Ruangan itu diselimuti oleh tanda tanya besar. Tidak ada wajah yang mengeluarkan senyum, kecuali Safa yang tetap berusaha tersenyum, mengeluarkannya meskipun dengan kekhawatiran besar.
Kamprit datang selepas sarapan, kira-kira pukul delapan pagi. Kamprit berpakaian rapi layaknya seorang pemimpin angkatan darat. Rambutnya pendek di sisir ke kanan, tidak mengenakan topi. Seragamnya hampir sama dengan seragam polisi di Indonesia, cokelat tua. Namun, sekarang di Indonesia harus jeli membedakan antara seragam polisi dan seragam satpam, sebab ada beberapa kesamaan dalam urusan warna.
“Hai, Tuan Kampret!” ujar Safa seperti bertemu dengan teman lamanya. “Apakah kau sudah memikirkan matang-matang tawaranku?” lanjut Safa dengan pertanyaan yang jawabannya sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang di dalam ruangan itu.
“Aku sudah memikirkannya matang-matang, dan tidak akan merugikan siapa-siapa!” ujar Kamprit dengan penuh wibawa.
Nam
Siang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Safa mempersiapkan jawaban terbaik dan menata kata sehingga Kamprit tidak akan menaruh curiga kepadanya. Rencana mereka sangat matang, yaitu menerima tawaran Kamprit, tubuh mereka akan dipasangi chip kontrol oleh angkatan darat, kemudian diam-diam mereka akan mengeluarkan chip itu dari tubuh dengan bantuan kenalan Kanisan. Namun ternyata semua tidak berjalan baik-baik saja.“Bagaimana jawabanmu, Manusia bumi?” tanya Kamprit mendesak. Dia masih seperti biasa, berpakaian rapi, dengan seragam mirip polisi Indonesia.“Kami menerima tawaranmu, dan kami akan memenuhi persyaratan darimu!” ujar Safa yakin.“Hahaha, itu adalah jawaban yang sangat menyenangkan. Baiklah, lebih cepat lebih baik, aku akan memasang chip pada tubuh kalian. Eh... ada satu hal yang aku lupa mengatakannya kepada kalian!” Kamprit mencoba mengingat satu hal yang dia lupa mengatakannya.“Apa itu? Jangan coba
“Biar aku saja yang menjadi manusia pertama di sini yang akan dipasangi chip!” Nai mengajukan diri.“Itu adalah sebuah keberanian, Anak muda!” sahut dokter yang akan melakukan operasi pemasangan chip pada tubuh, dokter itu memuji keberanian Nai. “Baiklah, sekarang kau berbaringlah di atas tempat tidur itu!”Nai berjalan menuju tempat tidur kecil yang di sekelilingnya banyak sekali peralatan medis. Peradaban di Kulstar sepertinya sudah seratus kali lebih maju dari pada di bumi, saat ini, apalagi di Indonesia. Kaca pembesar tidak lagi dibutuhkan, sebab setiap kali menginginkan pembesaran pada obyek, dokter hanya cukup mendekatkan matanya beberapa senti, lalu menariknya kembali, dan kelar, obyek menjadi besar seperti yang dia inginkan.“Kau sudah siap?” tanya dokter itu. Rambut sang dokter sudah banyak yang memutih, dipotong pendek, dan matanya hitam pekat, kulitnya sudah banyak yang keriput. Dia mengawasi Nai dengan
Semua hampir selesai pemasangan chip oleh dokter tua, dan sekarang adalah yang terakhir, giliran Safa. Safa samar-samar maju ke samping tempat tidur, dan itu adalah Safa yang pertama, mentalnya tidak seperti Safa yang kedua, tidak terlalu pemberani.“Kenapa kau takut seperti itu, hai anak manis?” Dokter berusaha membuat Safa tenang, sebab chip tidak akan berhasil dipasang jika orang yang akan dipasangi merasa tidak tenang. Oleh karena itu, setiap kali akan memasang chip, dokter tua itu selalu berusaha membuat pasiennya tenang.“Tidak, aku hanya sedikit takut saja,” kata Safa lirih, dia mulai mengangkat tubuhnya pada tempat tidur berselimut biru tua itu.“Tidak usah takut, pemasangan chip ini tidak sakit dan tidak akan meninggalkan luka sedikit pun!” kata dokter.Safa sudah membaringkan diri, matanya memandang dokter tiada lepas, setiap gerak-geriknya dia perhatikan.“Kenapa kau melihatku seperti itu, wahai
