Jerome benar-benar tidak muncul semalaman. Membuat Jenna pun tidak bisa tidur dan bangun pagi itu dengan kantong panda di bawah kelopak matanya karena kurang tidur. Serangan muntahnya menjadi lebih parah dari biasanya. Hingga memuntahkan cairan pahit karena makan malamnya sudah keluar di tengah malam. Bahkan dengan rasa lapar yang melilit, perutnya terasa begitu penuh dan selalu mual setiap mencium bau makanan yang dibawa Doris.
Jenna geram bukan main. Semalaman ia menderita karena mual dan rasa lapar, dan Jerome malah bersenang-senang dengan wanita lain di luar sana. Membuat hati Jenna terbakar.
Setelah nyaris pingsan di kamar mandi, Jenna berhasil kembali berbaring di tempat tidur dengan bantuan Doris. Pelayan itu keluar dan kembali dengan segelas teh hangat yang tersisa setengah.
“Saya sudah menghubungi tuan Jerome. Sebentar lagi tuan akan …”
“Kenapa kau memberitahunya?” bentak Jenna meletakkan cangkir di nakas.
Do
Pesta dimulai ketika Jenna dan Jerome turun ke lantai satu. Memastikan setiap langkah yang diambil Jenna dengan hati-hati, beberapa kali Jerome menengok ke bawah. Tangannya di pinggang wanita itu pun memegang dengan erat, takut jika ia lengah sedikit saja Jenna akan terpeleset dan membahayakan anak mereka. Seharusnya ia menyuruh Monica untuk tidak memberikan sepatu berhak tinggi itu. Yang nyaris membuat jantungnya copot di setiap anak tangga yang dituruni oleh kaki Jenna. Para tamu menyambut mereka berdua dengan tepuk tangan yang riuh. Jerome membawa Jenna berkeliling menyambut para tamu yang melambai, menerima ucapan selamat dan harapan yang terdengar penuh jilatan di telinga Jenna. Dan akhirnya, wanita yang sejak kemarin malam membuat diri Jenna gusar itu muncul. Nicole menyeruak di antara kerumunan pada tamu dan melangkah dengan anggun mendekati Jenna dan Jerome. Jenna menatap penampilan Nicole dari atas ke bawah. Seksi seperti biasa, dengan gaun k
Jerome membuka pintu kamarnya, memeriksa kamar mandi dan tak menemukan Jenna, ia pun berjalan keluar. Mencari ke seluruh ruangan di lantai dua. Di ujung tangga ia bertemu dengan Monica yang hendak kembali âAku meninggalkan dompetku di kamarmu,â jelas Monica. âApa kau melihat Jenna?â Monica mengangguk. âSepertinya dia masih di bawah. Tadi aku melihatnya berjalan ke arah dapur. Mungkin sedang mencari makanan.â Jerome mengangguk singkat, kemudian teringat sesuatu dan merogoh saku celananya. Mengeluarkan dan menatap secarik kertas kosong di tangannya sebelum memberikan pada Monica. âKau menyuruh Nicole memberikan ini?â Monica menatap kertas tersebut. âDan kau yang memberikan Nicole pakaian Jenna?â Monica tak menyangkal. âAku hanya ingin membantumu, Jerome. Aku sama sekali tidak memiliki niat lainnya,â jawabnya dengan suara sedatar mungkin. Ia tak suka jika Jerome terlalu banyak memberikan perhatian kepada Jenna. Dan ia tahu Jenna m
Jenna merasakan lengan Jerome yang menyusup di pinggangnya di balik selimut. Dalam hati ingin menyentakkan tangan tersebut karena masih begitu kesal dengan Jerome, tetapi sudut hatinya yang lain menginginkan kehangatan Jerome yang lebih terasa nyaman ketimbang selimut.Mungkin sebaiknya ia berpura sudah terlelap. Sekali saja, ia menginginkan kenyamanan yang diberikan oleh Jerome. Sebelum pria itu berubah menjadi berengsek di esok pagi.Pagi itu, Jenna terbangun dengan tanpa serangan mual. Yang membuat wanita itu curiga, kalau pengaruh mual dan muntahnya pun tergantung emosinya terhadap Jerome. Berbeda dengan malam sebelumnya saat Jerome tidak bermalam, tadi malam tidur Jenna benar-benar nyenyak. Membuatnya terbangun dengan segar dan suasana hati yang cerah.Yang juga membuat tingkat kekesalannya semakin bertambah. Menyadari semua kenyamanan ini karena Jerome. Jenna memejamkan mata, mengingat semua tipu muslihat dan sikap kasar yang sudah dilakukan Jerome terhada
“Dan aku percaya kau masih mencintaiku,” tambah Carissa. Melangkah semakin dekat ke meja Jerome, menyandarkan tubuhnya di sana. Matanya melekat erat dalam pandangan Jerome.Dengan kedua siku bersandar di lengan kursi, Jerome menautkan kedua tangannya. Tak ada ekspresi apa pun yang terlihat di wajahnya dan suaranya setenang air danau saat membuka mulut lagi. “Dan apa yang kauinginkan dengan mengatakan kata-kata itu?”Carissa tersenyum. “Aku ingin kembali padamu.”“Sayangnya aku sudah menikah.”“Kau tidak benar-benar menginginkan wanita itu.”Mata Jerome sedikit menyipit. Bibirnya menyeringai tipis. Tahu benar wanita itu tak akan berani kembali ke kehidupannya dengan tangan kosong. “Dan sepertinya kau pun tidak benar-benar masih mencintaiku, Carissa. Kau yakin kau kembali padaku karena masih mencintaiku? Atau karena pria itu sudah mencampakkanmu?”Carissa mengerjap sekali.
Jenna pun tak mengharapkan keinginannya akan terkabul semudah itu, terutama jika berhubungan dengan Liora.“Hubungan apa pun antara kau dan Liora, selesai saat kalian bertukar tempat. Memberikan dirimu sebagai bayaran atas pengkhianatannya. Selesai.”“Kenapa harus aku? Kenapa bukan wanita-wanita itu.”“Siapa yang menyuruh wajahmu sesuai dengan seleraku. Apakah itu cukup dijadikan alasan agar kau tidak mengungkit-ungkit hal ini lagi, Jenna?” Jerome berusaha menahan ketidaksabarannya. Jenna sudah tahu Liora berada dalam genggaman tangan Carissa. Carissa bisa menggunakan Liora untuk memperdayai Jenna, begitupun sebaliknya. Jenna akan menggunakan Carissa sebagai kesempatan untuk lepas dari cengkeramannya.“Bukan karena kau tidak bisa melupakan wanita itu?” sengit Jenna. Menahan remasan di dadanya yang semakin mengetat.Jerome seketika terdiam. Matanya menatap lurus manik Jenna dan menangkap kecemburuan ya
Jerome berhenti mengunyah, mengamati Jenna yang sibuk melahap nasi di piring. Nyaris seperti seorang yang kelaparan. Dan itu tidak terlihat ada hubungannya dengan menurunnya selera makan Jenna selama beberapa hari terakhir.“Ada apa?” Jenna mengangkat wajahnya, merasakan pandangan Jerome yang seolah menguliti dirinya.Jerome menggeleng. “Hanya … kau terlihat seperti tiga hari tidak makan.”Jenna menunduk, menatap isi piringnya yang tersisa beberapa suap, dan ini adalah piring keduanya. Ia sendiri heran, kenapa seleran makannya kembali naik seperti ini. Selapar apa pun, rasanya ia belum pernah memakan makanan hingga selahap ini, dan bahkan sampai ke piring kedua.Kemudian kening Jerome berkerut, dengan kecurigaan yang perlahan memanjat naik ke kepala. “Apakah ini salah satu bentuk kepatuhanmu? Untuk mengalihkan perhatianku dari sesuatu yang mungkin sedang kau rencanakan di kepalamu?”Jenna kembali mengangka
Setelah lumatan itu berakhir, Jerome mengecup kening Jenna. âKau yakin tidak menginginkan salah satu dari mereka?â Jerome melirik ke arah meja. Jenna menggeleng pelan dan mantap. Jerome menatap Jenna selama beberapa saat, kemudian ke arah meja. Menelusuri setiap perhiasan yang terhampar di hadapannya. Tampak menimbang-nimbang sejenak hingga kemudian mengulurkan tangan ke arah kalung dengan bandul permata berwarna biru gelap. Tidak terlalu besar dan tidak bisa dibilang kecil. âSejak awal aku melihat ini dan kupikir ini cocok untukmu. Apa menginginkannya?â Jenna menatap kalung tersebut, kemudian wajah Jerome dan kembali ke telapak tangan pria itu. Jerome tak pernah bertanya keinginannya. âAnggap saja sebagai bentuk terima kasih,â tambah Jerome seolah meyakinkan. Saat itulah ia menyadari dan merasa canggung dengan kalimatnya sendiri. Ia tak pernah merasa perlu bertanya pendapat orang lain saat memberi hadiah. Semua pemberiannya selalu diterima dengan pen
“Dari kami masih bertunangan,” tambah Jerome. Yang membuat tubuh Jenna semakin menegang tak terkendali. “Apa ini juga salah satu alasan kau bersedia menggantikan tempatnya?”Jenna meneguk saliva. Pandangan Jerome melekat erat pada matanya, tak membiarkan dirinya berpaling sedikit pun.“Kalian berdua … Ah tidak …” Jerome menggeleng pelan. Membungkuk di depan Jenna sehingg pandangan keduanya menjadi sejajar, lalu telapak tangan Jerome menyentuh dagu Jenna. “Kau, Jenna. Aku tak peduli tentang Liora. Aku tak tahu berapa banyak lagi kesabaran dan pengertian yang harus kucoba berikan padamu. Semakin ke sini, semakin banyak rahasia yang coba kau sembunyikan dariku. Apa ada hal lainnya lagi yang masih kau simpan? Jujur, aku tak ingin merusak hubungan kita yang sudah muai berkembang membaik ini.”Jenna menggeleng sekali. Walaupun perkembangan hubungan ini masih belum cukup memuaskan bagi Jenna, rasanya J
Jangan lupa baca cerita baru author, yaPeringatan : KHUSUS 21+ Di bawah umur sebaiknya melipir. Mengandung adegan dewasa dan kekerasan, TETAPI yang berharap menemukan adegan ena-ena dan eksplisit sebaiknya menjauh sebelum harapan kalian runtuh. Blurb : Anne Lucas, dengan kecantikannya yang begitu memesona berhasil menarik perhatian seorang Luciani Enzio. Supermiliader, filantropis, aktivis dan tak lupa predikat bujangan paling diagungkan di lingkungan sosial atas. Segala macam pujian dipersembahkan oleh semua orang untuk pria itu. Tetapi Anne tak pernah terkecoh dengan semua topeng pria itu yang digunakan untuk menjilat kedua orang tuanya demi restu mereka untuk menikahkan Anne dengan Luciano. Ia tahu, di balik kesempurnaan Luciano. Pria itu tak lebih dari pria tua mesum yang berengsek. Segala cara ia lakukan untuk merobek topeng dan menunjukkan pada dunia wajah Luciano yang sebenarnya. Termasuk menghancurkan tubuhnya yang berhasil menarik pria itu. Tetapi, semua rencananya ta
Jerome berhasil menangkap tubuh Jenna yang terhuyung ke depan tepat sebelum kepala sang istri menyentuh lantai. Wajah Jenna benar-benar seputih kapas. Matanya terpejam. Wanita itu pasti benar-benar terkejut mendengar bahwa Daniel menemukan Liora lebih dulu. Yang artinya Xiu akan dipisahkan dari sang kakak, juga dari mereka berdua.Ya, selama dua tahun merawat Xiu, dan meski balita itu bukan anak kandungnya. Kasih sayang mereka tak berkurang sedikit pun untuk Xiu. Tak ada bedanya dibandingkan dengan Axel dan Alexa. Penyesalan bercokol di dadanya, sepertinya ia memang harus bertemu dengan Daniel."Bangun, Jenna," panggil Jerome dengan telapak tangan yang menepuk lembut pipi sang istri. Tak ada reaksi, Jerome pun menggendong Jenna ke dalam kamar. Membaringkan dengan hati-hati di tempat tidur.Jerome sedikit melonggarkan pakaian dalam Jenna agar lebih mudah bernapas. Mengambil minyak kayu putih di laci dan mengoleskan di dekat hidung. Setelah menunggu beberapa saat, perlahan Jenna terban
Jerome menatap Juna yang berdiri di ambang pintu gandanya yang tinggi dan megah. Berbanding terbalik dengan pakaian sederhana yang dikenakan pria itu. Kaos polos dan celana jeans, juga sepatu kets yang dikotori debu.Di samping Juna berdiri Abe yang mengangguk patuh begitu mendapatkan isyarat pergi dari Jerome.Kedua mata Juna menatap lurus pada Jerome, denga keberanian sebesar itu, Jerome tahu siaa jati diri pria itu yang sebenarnya. Sudah belasan tahun yang lalu, sejak terakhir ia melihat Julian yang dipaksa naik ke dalam mobil oleh anak buah mamanya. Tanpa tahu remaja itu tak akan pernah kembali ke kediaman Lim untuk waktu yang lama. Kecurigaan sempat hinggap di hati Jerome ketika menyuruh anak buahnya menyelidiki tentang tujuan Juna Fadli karena pria itu kembali ke hidup Jenna. Ada sesuatu tang familiar mengamati berkas laporan yang didapatkan oleh anak buahnya. Sekarang kecurigaan itu semakin meruncing."Sudah lama tak bertemu, Jerome," sapa Juna tanpa sedikit pun getaran dalam
"Gali lebih dalam." Jerome melempar berkas di tangannya ke hadapan Max. Wajahnya dipekati kegusaran yang begitu dalam. Menahan kemarahan di dadanya kuat-kuat. Kenapa harus ada kebetulan sialan semacam ini di hidupnya dan Jenna. Yang rasanya baru saja dipenuhi ketenangan. "Cari tahu apakah dia ada hubungannya dengan Karina Darleen."Max mengangguk patuh sembari memungut berkas yang jatuh di lantai. Suasana hati sang tuan jauh dari kata baik. Sedikit saja kekesalan, sang tuan tampak siap mengamuk di detik berikutnya. Beruntung informasi yang didapatkannya tentang asal usul Juna Fadli di kampung halaman pria itu cukup memuaskan sang tuan. Meski perlu informasi lebih dalam lagi. Max pun berpamit undur diri dan berjalan keluar. Berpapasan dengan Jennifer."Karina Darleen?" Jennifer memasuki ruangan Jerome dengan penuh keheranan dan kemarahan yang bercampur jadi satu. Berhenti tepat di depan meja Jerome. "Untuk apa kau mencari tahu tentang wanita itu, Jerome. Dia sudah mati, kan?""Ya, di
"Nyonya?" Mata Jenna terpejam mendengar suara memanggil yang mendadak muncul dari arah belakangnya. Baru saja ia keluar dari lift dan hendak memasuki ruang IGD. Mendesah pendek dan berbalik. "Ada apa lagi?""Tuan meminta saja âŠ""Aku bisa mengurus urusanku sendiri," potong Jenna. "Kau pergilah ke kamar Xiu dan tanyakan apa yang dibutuhkan oleh kakakku.""T-tapi Anda âŠ""Aku akan mengurusnya diriku sendiri.""Tuan Lim âŠ""Abe, aku yang akan bertanggung jawab jika suamiku memarahimu."Abe pun mengangguk menangkap kemarahan yang mulai memekati wajah sang nyonya. Ia mengangguk undur diri dan menunggu sejenak di depan lift untuk naik ke atas.Jenna berbalik setelah pintu lift tertutup, menyusuri lorong pendek dan langsung ke ruang IGD. Tetapi tak menemukan Juna."Pasien yang tadi malam?" Perawat yang berjaga memasang senyum ramahnya. "Atas nama?"Jenna mengangguk. "Juna Fadli."Perawat itu menatap layar komputer di hadapannya, mencari sejenak. "Pasien sudah pulang."Mata Jenna melebar. "B
Abe mengatakan Jenna menyerempet seseorang di basement dan membanting setir hingga menabrak tiang. Saat pengawal wanita itu menemukan Jenna, Jenna sudah ditolong oleh seseorang yang ditabrak istrinya dan dibawa ke ruang UGD.Wajah Jerome yang dipenuhi kepanikan seketika berubah merah padam dan mengeras dengan kuat melihat pemandangannya di hadapannya. Kekhawatiran yang memenuhi dadanya dalam sekejap ditimbun oleh kemarahan melihat Jenna yang berbaring di ranjang pasien salah satu bilik dengan seorang pria. Tangan Jenna berada dalam genggaman jemari pria itu, dengan ibu jari yang mengelus lembut punggung Jenna."Lancang sekali," desis Jerome. Yang membuat pria itu menoleh dan Jerome dikejutkan untuk kedua kalinya. Mengenali si pria dengan sangat baik meski ini adalah pertemuan pertama mereka.Bagaimana mungkin ada kebetulan konyol semacam ini? Jerome jelas tak terima orang yang ditabrak oleh Jenna adalah Juna Fadli. Dari jutaan orang di kota ini, tidak adalah korban lain?"Apa yang k
