Satu setangah tahun yang lalu
Ana terlihat berlari memasuki kafe milik orangtuanya, gadis itu lupa jika hari ini tambatan hatinya ada jadwal manggung di sana, ia terengah-engah ketika membuka pintu kaca, mengatur napasnya lantas melangkahkan kaki masuk.
Ana bernapas lega ketika melihat Arga masih bernyanyi menghibur pengunjung malam itu. Ia lantas duduk di meja dekat dengan panggung mini yang terdapat di kafe milik orangtuanya. Senja Kafe nama kafe milik keluarga Ana memang selalu mengadakan live musik setiap malam Sabtu, dan band Arga adalah salah satu yang rutin mengisi live musik di sana, mereka sudah memiliki penggemar setia.
Masih menikmati alunan lagu yang dibawakan Arga, telapak tangan kanan Ana terlihat menyangga dagu dengan siku yang bertumpu pada meja, matanya tidak teralihkan dari Arga yang sesekali melirik ke arahnya.
"Hah ... suaramu memang mengagumkan, hati 'ku saja meleleh," gumam Ana sembari menghela napas pelan dengan senyum di wajahnya. Kekasihnya itu teramat tampan meskipun berasal dari keluarga sederhana.
Tujuh tahun menjalin hubungan sejak SMA, hanya Argalah yang bisa membuat Ana selalu tersenyum bahagia seperti sekarang.
Dua lagu selesai dibawakan Arga dan bandnya, mereka kini bisa beristirahat untuk menyiapkan pertunjukan selanjutnya. Langsung menghampiri Ana yang sudah melempar senyum padanya, Arga melayangkan protesnya.
"Kamu terlambat!" Pemuda itu duduk di kursi sebelah Ana, meraih tangan kekasihnya untuk ia genggam. Mengabaikan beberapa pasang mata yang menatap iri ke arah mereka.
"Maaf! Aku ketiduran," sahut Ana seraya nyengir kuda dan memasang muka tanpa dosa.
"Ish ... kebiasaan tidur sore, nggak baik tahu!" Arga mengusap kasar pucuk kepala Ana, membuat rambut gadis itu sedikit berantakan.
Ana pun tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya, ia sangat suka perlakuan Arga yang terus memanjakannya. Bagi Ana, Arga adalah segalanya, mereka berjanji akan menikah dua tahun lagi, bahkan keduanya sudah memiliki tabungan bersama. Ana bekerja sebagai karyawan kontrak di sebuah bank swasta di kotanya, sementara Arga memang hanya mengandalkan pekerjaan manggung dari satu kafe ke kafe yang lain bersama bandnya.
"Mumpung bisa pulang lebih awal," ucap Ana membela diri.
Tidak bisa dipungkiri jika selama ini Ana memang kekurangan kasih sayang dari keluarganya, orangtua Ana lebih memperhatikan kakak laki-lakinya, bagi mereka anak laki-laki lebih membawa keberuntungan dan bisa diandalkan meneruskan bisnis keluarga, baik ayah maupun ibunya selalu membedakan dan membandingkan dirinya dengan sang kakak, Aditya.
Namun, semuanya berubah ketika dirinya mulai mengenal Arga dan menjalin hubungan dengan laki-laki itu ketika mereka duduk di bangku kelas tiga SMA, hanya Arga yang memberikan begitu banyak perhatian pada Ana. Argalah yang menyayanginya sepenuh hati, mengisi hari-harinya dengan cinta dan kasih sayang, membuat hidup Ana yang sepi dan kelam menjadi indah dan penuh warna. Memberikan kehangatan di relung hatinya yang terasa dingin. Untuk Ana Arga ibarat matahari yang menghangatkan bumi.
"Arga!" panggil salah satu teman Arga seraya mengisyaratkan agar vokalis bandnya itu naik ke atas panggung untuk kembali tampil.
Arga menoleh seraya melambaikan tangan ke arah temannya, ia lantas kembali menatap Ana.
"Aku naik dulu." Pamit Arga yang disambut sebuah anggukan oleh gadis itu.
Ana masih menikmati alunan lagu yang dibawakan oleh Arga, terlihat sesekali jari telunjuknya mengetuk meja, kakinya ia hentakan pelan di lantai dan bibirnya mengikuti lirik yang dibawakan oleh sang kekasih.