“Ah, sepertinya aku sudah menemukan cara untuk memasang chip itu pada tubuh manusia aneh tersebut!” ujar dokter kepada dirinya sendiri, ia meletakkan tablet transparannya sembarangan di atas meja kerjanya. “Hai, Kau! Manusia aneh! Kemarilah! Aku sudah menemukan cara untuk memasang chip itu pada tubbuhmu!” Safa berjalan mendekati tempat tidur dan kembali membaringkan diri.Dengan cekatan, sebab tidak sabar untuk menguji materi yang telah dia baca, dokter meletakkan kain putih tipis di atas dada Safa. Tampaklah organ tubuh dalam Safa, sekilas tidak ada yang berbeda, usus-usus bergerak pelan sesuai dengan ritme pernapasan, paru-parunya kembang kempis mengeluarkan dan memasukkan udara, kemudian jantungnya memompa darah ke seluruh tubuh. Begitulah, tidak ada yang berbeda dengan tubuh bagian dalam yang berada di tubuh Safa, tidak ada perbedaan sama sekali.“Ah, apa yang salah dengan hal ini? Apakah tubuh gadis sial ini mempunyai kekuatan untuk m
Perjalanan panjang itu terjadi sebab ada sebuah tujuan yang musti dipenuhi. Begitulah, kehidupan adalah berbagai rangkaian jalan untuk mendapatkan dan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Bukankah demikian adalah hakikat kehidupan? Selanjutnya, dalam kehidupan ternyata tidak semudah yang dibayangkan, banyak ujian dan halangan yang harus dilalui. Tapi bagaimana pun sulitnya, kehidupan adalah kehidupan yang musti dijalankan dengan sebaik mungkin.“Kanisan, apakah kau benar-benar akan berpisah dengan kami?” Nai menggenggam erat pundak Kanisan sebelum berpisah.“Tenang saja, tidak lebih dari tiga hari aku akan menyusul kalian. Nai, hanya satu yang perlu kau ingat! Adalah menjaga kaca kecil itu agar tetap kau bawa, jangan sampai hilang!” bisik Kanisan di telinga Nai, sebab Kamprit dan Ketek selalu mengawasi mereka, serta selalu berusaha mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.“Hai, tidak usah lama-lama, macam sinetron saja!” Kete
Pukul enam, matahari tampak mengudara dengan terangnya. Semalaman tidak ada rintangan berarti dalam perjalanan, hanya saja beberapa kali Nai harus berhenti sebab ada masalah kecil pada moternya. Itu adalah pengaruh ledakan yang terjadi beberapa hari lalu, atau juga bisa berasal dari jaring magnet hijau yang menjaring mereka hingga akhirnya sampai di markas angkatan darat Kulstar.“Alangkah baiknya kita mencari sarapan terlebih dahulu!” usul Karfan dari kursi belakang.“Nah, itu usulan yang indah dan baik sekali,” sahut Nia keras-keras dengan seringai lebarnya. “Aku mau makan bubur besi!”Demi mendengar makanan yang disebutkan Nia, Safa langsung mengarahkan pandangannya kepada Nia.Nia balas menatap Safa. “Apakah kamu juga mau sarapan bubur besi, Safa?” tanya Nia.“Tidak, tidak, aku tidak suka makanan seperti itu!” sahut Safa cepat.“Memangnya di bumi ada bubur besi?” tan
