Nai menggantikan Nia sebagai pengemudi. Sekarang moter menjadi lebih tenang, Nai adalah seorang pengemudi moter yang tenang. Dia mengendalikan moter dengan perlahan-lahan namun pasti, dia tidak banyak tingkah seperti dua pengemudi sebelumnya, Nia dan penjaga tua itu. Nai lebih tenang, santai, namun dengan sigap mampu menghindari tembakan-tembakan yang kini menyasar mereka tanpa mengenal ampun.
“Sekarang!” teriak Nai memberikan instruksi kepada orang-orang yang berada di belakangnya.
Tembakan demi tembakan saling bersahutan. Dari belakang terlihat beberapa peluru tengah melesat, dan dari depan membalas sebuah tembakan yang tidak kalah jumlahnya.
“Penjaga tua! Apa yang kamu tahu tentang kelemahan moter yang tengah mengejar kita itu?” tanya Nai kepada penjaga tua.
Dia, penjaga tua itu menjawab seperti teringat sebuah hal, “Ah, aku lupa memberi tahukan kepada kalian perihal kelemahan moter di belakang,” dia berhenti sejenak
Debum...Ledakan besar terjadi. Nai tidak main-main dengan tembakan yang ia keluarkan beberapa saat lalu. Dia benar-benar mengeluarkan tembakan super dari moter yang dia kemudikan, pas mengenai bagian bawah moter lawan. Moter itu meledak, hancur berkeping-keping. Puing-puingnya berjatuhan, bergelontang, bahkan ada yang menyangsang di atas pucuk-pucuk pohon. Tapi sepertinya satu moter lain masih bisa bertahan, dan saat itulah Nai tidak memberikan ampunan kepada mereka, tembakan selanjutnya ia lakukan dan mengenai bagian bawah moter. “Sekarang!” teriak Nai memberikan instruksi kepada teman-temannya.Moter itu hancur berantakan menyusul kehancuran moter yang telah mendahuluinya. Puing-puingnya berhamburan jatuh, menerobos pohon-pohon hijau, bahkan ada yang tersangkut di sana. Orang-orang yang berada di dalam moter itu tidak diketahui bagaimana nasibnya, bahkan mereka sama sekali tidak terlihat sisa-sisa tubuh yang hancur sebab terkena tembakan dahsyat moter Na
Hari hampir petang, dan sekarang yang memegang kendali moter adalah Nia. Sekarang sepertinya Nia lebih bijak dalam mengemudikan moter, tidak terlalu ugal-ugalan, tidak terlalu cepat pula. Standar.“Sebentar lagi sebaiknya kita istirahat dan mencari tempat untuk makan. Kita akan mencari tempat makan, sedang bekal makanan akan kita gunakan ketika melewati daerah yang tidak ada tempat yang menyediakan makanan, seperti hutan atau pegunungan, dan itu akan kita lewati beberapa hari lagi.” Ucap Nai kepada semua orang yang berada di dalam moter.“Baiklah, berarti sekarang kita akan mencari tempat makan terdekat.” Sahut Nia, ia segera mengaktifkan peta dan melacak tempat makan terdekat. “Nah, ini dia. Kita akan menuju rumah makan Kasiang.” Ujar Nia, ia senang sekali bisa menemukan tempat makan terdekat, perutnya telah berbunyi dan liurnya mengatakan bahwa ia tidak sabar lagi untuk segera makan.Sekitar lima menit terbang menggunakan mo
Kira-kira sekarang waktu menunjukkan pukul setengah dua malam. Nai mengemudikan moter dengan santainya, tidak ada halangan berarti sampai saat ini. Hanya saja yang membuat dia jengkel saat ini adalah tidak ada yang menggantikan dirinya mengemudi. Mulai dari pagi, sore, dan malam ini, dia yang mengemudikan moter, sekitar satu jam digantikan oleh Nia sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk mampir pada sebuah rumah makan yang cukup ramai. Malam ini benar-benar sangat membosankan. Seisi moter telah tertidur kecuali Nai, dan tidak ada tanda-tanda akan segera bangun.Mata Nai dini hari ini juga sudah cukup mengantuk, tapi dia lebih memilih bertahan untuk tetap mengemudikan moter sampai satu jam berikutnya, dan tepat pukul setengah tiga dia memilih untuk menghentikan moter dan beristirahat. Dia menurunkan moter, dan mengaktifkan mode transparan. Jadi, malam ini Nai dan seisi moter telah terlelap dalam bayangan masing-masing, menunggu pagi datang dan segera meneruskan perjalanan.
