Share

Bab. 5

Author: Nabila
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

SAMbIL membuka topi, polisi itu mengusap dahinya yang berkeringat dengan bagian lengan seragamnya. Azura duduk tegak dan memperhatikan. Seragam yang dikenakan orang itu adalah seragam sherif, setidaknya

seragam seorang deputi.

”Stella, satu bir untukku,” seru lelaki itu begitu pintu tertutup di belakangnya.

Si pramusaji berambut pirang menoleh dan tersenyum lebar melihatnya. Rupanya mereka sudah akrab.

”Hm, coba lihat siapa yang datang.” Si pramusaji bersandar di bar, dengan pose yang membuat payudaranya yang besar tampak sangat mengundang.

Sherif itu tersenyum mesum padanya.”Kangen aku, ya?”

”Huh, tidak,” sahut si pramusaji sambil merangkul leher Sherif yang kemerahan ketika lelaki itu mencondongkan tubuh ke arahnya dari kursi tingginya.

”Kau kan tahu aku. Tidak ketemu, ya tidak dipikirkan.”

”Sudah dua hari ini aku mencari­cari seorang buronan sialan yang sama sekali tidak ketahuan di mana batang hidungnya. Aku butuh bir dingin dan perhatian yang manis.”

”bir dan perhatian? Urusannya mesti begitu?” Si pirang membungkuk dan membisikkan pertanyaan itu di dekat mulut si sherif. Lelaki itu mengecupnya, lalu menepuk pinggul padat si pramusaji.

”Ambilkan birnya.” Stella pergi.

Sementara itu, Rodriguez duduk dengan

marah di samping Azura, di booth mereka. Ia menghantamkan tinjunya di paha, di bawah meja.

”Sialan,” makinya pelan.

”Tadi padahal kita sudah hampir keluar.

Sial!” Ia terus memaki sambil pura­-pura bercumbu dengan Azura.

”Jangan berani­-berani melakukan apa pun yang bisa menarik perhatiannya. Kalau ingin menyelamatkanmu, dia mesti melewati aku lebih dulu, Sayang.”

”Kau mau melakukan apa?”

”Untuk saat ini, tetap begini saja,” katanya sambil menciumi leher Azura.

”Mungkin nanti dia pergi.” Tapi tampaknya si sherif belum ingin cepat­-cepat, pergi.

Ia minum bir dua gelas, tiga gelas, dan akhirnya empat gelas. Stella tidak pernah jauh-­jauh dari sisinya, kecuali kalau terpaksa mesti melayani pelanggan lain.

Keduanya saling menggoda dengan terang­terangan, mengucapkan kalimat­-kalimat bernada seksual, sampai kemudian suara mereka berubah menjadi bisikan-­bisikan pelan bernada rahasia, diseling suara tawa pelan dan seksi dari Stella.

Tangan si sherif selalu aktif, membelai-belai Stellan yang tidak pernah menolak. Tadi Azura berharap bisa mendapat pertolongan dari si sherif, tapi sekarang ia tidak yakin orang ini peduli apakah buronannya tertangkap atau tidak. banyak orang, baik yang Indian maupun yang bukan yang menganggap Rodriguez sengaja dijebak dan mereka menaruh simpati padanya. Mungkin saja si sherif bergaji rendah itu adalah salah satu di antaranya.

Mungkin ia akan pura­pura tidak melihat kalau Rodriguez lewat di depannya sekalipun. Namun sherif itu tetap merupakan satu-­satunya harapan Azura untuk melepaskan diri dari penculiknya ini.

Ia berniat memanfaatkan orang itu, meski ia yakin si sherif pasti kesal acaranya dengan Stella jadi berantakan.

”Kalau waktunya sudah tepat, kita bangun dan berjalan ke luar, mengerti?”

”Ya,” sahut Azura.

Mungkin ia terlalu cepat mengiakan, sebab Rodriguez mengangkat kepalanya sedikit dan menatap mata Azura lekat-­lekat, lalu meraih ke kolong meja. Sebelum melihat kilap pisau yang tampak dalam cahaya remang-­remang itu pun Azura sudah tahu bahwa Rodriguez mengambil benda itu dari sepatu botnya.

”Jangan membuat aku terpaksa menggunakan ini, Azura. Terutama pada dirimu.”

”Kenapa tidak?” Mata lelaki itu menelusuri tubuhnya dengan penuh arti.

”Sebab, setelah mengalami siang yang sangat menyenangkan bersamamu, aku enggan menyakitimu.”

”Kuharap kau mati hangus di neraka,” kata Azura dengan geram.

”Aku yakin keinginanmu akan terkabul.” Setelah itu, Rodriguez mengalihkan perhatiannya kembali pada si sherif dan Stella di bar.

Ia memandangi kedua orang itu

dengan mata elangnya. Ketika tangan si sherif terulur ke payudara Stella, Rodriguez berkata,

”Sekarang!” Azura mengira lelaki itu akan bangkit dan pergi diam-­diam,

Tapi ternyata Rodriguez menyentakkan Azura berdiri dengan mendadak, hingga Azura terdorong ke arahnya dan terpaksa bersandar ke tubuh lelaki itu agar tidak kehilangan keseimbangan. Rodriguez merangkul pinggangnya dan merapatkan Azura ke

tubuhnya. Azura hendak menjauhkan diri dari lelaki itu dan sudah membuka mulutnya, tapi yang keluar hanya suara pekik tertahan. Rodriguez menempelkan pisaunya di antara tubuh mereka.

”Jangan coba­coba.” Suaranya sangat tenang dan terkendali.

Azura langsung mengurungkan niatnya

untuk mencoba melepaskan diri.

Keduanya terhuyung-­huyung menuju pintu. Rodriguez menunduk di atas kepala Azura, seperti orang mabuk.

”Hei, Mister.” Langkah Azura terhenti, tapi Rodriguez tidak.

Ia terus berjalan. ”Hei, Mister, aku bicara padamu.”

Azura merasakan napas Rodriguez mengembus pipinya, lalu lelaki itu berhenti berjalan dan mengangkat kepala.

”Yeah?” katanya pada Ray yang memanggilnya.

”Kami punya kamar di belakang,” kata Ray sambil memberi isyarat dengan ibu jarinya.

”Kau dan pacarmu mau pesan satu buat semalam?”

”Tidak, terima kasih,” sahut Rodriguez.

”Aku mesti antar dia pulang sebelum suaminya kembali.” Ray tertawa mesum dan kembali asyik menonton serial detektif yang sekarang ditayangkan di TV.

Si sherif yang sedang asyik bercumbu dengan Stella sama sekali tidak menoleh.

begitu berada di laur, Azura Langsung menarik napas dalam­-dalam untuk menghirup

udara segar. Rasanya ia tidak akan pernah bisa melenyapkan bau asam bir dan tembakau yang tadi dihirupnya dari rongga hidungnya. Rodriguez sendiri tidak

menarik napas seperti itu. Ia langsung mendorong Azura ke dalam mobil.

Dalam beberapa menit saja mereka sudah berada jauh dari bar tersebut. baru pada saat itulah Rodriguez menarik napas panjang. Ia membuka jendela mobil dan tampak menikmati terpaan angin di wajahnya.

”Kau mulai pintar menghindari petugas hukum,” katanya pada Azura.

”Sebab aku tidak suka merasakan pisau itu menempel di rusukku,” balas Azura ketus.

”Sudah sewajarnya.” Tampaknya lelaki ini tahu betul arah yang diambilnya, meski Azura tahu bahwa jalanan ini tidak banyak

dilalui orang.

Jalur-­jalurnya sempit dan hanya sedikit papan penunjuk arah. Sama sekali tidak ada lampu lalu lintas atau bahu jalan. Mereka jarang berpapasan dengan mobil lain, dan kalaupun bertemu mobil lain, Azura menahan napas karena takut bertabrakan. Rodriguez memacu mobil dengan kencang, tapi terkendali. Tak lama kemudian Azura mulai mengantuk karena harus memandangi garis­garis putih yang saling berkejaran di tengah jalan.

Tapi tak berapa lama kemudian sumpah serapah Rodriguez memecah keheningan itu.

”Sialan! Sialan!”

”Apa ada yang mengikuti kita?” tanya Azura penuh harap.

Ia duduk tegak dan menoleh ke belakang!

”Mobil ini terlalu panas.” Azura langsung merasa kecewa.

Sesaat tadi ia berharap si sherif atau seseorang dari bar mengenali Rodriguez tapi pura­-pura tidak bereaksi, demi keamanan,

menunggu bala bantuan datang.

”Sejak tadi siang sudah begitu,” kata Azura sambil mengempaskan tubuh di sandaran kursi.

Rodriguez menoleh ke arahnya dengan marah. Wajahnya hanya diterangi cahaya lampu di dasbor, menim-bulkan bayang­-bayang kehijauan yang membuatnya tampak semakin menakutkan. Sepasang matanya pucat

keperakan dan sangat marah.

”Maksudmu, siang tadi mesin mobil ini sudah kepanasan?”

”Kau tidak dengar aku bilang begitu pada polisi yang memeriksa di penghalang jalan tadi?”

”Kukira itu cuma aktingmu,” teriak Rodriguez.

”bukan.”

”Kenapa kau tidak bilang sebelum kita memasuki jalanan sepi ini?”

”Kau tidak tanya.” Rodriguez memaki dengan ucapan yang tidak berani

ditiru Azura, karena takut tersambar petir.

Ia sangat ketakutan ketika mendadak Rodriguez memutar mobil itu ke luar jalan raya.

”Kau mau ke mana?” tanyanya.

”Aku mesti mendinginkan mobil ini. Kalau tidak, mesinnya akan rusak total. Aku tidak mungkin bisa memperbaikinya dalam gelap.” Ia mengemudikan mobil itu beberapa ratus meter keluar jalan raya.

Medan jalan begitu kasar, hingga Azura mesti berpegangan agar tidak terpelanting ke lantai. Ketika mobil berhenti, mesinya mendesis seperti air mendidih. Rodriguez membuka pintu dan keluar, lalu bersandar di mobil dengan

kepala tertunduk.

”Sial! Aku sudah banyak membuang waktu hari ini. Mula­-mula di bar sialan itu. Sekarang ini lagi!” Tampaknya ia sangat kesal dengan berbagai hambatan ini.

Ia melangkah ke kap mesin dan dengan gemas menendang salah satu ban mobil sambil menyumpah­-nyumpah.

Azura ikut keluar dan meregangkan otot­ototnya yang pegal.

”Apa kita sedang terburu­-buru?”

”Ya.” Jawaban ketus ini membuat Azura tidak berani bertanya lebih lanjut.

Tak lama kemudian Rodriguez menggelengkan kepala dan mendengus pasrah.

”berhu-bung kita tak bisa ke mana­-mana, sebaiknya kita tidur saja. Masuk ke kursi belakang.”

”Aku tidak mengantuk,” sahut Azura kesal.

”Masuk saja pokoknya.” Suara lelaki itu mengguntur di padang tandus tersebut, seperti guruh yang menggelegar.

Azura melotot marah sekali padanya, tapi mematuhinya. Rodriguez ikut masuk dan membiarkan semua pintu mobil terbuka,

kecuali pintu belakang. Ia berbaring di sudut dekat pintu, membentangkan kakinya lebar-­lebar, dan sebelum Azura sadar apa yang terjadi lelaki itu sudah

menarik tubuhnya dan menjepitnya di antara kakinya.

”Lepaskan aku,” tuntut Azura dengan geram.

Ia meronta-­ronta, tapi pinggulnya malah semakin menempel dengan ritsleting jeans lelaki itu, jadi akhirnya ia diam.

”Aku mau tidur. Kau juga mesti tidur.” Rodriguez

menempatkan Azura di atas dadanya dan memeluknya dengan kedua lengannya. Pelukannya di bawah payudara Azura erat sekali, seperti jepitan baja. Posisi ini

sungguh mendebarkan, meski tidak menyakitkan dan tidak nyaman. Azura jadi merasa tidak tenang.

”Aku tidak mungkin keluyuran di padang tandus ini, Rodriguez. Lepaskan aku.”

”Tidak akan. Kecuali kau bersedia kuikat di roda kemudi.”

”Kaupikir aku akan ke mana kalaupun bisa melarikan diri?”

”Aku sudah tahu kau banyak akal.”

”Tapi kita berada di tempat terpencil, dan ini sudah gelap.”

”Ada bulan.”Azura tahu itu.

Juga ada bintang-­bintang. besar, terang, dan sangat dekat, sama sekali tidak seperti yang

biasa dilihatnya di kota. Kalau bukan dalam situasi begini, ia pasti akan mengagumi pemandangan malam seperti ini, meresapinya, dan merasakan betapa kecil

dirinya dibandingkan alam ini.

Tapi ia tak ingin malam ini terasa indah. Ia hanya ingin kelak mengingatnya sebagai malam yang mengeri-kan.

”Akan sangat bodoh kalau aku nekat pergi seorang diri, meski seandainya aku tahu di mana aku berada dan aku bisa melarikan diri darimu.”

”Pokoknya aku memastikan kau tidak akan bisa kabur. Sekarang diamlah, demi kebaikanmu sendiri.”

Ketegangan dalam nada suara lelaki itu membuat Azura memperhatikan apa yang sedang terjadi.