“Kamu menunggu di sini saja, Safa, aku akan memesan kepada mereka!” ujar Karfan kepada Safa.“Baik, aku akan menunggu di sini!” sahut Safa, “Aku akan menunggu di sini!”Safa duduk di sebuah bangku yang sepi, sengaja dia tidak memilih bagian kursi yang ramai. Safa memandang kiri-kanan, tidak jauh berbeda dengan keadaan rumah makan di Indonesia. Namun sepertinya ada yang berbeda, yaitu jenis makanan yang disediakan.“Hai, apakah kamu mahasiswa Kemanusiaan?” tanya seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri Safa.Safa kebingungan dan tidak mengerti dengan maksud orang tersebut. Itu adalah seorang pemuda, mungkin sebaya dengan Safa. Rambutnya pendek dan disisir rapi. Dia memakai kemeja lengan pendek kotak-kotak, celana jeans hitam panjang. Dia duduk di samping Safa.“Hai, apakah kau lupa denganku?” tanya pemuda itu lagi.“Maaf, saya tidak kenal denganmu,” ujar Safa pelan, ma
Ina menceritakan siapa sebenarnya Randi itu kepada Safa, mengertilah Safa sekarang bahwa Randi hanyalah pengamen di rumah makan.Jadi begini, Randi adalah tukang mengamen di rumah makan, penghibur lebih tepatnya. Dia sudah mendapatkan ijin dari pihak rumah makan untuk melakukan aksinya asalkan tidak merugikan orang lain dan pengunjung. Dia pura-pura kenal dengan setiap orang yang akan menjadi targetnya. Kenapa dia bisa tahu nama asli setiap mangsa yang akan dia temui? Sebab dia mendapatkan akses dari rumah makan, dan dia mendapatkan data setiap konsumen yang masuk. Kalau di Indonesia sepertinya konten seperti itu dinamakan dengan ‘prank’. Iya, mungkin demikian.“Kenapa kamu, Safa?” tanya Ina setelah dia selesai bercerita dan melihat ekspresi Safa yang berubah.“Tidak, aku tidak apa-apa. Hanya saja itu adalah sebuah hal yang baru dalam hidupku,” jawab Safa.Sebenarnya Safa menahan malu yang luar biasa, sebab pada awalnya
Kisah perjalanan Safa akan berlanjut pada novel kedua yang akan hadir. Buku itu akan segera hadir. ***Ah, aku menyesal telah membaca mantra itu. Bagaimana tidak, setelah aku membaca mantra ‘Alih Nggon’ tadi, aku langsung menghilang entah kemana saat ini. Tempatnya gelap, kekurangan sinar, penuh dengan semak-semak sepanjang perjalanan. Aku terpaksa berjalan dengan menyibak-nyibak semak, jika ingin sampai tujuan. Sampai tujuan? Kemanakah aku harus menuju? Rupanya, saat ini tujuanku adalah menemukan tempat tertulisnya mantra untuk kembali pulang. Sebelumnya, aku akan menceritakan tentang diriku pada kalian. Perlu kalian ketahui bahwa sebenarnya dunia ini penuh dengan misteri. Dan, bahkan, dari sekian misteri itu, kebanyakan dari kita belum mengetahui bahwa itu adalah misteri. Misalnya adalah kisah hidupku ini. Lima tahun yang lalu, aku menemukan sebuah buku yang berasal dari jaman manusia silam. Atau, mudahnya kita namakan berasal dari orang-orang terdahulu. Nah, dalam buku itu te
Alhamdulillah. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Wasshalatu ‘ala rasulillahi ajma’in.Berlaksa unggun puji syukur senantiasa tak putusnya kami langitkan kehadirat Allah swt. Juga shalawat serta salam semoga terus tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad rasulillah ajma’in. Juga saya haturkan beribu curahan rasa terima-kasih kepada Yayasan Bentala, terutama mas Alam beserta jajaran pengurus yayasan, yang telah memberi tempat dan kesempatan yang sungguh berharga ini kepada kami untuk menyampaikan semacam “Pidato Kebudayaan” dalam rangka tasyakuran milad Yayasan Bentala Tamaddun Nusantara ke-2 tahunnya.Saya sendiri sebenarnya, untuk yang pertama, tak benar-benar yakin, apakah apa yang saya sampaikan ini bisa memenuhi defenisi, tujuan, dan maksud yang diharapakan panitia. Kedua, saya juga merasa tak terlalu pantas berdiri di hadapan hadirin sekalian, yakni dalam posisi menyampaikan serangkaian refleksi situasi kebudayaan mutakhir, apalagi terkait relasinya dengan Islam, yang sebanarnya s