“Hati-hati kalian di sana, jaga manusia bumi itu sebaik mungkin!” Terdengar suara dari alat komunikasi depan moter. Nai mendengarkan dengan saksama, beritanya hanya sepotong sehingga sulit untuk dicerna. “Apa yang dia sampaikan, Nai?” tanya Nia. “Dia tidak menyampaikan apa-apa, kecuali bahwa kita harus menjaga Safa dengan sebaik mungkin!” jawab Nai. Semua terdiam, Safa pun belum mengerti sepenuhnya apa yang tengah terjadi. Memang, Safa adalah pendatang dan penggerak pasukan Dewan Kota untuk menangkapnya. Tapi, apakah sekarang yang membuat pasukan Kali Asin di seberang mengatakan demikian, bahwa mereka harus menjaga Safa lebih intensif? “Mungkin mereka sedang ada masalah,” ujar Kanisan. “Masalah apa?” tanya Nia tidak sabaran, seperti biasanya. “Aku juga tidak tahu, tolol!” sahut Kanisan sedikit geram. Sejenak kemudian suasana moter menjadi hening, tidak ada tanda-tanda bahwa alat komunikasi moter akan mengeluarkan suara lagi. Ta
Booom... Satu tembakan dahsyat keluar dari moncong alat tembak moter di belakang. Tidak tanggung-tanggung, dua peluru sekaligus keluar dari moncong yang sama. Nai berusaha mengendalikan moter semaksimal mungkin. Namun naas, Nai terlambat beberapa detik, sehingga salah satu peluru moter itu mengenai moter Nai bagian belakang. Brak... Moter Nai terlempar lima puluh meter ke depan, untunglah semua orang yang berada di dalam moter menggunakan sabuk pengaman, jadilah mereka aman tidak berhamburan. “Bangsat! Rupanya mereka mempunyai peluru super!” ujar Nai sembari menormalkan lagi moternya. “Itu bukan peluru yang super, namun moter kita saja yang belum dikendalikan secara maksimal!” komentar Kanisan. “Baiklah, aku serahkan kemudi kepadamu!” ujar Nai. Kanisan beranjak melepas sabuk pengaman dari dirinya, beranjak menuju kursi kemudi, Kanisan akan menggantikan Nai menjadi seorang pengemudi. “Silakan!” ujar Nai memberikan kemudi kepada Kanisan.
Moter Kanisan sepertinya terkana gangguan dari magnet yang kekuatannya besar. “Bisa-bisa moter ini akan kehilangan kendali mesin jika kita tidak segera menemukan cara untuk menghindar!” ujar Kanisan sembari mengamati moter di belakang dari layar moter depan.“Lalu bagaimana caranya?” tanya Nai.“Aku belum mengerti. Selama ini magnet adalah energi di Kulstar yang sulit sekali untuk ditaklukkan. Bukankah kau juga tahu sendiri?” Kanisan geleng-geleng kapala.Memang benar, magnet adalah salah satu energi yang sulit sekali untuk ditolak, mungkin bisa berbeda dengan di planet bumi. Safa sendiri tidak terlalu suka dengan pelajaran demikian, maka dia tidak bisa mengeluarkan pendapatnya. Dia hanya diam menatap keadaan yang semakin lama semakin mengkhawatirkan.Sebuah tembakan datang lagi, bahkan sekarang ini pelurunya berbentuk lebih besar dari sebelumnya. Bukan, itu bukan peluru biasa yang akan menghancurkan moter Kanisan dan k
Tiba-tiba tercium sebuah aroma seperti buah mangga, datang dari luar moter entah bagaimana caranya. Aroma itu membuat hidung tidak lekang menciumnya, semua penumpang moter Kanisan merasakan bau yang nikmat tersebut.“Aroma apa ini? Apakah ada yang memakan buah mangga?” Kanisan bertanya kepada semua orang.Nia menjawab, “Tidak, walaupun aku suka makan, tapi pada keadaan seperti ini tidak mungkin aku makan!”“Barangkali ada yang memakan permen karet?” Nai ikut bertanya setelah melepaskan pelukannya pada tubuh Safa.“Tidak ada!” Karfan angkat bicara.Beberapa saat kemudian bau itu menjadi semakin menyengat, tajam sekali. Bau itu berubah menjadi bau busuk, bukan lagi bau mangga yang sedap dan memanjakan hidung.“Bangsat! Siapa yang kentut ini?” tanya Kanisan dengan kasar. Bukan apa-apa-, bau itu memang sangat menyengat sekali busuknya, menyerupai bau bangkai.“Ini bukan ken