Napas Jenna masih tertahan akan ancaman yang terselip dalam peringatan yang diucapkan oleh Jennifer. Tetapi terlihat rapuh dan ketakutan sama sekali bukan pilihan bagi Jenna. âJika kau ingin membuatku ketakutan, kuakui kau sedikit membuat goyah, Jennifer. Tapi maaf mengecewakanmu, aku tak akan tersingkirkan semudah itu. Aku tahu apa yang kumiliki dengan Jerome jauh lebih besar dan kuat dari apa yang kau katakan.âJenna memajukan tubuhnya lebih dekat ke arah Jennifer yang tampak terdiam. Ada secercah keterkejutan di wajahnya akan keberanian dan keyakinan yang ditampilkan oleh Jenna, tapi ia tahu itu hanyalah penampilan di permukaan saja.âDan aku tak perlu membuktikan apa pun padamu. Pernikahan ini, kami sendiri yang tahu dan kami yang menjalaninya. Kami memiliki beberapa masalah, ya tidak ada hubungan yang lurus dan lancar-lancar saja. Kadang kami bertengkar karena hal besar maupun kecil, tapi disitulah hubungan kami tumbuh. Dan kami tak membutuhkan masalah lainnya. Seperti dirimu.âK
âSiapa namanya?â Tiga tahun lalu, Jerome ingat Jenna pernah memiliki kekasih yang hubungannya sudah dihancurkan oleh Liora. Tetapi ia tak ingat pasti siapa nama belakang pria itu.âJuna Fadli.ââCari setiap informasi tentangnya. Alamat dan pekerjaannya sekarang. Sedetail mungkin dan letakkan di atas meja di ruanganku. Secepatnya.â Setelah memungkasi perintahnya, Jeroma menurunkan ponselnya dan meletakkannya di meja wastafel. Menatap pantulan wajahnya di cermin. Bola matanya yang sepekat arang menghiasi wajahnya yang mengeras. Sekecil apa pun, ia tak akan menciptakan celah sekecil apa pun bagi Jenna untuk mengkhianatinya.Orang tua, kakak, kekasih, tunangan, dan bahkan sepupunya sendiri. Mereka semua mengkhianatinya di belakangnya. Hanya Jenna dan si kembar yang dimilikinya. Ia sudah memberikan apa pun dan menjadikan Jenna kelemahannya. Jika Jenna pun mengkhianatinya juga, maka selesailah sudah.***Jenna tak menemukan Jerome di manapun meski pria itu berpamit akan turun ke lantai satu
Jenna baru saja menuruni anak tangga, Jerome mengatakan akan sampai di rumah dalam sepuluh menit setelah menanyakan si kembar yang sudah terlelap. Ia hendak membantu menyiapkan makan malam di ruang makan, tetapi langkahnya tiba-tiba dihadang oleh Jennifer.âAku ingin bicara denganmu,â ucap wanita angkuh itu, melirik ke arah Abe yang berdiri beberapa meter di belakang Jenna. Membuatnya kesal akan keberadaan pengawal wanita itu. âDi ruang makan.âJenna mengangguk, mengikuti langkah Jennifer. Keduanya duduk berhadap-hadapan dan dipisahkan oleh meja makan yang besar. Saat Jennifer meletakkan sebuah berkas yang baru disadari keberadaannya. Yang kemudian disodorkan tepat di hadapannya. Berikut sebuah pen yang terselip di dalamnya.âBaca dan tandatangani,â perintah Jennifer.Jenna mulai membaca lembaran tersebut. Surat Perjanjian Pernikahan.âApa ini?â Jenna bukannya tak memahami surat yang disodorkan oleh Jennifer. Dari judulnya semuanya sudah jelas.âKenapa? Kau tidak mau menandatanganinya