Lengan lelaki itu agak gemetar, sementara Azura sendiri merasa tengkuknya tegang. Ia menelan ludah, berusaha mengingkari apa yang terjadi.

”Kumohon jangan begini.” Ia bersedia menelan harga dirinya dan memohon­-mohon pada lelaki itu, sebab ia merasa tidak akan sanggup berada begitu dekat dengan

lelaki itu sepanjang malam.

bukan karena ia tidak menyukainya, tapi justru karena ia tidak cukup membencinya.

”Lepaskan aku.”

”Tidak.”Merasa permohonannya sia­-sia,

Azura tidak lagi berusaha membuat lelaki itu berubah pikiran. Tapi ia juga tidak mau bersikap santai. Sengaja ia membuat

tubuhnya sekaku mungkin, seperti papan, di dada lelaki itu. Tapi tak lama kemudian lehernya mulai sakit karena bersikeras menjaga jarak di antara mereka. Setelah

merasa Rodriguez sudah tidur, barulah ia berani membiarkan kepalanya bersandar ke bahu lelaki itu.

”Kau sangat keras kepala, Azura Andrews.”

Azura memejamkan mata dan mengertakkan gigi.

Lelaki itu pura­-pura, tertidur untuk melihat sampai di mana ia akan bersikap keras kepala dan akan menyerah

pada akhirnya.

”Kalau kau melonggarkan lenganmu, aku

bisa bernapas dengan lebih mudah.”

”Atau mengambil pisauku.” Mereka berbaring dalam diam, lalu lelaki itu berkata,

”Kau satu dari yang sedikit.”

Related chapters

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 6

    ”Sedikit apa?””Sedikit perempuan yang menghabiskan lebih dari satu malam bersamaku.””Jangan harap aku merasa tersanjung mendengarnya.””Tidak. Aku yakin perawan kulit putih seperti kau tidak bisa membayangkan hal yang lebih buruk selain dipeluk oleh seorang lelaki .””Kau sangat vulgar. Dan aku bukan perawan.””Kau sudah menikah?””belum.””Kalau begitu, kau hidup bersama dengan pacarmu?””Tidak.””Punya hubungan istimewa?””bukan urusanmu.” Azura lebih suka mati daripada menceritakan pada orang ini bahwa hanya pernah ada satu lelaki dalam hidupnya.Itu pun tidak layak diingat­ingat, karena apayang dialaminya dulu sangat mengecewakan, dan ia melakukannya terutama sekadar untuk memuaskan rasa ingin tahunya.Di antara dirinya dan lelaki yang dulu menjalin hubungan dengannya hanya terjalin sedikit rasa suka, sedikit komunikasi, tanpa kehangatan atau kedekatan, bahkan tidak terlalu banyak gairah. Sesudahnya ia sangat kecewa, dan ia merasa pasangannya pun merasakan hal yang sama.Ia tid

    Last Updated : 2024-10-29
  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 7

    ”Rodriguez!” teriaknya panik.”Rodriguez!””Ada apa, Azura?””Pintunya tidak bisa dibuka.””Memang.” Azura ternganga kaget.Lelaki itu sengaja menguncinya di dalam.”bukakan!” jeritnya sambil menggedor­gedor pintu.”Akan kubukakan begitu aku kembali.””Kembali? Kembali? Kau mau kemana? Jangan berani-­beraninya meninggalkan aku terkunci di sini!””Terpaksa. Aku tidak mau kau menggunakan telepon yang pura­pura tidak kaulihat itu. Kau akan kulepas begitu aku kembali."”Kau mau ke mana?” tanya Azura lagi.Ia putus asa membayangkan terkurung dalam toilet ini entah untuk berapa lama.”Kembali ke mobil. begitu slang airnya sudah kuganti, aku akan kembali untuk menjemputmu.””Ke mobil? Kau mau kembali ke mobil? bagaimana caranya kau ke sana?””Aku akan lari.””Lari?” Azura mengucapkan kata itu tanpa suara.Lalu sesuatu terlintas dalam pikirannya dan ia mengatakan.”begitu pemilik tempat ini datang kembali jamempat, mereka akan menemukan aku. Aku akan menjerit sekeras mungkin.””Aku sudah kem

    Last Updated : 2024-10-29
  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 8