READ NEXTSaya & Buku: Sebuah Orasi Untuk Kampung Buku Jogja #4Tulisan ini berangkat dan dipantik dari pertanyaan-pertanyaan Ulil Abshar Abdalla pada status facebooknya terkait masalah ini, yakni Kenapa gagasan Islam Nusantara tidak terlalu diterima di kawasan Melayu? Saya akan berangkat dari analisis-analisis yang sebenarnya sudah saya sampaikan baik secara implisit maupun eksplisit di dalam karya-karya saya yang telah beredar maupun materi ceramah-ceramah diskusi saya di berbagai tempat, untuk tak lagi terlalu hanya berfokus pada jawaban pertanyaan ini semata, melainkan meluas ke problem terkait Islam Nusantara itu sendiri sebagai sebuah diskursus.Pertama, kenapa diskursus Islam Nusantara tak terlalu bergayung sambut di wilayah kawasan Melayu, mungkin dipantik dari hal sederhana tapi sekaligus sebenarnya merepresentasikan bangunan dan dasar teoritik awal bagaimana “Islam Nusantara”–yang senyatanya memang disorongkan oleh sebuah organisasi Islam tertentu itu–dintrodusir, maupun lat
Utsman bin Affan adalah Khulafaur Rasyidin yang berkuasa paling lama, yaitu selama 12 tahun (644-656). Ia merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad yang menjadi Khulafaur Rasyidin ketiga, setelah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Di masa kekuasaannya, pemerintahan Islam memperluas wilayahnya ke Fars (sekarang Iran) pada 650, dan beberapa wilayah Khorasan (sekarang Afghanistan) pada 651. Pernikahannya berturut-turut dengan dua putri Nabi Muhammad dan Khadijah membuatnya mendapat julukan Dzunnurrain atau Pemilik Dua Cahaya. Baca juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Rasulullah yang Paling Utama Kehidupan awal Utsman bin Affan lahir di Thaif, Jazirah Arab, pada 579 Masehi atau 42 tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Nama lengkap Utsman bin Affan adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab. Ia berasal dari Bani Umayyah, ayahnya bernama Affan bin Abi al-As dan ibu Khalifah Utsman bin Affan bernama Arwa binti Kuraiz. Utsman bin Affa
Sejak kecil, Ali bin Abi Thalib tinggal bersama Nabi Muhammad SAW. Ia dititipkan oleh ayahnya, Abu Thalib ketika masa paceklik menyerang Makkah. Saat itu, Abu Thalib sedang mengalami krisis ekonomi. Anak-anaknya ia titipkan kepada anggota keluarga besarnya yang lain. Anak bungsunya, Ali, jatuh ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya, panggilan "Ali" ini diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Nama kecilnya adalah Haydar bin Abu Thalib. Kendati demikian, julukan Ali lebih populer daripada nama aslinya. Bahkan, banyak orang mengenal Ali bin Abi Thalib daripada Haydar bin Abu Thalib. Ali bin Abi Thalib lahir di daerah Hijaz, Jazirah Arab, 21 tahun sebelum hijrah atau 601 M. Dalam buku Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2011), Karen Amstrong menuliskan bahwa Ali mulai tinggal bersama Nabi Muhammad SAW di usia lima tahun. Karena Ali adalah anak asuh Nabi Muhammad SAW, ia begitu menghormati Rasulullah. Ali banyak belajar karakter mulia melalui teladan Rasulullah SAW. Kira-kira, di antara
Nama Mak Lampir tentu tak ada yang tak mengenalnya di Indonesia. Tawanya yang terkekeh mengandung aura mistis akrab di telinga sejak era 80-an melalui sandiwara radio ''Misteri Gunung Merapi''.Cerita radio itu kemudian diadaptasi ke layar lebar di era 90-an dengan judul ''Perempuan Berambut Api'' dan ''Cambuk Api''.Kepopulerannya di layar lebar pun kemudian diteruskan melalui sinetron di era 2000-an dengan judul serupa, namun dalam latar era yang lebih modern.Lantas, siapa sebenarnya Mak Lampir? Mengapa ia begitu terkutuk di mata pemirsa atau pendengar radio? Berikut kisahnya yang kami sarikan dari berbagai sumber.Mak Lampir sang putri rajaKonon ceritanya, Mak Lampir merupakan seorang putri dari kerajaan kuno, yakni Champa (Chiem Thanh). Sebuah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam Tengah dan Selatan dan diperkirakan ada pada abad ke-7 hingga tahun 1832.Menurut beberapa cerita, nama Mak Lampir sebenarnya adalah Siti Lampir Maimunah. Legenda Mak Lam
MALIN KUNDANG ANAK DURHAKADahulu kala, tersebutlah sebuah keluarga miskin yang terdiri dari ibu dan seorang anaknyayang bernama Malin Kundang. Karena ayahnya telah meninggalkannya, sang ibu pun harusbekerja keras sendiri untuk bisa menghidupi keluarganya.Ketika dia beranjak dewasa, Malin merasa kasihan pada iBunia yang sedari dulu bekerjakeras menghidupinya. Kemudian Malin meminta izin untuk merantau mencari pekerjaan dikota besar.“Bu, saya ingin pergi ke kota. Saya ingin kerja untuk bisa bantu ibu di sini.” pinta Malin.“Jangan tinggalkan ibu sendiri, nak. Ibu hanya punya kamu di sini.” kata sang ibu menolak.“Izinkan saya pergi, bu. Saya kasihan melihat ibu terus bekerja sampai sekarang.” kataMalin.“Baiklah nak, tapi ingat jangan lupakan ibu dan desa ini ketika kamu sukses di sana” Ujarsang ibu berlinang ari mata.Keesokan harinya Malin pergi ke kota besar dengan menggunakan sebuah kapal. Setelahbeberapa tahun bekerja keras, dia berhasil di kota rantauannya. Malin sekaran
Alkisah pada jaman dahulu kala seekor babi tengah melintas di sebuah hutan belantara. Babi hutan itu sedang merasa kehausan di tengah panasnya terik matahari. Pada saat dia mencari-cari mata air, dia melihat ada air yang tertampung di pohon keladi hutan.Segera diminumnya air itu untuk melepas dahaga. Tanpa disadarinya air itu adalah air seni Raja Sungging Perbangkara. Karena kesaktian Raja Sungging Perbangkara, babi hutan itu pun mengandung setelah meminum air seninya. Sembilan bulan kemudian si babi hutan melahirkan seorang bayi perempuan.Raja Sungging Perbangkara mengetahui perihal adanya bayi perempuan yang terlahir karena air seninya itu. Ia pun pergi ke hutan untuk mencarinya. Ditemukannya bayi prempuan itu. Dia pun memberinya nama Dayang Sumbi dan membawanya pulang ke istana kerajaan.Dayang Sunbi tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik wajahnya. Serasa tak terbilang jumlah raja, pangeran dan bangsawan yang berkehendak memperistri anak perempuan Raja Sungging Perbangkara i
Pada zaman dulu di era Kerajaan Demak, hidup seorang tokoh yang cukup terkenal bernama Jaka Tingkir. Ia dilahirkan dengan nama Raden Mas Karebet karena saat ia lahir, sang ayah yang bernama Ki Ageng Pengging, menggelar pertunjukan wayang beber yang dalangnya Ki Ageng Tingkir.Saat pertunjukan wayang itu, terdengar suara yang “kerembet” tertiup angin dan jadilah sang bayi itu dinamai “Mas Karembet”. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. by Taboola Sponsored LinksHarga mobil bekas di Legok akan mengejutkan andaMobil Bekas | Cari IklanHadiah Besar untuk orang Indonesia yang lahir antara tahun 1941-1981Survey CompareSepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak pada Kerajaan Demak. Setelah kematian suaminya Nyi Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal dunia.Menjadi yatim piatu, Mas Karembet diangkat menjadi anak oleh Nyi Ageng Tingkir. Sejak itu ia lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir. BACA JUGA:Bikin Bangga