“Apakah enam orang ini yang telah membuat kacau Kulstar beberapa hari terakhir?” tanya seseorang yang memakai topi lebar, sepertinya dia adalah ketua angakatan darat.“Benar Tuan Kamprit! Mereka adalah para perusuh itu dan salah satunya berasal dari bumi!” ujar penjaga yang sejak tadi menjaga ruangan tersebut.“Yang manakah manusia bumi itu?” tanya Kamprit, dia antusias sekali.“Yang memakai baju putih abu-abu itu, Tuan Kamprit!” ujar penjaga.Penjaga itu menunjuk Safa yang memakai seragam SMA nya. Memang selama di Kulstar, Safa hanya memakai dua jenis pakaian, seragam SMA dan pakaian kesukaannya. Bukan apa-apa, Safa memang selalu menyimpan seragam SMA nya itu di dalam tas, agar tidak terlambat ketika sekolah.Kamprit berjalan mendekati Safa, Safa diam ketakutan, dia mendekatkan diri kepada Nai yang berada di sampingnya.“Kenapa kau? Apakah takut kepadaku, wahai manusia bumi? Tenanglah, a
Kisah perjalanan Safa akan berlanjut pada novel kedua yang akan hadir. Buku itu akan segera hadir. ***Ah, aku menyesal telah membaca mantra itu. Bagaimana tidak, setelah aku membaca mantra ‘Alih Nggon’ tadi, aku langsung menghilang entah kemana saat ini. Tempatnya gelap, kekurangan sinar, penuh dengan semak-semak sepanjang perjalanan. Aku terpaksa berjalan dengan menyibak-nyibak semak, jika ingin sampai tujuan. Sampai tujuan? Kemanakah aku harus menuju? Rupanya, saat ini tujuanku adalah menemukan tempat tertulisnya mantra untuk kembali pulang. Sebelumnya, aku akan menceritakan tentang diriku pada kalian. Perlu kalian ketahui bahwa sebenarnya dunia ini penuh dengan misteri. Dan, bahkan, dari sekian misteri itu, kebanyakan dari kita belum mengetahui bahwa itu adalah misteri. Misalnya adalah kisah hidupku ini. Lima tahun yang lalu, aku menemukan sebuah buku yang berasal dari jaman manusia silam. Atau, mudahnya kita namakan berasal dari orang-orang terdahulu. Nah, dalam buku itu te
Alhamdulillah. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Wasshalatu ‘ala rasulillahi ajma’in.Berlaksa unggun puji syukur senantiasa tak putusnya kami langitkan kehadirat Allah swt. Juga shalawat serta salam semoga terus tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad rasulillah ajma’in. Juga saya haturkan beribu curahan rasa terima-kasih kepada Yayasan Bentala, terutama mas Alam beserta jajaran pengurus yayasan, yang telah memberi tempat dan kesempatan yang sungguh berharga ini kepada kami untuk menyampaikan semacam “Pidato Kebudayaan” dalam rangka tasyakuran milad Yayasan Bentala Tamaddun Nusantara ke-2 tahunnya.Saya sendiri sebenarnya, untuk yang pertama, tak benar-benar yakin, apakah apa yang saya sampaikan ini bisa memenuhi defenisi, tujuan, dan maksud yang diharapakan panitia. Kedua, saya juga merasa tak terlalu pantas berdiri di hadapan hadirin sekalian, yakni dalam posisi menyampaikan serangkaian refleksi situasi kebudayaan mutakhir, apalagi terkait relasinya dengan Islam, yang sebanarnya s
READ NEXTSaya & Buku: Sebuah Orasi Untuk Kampung Buku Jogja #4Tulisan ini berangkat dan dipantik dari pertanyaan-pertanyaan Ulil Abshar Abdalla pada status facebooknya terkait masalah ini, yakni Kenapa gagasan Islam Nusantara tidak terlalu diterima di kawasan Melayu? Saya akan berangkat dari analisis-analisis yang sebenarnya sudah saya sampaikan baik secara implisit maupun eksplisit di dalam karya-karya saya yang telah beredar maupun materi ceramah-ceramah diskusi saya di berbagai tempat, untuk tak lagi terlalu hanya berfokus pada jawaban pertanyaan ini semata, melainkan meluas ke problem terkait Islam Nusantara itu sendiri sebagai sebuah diskursus.Pertama, kenapa diskursus Islam Nusantara tak terlalu bergayung sambut di wilayah kawasan Melayu, mungkin dipantik dari hal sederhana tapi sekaligus sebenarnya merepresentasikan bangunan dan dasar teoritik awal bagaimana “Islam Nusantara”–yang senyatanya memang disorongkan oleh sebuah organisasi Islam tertentu itu–dintrodusir, maupun lat
Utsman bin Affan adalah Khulafaur Rasyidin yang berkuasa paling lama, yaitu selama 12 tahun (644-656). Ia merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad yang menjadi Khulafaur Rasyidin ketiga, setelah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Di masa kekuasaannya, pemerintahan Islam memperluas wilayahnya ke Fars (sekarang Iran) pada 650, dan beberapa wilayah Khorasan (sekarang Afghanistan) pada 651. Pernikahannya berturut-turut dengan dua putri Nabi Muhammad dan Khadijah membuatnya mendapat julukan Dzunnurrain atau Pemilik Dua Cahaya. Baca juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Rasulullah yang Paling Utama Kehidupan awal Utsman bin Affan lahir di Thaif, Jazirah Arab, pada 579 Masehi atau 42 tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Nama lengkap Utsman bin Affan adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab. Ia berasal dari Bani Umayyah, ayahnya bernama Affan bin Abi al-As dan ibu Khalifah Utsman bin Affan bernama Arwa binti Kuraiz. Utsman bin Affa
Sejak kecil, Ali bin Abi Thalib tinggal bersama Nabi Muhammad SAW. Ia dititipkan oleh ayahnya, Abu Thalib ketika masa paceklik menyerang Makkah. Saat itu, Abu Thalib sedang mengalami krisis ekonomi. Anak-anaknya ia titipkan kepada anggota keluarga besarnya yang lain. Anak bungsunya, Ali, jatuh ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya, panggilan "Ali" ini diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Nama kecilnya adalah Haydar bin Abu Thalib. Kendati demikian, julukan Ali lebih populer daripada nama aslinya. Bahkan, banyak orang mengenal Ali bin Abi Thalib daripada Haydar bin Abu Thalib. Ali bin Abi Thalib lahir di daerah Hijaz, Jazirah Arab, 21 tahun sebelum hijrah atau 601 M. Dalam buku Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2011), Karen Amstrong menuliskan bahwa Ali mulai tinggal bersama Nabi Muhammad SAW di usia lima tahun. Karena Ali adalah anak asuh Nabi Muhammad SAW, ia begitu menghormati Rasulullah. Ali banyak belajar karakter mulia melalui teladan Rasulullah SAW. Kira-kira, di antara
Nama Mak Lampir tentu tak ada yang tak mengenalnya di Indonesia. Tawanya yang terkekeh mengandung aura mistis akrab di telinga sejak era 80-an melalui sandiwara radio ''Misteri Gunung Merapi''.Cerita radio itu kemudian diadaptasi ke layar lebar di era 90-an dengan judul ''Perempuan Berambut Api'' dan ''Cambuk Api''.Kepopulerannya di layar lebar pun kemudian diteruskan melalui sinetron di era 2000-an dengan judul serupa, namun dalam latar era yang lebih modern.Lantas, siapa sebenarnya Mak Lampir? Mengapa ia begitu terkutuk di mata pemirsa atau pendengar radio? Berikut kisahnya yang kami sarikan dari berbagai sumber.Mak Lampir sang putri rajaKonon ceritanya, Mak Lampir merupakan seorang putri dari kerajaan kuno, yakni Champa (Chiem Thanh). Sebuah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam Tengah dan Selatan dan diperkirakan ada pada abad ke-7 hingga tahun 1832.Menurut beberapa cerita, nama Mak Lampir sebenarnya adalah Siti Lampir Maimunah. Legenda Mak Lam
MALIN KUNDANG ANAK DURHAKADahulu kala, tersebutlah sebuah keluarga miskin yang terdiri dari ibu dan seorang anaknyayang bernama Malin Kundang. Karena ayahnya telah meninggalkannya, sang ibu pun harusbekerja keras sendiri untuk bisa menghidupi keluarganya.Ketika dia beranjak dewasa, Malin merasa kasihan pada iBunia yang sedari dulu bekerjakeras menghidupinya. Kemudian Malin meminta izin untuk merantau mencari pekerjaan dikota besar.“Bu, saya ingin pergi ke kota. Saya ingin kerja untuk bisa bantu ibu di sini.” pinta Malin.“Jangan tinggalkan ibu sendiri, nak. Ibu hanya punya kamu di sini.” kata sang ibu menolak.“Izinkan saya pergi, bu. Saya kasihan melihat ibu terus bekerja sampai sekarang.” kataMalin.“Baiklah nak, tapi ingat jangan lupakan ibu dan desa ini ketika kamu sukses di sana” Ujarsang ibu berlinang ari mata.Keesokan harinya Malin pergi ke kota besar dengan menggunakan sebuah kapal. Setelahbeberapa tahun bekerja keras, dia berhasil di kota rantauannya. Malin sekaran
Alkisah pada jaman dahulu kala seekor babi tengah melintas di sebuah hutan belantara. Babi hutan itu sedang merasa kehausan di tengah panasnya terik matahari. Pada saat dia mencari-cari mata air, dia melihat ada air yang tertampung di pohon keladi hutan.Segera diminumnya air itu untuk melepas dahaga. Tanpa disadarinya air itu adalah air seni Raja Sungging Perbangkara. Karena kesaktian Raja Sungging Perbangkara, babi hutan itu pun mengandung setelah meminum air seninya. Sembilan bulan kemudian si babi hutan melahirkan seorang bayi perempuan.Raja Sungging Perbangkara mengetahui perihal adanya bayi perempuan yang terlahir karena air seninya itu. Ia pun pergi ke hutan untuk mencarinya. Ditemukannya bayi prempuan itu. Dia pun memberinya nama Dayang Sumbi dan membawanya pulang ke istana kerajaan.Dayang Sunbi tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik wajahnya. Serasa tak terbilang jumlah raja, pangeran dan bangsawan yang berkehendak memperistri anak perempuan Raja Sungging Perbangkara i
Pada zaman dulu di era Kerajaan Demak, hidup seorang tokoh yang cukup terkenal bernama Jaka Tingkir. Ia dilahirkan dengan nama Raden Mas Karebet karena saat ia lahir, sang ayah yang bernama Ki Ageng Pengging, menggelar pertunjukan wayang beber yang dalangnya Ki Ageng Tingkir.Saat pertunjukan wayang itu, terdengar suara yang “kerembet” tertiup angin dan jadilah sang bayi itu dinamai “Mas Karembet”. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. by Taboola Sponsored LinksHarga mobil bekas di Legok akan mengejutkan andaMobil Bekas | Cari IklanHadiah Besar untuk orang Indonesia yang lahir antara tahun 1941-1981Survey CompareSepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak pada Kerajaan Demak. Setelah kematian suaminya Nyi Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal dunia.Menjadi yatim piatu, Mas Karembet diangkat menjadi anak oleh Nyi Ageng Tingkir. Sejak itu ia lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir. BACA JUGA:Bikin Bangga