    Rodriguez ingin cepat­cepat kembali. Matanya yang tajam melayang dan menyimpan denah keseluruhan wilayah itu. Ia tahu bahwa ia tinggal menempuh beberapa kilometer lagi. Paling banyak lima kilo meter. Ditekannya pedal gas mobil tersebut. Untunglah kendaraan itu bereaksi. Mobil itu bisaberfungsi kembali dengan baik. Tidak sukar mengganti slang­slangnya. Yang sulit adalah berlari sepanjang jalan untuk mencapai mobil itu tadi, dengan membawa peralatan berat di saku, berikut segalon air untuk menggantikan yang merembes keluar. Rodriguez sudah biasaberlari, bahkan dalam udara terik pertengahan musim panas sekalipun. Tapi membawa tambahan beban berat memang merupakan tantangan.Rodriguez bersukur mendapat kesempatan untuk berpikir, sementara mobilnya melaju. Angin panas menerpa pipi dan rambutnya. Ia lebih suka menikmati angin pada pasir dari jendela mobil yang dibuka, daripada kesejukan buatan dari AC. Hanya karena adaperempuan itu ia mau menutup kaca jendela mobil.Perempuan itu…Ia me

    Last Updated : 2024-10-29
  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 9

    Setelah terpotong, dilemparkannya kemeja itu kembali pada Azura.”Kenakan itu. Kita sudah cukup banyak buang­-buang waktu di sini.” Ia keluar dan memutar ke kursi pengemudi.Dalam diam Azura memandangi bagian belakang kepala lelaki itu. Sementara mobil melaju di jalanan yang tidak rata, Azura berusaha memikirkan berbagai cara untukmengalahkan lelaki itu. Tapi semua cara yang terpikir olehnya dicoretnya dari rencananya. Ia terpikir untuk membuat tali jerat dari salah satu lengan kemejanya, untuk mencekik lelaki itu dari belakang. Tapi lalu bagaimana dengan nasibnya sendiri? Ia akan seorang diridi tengah tempat terpencil ini, tanpa peta ataupun air. bensin di mobil itu lama­kelamaan pasti akan habis. Kalaupun ia berhasil melumpuhkan Rodriguez, kesempatannya sendiri untuk bisa bertahan di belantara inisangat tipis.Jadi, Azura terus berdiam diri, sampai rasa lelah merayapinya dan sekali lagi ia jatuh tertidur. Ia terbangun ketika mobil itu berhenti perlahan­lahan. Dengan susah payah i

    Last Updated : 2024-10-29
  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 10

    ”benarkan dia penjara tiga tahun karena perbuatan kriminal yang sebenarnya tidak dia lakukan?””Ya,” sahut Alice.”Satu-­satunya kesalahan Rodriguezadalah karena dia mengorganisir demonstrasi di tangga gedung pengadilan di Phoenix. Dia sudah melalui semua jalur yang resmi. Dia sudah mendapat izin untuk berdemo. Dan mestinya demo itu tidak berubah menjadi kekerasan.””Apa yang terjadi?””beberapa peserta demo yang lebih keras daripada Rodriguez membuat keributan. Sebelum Rodriguez bisa mengendalikan situasi, berbagai fasilitas umum sudah dirusak,dan timbul perkelahian yang berkembang menjadi keributan besar. beberapa orang, termasuk polisi, terluka.””Parah?””Ya. Karena sudah mendapat reputasi sebagai pengacau, Rodriguez­lah yang pertama­-tama ditangkap.””Kenapa dia tidak mengatakan bahwa dia mencoba menghentikan kekerasan itu?””Dia menolak menyebutkan nama orang-­orang yang bertanggung jawab atas kekerasan itu. Dia mewakili dirinya sendiri pada pengadilan atas dirinya, dan tidak

    Last Updated : 2024-10-29
  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 11

    Azura tahu ucapan lelaki itu benar, jadi ia tidakmengatakan apa-­apa.“Aku masuk fakultas hukum. Aku sangat ingin buka praktik, untuk membantu masyarakat Indian yang dieksploitasi oleh perusahaan­-perusahaan pertambangan dan semacamnya. Dan aku berhasil memenangkan beberapa kasus, tapi tidak cukup banyak. Aku mulai tidak percaya dengan sistem hukum yang ternyata sama politisnya dengan segala hal lain di dunia. Tapi keadilan itu sendiri tidak buta.“ Maka aku juga mulai bermain keras. Aku jadi jauh lebih berani berbicara dengan bersikap kritis.Aku mengorganisir para pemrotes dari kalangan Indian, supaya suara mereka lebih didengar. Aku menyusun demonstrasi damai. Tapi segala kegiatan itu malah membuatku di-cap sebagai pembuat masalah yang perlu diawasi. Ketika ada kesempatan untuk menangkap dan memenjarakankuuntuk waktu lama, mereka pun melakukannya.”Rodriguez kembali bersandar di kursinya dan memandangi Azura dengan kaku.“Nah, sudah puas sekarang?Sudah tahu apa yang ingin kauketa

    Last Updated : 2024-10-29
  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 12

    Lolongan binatang itu keluar langsung dari a jiwanya, tumpahan kesedihan, putus asa, dan rasa frustrasinya. begitu menyedihkan suara itu, hingga merobek-robek hati Azura yang mendengarnya. Airmata membasahi pipi Azura. Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh lelaki itu, tapi Rodriguez berdiri agak jauh darinya dan tidak melihat uluran tangannya.Azura tidak tahu mengapa ia tidak merasa jijikmendengar ekspresi kesedihan lelaki itu. Dalam keluarganya, cara seperti itu dilarang. Perasaan sedih, marah, bahkan gembira, mesti ditunjukkan dengan sepantasnyadan terkendali. Untuk mengekspresikan diri pun ada peraturannya. Segala jenis perasaan mesti dikendalikan.Ia hanya tahu bahwa kesedihan yangdirasakan lelaki ini takkan bisa dihiburkan. Ia terasing dan kesepian. Perlahan­lahan Azura menghampirinya dan menyentuh bahunya. Lelaki itu bereaksi seperti seekor binatang yang terluka. Kepalanya menoleh cepat dan iamengeluarkan suara menggeram. Matanya dingin, tak ada air mata, namun bola matanya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   Bab. 13

    “Letakkan tangan di atas kepala, Rodriguez,” sebuah suara mengaum keras lewat corong pengeras suara.Rodriguez menuruti dengan patuh, meski dengan tangan di atas kepala ia jadi lebih sulit menuruni sisi pegunungan itu. Dengan putus asa Azura mengawasi dari atas. Sebuah ambulans menderu ke depan pintu rumah. Tak lama kemudian jenazah Joseph Rodriguez yang tertutup selimut diangkut dengan tandu. Alice, yang bersandar pada lengan Gene Dexter, mengikuti dari belakang.Dua orang polisi mendaki ke arah Rodriguez. Sampai di dekatnya, mereka menyambar lengan lelaki itu dan menelikungnya dengan kasar. Salah seorang polisi memakaikan borgol padanya sebelum mereka kembali turun. Rodriguez berjalan tegak dengan ekspresi angkuh. Ia tampak tak peduli akan apa yang berlangsung di sekitarnya. Ketika melihat pintu­pintu ambulans menutup menghalangi pandangannya akan tubuh kakeknya yangdiangkut di dalam, Azura melihat bahu lelaki itu menegang sedikit. Alice lari menghampiri anaknya dan memeluk pinggan

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   95

    Pembicaraan, disela sejenak (topik, Politik dan Olahraga dan kemudian, ketika diperlukan perubahan, Olahraga dan Politik), dilanjutkan kembali sepanjang tahun meja. Di bawah kedok percakapan, dan di sela-sela penerimaan perhatian tuan-tuan, Alucia berbisik kepada Sir Martin, “Jangan mulai, paman. Shane ada di perpustakaan.” (Tuan Smith yang sopan menawarkan ham. Dengan penuh rasa terima kasih ditolak.) “Berdoa, berdoa, berdoa pergilah kepadanya; dia menunggu untuk bertemu denganmu dia ada di dalam masalah yang mengerikan.” (Tuan Jones yang gagah berani mengusulkan kue tart buah dan krim. Diterima dengan ucapan terima kasih.) “Bawa dia ke rumah musim panas: Aku akan mengikutimu saat aku mendapatkannya peluang. Dan segera kelola, paman, jika kamu mencintaiku, atau kamu akan terlambat.” Sebelum Sir Martin sempat membalas sepatah kata pun, Nyonya Lylia memotong kue komposisi Skotlandia terkaya, di ujung lain meja, di depan umum menyatakan bahwa itu adalah “kuenya sendiri,”

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   94

    "Ya. Apa itu?" “Siapakah tuan-tuan yang tinggal di rumah ini?” Alucia melihat sekelilingnya lagi, tiba-tiba merasa heran dan khawatir. rasa takut yang samar-samar menguasainya hingga pikiran Shane melemah karena beban yang berat masalah ada di atasnya. Shane tetap memaksakan permintaan anehnya. “Cari nama mereka, Alucia. Aku punya alasan untuk ingin tahu siapa orangnya tuan-tuan adalah yang tinggal di rumah.” Alucia mengulangi nama-nama tamu Nyonya Lylia, dan melanjutkan hingga akhir tamu yang datang terakhir. “Dua lagi kembali pagi ini,” dia melanjutkan. “Arnold Brinkworth dan temannya yang penuh kebencian itu, Tuan Figo.” Kepala Shane kembali bersandar di kursi. Dia telah menemukan jalannya tanpa menimbulkan kecurigaan akan kebenaran, terhadap satu-satunya penemuan yang telah dia dapatkan ke Windygates untuk dibuat. Dia berada di Skotlandia lagi, dan dia baru saja tiba dari sana London pagi itu. Hampir tidak ada waktu baginya untuk berkomunikasi Craig Fernie se