_
_
_
Tersenyum bahagia saat masuk ke dalam rumah, langkah Ana harus terhenti karena panggilan dari ibunya.
"Ana, Ibu dulu sudah bilang kamu boleh pacaran tapi tidak boleh berhubungan serius dengan Arga."
Gadis itu terdiam, meremas tali tas yang melingkar di depan dadanya. Dia sadar, orangtuanya masih tidak bisa menerima hubungannya dengan Arga.
"Bu—"
"Ayah sama Ibu sudah minta kamu putusin dia berkali-kali, kenapa kamu masih bandel juga? Kamu itu dari kecil nggak pernah bikin ayah sama Ibu bangga, udah gede nurutin omongan orang tua aja kamu nggak bisa."
"Ana sayang sama Arga," ucap Ana.
"Sayang? Sayang nggak bisa bikin kamu kenyang Ana. Seharusnya dulu Ibu nikahin kamu aja pas lulus SMA, ngapain Ibu buang-buang duit buat nguliahin kamu, kalau kamu ujung-ujungnya nikah sama laki-laki kere macam Arga!"
Shima, kakak ipar Ana yang mendengar pembicaraan itu terlihat mendekat. Menepuk pundak adik suaminya itu sambil mengusap perutnya yang membuncit. "Udahlah Bu, Ana pasti sudah tahu yang baik untuk masa depannya."
"Kamu bisa bilang gitu karena suami kamu mapan Ma, orangtua kamu pasti tenang anaknya menikah dengan pria seperti Aditya. Tapi, lihat Ana! Pacaran sama vokalis band, Ibu 'kan tahu berapa bayaran dia."
Ana memilih diam dan bergegas masuk ke dalam kamarnya. Gadis itu melempar tasnya, memeluk gulingnya dan memejamkan mata.
"Nah ... Lihat 'kan kelakuannya, belum ngebalas apa-apa ke orangtua aja udah berani!"
Hati Ana semakin sakit, terlintas dalam pikirannya bahwa mungkin dia bukanlah anak kandung ayah dan ibunya. Perlakuan yang dia dapat sangat jauh berbeda dengan Aditya sang kakak.
"Kalau kamu masih berhubungan sama Arga, Ibu sama ayah akan menolak lamarannya mentah-mentah, kecuali dia membawa uang satu koper kemari."
Ana mencurukkan wajahnya ke bantal. Ia tak menyangka bahwa materi sepertinya lebih penting untuk ibunya ketimbang kebahagiaannya. Gadis itu mengingat permintaannya ke Arga beberapa saat yang lalu.
"Ga, Ayo kita pergi! Ke tempat di mana tidak ada orang yang bisa menemukan keberadaan kita."
"Hem ... kamu berbicara seperti ini karena sedang kesal, besok saat rasa kesalmu hilang aku yakin kamu akan melupakannya."
Hari itu Shima, kakak ipar Ana baru saja pulang dari rumah sakit pasca melahirkan, rumah orangtua Ana tentu saja ramai dengan kedatangan keluarga dan sanak saudara kakak iparnya itu.Sebuah mobil SUV berwarna silver berhenti di pelataran rumah orangtua Ana. Pemuda berbadan tegap juga berwajah tampan turun dari mobil dengan membawa kotak berbentuk persegi panjang agak besar yang dibungkus dengan kertas kado."Permisi! Saya mau bertemu dengan Aditya," ujar pemuda itu kepada salah satu pembantu rumah tangga orangtua Ana yang kala itu sedang berada di halaman dengan nada sopan."Oh, sebentar Mas!"Pembantu rumah tangga yang berumur empat puluhan tahun itu lantas masuk rumah dan memanggil Aditya, kakak Ana."Eh ... ayo masuk!" ajak Aditya begitu tahu siapa yanga datang mencarinya.Pemuda itu lantas masuk mengikuti Aditya dan duduk di ruang tamu.
"Bu."Aditya yang baru selesai membantu istrinya menjaga sang anak langsung duduk di sebelah ibunya yang sedang bersantai di teras rumah. Menyadari kedatangan putra kesayangannya tentu saja membuat wanita itu langsung menghentikan aktifitasnya bermain ponsel."Zidan kayaknya benar-benar suka sama Ana, deh!" ujar Aditya seraya menyambar kue yang ada di atas meja dan memasukannya ke mulut."Apa benar?" tanya ibunya yang langsung terlihat antusias, terlihat senyum merekah di wajah wanita itu."Iya, kemarin dia menanyakan hal-hal yang menyangkut tentang Ana, katanya dia merasa cocok dengan Ana," ungkap Aditya kepada ibunya, mengingat setelah kencan yang dilakukan Zidan, pemuda itu langsung mengungkapkan pada Aditya jika dirinya benar-benar menyukai sang adik.Tentu saja hal itu seperti angin segar yang berembus di musim panas, mungkin ini adalah kesempatan orangtua Ana menjodohkan putrinya itu pada pri
Sore itu Ana terlihat bingung ketika ibunya meminta Arga untuk datang ke rumah dan ingin bicara dengan mereka. Namun, ia juga bahagia, berpikir mungkin saja jika ibunya kini berubah pikiran dan sudah bisa menerima hubungan keduanya juga berniat merestui mereka.Ana berdandan secantik dan semanis mungkin, jika memang benar kalau mereka akan mendapat restu, tentu saja Ana harus dalam keadaan yang sempurna untuk menyambutnya.Ana menyambut bahagia ketika Arga datang dan baru saja turun dari motor kesayangannya, pemuda itu tampak melepas helm yang ia kenakan kemudian mengulas senyum pada Ana yang sudah berdiri di sampingnya."Apa penampilanku sudah rapi?" tanya Arga pada kekasihnya itu.Ana mengangguk, ia sedikit menepuk dan mengangsurkan tangannya di bagian depan kemeja Arga untuk sekedar merapikan pakaian yang dikenakan kekasihnya. "Sudah rapi."Arga kembali mengulas senyum mendengar perkata
Beberapa hari setelah kedua orangtua Ana meminta agar gadis itu harus berpisah dengan Arga, mereka mulai membatasi kegiatan Ana. Bahkan gadis itu diantar dan jemput saat bekerja, dimaksudkan agar Ana tidak punya waktu untuk bertemu dengan kekasihnya.Malam itu, Ana sedang berada di kamarnya. Ia sedang berbalas pesan dengan Arga yang kala itu sedang manggung di kafe milik orangtuanya. Gadis itu meminta maaf karena tidak bisa datang, mengingat jika kedua orangtua maupun kakaknya masih mengawasi dirinya serta tidak membiarkannya pergi ke mana pun selain bekerja."An!"Ibu Ana sudah berada di kamar gadis itu, membuat Ana yang sedang berbaring dengan posisi telungkup terkejut dan langsung bangun menatap ibunya."Minggu depan, Zidan akan membawa lamaran ke sini. Jadi, kamu harus bersiap-siap untuk meyambutnya," kata ibunya menjelaskan, wanita itu sudah menerima lamaran Zidan secara lisan dan tinggal menunggu prosesi resmi
Hari di mana diadakannya lamaran pun datang. Kala itu Ana benar-benar berpikir untuk kabur, sudah satu minggu setelah tragedi di mana Aditya menghajar Arga, Ana dikurung di kamarnya dan tidak diizinkan keluar ataupun bekerja.“Mbak, tolong rias dia secantik mungkin!” pinta ibu Ana kepada perias yang ia sewa untuk mendandani putrinya.Ana hanya melirik dengan wajah datar, ia benar-benar merasa tertekan dengan keadaan yang sedang ia alami. Kini dirinya hanya bisa pasrah, membiarkan para perias itu mendandani dirinya, memoles dan membubuhkan aneka make up ke wajahnya.___Keluarga Zidan sudah tiba di rumah Ana dengan berbagai hadiah yang sudah dipersiapkan. Ayah Zidan tidak ikut mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan untuk diajak. Hanya ada dua adiknya dan juga beberapa kerabat terdekat yang akan mengikuti dan menyaksikan prosesi lamarannya.Mereka sudah duduk di tempat y
Ana terlihat duduk dengan peluh yang bermanik di kening dan pelipisnya, wajahnya terlihat pucat tidak secerah biasanya. Sudah hampir dua bulan setelah pertunangan dirinya dengan Zidan, Ana tidak diperbolehkan keluar rumah, dia pun dipaksa berhenti dari pekerjaannya.Hari ini ia bisa keluar atas izin orangtuanya. Namun, ia juga memiliki peraturan dan syarat yang harus dilakukan. Ana terus ditekan untuk segera meninggalkan Arga mengingat jika pernikahannya sudah tinggal sebulan.Arga menatap Ana yang terus menunduk dengan wajah pucat, gadis itu juga terlihat terus meremas jemarinya.“An!” panggil Arga.“Arga aku ingin hubungan kita berakhir!” Ana langsung mengutarakan maksud kedatangannya pada Arga, gadis itu tidak berani menatap wajah kekasihnya.Ana diperbolehkan keluar hanya untuk memutuskan hubungannya dengan Arga, orangtuanya tidak ingin jika Ana masih menjalin hubungan dengan pemuda itu. Bahkan,
Pernikahan yang sejatinya penuh kebahagiaan dan doa terbaik untuk melangkah menuju masa depan tidak berlaku bagi Ana. Meski para tamu dan keluarga berpesta menyambut suka cita pernikahan itu, nyatanya Ana sama sekali tidak bahagia.Sehari setelah pernikahan Ana dan Zidan, gadis yang kini sudah resmi menjadi milik Zidan itu sedang sibuk berkemas. Zidan mengatakan jika ingin mengajak Ana segera pindah ke rumahnya karena dia tidak bisa meninggalkan ayahnya yang sakit terlalu lama.“Ingat An! Kamu sudah jadi istri Zidan, jangan berbuat sesuatu yang bisa mempermalukan keluarga kita, apa kamu paham?” Ibu Ana menasehati gadis itu dengan sedikit penekanan.Ana sedang berkemas, ia akan pindah ke rumah Zidan hari ini. Sebagai seorang ibu, wanita itu benar-benar seakan sedang mengorbankan kebahagiaan putrinya sendiri.Ana tidak menanggapi perkataan ibunya, ia fokus memasukan pakaiannya ke koper. Dalam hati ia merasa mungkin ke
Sudah genap seminggu Ana menikah dengan Zidan. Gadis itu tidak diperbolehkan bekerja oleh Zidan karena memang pemuda itu menginginkan agar Ana di rumah dan membantu perawat mengurus ayahnya.Ana sendiri sebenarnya ingin sekali bekerja, tapi apalah dayanya jika sudah dilarang, terlebih Zidan berjanji akan menjamin hidup Ana, mencukupi segala kebutuhan gadis yang kini jadi istrinya, melakukan kewajiban sebagai seorang suami dan meminta Ana melakukan kewajiban sebagai seorang istri-mengurus keluarganya.Sore itu setelah selesai mengurus ayah Zidan dan memastikan jika pria itu beristirahat, Ana pun pergi membersihkan diri. Ternyata merawat orang sakit lebih sulit dari bekerja, itulah yang dirasakan Ana sekarang.Gadis itu begitu terkejut ketika baru saja keluar dari kamar mandi dan mendapati Zidan ternyata sudah pulang, Ana hanya memakai bathrobe dan begitu polos di dalam, membuat gadis itu salah tingkah.Zidan yang bar
Zidan dan Arga memakai pakaian khusus untuk bisa melihat Ana, mereka masuk bersama setelah terjadi perdebatan sengit, tidak ada yang mengalah untuk bergantian melihat kondisi Ana. Hingga akhirnya perawat mengizinkan keduanya masuk bersamaan. Kini keduanya sudah berdiri di samping kanan dan kiri, menatap wajah Ana yang penuh luka, alat bantu napas terpasang di hidung, jarum infus dan alat penunjang kehidupan lainnya terpasang di seluruh badan. Kedua pria itu sama-sama menggenggam tangan Ana, bahkan mengecup punggung tangan bersamaan, seakan melupakan perdebatan mereka saat di luar. "An, jika kamu bangun. Aku berjanji untuk membahagiakan dirimu, akan aku ikuti semua keinginanmu. Bahkan jika kamu meminta aku mundur dari dunia musik, maka akan aku lakukan," ucap Arga yang terdengar begitu pilu. "An, meski aku tidak berhak, tapi kamu tahu aku sangat mencintaimu. Aku akan merawatmu meski suamimu melarang," ucap Zidan yan
"Kenapa? Kenapa melakukan ini padaku? Kenapa kamu menjadi orang yang membocorkan hubungan gelap kita? Kenapa kamu tega, Ga? Kenapa?" Ana melihat file berisi foto yang sama dengan foto yang dikirim ke Zidan, foto yang membuat hubungan mereka terbongkar. Bahkan Ana melihat foto bukti transfer kepada seseorang, menduga kalau Arga sengaja membayar untuk mengambil foto mereka secara diam-diam kemudian mengirimkan kepada Zidan. Zidan berjalan cepat menyusuri koridor, menuju ruang operasi sesaat setelah mendapat kabar Ana mengalami kecelakaan. Begitu melihat Arga yang tertunduk dengan tangan yang berlumuran darah, membuat Zidan murka. Mantan suami Ana langsung menarik kerah Arga, melayangkan bogem mentah hingga membuat Arga limbung dan terjatuh di lantai. "Apa yang kamu lakukan padanya, hah? Kenapa dia meminta maaf padaku berulang kali? Apa yang kamu lakukan, brengsek?!" Zidan kembali melayang
Arga langsung menggendong Ana begitu sampai di rumah. Seakan enggan melepas sang istri, rasa takut dan tertekan kini benar-benar dirasakan Arga. Lanie, Samuel, dan Dio tidak berani mengganggu, mereka hanya menatap Arga yang langsung berjalan masuk ke rumah."Biarkan mereka berdua," ucap Lanie yang langsung mendapat anggukan dari Samuel dan Dio.Lanie menambah pengawal pribadi di area rumah Arga, jangan sampai mereka kecolongan lagi. Lanie juga sudah meminta beberapa hacker untuk menghapus postingan yang sudah terlanjur beredar di sosmed. - -Arga berjalan dengan menatap sendu sang istri, ingin rasanya menangis tapi takut Ana akan menjadi semakin sedih. Menurunkan Ana di atas tempat tidur, menyelimuti dan kemudian ikut berbaring di ranjang."Maaf sudah membuatmu cemas," ucap Ana yang tahu kalau Arga mencemaskan dirinya.Arga menggeleng menahan tangis, d
Arga dan yang lainnya sudah sampai di lokasi yang diberikan Alisya, mereka tidak menemukan siapa pun di sana, membuat Arga semakin frustasi."Nomor Ana masih tidak bisa dihubungi!" Lanie tampak panik. Ia baru saja memaki pengawal yang disuruh mengawasi Ana, orang bayarannya itu ternyata tidak tahu kalau Ana pergi keluar.Arga mengguyar kasar rambut karena frustasi, pikirannya tidak tenang membayangkan apa yang terjadi dengan sang istri."Kita cari ke rumah Alisya," kata Dio yang membuat Arga, Lanie, dan Samuel menatap padanya."Rumah Alisya, rumah mantan suami Ana!" Arga memastikan.Dio mengangguk, bisa saja Ana di sana mengingat kalau Alisya yang pertama kali memberi kabar soal postingan hingga keberadaan Ana. Arga terlihat berpikir, hingga kemudian mengiyakan usul Dio. Mereka kembali masuk mobil, hendak pergi menuju rumah Zidan.Arga terlihat berpikir, mesk
Ana ditarik paksa, bahkan gadis yang berjalan di belakang terlihat sesekali menarik rambut Ana dengan kasar, membuat istri Arga itu meringis menahan sakit. Mereka membawa Ana ke sebuah gang kecil yang terdapat di dekat minimarket, sepi orang berlalu lalang hingga membuat para gadis itu bebas menggila. Menyebut diri mereka Arga Angels, fans fanatik Arga yang tidak akan rela jika kekasih sedunia mereka dimiliki oleh satu wanita.Ana didorong hingga membentur tembok, lengannya terasa sakit dan kulit kepala begitu perih."Mau apa kalian?" tanya Ana menatap satu persatu para gadis yang membawa paksa dirinya. Matanya merah, entah menahan tangis atau amarah."Mau apa? Tentu saja memberimu pelajaran! Siapa yang mengizinkanmu menikahi Arga kami, hah!" bentak salah satu gadis yang sudah diliputi amarah.Gadis lainnya melempar sebutir telur tepat mengenai pelipis Ana, membuat terkejut tak percaya dengan yang te
Sudah dua hari berlalu. Sejak hari di mana ibu pindah, Ana dan Arga masih tinggal di rumah ibu karena di sana lebih leluasa melakukan sesuatu dan juga pengawal yang berjaga akan lebih leluasa mengawasi. "Ah, semuanya habis." Ana mengecek persediaan dapur. Karena dua hari tidak ke mana-mana, membuat dirinya tidak berbelanja sama sekali. Arga pergi ke studio pada pagi buta, tidak ingin kalau ada paparazi yang melihatnya keluar dari rumah itu. Kini Ana kebingungan harus bagaimana, hingga akhirnya memilih untuk keluar berbelanja. Hari masih pagi, berpikir kalau paparazi tidak mungkin akan beraksi, terlebih sampai sekarang belum ada tanda-tanda kalau foto atau video tentang pernikahan mereka tersebar di jagat maya. - - - Zidan tengah sarapan bersama Mikayla dan Alisya. Sejak Zidan menghajar Rian, Mikayla terlihat lebih baik, seakan sudah melupakan tentang tekanan batin yang pernah
Zidan terlihat mengemudikan mobil di jalanan, baru saja menghadiri rapat di luar perusahaan. Semenjak bertemu Ana tempo hari, Zidan terlihat lebih senang dan bahagia, bahkan tak jarang tiba-tiba tersenyum sendiri, seakan sedang jatuh cinta untuk kedua kalinya. Zidan melajukan mobil dengan kecepatan sedang, hingga menangkap sosok wanita yang dikenal. Zidan buru-buru menepikan mobil di sisi jalan serta memarkirkan serampangan sebelum akhirnya keluar dan berjalan dengan sedikit tergesa-gesa.Mikayla yang baru saja selesai berbelanja setelah beberapa hari istirahat, melihat Rian yang sedang berjalan dengan seorang wanita. Terlihat begitu mesra dan intim, membuat Mikayla tidak terima akan hal itu, bukan hanya karena Rian menolak bertanggung jawab, tapi juga karena Rian memecatnya.Mikayla berjalan cepat menghampiri Rian yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan wanita berpakaian seksi itu, menarik kasar tangan Rian hingga membuat genggaman
Hari berikutnya, Lanie dan teman-teman Arga datang ke rumah ibu. Mereka panik ketika tahu hal yang menimpa ibu dan Ana akibat ulah paparazi."Bagaimana keadaan ibu?" tanya Lanie ketika Arga sudah mempersilahkan semuanya duduk."Ada di kamar, sedang bersama Ana," jawab Arga.Arga menatap satu persatu teman-temannya, kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Semua teman-teman Arga memperhatikan suami Ana, merasa kalau pria itu benar-benar sedang dalam keadaan bingung."Aku ingin mempublikasikan hubungan kami," ucap Arga yang membuat semuanya terkejut."Ar, apa kamu sudah memperkirakan konsekuensi yang akan terjadi jika melakukan hal itu?" tanya Samuel yang selalu membuka suara untuk mengemukakan pendapat."Benar, kamu tidak bisa begitu saja mengatakan pada publik tentang statusmu sekarang," timpal Lanie.Arga mengusap ka
Ana terkejut dengan pertanyaan Arga, bagaimana bisa tahu kalau dirinya bertemu Zidan? Apa itu saat di rumah sakit? Atau di kafe? Pertanyaan itu malah berputar di kepala.Arga menanti kejujuran dari sang istri, sangat berharap Ana tidak membohongi dirinya. "An!"Ana menarik napas dalam-dalam, mengulas senyum dan mempererat genggaman tangan. "Iya," jawab Ana yang membuat Arga hendak melepas tangan dari genggaman Ana. "Tapi dengar dulu penjelasanku!" Ana tidak membiarkan Arga melepas tangannya, sadar kalau sang suami pasti cemburu."Kamu ingat waktu aku bilang baru saja mengantar teman ke rumah sakit?" tanya Ana dengan tatapan yang tidak teralihkan dari wajah Arga. Arga hanya mengangguk karena masih ingat.Ana melanjutkan cerita ketika Arga sudah menjawab dengan sebuah anggukan. "Dia adalah Mikayla, adiknya mas Zidan. Dia hamil dan pria yang seharusnya bertanggung jawab malah kabur, aku menyelamat