Bab 23B"Jangan menangis lagi, Ri. Aku tidak tega melihat perempuan yang aku cintai mengeluarkan air mata kesedihan."Swari segera menghapus air matanya, dia sedikit malu menoleh kanan kiri beberapa orang terlihat memperhatikannya. Mereka berdua sudah terlihat seperti pasangan yang sedang bertengkar."Aku tidak sedih tapi terharu," ucap Swari terbata."Oh, kirain." Hangga hanya beroh ria sambil tersenyum.Swari merasakan sesak di dadanya berkurang karena sudah mengatakan apa alasan dirinya menjauhi laki-laki yang sudah menempati sudut ruang hatinya. Akan tetapi, Swari masih memiliki keganjalan mengenai apa yang dilihatnya di hotel kemarin. Dia melihat Hangga begitu dekat dengan Dena. "Om Hangga berhubungan dengan tante Dena ya?"Uhuk,uhuk.Hangga tersedak minuman yang sedang diseruputnya manakala mendengar pertanyaan Swari yang tak terduga. Dari mana Swari tahu. Apa Swari melihatnya saat jalan berdua dengan Dena, pikirnya."Aku melihat Om Hangga begitu romantis memperlakukan tante De
Bab 24AHangga kian mendekati Swari yang detak jantungnya mulai tak normal.Deg."Swari, izinkan aku.""Hah...?"Swari hanya mengerjapkan matanya berkali-kali untuk mengurangi rasa gugupnya.Hangga masih dalam posisi sedekat ini dihadapannya.Cklek,"Aku hanya ingin memastikan keselamatanmu."'Astaghfirullah, mengagetkanku saja,' guman Swari.Sudah bisa dipastikan wajah Swari merah merona menahan malu karena berpikiran yang bukan-bukan atas tindakan Hangga yang baru saja dilakukan dengan memasangkan seatbelt.Swari hanya mengernyitkan keningnya, sementara Hangga berusaha menahan diri untuk tidak tertawa."Jadi, gimana ceritanya Om Hangga bisa ada di sini? Arka bilang Om tidak berencana kemari," tanya Swari mengalihkan rasa gugupnya."Kamu berharapnya aku tidak datang, ya?""Ishsh ditanyain malah gantian tanya balik," kesal Swari yang dibalas dengan senyuman oleh Hangga."Swari, izinkan aku silaturahim ke rumahmu. Aku ingin bertemu dengan ibumu.""Apa? Tapi, Om.""Tidak ada tapi-tapian
Bab 24B"Mbak Swari kasih tips dong, gimana cara mendekati Mas Satria yang efektif," bisik Hana.Swari hampir cekikikan dibuatnya."Sttt, jangan tertawa keras Mbak, nanti Mas Satria dengar!" pinta Hana sambil menaruh jari telunjuk dibibirnya."Kamu beneran mau tahu?"Hana pun mengangguk girang seraya mendekati Swari."Satria itu tipe cowok yang nggak suka dikejar-kejar, nah kamu coba bersikap pura-pura cuek aja.""Haah, masak gitu sih. Nanti kalau aku ganti dicuekin gimana.""Lha kan belum dicoba. Nanti kalau Satria tetap nyuekin kamu, ya tinggal dikejar-kejar lagi," canda Swari membuat Hana tampak memikirkan idenya."Ngobrol apaan sih, kalian asyik sekali?" seru Satria."Biasalah masalah perempuan," balas Swari.Satria heran dengan tingkah Hana yang tiba-tiba pendiam menggelitiknya untuk menggoda perempuan yang suka mengejarnya di kampus."Hana tumben pendiam. Kamu lagi sakit?" celetuk Satria namun Hana tetap asyik membuat bumbu untuk jagung bakar.'Ishsh, ni anak nggak ada respon sa
Bab 25"Jika cinta tidak memandang usia, izinkan aku bahagia bersamanya."Satu setengah jam perjalanan telah membawa mobil yang mereka tumpangi hampir sampai di rumah Swari.Tampak oleh netra Swari ada mobil yang tidak asing terparkir di depan rumah. Mobil itu tak lain adalah mobil ayahnya."Ada ayah, Sat."Tampak dari kaca spion raut kebingungan yang terlukis di wajah Swari membuat Hangga berusaha menenangkannya. Hangga menoleh ke jok belakang dan memberi kode anggukan pada Swari memastikan bahwa semua akan baik-baik saja."Kita harus siap menghadapinya, Ri!" ajak Hangga.Satria menunggu Swari keluar dari mobil. Dia memegang kedua lengan Swari seraya berkata,"Yakinlah pada Allah, semua akan baik-baik saja!"Swari hanya mampu menganggukkan kepalanya. Derap langkah kaki tiga orang menggema saat memasuki rumah. Suasana tampak mencekam bagaikan menghadirkan sosok yang bersiap akan disidang.Swari sedikit tergelak melihat tatapan tajam dari sang ayah yang terfokus padanya kemudian beral