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   93

    “Jangan pedulikan para wanita! Persamaan subjek apa yang bisa Kamu dan Tn. Figo mungkin harus dibicarakan? Dan kenapa aku melihat kerutan di antara kamu alis, sekarang kamu sudah selesai dengannya? sebuah kerutan yang tentu saja tidak di sana sebelum kamu mengadakan konferensi pribadi bersama?” Sebelum menjawab, Sir Martin mempertimbangkan apakah dia harus mengajak Alucia masuk kepercayaan dirinya atau tidak. Upaya untuk mengidentifikasi “wanita” Mark yang tidak disebutkan namanya dia bertekad untuk melakukannya, akan membawanya ke Craig Fernie, dan pasti akan melakukannya akhirnya mewajibkan dia untuk menyapa Shane. Pengetahuan mendalam Alucia temannya pasti bisa berguna baginya dalam hal ini keadaan; dan kebijaksanaan Alucia harus dipercaya dalam segala hal Kepentingan Miss Amanda sangat memprihatinkan. Di sisi lain, ada kehati-hatian sangat diperlukan, dalam kondisi informasinya yang tidak sempurna saat ini dan kehati-hatian, dalam benak Sir Martin, membawa dampaknya. Dia m

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   92

    Dia mengeluarkan kantong tembakaunya; dan tiba-tiba menghentikan operasi di saat membukanya. Objek apa yang dilihatnya, di balik deretan pohon pir kerdil, menjauh ke kanan? Seorang wanita tampaknya seorang pelayan dari balik pakaiannya membungkuk dengan membelakangi dia, mengumpulkan sesuatu: tumbuhan yang terlihat seperti itu, begitu juga dia bisa melihat mereka dari kejauhan. Benda apa yang tergantung pada tali di sisi wanita itu? Sebuah batu tulis? Ya. Apa yang dia inginkan dengan batu tulis di sisinya? Dia sedang mencari sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dan di sinilah hal itu ditemukan. “Apa pun bisa dilakukan aku,” pikirnya. “Bagaimana kalau aku 'mengolok-olok' dia sedikit tentang batu tulisnya?” Dia memanggil wanita di seberang pohon pir. “Halo!” Wanita itu bangkit, dan maju ke arahnya perlahan menatapnya, saat dia datang, dengan mata cekung, wajah sedih, batu ketenangan Hester Dethridge. Mark terhuyung. Dia tidak menawar untuk menukar barang yang paling membos

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   91

    "Kamu disana!" katanya, dan menyerahkan catatannya kepada pria itu. “Baiklah, Mark?” tanya suara ramah di belakangnya. Dia berbalik dan melihat Arnold, sangat ingin mendengar kabar konsultasi dengan Sir Martin. “Ya,” katanya. "Baiklah." Arnold sedikit terkejut dengan sikap singkat Mark jawab dia. “Apakah Sir Martin pernah mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan?” Dia bertanya. “Sir Martin telah mengatakan apa yang saya ingin dia katakan.” “Tidak ada kesulitan dalam pernikahan?” "Tidak ada." “Jangan takut pada Alucia ” “Dia tidak akan memintamu menemui Craig Fernie aku akan menjawabnya!” Dia mengatakan kata-kata yang sangat ditekankan, mengambil surat saudaranya dari meja, mengambil topinya, dan keluar. Teman-temannya, yang sedang bermalas-malasan di halaman, memujinya. Dia melewati mereka dengan cepat tanpa menjawab, tanpa melirik mereka dari balik bahunya. Sesampainya di taman mawar, ia berhenti dan mengeluarkan pipanya; kemudian tiba-tiba berubah pikiran, da

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   90

    Mark mengangguk. "Itu dia!" katanya dengan penuh semangat. “Menurut pengalaman saya, Tuan Figo, pria lajang mana pun di Skotlandia bisa melakukannya nikahi wanita lajang mana pun, kapan pun, dan dalam keadaan apa pun. Pendeknya, setelah tiga puluh tahun berpraktik sebagai pengacara, saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan pernikahan Skotlandia." “Dalam bahasa Inggris yang sederhana,” kata Mark.“maksudmu dia istrinya?” Terlepas dari kelicikannya; meskipun dia bisa memerintah dirinya sendiri, matanya bersinar-sinar mengucapkan kata-kata itu. Dan nada bicaranya walaupun dijaga dengan sangat hati-hati menjadi nada kemenangan di telinga yang baik, jelas merupakan nada lega. Baik tatapan maupun nada bicara Sir Martin tidak hilang. Kecurigaannya yang pertama, ketika dia duduk di konferensi, sudah jelas terlihat kecurigaan bahwa, ketika berbicara tentang “temannya”, Mark sedang berbicara tentang dirinya sendiri. Namun, seperti semua pengacara, dia biasanya tidak mempercayai kesan

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   89

    Begitu dia berbicara, hati nurani Arnold menegurnya: "bukan karena taruhan (siapa yang malu dengan bentuk perjudian di Inggris?) tapi untuk dukungan dokter." Dengan niat terbaik terhadap temannya, dia berspekulasi tentang hal itu kegagalan kesehatan temannya. Dia dengan cemas meyakinkan Mark bahwa tidak ada seorang pun di dalam ruangan bisa lebih yakin bahwa ahli bedah itu salah daripada dirinya sendiri. “ Aku tidak menangis karena taruhan itu,” katanya. “Tetapi, kawan, mohon pahamilah hal itu Aku hanya mengambilnya untuk menyenangkanmu.” “Ganggu semua itu!” jawab Mark, dengan fokus pada bisnis, yang mana adalah salah satu kebajikan pilihan dalam karakternya. “Taruhan tetaplah taruhan dan gantunglah sentimen!" Dia menarik lengan Arnold agar tidak terdengar oleh orang lain. “ Aku katakan!” Dia bertanya dengan cemas. “Apakah menurutmu aku sudah menyiapkan kembali kabut lama itu?” Maksud Kamu, Tuan Martin? Mark mengangguk, dan melanjutkan. “Aku belum menanyakan hal

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   88

    “Saya berkata,” Sir Martin mengakui.“bahwa seseorang akan melakukan yang terbaik dalam halpembukuannya latihan fisiknya yang sehat. Dan saya mengatakannya lagi asalkan fisiknya latihan dibatasi dalam batas fit. Namun ketika perasaan masyarakat masuk ke dalam pertanyaan, dan secara langsung mengagungkan latihan tubuh di atas buku lalu saya katakan perasaan masyarakat berada pada titik ekstrim yang berbahaya. Latihan tubuh, dalam hal ini, akan berhasil menjadi yang terdepan dalam pemikiran remaja, akan mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap minatnya, akan menyita sebagian besar waktunya, dan dengan cara itu kecuali beberapa kejadian yang benar-benar luar biasa perlahan-lahan dan pasti akan berakhir dengan meninggalkannya, demi kebaikan semua orang. tujuan moral dan mental, tentu saja tidak digarap, dan, mungkin, berbahaya pria." Seruan dari kubu musuh: “Akhirnya dia berhasil! Seorang pria yang menjalani kehidupan di luar rumah, dan menggunakan kekuatan yang diberikan Tuha

  • Terjebak Bersama Kriminal Tampan   87

    kamu benar lagi kami tidak bisa. Kamu bilang kamu tidak tahu mengapa pria menyukai Aku, dan orang-orang seperti Mereka, tidak boleh memulai dengan mendayung dan berlari dan sejenisnya, dan berakhir dengan melakukan semua kejahatan dalam kalender: termasuk pembunuhan. Dengan baik! kamu mungkin ada lagi di sana. Siapa yang tahu apa yang mungkin terjadi padanya? atau apa dia mungkin tidak akan berakhir dalam perbuatannya sebelum dia meninggal? Mungkin Orang Lain, atau mungkin Aku. Bagaimana Apakah saya tahu? dan bagaimana kabarmu?” Dia tiba-tiba menghadap utusan itu, berdiri disambar petir di belakangnya. “Jika kamu ingin tahu apa yang saya pikirkan, ini dia untuk kamu, dengan kata-kata sederhana.” Ada sesuatu, bukan hanya pada sikap tidak tahu malu dari deklarasi itu sendiri, tetapi dalam kenikmatan luar biasa yang tampaknya dirasakan oleh pembicara dalam membuatnya, yang mana menghantam lingkaran pendengar, termasuk Sir Martin, dengan rasa merinding sesaat. Di tengah kes

DMCA.com Protection Status