diandra. Wanita itu masih berpikir keras dan berusaha mengenyahkan semua ketakutannya.'Ini pasti hanya kebetulan, kan?' tanyanya dalam hati, 'apa mereka saudara, satu ayah, atau—' Suaranya terhenti. Venti melihat genggaman tangannya yang masih menggenggam tangan Davinka yang kini dipaksa lepas oleh suaminya sudah terbuka dan tangan Davinka hilang dalam genggaman tangannya."Apa yang kamu pikirkan? Sekarang putra kita sudah sah menjadi suami Davinka," tukas pria berusia mengingat istrinya yang masih diam membisu. Pikirannya bahkan terlihat kosong.Brata membantu Davinka agar duduk disisi Sanjaya. Mereka mulai menandatangani berkas pernikahan. Namun, saat penghulu menyerahkan dua buku merah dan hijau, teriakan seseorang menghentikan pergerakannya.