Peony berjalan lemas menyusuri lorong menuju unit apartemennya. Tubunya letih setengah mati. Mengingat ia naik dua transportasi umum untuk sampai di apartemen. Pertama, ia harus menaiki kereta bawah tanah, lalu disambung bus. Perjalanan membutuhkan waktu setidaknya satu jam dan bisa lebih lama lagi jika Peony tidak pintar mengatur waktu. Lokasi apartemennya berada jauh dari pusat kota. Ia bisa saja mencari apartemen yang dekat dari tempat kerja, tapi biaya sewanya bisa mencekik. Lebih baik uangnya ia simpan untuk membelikan sang ibu mobil baru. Mobil mereka di desa sudah sering mogok. Peony takut jika terjadi sesuatu pada ibunya di jalan saat sang ibu pergi. Unit apartemen Peony berada di lantai empat dan berada di ujung lorong. Kakinya semakin pegal karena harus menaiki tangga. Gedung apartemen yang disewanya ini adalah apartemen sederhana dan belum memiliki lift. Hari ini pekerjaannya pun cukup melelahkan. Ia ingin segera beristirahat agar besok dapat bekerja kembali dengan baik. P
“Aku tidak mencari tukang laundry. Di apartemenku sudah ada mesin cuci, tapi aku tidak tahu caranya menggunakannya.” Peony mengerjap. “Kau punya banyak pekerja. Aku lihat tadi ada seorang wanita di apartemenmu. Minta saja bantuannya!” sinis Peony. “Dia sudah pulang.” Pulang? Jadi benar kalau Kheil tinggal sendiri di apartemen itu? Kenapa Peony merasakan hatinya lega? Lega??? Apa-apaan sih! “Panggil saja lagi!” “Dia mungkin sudah tidur sekarang,” balas Kheil enteng. Wajah Peony memerah padam karena amarah. Hidungnya kembang kempis. “Kau pikir aku juga tidak mau tidur?! Lagipula, kenapa kau mencuci malam-malam? Kau bisa mencucinya besok, dan meminta tolong pada wanita itu!” “Ada pakaian yang ingin aku pakai besok. Jangan perhitungan pada tetangga. Bukankah seharusnya kau bersikap baik pada tetangga baru?” “Ya sudah, kau minta tolong saja tetangga yang lain. Di lantai ini masih ada dua tetangga lagi. Aku mengantuk—Hey! Lepaskan!” Peony memberontak saat Kheil menar
“Aku tidak masalah berasal dari mana wanita yang akan dinikahi anakku. Yang pasti, dia harus mencintai anakku dan bisa menjadi ibu yang baik bagi calon cucu-cucuku kelak.” “Jadi, apakah Anda tidak peduli meskipun jika nanti calon menantu Anda berasal dari keluarga biasa? Maksud kami, Anda tahu betul bahwa keluarga Anda adalah keluarga terpandang, tentu saja pasti Anda ingin memiliki calon menantu yang setidaknya berasal dari keluarga yang tidak jauh kedudukannya dari keluarga Leight.” “Apakah kalian pikir kami adalah keluarga yang menilai segala sesuatu berdasarkan kekayaan?” “B-bukan begitu maksud kami, Tuan Leight—” “Santai saja. Aku hanya bercanda. Hahhaha… Aku tidak ingin menyombongkan diri, tetapi jika memang anakku mendapatkan calon istri yang berasal dari keluarga biasa, aku akan menerimanya. Kekayaan keluarga Leight tidak akan habis bahkan sampai seribu generasi. Tidak mendapatkan tambahan dari kekayaan keluarga lain tidak masalah bagiku dan tentu juga anakku. Aku tidak kha
Peony segera membalikkan tubuh. Pura-pura tak mendengar suara Kheil. Peony tidak ingin terlibat lebih jauh. Peduli setan dengan tatapan penuh permohonan Kheil padanya. Mereka tidak punya hubungan apa pun. Itu kenyataannya. “Sepertinya dia tidak mengenalimu, Sayang…” “Jangan sembarangan panggil aku ‘Sayang’!” “Kau dicampakkan? Bersama denganku saja. Aku tidak akan mencampakkanmu seperti dia, Tuan Leight.” “Sudah aku katakan, aku bukan pria itu! Kalian salah orang. Jangan menyentuhku!” Peony membeku mendengar suara tegas Kheil di akhir kalimat. Pikirannya melayang ke masa lalu saat mendengar Kheil mengatakan itu. “Jangan menyentuhku!” “Kalau begitu, kau saja yang menyentuhku, Kheil…” Angel berkata dengan sensual sambil menarik tangan Kheil secara tiba-tiba menuju ke arah dadanya. Namun, belum sempat tangan Kheil mampir ke sana, pemuda itu langsung mendorong kencang tubuh Angel sampai gadis itu terjungkal. Bruk! “Ouch! Kenapa kau kasar sekali?!” “Sudah aku katakan, jangan menyen
