Bagian 66POV AuthorKegilaan Reva “Mil, Mila!” Sofyan berteriak panik saat mendapati Mila jatuh pingsan di dalam dekapannya. Kepanikan itu semakin menjadi-jadi ketika Mila tak juga kunjung bereaksi meskipun Sofyan telah menjerit memanggil namanya dengan suara yang sangat nyaring. “Astaga! Ya Allah, ini istriku kenapa? Mila, Mila bangun, Mil! Kamu jangan menakutiku begini!” Sofyan tak mampu berpikir jernih lagi. Tubuh Mila yang lunglai dan penuh keringat dingin itu dia gotong ke atas tempat tidur. Kaki Sofyan sampai lemas. Pria tampan berperawakan tinggi besar itu gemetar luar biasa ketika melihat bibir Mila tampak membiru. “Tolong! Mila pingsan!” Dia berteriak sekencang-kencangnya. Sofyan yang bahkan belum sempat mengganti pakaiannya tersebut, buru-buru keluar dari kamar tidur mereka. Sofyan berlari ke arah dapur. Mencari-cari keberadaan kakak kandungnya dan pembantu rumah tangganya. Namun, tak ada seorang pun di sana.
Bagian 67Terkapar Lunglai “Mila, Mila sayang. Kamu sudah bangun?” Terdengar sayup-sayup suara Mas Sofyan memanggil namaku. Aku pun berusaha untuk membuka mata perlahan-lahan. Saat kelopak mataku berhasil terbuka, silaunya cahaya lampu dari atas langit-langit membuatku mendadak kaget. Aku merasa lampu di ruangan ini begitu terang, bukan seperti di kamarku sendiri. Hatiku jadi bertanya-tanya. Sebenarnya … aku ada di mana sekarang? “Mas ….” Aku yang kembali memejamkan mata, memanggil suamiku dengan suara yang lirih. Tangan kananku pun lantas digenggam erat. Sebuah kecupan di pipiku juga terasa begitu lembut menerpa. “Iya, Sayang. Aku di sini. Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Sayang.” Suara Mas Sofyan terdengar bergetar. Seperti orang yang hendak menangis. Aku tak menduga bahwa ekspresi Mas Sofyan akan sebegininya. Memangnya … aku kenapa? Yang tadi itu aku benar-benar pingsan? Lantas, sudah berapa lama aku pingsa? Ya Allah, apakah kondisiku
Bagian 68POV AuthorTerlukanya Hati Kecil Setelah obat anti mual dan anti nyeri selesai diberikan, tak lama kemudian Bi Dilah pun datang dengan langkah yang tergopoh-gopoh ke ruangan perawatan kelas VIP di mana Mila berada. Bi Dilah tadinya memang izin kepada Sofyan untuk turun sebentar ke kantin rumah sakit yang berada di lantai pertama. Pembantu tua itu sangat kelaparan karena belum sempat makan siang karena sibuk mengerjakan urusan rumah tangga sebelum insiden pingsannya Mila. Karena takut sakit maghnya kambuh, Bi Dilah pun terpaksa minta izin untuk makan dan langsung di-ACC oleh Sofyan tadinya. Namun, di kantin ternyata antreannya lumayan panjang, sehingga Bi Dilah harus menghabiskan cukup banyak waktu untuk menunggu giliran memasan makanan. “Mas Yan, maaf, Mas. Bibi kelamaan, ya? Tadi di kantin antreannya panjang sekali.” Bi Dilah langsung tak enak hati. Apalagi saat melihat keberadaan seorang cleaning service wanita yang tengah sibuk membersihkan sisa mu
Bab 69POV AuthorAmarah Sofyan Selepas mengecup kening dan kedua pipi istrinya, Sofyan pun meninggalkan ruang perawatan Mila. Dia titipkan istrinya kepada sang pembantu yang memang telah mereka anggap seperti orangtua sendiri. Sofyan pun bergegas turun ke lantai bawah melalui anak tangga. Langkahnya sedikit tergesa, sebab dia takut jika waktu salat Ashar akan habis. Saking fokusnya mengurus sang istri, Sofyan bahkan hampir saja meninggalkan salat Ashar. Untung Bi Dilah segera datang, sehingga mereka bergiliran untuk menjaga Mila yang masih terbaring lemah. Di lantai bawah, Sofyan langsung mencari keberadaan mushala. Letaknya berhadapan dengan kantin tempat Bi Dilah tadi makan siang. Tak begitu jauh juga lokasinya dari halaman parkir. Tanpa membuang waktu lagi, Sofyan pun salat empat rakaat di sana. Dalam setiap sujudnya, hanya nama Mila saja yang dia sebut-sebut. Dia berdoa, agar istri tercintanya lekas sembuh. Sofyan juga mengharapkan agar sang jabang bayi ya
Bab 70POV AuthorKekecewaan Seorang Pria Sambil menggendong putri sambungnya, Sofyan bergegas masuk ke dalam rumah. Semakin syok Sofyan saat kakinya menginjak ke ruang tamu. Betapa tidak, kondisi meja ruang tamu sudah centang perenang dengan sampah-sampah kulit kacang dan bungkus snack. Tak hanya itu saja, asbak keramik yang biasanya selalu kosong sebab Sofyan sendiri bukan seorang perokok, kini penuh dengan abu rokok dan beberapa puntung rokok yang sudah padam. Sofyan geleng-geleng kepala sambil berdebar-debar dadanya. Amarah Sofyan kini sudah memuncak hingga ke ubun-ubun. “Astaghfirullah, baru sekali membawa teman ke rumah, kondisi ruang tamu sudha hancur lebur begini. Apa nggak punya pikiran, ya?” gumam Sofyan penuh amarah. Lelaki itu lalu menggendong Syifa ke arah kamarnya yang tak begitu jauh dari arah ruang tamu. Sofyan menaruh Syifa ke atas tempat tidur sambil berkata, “Nak, tunggu di sini, ya. Papa mau bicara dulu ke Tante Reva di lantai at
Bab 71POV AuthorTerusir“Tidak. Aku tidak ngapa-ngapain. Aku hanya main sama teman-temanku. Kenapa memangnya?!” Reva masih sempat melawan Sofyan. Tampikannya itu begitu membuat Sofyan semakin murka. Tangan kekar Sofyan pun mendorong daun pintu sekuat tenaga. Sontak, Reva terjungkal. Dia berteriak nyaring dan kawan-kawannya pun syok luar biasa. “Sofyan! Apa yang kau lakukan? Sakit!” Reva yang tersuruk jatuh dengan posisi terduduk di lantai itu pun berteriak. Kelima kawan kentalnya itu langsung bangkit dari posisi masing-masing dan berdiri memojok dengan muka yang sangat khawatir. Berang betul Sofyan melihat kondisi kamar tamu rumahnya. Kamar itu penuh asap. Asap tak biasa yang membuat kepalanya tiba-tiba semakin nyut-nyutan. Aroma ini bukan aroma rokok biasa. Begitu pikir Sofyan. Bukan hanya itu saja, kamar lantai dua ini sangat berantakan. Pakaian-pakaian bekas pakai milik Reva diletakkan begitu saja di pojok dekat pintu. Bungkus makan
Bab 72POV AuthorTerlempar Jauh “Yan, aku mohon! Jangan usir aku! Aku ini kakakmu, Yan. Aku kakak kandungmu, darah dagingmu sendiri! Kenapa kamu tega mengusirku, padahal kamu tahu betul kan, kalau aku sedang dalam masalah besar. Mau pergi ke mana lagi aku, kalau kamu suruh pergi dari sini?” Reva mengemis kepada adik lelaki semata wayangnya sambil memaguti kaki Sofyan. Sofyan yang sudah naik darah dan begitu marah besar, tak bisa lagi berkata apa pun saking geramnya. Napasnya memburu naik turun, seirama dengan degupan jantung yang begitu kencang berdetak. Tekad Sofyan sudah sangat bulat. Tak ada toleransi lagi, begitu pikirnya. Kelakuan Reva sungguh sangat keterlaluan. Bahkan, gara-gara kelakuan Reva, istrinya kini terbaring lemah di rumah sakit. “Yan, tolong jawab aku! Kamu tidak jadi mengusirku, kan? Tolong aku, Yan! Maafkan kesalahan kakakmu ini. Aku begini karena pikiranku sedang buntu. Aku butuh refreshing sejenak. Aku minta maaf, Yan. Aku janj
Bab 73POV AuthorMemungut Kembali Serpihan Kasih “Syifa, maaf Papa tadi agak lama, Nak.” Sofyan berkata kepada anak sambungnya setelah dia selesai mengusir Reva dari kediaman mereka. Napas Sofyan yang agak terengah-engah dan bulir-bulir keringat yang mulai membasahi pelipisnya, menunjukkan bahwa pria berwajah tampan itu cukup dibuat kelelahan oleh masalah besar tadi. Akan tetapi, setelah melihat wajah manis Syifa, semua lelah yang mendera kini terasa lepas perlahan dari pundak Sofyan. Apalagi saat Syifa mengulaskan senyuman polosnya. Hati Sofyan luluh. Dia benar-benar lega sebab tak lagi menonton tangis sendu dari wajah cantik milik anak kandung dari istrinya itu. “Nggak apa-apa, Pa.” Syifa yang sedari tadi menunggu di atas ranjangnya, buru-buru melompat ke lantai. Kakinya berlari ke arah Sofyan yang baru saja masuk ke kamar gadis kecil tersebut. Di tengah-tengah ruangan, Syifa pun memeluk tubuh papanya. Tak ada ragu, malu, ataupun cang
Bab 88 Kebahagiaan Tanpa Tepi Sebulan Setelah Kelahiran Anak Pertama Sofyan Setelah melalui banyak cobaan yang berat, akhirnya rumah tangga Sofyan dan Karmila kini terlihat adem ayem. Apalagi usai mendapatkan seorang anak lelaki lucu yang diberi nama Shakeel. Bocah kecil yang lahir sebulan lalu dengan bobot 3,8 kilogram dan panjang 52 sentimeter itu sangat lucu, putih, dan menggemaskan. Siapa pun sayang kepada Shakeel. Baik dari pihak keluarga Mila, maupun keluarga dari pihak Sofyan. Tak sampai di situ saja, keluarga dari mantan suaminya Mila, yakni Faisal pun juga sangat menyayangi dan menyanjung-nyanjung Shakeel yang kian gempal setiap harinya. Faisal kini sudah sembuh total dari penyakit mentalnya. Pria itu hanya dirawat selama beberapa bulan saja di rumah sakit jiwa. Setelah mendapatkan pengobatan yang teratur dan berkualitas, pria itu sudah dapat kembali beraktifitas seperti layaknya manusia normal yang lain. Tubuh Faisal yang
Bab 87POV SofyanPesan-pesan “Sabar ya, Pak,” ujarku sambil meraih tangan keriput milik Pak Beno. Lelaki tua itu menatapku lesu. Senyum di wajahnya tak tampak. Seperti matahari yang tersembunyi di balik kepungan awan hitam. “Anakku enam, Yan. Dua perempuan, tiga lelaki. Dokter spesialis paru, dokter umum, dosen, pengusaha, polisi, dan lawyer. Tidak ada yang pengangguran. Mereka sibuk sekali dengan urusan masing-masing.” Pak Beno mulai terbuka. Aku tak menduga juga bahwa kami berdua bisa berbicara dengan sangat leluasa begini. Aku pun semakin tergelitik untuk mendengarkan kisah selanjutnya. “Tiga tahun lalu, aku mengalami depresi. Pemicunya adalah kematian istriku. Dia belahan jiwa satu-satunya yang paling mengerti dengan apa yang kubutuhkan di dunia ini,” ucapnya sembari menerawang jauh. “Aku mulai sulit untuk tidur, tidak mau makan, kehilangan selera untuk merawat diri, dan yang lebih parahnya lagi, mood-ku naik
Bab 86POV SofyanSebuah Kisah Tatapan kosong Faisal dia akhiri dengan kerling mata yang sendu. Dia pandangi Syifa tanpa berkedip sedikit pun. Tangannya berusaha meraih wajah anak itu dengan jari jemari yang gemetaran. “Syifa … Ayah … ingin pulang, Nak,” ulangnya pelan. