Jerome tersadar, matanya mengerjap dua kali dengan cepat lalu mendorong wajah Carissa menjauh. Melempar lembaran yang teremas di genggaman tangannya sebelum melemparnya ke hadapan Carissa.
Carissa tersentak dan tak menduga dengan dorongan keras Jerome yang berusaha membentangkan jarak di antara mereka.
“Apa yang kauinginkan dari semua penjelasan ini, Carissa?”
“Kau tahu apa yang kuinginkan, Jerome.”
“Diriku?” dengus Jerome mencemooh.
“Aku akan membiarkanmu membesarkan anakmu dan Jenna.”
Jerome menggeleng. “Aku tak tahu apakah ini hanya dugaanku atau memang benar adanya. Sepertinya kau memang sengaja kembali ke hidupku setelah menunggu kabar ini, bukan? Kau kembali setelah memastikanku memiliki anak dengan wanita lain. Demi rasa bersalahmu yang tak akan bisa memberiku keturunan?”
Mata Carissa mengerjap, seolah tertangkap basah dan ia pun tak menyangkal.
“Kau ingin
Jerome terpaku, mengerjap beberapa kali untuk menetralisir keterkejutannya dengan ciuman Jenna. Sebelum kemudian tersadar, dan tak gayung bersambut. Jerome tak akan membiarkan kesempatan istimewa ini berlalu begitu saja. Ia membalas lumatan Jenna, dengan tak kalah agresifnya.Tak pernah cukup hanya dalam ciuman, gairah mengaliri setiap nadinya, kedua tangannya bergerak menelusup di antara pakaian Jenna. Dalam sekali gerakan ringan, ia mengangkat pinggang Jenna dan mendudukkan wanita itu di wastafel. Telapak tangannya menelusuri setiap inci kulit tubuh Jenna yang mulus dan lembut. Juga sepanas hasrat yang segera membara dalam tubuhnya. Semua percintaannya dengan Jenna selalu terasa nikmat sekaligus memberinya pengalaman baru. Menjelajahi setiap sudut tubuh wanita itu dan tak akan pernah puas.Mengabaikan segala kekhawatiran yang sempat memenuhi kepalanya, Jenna membalas setiap lumatan dan sentuhan Jerome dengan lebih agresif. Memiliki pria itu untuk dirinya sendiri, dan
“Kembar?” Mata Jerome nyaris jatuh ke lantai. Membelalak penuh ketakjuban. “Dua?”Jenna pun tak kalah terkejutnya. Menahan tawa dengan ekspresi yang terpasang di wajah Jerome.“Satu?” Dengan tangan kiri, Jerome menghitung dua jarinya di tangan kanannya yang berdiri. “Dua?”Jenna mengangguk mengiyakan. Dengan senyum yang tak kalah lebarnya. Kebahagiaan yang datang menerjangnya, terasa begitu melimpah. Berkali-kali lipat dengan ketakjuban yang memenuhi wajah Jerome. Kebahagiaan yang terlihat di wajah Jerome terlihat begitu tulus, bahkan saat pernikahannya dan Jerome, senyum pria itu tak selepas seperti saat ini. Seolah Jenna melihat sisi lain Jerome yang sebelumnya tak pernah terbuka. Tertutupi oleh sisi gelap pria itu yang terlalu padat.“Laki-laki? Atau perempuan?” tanya Jerome penuh keantusiasan yang tak bisa dikendalikannya. “Atau keduanya?”Sang dokter tersenyum. “Usia
āDi mana istriku?ā tanya Jerome begitu berpapasan dengan salah satu pelayannya di ruang tengah. āNyonya sedang di samping kolam renang. Jerome memberikan tasnya pada pelayan itu, lalu berbelok menuju lorong yang mengarah ke kolam renang. Menatap Jenna yang sedang duduk bersandar di kursi santai, dengan piring yang diletakkan di pangkuan. Sesekali angin bertiup melambaikan helaian rambut Jenna yang diurai. Wanita itu selalu membiarkan rambutnya terurai. Tanpa ada hiasan apa pun di kepala, tanpa polesan make up di wajah, dan tanpa alas kaki. Terlihat begitu polos dan ceria. Seperti anak kecil. Jenna yang tak menyadari kedatangan Jerome, terus melahap makananya. Sambil sesekali tersenyum dan mengelus perut wanita itu. Jerome pun yang menyaksikan hal itu tak bisa menahan senyum di wajahnya. āJerome?ā Jenna menoleh ke belakang. Terkejut menemukan keberadaan Jerome yang bersandar di pinggiran pintu kaca. Dengan kedua tangan bersilang dada. Mengamatinya dari
āAuww,ā pekik Jenna pelan ketika tangan Jerome menyentuh luka yang menggores di kakinya karena pecahan kaca. Tak terlalu lebar, tapi cukup membuatnya merasakan perih. Juga ada beberapa luka memerah dan hampir melepuh karena cipratan kopi panas pria itu. āMaaf.ā Jerome mendongak. Bangkit dari jongkoknya sambil mengangkat kedua kaki Jenna naik ke kasur dan memosisikan tubuh istrinya bersandar di kepala ranjang. Kemudian membungkuk mencari kotak p3k di laci nakas paling bawah. Meletakkannya di samping kaki Jenna dan membukanya. Jenna hanya sesekali meringis ketika Jerome berusaha membersihkan luka goresnya dengan cairan antiseptik. Kemudian mengoleskan salep di luka tersebut sebelum menutupnya dengan plester. Juga salep luka bakar di beberapa bagian kulitnya yang memerah. Perhatian Jenna masih tersorot ke wajah pria itu. Yang tampak kalut bercampur sesal. Menyimpan tanda tanya besar bagi Jenna. Ekspresi yang belum pernah Jenna lihat ada di sana. āAku aka
Storynya belum ada di apk, ya. Masih di web. Jadi harus dicari di web dulu sebelum dimasukin apk. A Lover (Alec & Alea) Alec Cage, tak mampu menahan lonjakan gairah yang begitu menggebu ketika menemukan keindahan begitu sempurna yang dimiliki oleh Azalea Mahendra. Ia tak sungguh-sungguh berniat membawa wanita itu ke ranjang, tapi kesepatakan Arsen Mahendra yang ingin mempertahankan posisi CEO memberikannya hadiah yang sangat menarik. Seorang Azalea Mahendra. Jadi, kenapa tidak? Azalea Mahendra, tak mampu menolak paksaan sang kakak, Arsen Mahendra. Yang berniat memberikannya pada Alec Cage sebagai sebuah hadiah. Tanpa kekuatan untuk melawan kekuasaan sang kakak, Alea membiarkan Alec mendapatkan tubuhnya. Awal pernikahan mereka berjalan dengan lancar dan hubungannya dengan Alec berjalan seperti sebuah pernikahan pada umumnya meski hati Alea tertaut pada pria lain. Dan semua berubah menjadi petaka bagi Alea ketika Alec diam-diam me
Entah sudah berapa lama Jenna merebahkan tubuhnya di tempat tidur hanya untuk berguling ke sana kemari. Ranjang itu terasa begitu luas dan kosong, juga dingin tanpa kehadiran Jerome. Sedikit kekesalan menyadari keresahannya sejak tadi dikarenakan ketiadaan Jerome. Kenapa ia merasa begitu tergantung dengan Jerome sejak kehamilan ini?Jenna menyentuh perutnya. Semua perasaanya menggebu ini hanyalah dorongan dari janin di dalam perutnya. Karena hormon kehamilannya. Karena anak ini adalah anak Jerome. Ya, hanya itu. Semua kecemburuan dan kerinduannya pada Jerome hanyalah dorongan hormon kehamilan. Yang tak kuasai ia kendalikan.Sekali lagi Jenna merubah posisinya. Berbaring miring mengarah ke sisi ranjang tempat Jerome biasa berbaring. Dan memeluknya sepanjang malam. Kecuali kemarin malam. Hati Jenna meringis pedih. Teringat Carissa.Tak banyak hal yang ia ketahui tentang Carissa selain sebagai mantan kekasih Jerome. Juga seseorang yang telah membantu Liora da
“Duduklah.” Liora memilih mengabaikan kalimat Jerome.Jerome menahan pinggang Jenna agar tak langsung duduk. Tetapi pemilihan tempat duduk yang diberikan Liora adalah satu-satunya tempat yang ia pikir berada paling jauh dari jangkauan Daniel. Ia pun membiarkan Jenna duduk di samping Liora sedangkan dirinya sedikit menggeser satu-satunya kursi yang tersisa lebih dekat ke arah tempat Jenna. Membentangkan jarak yang cukup jauh antara dirinya dan Daniel meskipun itu tak cukup karena tetap saja ia harus menghirup udara yang sama di sekitar sepupu sialannya itu.Lebih dari sepuluh menit, keheningan penuh ketegangan di meja tersebut tak terpecahkan hingga pelayan menyajikan makanan memenuhi meja. Bahkan tak ada yang menyentuh makanan tersebut seolah setiap gerakan saja mampu menimbulkan konfrontasi di antara kedua belah pihak.Jenna dan Liora sendiri hanya mampu saling pandang tanpa sepatah kata pun dengan ketegangan kuat di antara Jerome dan Daniel. Kedua
“Kau jadi lebih pendiam,” gumam Jerome memecah keheningan yang sengaja dipertahankan sejak keduanya masuk ke dalam mobil dan meninggalkan halaman restoran. “Apa saja yang kau bicarakan dengan Liora di toilet?”Jenna menoleh, lama menatap wajah Jerome dengan cermat lalu menggeleng pelan. Menepis kegetiran yang merayapi hatinya teringat kata-kata Liora yang kembali berputar di kepalanya.“Kau jelas terlihat tidak baik-baik saja, Jenna. Inilah hal yang kukhawatirkan dengan pertemuanmu dan Liora. Wanita itu pasti mengatakan sesuatu.”Mata Jenna mengerjap dengan cepat akan kejituan dugaan Jerome.“Katakan. Apa saja yang dikatakan oleh Liora padamu?” Suara Jerome terdengar lebih tegas dan penuh tuntutan dari sebelumnya. “Aku tahu ada sesuatu yang tak beres.” Mata Jerome memicing penuh curiga. Tentu saja ada yang tak beres dengan Jenna. Sikap dan cara memandang wanita itu berubah sejak keluar dari toile
Jangan lupa baca cerita baru author, yaPeringatan : KHUSUS 21+ Di bawah umur sebaiknya melipir. Mengandung adegan dewasa dan kekerasan, TETAPI yang berharap menemukan adegan ena-ena dan eksplisit sebaiknya menjauh sebelum harapan kalian runtuh. Blurb : Anne Lucas, dengan kecantikannya yang begitu memesona berhasil menarik perhatian seorang Luciani Enzio. Supermiliader, filantropis, aktivis dan tak lupa predikat bujangan paling diagungkan di lingkungan sosial atas. Segala macam pujian dipersembahkan oleh semua orang untuk pria itu. Tetapi Anne tak pernah terkecoh dengan semua topeng pria itu yang digunakan untuk menjilat kedua orang tuanya demi restu mereka untuk menikahkan Anne dengan Luciano. Ia tahu, di balik kesempurnaan Luciano. Pria itu tak lebih dari pria tua mesum yang berengsek. Segala cara ia lakukan untuk merobek topeng dan menunjukkan pada dunia wajah Luciano yang sebenarnya. Termasuk menghancurkan tubuhnya yang berhasil menarik pria itu. Tetapi, semua rencananya ta
Jerome berhasil menangkap tubuh Jenna yang terhuyung ke depan tepat sebelum kepala sang istri menyentuh lantai. Wajah Jenna benar-benar seputih kapas. Matanya terpejam. Wanita itu pasti benar-benar terkejut mendengar bahwa Daniel menemukan Liora lebih dulu. Yang artinya Xiu akan dipisahkan dari sang kakak, juga dari mereka berdua.Ya, selama dua tahun merawat Xiu, dan meski balita itu bukan anak kandungnya. Kasih sayang mereka tak berkurang sedikit pun untuk Xiu. Tak ada bedanya dibandingkan dengan Axel dan Alexa. Penyesalan bercokol di dadanya, sepertinya ia memang harus bertemu dengan Daniel."Bangun, Jenna," panggil Jerome dengan telapak tangan yang menepuk lembut pipi sang istri. Tak ada reaksi, Jerome pun menggendong Jenna ke dalam kamar. Membaringkan dengan hati-hati di tempat tidur.Jerome sedikit melonggarkan pakaian dalam Jenna agar lebih mudah bernapas. Mengambil minyak kayu putih di laci dan mengoleskan di dekat hidung. Setelah menunggu beberapa saat, perlahan Jenna terban
Jerome menatap Juna yang berdiri di ambang pintu gandanya yang tinggi dan megah. Berbanding terbalik dengan pakaian sederhana yang dikenakan pria itu. Kaos polos dan celana jeans, juga sepatu kets yang dikotori debu.Di samping Juna berdiri Abe yang mengangguk patuh begitu mendapatkan isyarat pergi dari Jerome.Kedua mata Juna menatap lurus pada Jerome, denga keberanian sebesar itu, Jerome tahu siaa jati diri pria itu yang sebenarnya. Sudah belasan tahun yang lalu, sejak terakhir ia melihat Julian yang dipaksa naik ke dalam mobil oleh anak buah mamanya. Tanpa tahu remaja itu tak akan pernah kembali ke kediaman Lim untuk waktu yang lama. Kecurigaan sempat hinggap di hati Jerome ketika menyuruh anak buahnya menyelidiki tentang tujuan Juna Fadli karena pria itu kembali ke hidup Jenna. Ada sesuatu tang familiar mengamati berkas laporan yang didapatkan oleh anak buahnya. Sekarang kecurigaan itu semakin meruncing."Sudah lama tak bertemu, Jerome," sapa Juna tanpa sedikit pun getaran dalam
"Gali lebih dalam." Jerome melempar berkas di tangannya ke hadapan Max. Wajahnya dipekati kegusaran yang begitu dalam. Menahan kemarahan di dadanya kuat-kuat. Kenapa harus ada kebetulan sialan semacam ini di hidupnya dan Jenna. Yang rasanya baru saja dipenuhi ketenangan. "Cari tahu apakah dia ada hubungannya dengan Karina Darleen."Max mengangguk patuh sembari memungut berkas yang jatuh di lantai. Suasana hati sang tuan jauh dari kata baik. Sedikit saja kekesalan, sang tuan tampak siap mengamuk di detik berikutnya. Beruntung informasi yang didapatkannya tentang asal usul Juna Fadli di kampung halaman pria itu cukup memuaskan sang tuan. Meski perlu informasi lebih dalam lagi. Max pun berpamit undur diri dan berjalan keluar. Berpapasan dengan Jennifer."Karina Darleen?" Jennifer memasuki ruangan Jerome dengan penuh keheranan dan kemarahan yang bercampur jadi satu. Berhenti tepat di depan meja Jerome. "Untuk apa kau mencari tahu tentang wanita itu, Jerome. Dia sudah mati, kan?""Ya, di
"Nyonya?" Mata Jenna terpejam mendengar suara memanggil yang mendadak muncul dari arah belakangnya. Baru saja ia keluar dari lift dan hendak memasuki ruang IGD. Mendesah pendek dan berbalik. "Ada apa lagi?""Tuan meminta saja ā¦""Aku bisa mengurus urusanku sendiri," potong Jenna. "Kau pergilah ke kamar Xiu dan tanyakan apa yang dibutuhkan oleh kakakku.""T-tapi Anda ā¦""Aku akan mengurusnya diriku sendiri.""Tuan Lim ā¦""Abe, aku yang akan bertanggung jawab jika suamiku memarahimu."Abe pun mengangguk menangkap kemarahan yang mulai memekati wajah sang nyonya. Ia mengangguk undur diri dan menunggu sejenak di depan lift untuk naik ke atas.Jenna berbalik setelah pintu lift tertutup, menyusuri lorong pendek dan langsung ke ruang IGD. Tetapi tak menemukan Juna."Pasien yang tadi malam?" Perawat yang berjaga memasang senyum ramahnya. "Atas nama?"Jenna mengangguk. "Juna Fadli."Perawat itu menatap layar komputer di hadapannya, mencari sejenak. "Pasien sudah pulang."Mata Jenna melebar. "B
Abe mengatakan Jenna menyerempet seseorang di basement dan membanting setir hingga menabrak tiang. Saat pengawal wanita itu menemukan Jenna, Jenna sudah ditolong oleh seseorang yang ditabrak istrinya dan dibawa ke ruang UGD.Wajah Jerome yang dipenuhi kepanikan seketika berubah merah padam dan mengeras dengan kuat melihat pemandangannya di hadapannya. Kekhawatiran yang memenuhi dadanya dalam sekejap ditimbun oleh kemarahan melihat Jenna yang berbaring di ranjang pasien salah satu bilik dengan seorang pria. Tangan Jenna berada dalam genggaman jemari pria itu, dengan ibu jari yang mengelus lembut punggung Jenna."Lancang sekali," desis Jerome. Yang membuat pria itu menoleh dan Jerome dikejutkan untuk kedua kalinya. Mengenali si pria dengan sangat baik meski ini adalah pertemuan pertama mereka.Bagaimana mungkin ada kebetulan konyol semacam ini? Jerome jelas tak terima orang yang ditabrak oleh Jenna adalah Juna Fadli. Dari jutaan orang di kota ini, tidak adalah korban lain?"Apa yang k
Napas Jenna masih tertahan akan ancaman yang terselip dalam peringatan yang diucapkan oleh Jennifer. Tetapi terlihat rapuh dan ketakutan sama sekali bukan pilihan bagi Jenna. āJika kau ingin membuatku ketakutan, kuakui kau sedikit membuat goyah, Jennifer. Tapi maaf mengecewakanmu, aku tak akan tersingkirkan semudah itu. Aku tahu apa yang kumiliki dengan Jerome jauh lebih besar dan kuat dari apa yang kau katakan.āJenna memajukan tubuhnya lebih dekat ke arah Jennifer yang tampak terdiam. Ada secercah keterkejutan di wajahnya akan keberanian dan keyakinan yang ditampilkan oleh Jenna, tapi ia tahu itu hanyalah penampilan di permukaan saja.āDan aku tak perlu membuktikan apa pun padamu. Pernikahan ini, kami sendiri yang tahu dan kami yang menjalaninya. Kami memiliki beberapa masalah, ya tidak ada hubungan yang lurus dan lancar-lancar saja. Kadang kami bertengkar karena hal besar maupun kecil, tapi disitulah hubungan kami tumbuh. Dan kami tak membutuhkan masalah lainnya. Seperti dirimu.āK
āSiapa namanya?ā Tiga tahun lalu, Jerome ingat Jenna pernah memiliki kekasih yang hubungannya sudah dihancurkan oleh Liora. Tetapi ia tak ingat pasti siapa nama belakang pria itu.āJuna Fadli.āāCari setiap informasi tentangnya. Alamat dan pekerjaannya sekarang. Sedetail mungkin dan letakkan di atas meja di ruanganku. Secepatnya.ā Setelah memungkasi perintahnya, Jeroma menurunkan ponselnya dan meletakkannya di meja wastafel. Menatap pantulan wajahnya di cermin. Bola matanya yang sepekat arang menghiasi wajahnya yang mengeras. Sekecil apa pun, ia tak akan menciptakan celah sekecil apa pun bagi Jenna untuk mengkhianatinya.Orang tua, kakak, kekasih, tunangan, dan bahkan sepupunya sendiri. Mereka semua mengkhianatinya di belakangnya. Hanya Jenna dan si kembar yang dimilikinya. Ia sudah memberikan apa pun dan menjadikan Jenna kelemahannya. Jika Jenna pun mengkhianatinya juga, maka selesailah sudah.***Jenna tak menemukan Jerome di manapun meski pria itu berpamit akan turun ke lantai satu
Jenna baru saja menuruni anak tangga, Jerome mengatakan akan sampai di rumah dalam sepuluh menit setelah menanyakan si kembar yang sudah terlelap. Ia hendak membantu menyiapkan makan malam di ruang makan, tetapi langkahnya tiba-tiba dihadang oleh Jennifer.āAku ingin bicara denganmu,ā ucap wanita angkuh itu, melirik ke arah Abe yang berdiri beberapa meter di belakang Jenna. Membuatnya kesal akan keberadaan pengawal wanita itu. āDi ruang makan.āJenna mengangguk, mengikuti langkah Jennifer. Keduanya duduk berhadap-hadapan dan dipisahkan oleh meja makan yang besar. Saat Jennifer meletakkan sebuah berkas yang baru disadari keberadaannya. Yang kemudian disodorkan tepat di hadapannya. Berikut sebuah pen yang terselip di dalamnya.āBaca dan tandatangani,ā perintah Jennifer.Jenna mulai membaca lembaran tersebut. Surat Perjanjian Pernikahan.āApa ini?ā Jenna bukannya tak memahami surat yang disodorkan oleh Jennifer. Dari judulnya semuanya sudah jelas.āKenapa? Kau tidak mau menandatanganinya