“Kau tidak ingin minum?” “Aku tidak haus!” kesal Peony. “Baiklah. Kebetulan aku yang haus. Kalau begitu aku akan menghabiskannya—” Peony merebut botol air mineral yang baru saja hendak diminum Kheil. Ia membuka kemasannya, lalu meminumnya dengan rakus. Selain maniak jus tomat, Peony juga sangat suka air putih. Peony sengaja tak menyisakannya untuk Kheil. Biar saja pria itu haus sampai sekarat! Kekesalan Peony pada Kheil belum juga hilang. Pria itu tak membiarkannya menjauh setelah sandiwara yang dilakukan mereka di stasiun tadi. Ketika di kereta, Kheil masih menahan pinggang Peony, tak membiarkannya duduk memisah. Bahkan sampai di dalam bus, Peony duduk di samping pria yang saat ini masih mempertahankan syal yang Peony pakaikan tadi. Pria itu beralasan takut jika ada yang kembali mengenalinya. Huh! Terlalu percaya diri! Padahal wajahnya sudah tertutup sebagian karena syal Peony. “Di sini sudah tidak ada lagi yang mengenalimu. Menjauhlah!” Peony berbisik sambil mendorong lengan ko
“Eungghh…” Lenguhan panjang keluar dari mulut Peony. Ia menggeliat meregangkan otot-ototnya. Matanya terbuka perlahan. Wanita berwajah bulat ini mengerjap menyesuaikan diri dengan cahaya lampu, yang sebenarnya tidak terlalu terang karena yang menyala hanya lampu tidur di atas nakas yang dilihatnya perlahan-lahan mulai jelas. Peony diam beberapa saat. Mengumpulkan semua ingatan. Matanya memicing. Jam digital di atas nakas menunjukkan pukul enam pagi. Waktu yang biasa digunakan Peony untuk bersiap-siapa mandi. Nakas, jam, dan lampu tidur di sampingnya terlalu mewah. Peony masih ingat bahwa lampu tidurnya tidak semewah itu. Tangannya mulai meraba ranjang tempatnya berbaring. Ranjang ini pun terasa lebih lembut, nyaman dan sangat empuk. Berbeda dengan ranjang yang selama ini ia tiduri. Peony menangadah. Pandangannya menuju pada langit-langit kamar. Matanya membelalak. Ia yakin ini bukan kamarnya. Di mana dia?? Segera Peony mendudukkan diri. Matanya semakin melotot ketika tak jauh di d
Senandung lirih keluar dari mulut Peony. Kedua tangan saling menepuk beberapa kali setelah membuang sampah di tempat pembuangan yang terletak di samping gedung apartemen. Peony mengeratkan sweater ungu muda yang dipakainya saat udara malam terasa. Langkahnya terhenti melihat keberadaan mobil di depan pintu utama gedung apartemen. Di depannya berdiri seorang pria pakaian formal yang menyandarkan tubuh pada body mobil. Kedua tangan masuk ke dalam saku celana. Wajah pria itu terasa tidak asing. Mata Peony membelalak menyadari jika pria itu adalah Nicholas Leight. Pantas saja tidak asing. Wajah Nicholas dan anaknya tidak jauh berbeda. Hanya usia, kerutan di wajah dan tinggi tubuh Nicholas saja yang membedakan. Nicholas sedikit lebih pendek dari sang putra. Mengapa pria itu malam-malam ada di sini? Apakah ingin menemui sang putra? Kenapa menunggu di luar? Apakah Kheil sudah tahu bahwa ayahnya berkunjung? Peony melangkah perlahan sambil memasang penutup kepala sweaternya. Entah mengap
Peony membungkuk. Menumpukan tangan pada lutut. Napasnya terengah. Peluh membanjiri dahi dan tubuh. Beberapa kali Peony meraup oksigen setelah mengelilingi taman berbentuk oval yang berada di samping gedung apartemennya. Di sisi-sisi lapangan terdapat beberapa toko. Di hari weekend seperti ini, taman tersebut biasanya ramai dikunjungi penghuni apartemen serta penghuni rumah-rumah yang berada di daerah ini. Termasuk Peony yang menyempatkan diri jogging setidaknya dua kali dalam seminggu. Namun karena kesibukannya belakangan ini, sudah satu bulan Peony tidak melakukan kegiatan tersebut. Maka dari itu hari ini terasa lebih lelah. Peony kembali menegakkan tubuh setelah merasa cukup beristirahat. Ia kembali berlari dengan kecepatan sedang. Sesekali gelembung bola sabun melewati pandangan. Suara anak-anak kecil dan orang tua yang mengunjungi taman menyusup di indera pendengarannya. Beberapa pohon rindang yang berada di sisi-sisi taman membuat udara pagi ini sejuk. “Gelembung sabun!” Peon
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.
“Bagaimana? Enak???”Kheil menatap gadis yang tadi menghanyutkan topi baseballnya.Gadis di depannya ini, adalah gadis yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka kalau takdir membuat mereka berinteraksi dengan cara yang antimainstream tanpa harus Kheil yang lebih dulu mendekatinya. Kheil bersyukur, karena sesungguhnya tak tahu bagaimana cara mendekati gadis itu kecuali hanya memperhatikan dari jauh. Melihat tingkah-tingkah menggemaskan sang gadis yang terkadang berinteraksi hangat dengan orang asing yang baru dikenal gadis itu di taman. Kheil sampai berpikir, apakah gadis itu tak takut terlibat dengan orang jahat?Kheil kembali mengingat kejadian saat tadi topi baseballnya hanyut. Tahu begitu, sejak kemarin saja ia mengorbankan topi baseball kesayangannya itu kalau imbalannya adalah berkomunikasi dengan sang gadis. Meskipun nyatanya, sejak tadi hanya sang gadis yang tak bosan bertanya pendapat Kheil tentang es krim yang sedang Kh
Bruk!"Ouch!"Kheil terbangun dari tidur saat mendengar benda terjatuh dan tawa riuh anak-anak.Ia mengambil topi baseball yang menutupi wajah, lalu mendudukkan diri pada kursi panjang taman yang baru ditidurinya.Matanya memicing melihat seorang gadis sedang terduduk di atas rumput tak jauh dari tempatnya berada. Rambut gadis itu berwarna merah tembaga yang indah. Pipinya bulat kemerahan. Di depan gadis itu ada enam orang anak kira-kira berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Menertawakan sang gadis yang sedang mengusap lutut serta sikunya untuk membersihkan rerumputan yang menempel di sana."Apakah kau bodoh?""Tali sepatumu terlepas, dan kau malah menginjaknya. Hahahha...""Sudah besar tapi seperti anak bayi. Hahahaha.""Hehehe... Bukankah wajahku memang seperti bayi?"“Ugh! Percaya diri sekali!”Anak-anak itu
Peony menggigit bibir. “Apakah dia akan dihukum berat?”“Dia telah melakukan percobaan pembunuhan dan terbukti merencanakan hal itu sebelumnya. Belum lagi, dia berhasil menganiayamu. Tentu saja akan dapat hukuman berat.” Rahang Kheil mengeras saat mengatakan itu. Mengingat kejadian satu minggu lalu saat melihat Ella mencekik belahan jiwanya. Sang istri bahkan sempat pingsan setelah mengetahui apa yang direncanakan Ella Hardi, wanita yang menurut Peony bahkan mereka tidak pernah terlibat urusan berat selain masalah rancangan. Dan ternyata, punya obsesi terhadap Dallas. Wanita gila!“Apakah… aku keterlaluan kalau… aku tidak mau berdamai?” tanya Peony ragu. Di satu sisi, jiwa kemanusiaannya ingin berdamai, tapi di sisi lain, Peony mengingat apa yang dilakukan Ella Hardi sudah di luar batas. Bukan hanya karena percobaan pembunuhan padanya, tapi juga atas penyekapan yang dilakukan Ella Hardi pada Zora di apartemen wanita som