“Kau sangat berani. Aku bangga akan dirimu.”“Sungguh?”“Ya, sangat bangga.”“Aku cinta padamu, Rodriguez. Aku cinta padamu.”Pernyataan itu merupakan awal dari serangkaian pernyataan cinta yang menyusul tanpa dapat dicegah lagi dan telah lama tertahan selama berminggu-minggu di dada Azura. Semuanya keluar kini, tak terkendali, tak terkuasai lagi. Dan di antara luncuran katakata itu, bibir mereka bertemu dalam ciuman-ciuman singkat. Namun, sejenak kemudian itu pun tak cukup lagi. Lengan Rodriguez menyambar tubuh Azura dengan cepat. Dimiringkannya kepalanya ke satu sisi dan diciumnya Azura dengan penuh gairah. Sambil mengerang pelan ia menekankan lidahnya ke dalam mulutAzura, menggesekkannya. Ciumannya sepenuhnya liar.Kedua tangannya berpindah ke bagian depan tubuh Azura. Dibukanya ikatan mantel kamar Azura dan tangannya menyelinap ke baliknya. Tubuh Azura terasa hangat, lembut, dan feminin. Payudaranya memenuhi tangan Rodriguez dan lelaki itu meremasremasnya.Ciumannya kini berp
“Aku senang kau memilih memasuki rumahku padamalam dulu itu.”Rodriguez memiringkan kepala dan menatap istrinya.“Aku juga senang.”Dengan lembut Azura menariknarik bulu dadasuaminya. Sepanjang malam itu mereka berkali-kali bercinta, diselingi tidur sejenak setiap kali. Gairah mereka selalu terbangkit jika disentuh pasangannya. Kini, setelah terpuaskan untuk sementara, keduanya berbaring malas di seprai yang kusut. badai semalam sudah lama berlalu. Cahaya pagi menyoroti kamar itu dengan sinar kemerahan.“Waktu itu aku takut sekali padamu,” kata Azura.“Aku juga takut padamu.”Azura tertawa heran dan bertumpu pada sikunya, supaya bisa menatap wajah Rodriguez.“Takut padaku? Kau takut padaku? Kenapa? Apa kau kira aku bisa mengalahkanmu?”“Ya, tapi bukan dalam cara seperti yang kaukira. Pada waktu itu, kelemahanku adalah terhadap wanita cantik. Kau benarbenar membuatku kebingungan. Menurutmu kenapa aku mengambil pisau itu?”“Apa menurutmu aku cantik?” Azura menatapnya dari balik bul
Dalam kebahagiaan yang sama. Semua kengerian kemarin sirna oleh cinta Rodriguez padanya. Sinar matahari cerah memancar masuk dari jendelajendela. Masa depannya tampak cerah karena ia mencintai Rodriguez, dan karena akhirnya ia berhasil membuat lelaki itu menerima cintanya. Rodriguez belum menyatakan mencintainya, tapi Azura cukup puas dengan apa yang ada saat ini. Le laki itu mendambakannya, senang memiliki Azura dalam hidupnya dan di tempat tidurnya. Mungkin lambat laun cinta itu akan tumbuh juga di hatinya. Untuk sementara, Azura mesti puas dengan apa yang diperolehnya saat ini. Kehidupan telah sangat berbaik hati padanya.“Selamat pagi, Tony,” serunya ceria ketika masuk ke kamar bayi.Anak itu menangis terus.“Apa kau lapar? Hmm? Atau mau ganti popok? Supaya lebih enak, ya?”Tapi begitu membungkuk di atas ranjang anaknya, Azura menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Dengan naluri keibuannya, ia langsung tahu ada yang tidak beres. Suara napas bayi itu membuatnya cemas seketika. Da
Gene dan Alice berusaha meyakinkan bahwa infeksi itu bisa terjadi kapan saja.“Dia tidak diberi antibiotik apa pun,” kata Gene.“Dan ini terjadi bukan karena kelalaianmu.”“Tolong sembuhkan dia.”Rodriguez, yang sampai saat itu masih berdiam diri, berbicara dari samping meja periksa. Sejak tadi ia terus menatap anaknya, seolah Tony adalah bintang paling terang di alam semestanya, yang sinarnya mulai padam.“Rasanya aku tidak bisa, Rodriguez.”“Apa?” Azura terkesiap.Ia mengangkat kedua tangannya ke bibirnya yang pucat.“Tidak banyak yang bisa kulakukan di sini,” kata Gene." Kusarankan kalian membawanya ke salah satu rumah sakit di Phoenix. Masukkan dia ke ICU, untuk diperiksa para spesialis. Peralatanku di sini tidak lengkap.”“Tapi Phoenix jauh sekali dari sini,” kata Azuradengan panik.“Ada seorang kenalanku yang punya jasa pelayanan angkutan dengan helikopter. Akan kuhubungi dia. Alice, beri suntikan untuk menurunkan demamnya.”Masih dengan panik Azura memperhatikan Alice menyiap
Suamiistri Azura tampak bingung mesti mengatakan apa. Eleanor memainkan pegangan tasnya yang terbuat dari gading, sementara Willard tidak berani menatap putri dan menantunya.“Kami merasa setidaknya hanya ini yang bisa kami lakukan,” kata Eleanor, memecahkan keheningan panjang yang tidak mengenakkan itu.“Kami ikut sedih mendengar anakmu sakit.”“Kau perlu sesuatu, Azura? Uang?” Willard menawarkan.Rodriguez memaki dengan sangat kasar, lalu pergi meninggalkan mereka.“Tidak, terima kasih, Ayah,” kata Azura pelan.Ia malu karena orangtuanya selalu menawarkan uang sebagai solusi untuk apa pun. Tapi ia memaafkan mereka. Mereka datang untuk menghiburnya, dan mengingat sikap mereka yang biasanya penuh pransangka serta keras kepala, kedatangan mereka kemari sudah cukup menunjukkan sikap mengalah.Azura merasa lega ketika Alice maju memperkenalkan diri, sehingga ia tak perlu menangani situasi yang canggung ini.“Aku Alice Dexter, nenek Tony juga. Maafkan sikap buruk anakku. Dia sedang sangat
Pada suatu pagi musim panas, sekitar tiga puluh hingga empat puluh tahun yang lalu, dua gadis menangis dengan sedih di kabin kapal penumpang India Timur, yang berlayar dari Gravesend menuju Bombay. Mereka berdua berusia sama delapan belas tahun. Mereka berdua, sejak kecil, telah menjadi teman dekat dan terkasih di sekolah yang sama. Mereka sekarang berpisah untuk pertama kalinya dan mungkin, untuk selamanya. Nama salah satunya adalah Alucia. Nama yang lain adalah Shane.Keduanya adalah anak dari orang tua miskin, keduanya telah menjadi guru murid di sekolah tersebut; dan keduanya ditakdirkan untuk mencari nafkah sendiri. Secara pribadi dan sosial, ini adalah satu-satunya kesamaan di antara mereka. Alucia cukup menarik dan cukup cerdas, tidak lebih. Shane sangat cantik dan sangat berbakat. Orang tua Alucia adalah orang-orang yang terhormat, yang pertimbangan pertama mereka adalah untuk menjamin, dengan pengorbanan apa pun, kesejahteraan masa depan anak mereka. Orang tua Shane kejam dan
“Aku berani mengatakannya,” jawabnya. “Aku tidak mau mendengarkan.” Kali ini nada bicaranya hampir kasar. Azura menatap suaminya dengan kejutan dan kesedihan yang tidak tersembunyi. “Rodriguez” katanya. “Ada apa denganmu? Apakah kamu merasa sakit?” “Seorang pria mungkin cemas dan khawatir, kupikir, tanpa benar-benar merasa sakit.” “Aku menyesal mendengar kamu khawatir. Apakah itu urusan bisnis?” “Ya urusan bisnis.” “Konsultasikan dengan Julio.” “Aku sedang menunggu untuk berkonsultasi dengannya.” Azura segera bangkit. “Bunyi bel, sayang,” katanya, “ketika kamu ingin kopi.” Saat melewati suaminya, dia berhenti sejenak dan meletakkan tangannya dengan lembut di dahinya. “Aku ingin bisa meratakan kerut itu!” bisiknya. Rodriguez dengan tidak sabar menggelengkan kepala. Azura mendesah saat dia berbalik menuju pintu. Suaminya memanggilnya sebelum dia bisa meninggalkan ruangan. “Pastikan kita tidak diganggu!” “Aku akan berusaha sebaik mungkin, Rodriguez.” Dia melihat Julio, samb
“Aku malu padanya.”“Rodriguez!”“Tunggu sebentar! Kamu tidak bisa selalu Menyamakan, sahabatku. Apa fakta-fakta nya?" "Tiga belas tahun yang lalu, aku jatuh cinta pada seorang penyanyi publik yang cantik, dan menikahinya. Ayahku marah padaku; dan aku harus pergi dan tinggal bersamanya di luar negeri. Tidak masalah, di luar negeri. Ayahku memaafkan aku di ranjang kematiannya, dan aku harus membawa dia pulang lagi. Ini masalah, di rumah. Aku menemukan diriku, dengan karier besar yang terbuka di depanku, terikat dengan seorang wanita yang hubungannya (seperti yang kamu tahu) adalah yang terendah. Seorang wanita tanpa sedikit pun keistimewaan dalam perilakunya, atau sedikit pun aspirasi di luar taman dan dapurnya, piano dan bukunya. Apakah itu istri yang dapat membantuku membuat tempatku di masyarakat? yang dapat melancarkan jalanku melalui rintangan sosial dan rintangan politik, menuju House of Lords? Demi Jupiter! jika pernah ada seorang wanita yang 'dikubur' (seperti yang kamu sebut)