Bab 26A"Kamu mau ayah menarik kembali keputusan ini?" Swari segera menggelengkan kepalanya dan mengibaskan kedua tangannya.Dia sampai tidak mampu berkata-kata karena saking bahagianya.Swari segera memeluk ayah dan ibunya bergantian. Tangis kesedihan berubah menjadi keharuan di hati Swari."Jadi, kapan Pak Hangga mau melamar Swari?""Secepatnya, Pak," ucap Hangga dengan mantap dan tegas.Sehari setelah pulang dari Solo, Hangga masih membereskan keperluan pembukaan cabang barunya. Jam makan siang tiba, namun Hangga masih berkutat dengan berkas di mejanya.Tok tok.Seperti biasa Dena menghampiri Hangga di kantornya untuk mengajak makan siang. Kali ini Dena berpenampilan cantik dan lebih fresh karena ada sesuatu yang ingin ditagihnya dari Hangga. Suatu hal yang dijanjikan Hangga namun sepertinya laki-laki idamannya itu lupa.Dena melangkahkan kaki mendekati Hangga. Suara dentingan sepatu sandalnya dengan hak tinggi pun tak mampu mengalihkan perhatian Hangga.Laki-laki yang sudah menet
Bab 26B"Aku mohon kamu bisa menerima keputusanku. Aku yakin kamu akan menemukan pasangan yang lebih baik nantinya."'Tapi aku berharap jodohku adalah kamu, Ngga,' batin Dena sembari mengusap air matanya.Dena menghela napas panjang, tampak raut wajah kecewa yang ditunjukkannya pada Hangga.Untuk menebus rasa bersalahnya, Hangga mengajak Dena makan siang bersamanya juga dengan Almira adiknya yang sudah memasang janji. "Aku jadi tidak nafsu makan, sebaiknya aku pulang saja," lirih Dena sambil berlalu meninggalkan Hangga yang terpaku dengan sedikit perasaan bersalah karena terlambat memberi jawaban pada Dena.Seminggu berlalu, Swari mulai tinggal di kosnya karena baru saja melaksanakan sidang skripsi. Dia diberi kesempatan untuk mengerjakan revisi maksimal satu bulan. Beruntung Swari dibantu Satria mengurus administrasinya sehingga bisa lancar urusannya.Sementara itu, Hangga juga memberi dukungan pada Swari dengan menemani makan siang atau bertemu latihan karate di dojo Dimas.Hari in
Bab 27A"Apa yang kamu lakukan Swari?"Hangga semakin merapatkan tubuhnya mendekati Swari yang tertegun karena sudah kembali pada kesadarannya.Swari mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menghela nafas panjang. Dia merutuki tingkah lakunya sendiri yang sudah di luar kebiasaannya."Apa kamu berniat menggodaku di sini?" bisik Hangga di telinga kiri Swari yang sudah gugup tak terkira."Gini nih kalau jalan sama laki-laki dewasa pikirannya m*s*m," cebik Swari."Eits, dasar anak ABG pikirannya m*s*m melulu," balas Hangga tak mau kalah.Swari hanya bisa membalas dengan mata melotot ke arah Hangga dan segera memaksanya keluar dari kamar pas.Dia langsung menutup dengan keras pintu kamar pas setelah melihat dosbing dan istrinya pergi dari butik yang dikunjunginya.Semwntara Hangga hanya terbahak keluar dari kamar pas.Setelah selesai berbelanja, Swari dan Hangga berjalan kaki memutari mall. Swari tak beralih pandangannya tertuju pada kedai es krim gelato yang terletak di pojok kanan pintu
Bab 27BSwari sudah duduk bersama Arka di teras. Dia menemani Arka belajar untuk oersiaoan masuk PT.Sementara Hangga sudah masuk kamarnya untuk mandi dan beristirahat.Kali ini Arka benar-benar serius belajar. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk lolos tes.Deru mobil terdengar di telinga membuat mereka berdua mengalihkan oandangan ke gerbang pintu.Pak Agung segera membukakan pagarnya. Mobil yang tidak asing bagi Arka tampak memasuki halaman rumah."Sepertinya ada tamu, Ar.""Iya, tamunya ayah. Lebih tepatnya fans berat ayah atau rivalnya Mbak Swari."Swari mengernyitkan dahi mendengar Arka sepertinya hafal betul dengan tamu ini."Siapa?""Nanti Mbak Swari juga akan tahu sendiri."Swari semakin dilanda kegundahan, pikirannya bertanya-tanya. 'Siapa memangnya, kenapa Arka bilang dia pesaingku,' gumannya.Seorang perempuan cantik keluar dari mobilnya dan melangkahkan kaki mendekati Swari dan Arka. Di tangannya tertenteng paper bag entah berisi apa, namun bertuliskan bakery.
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho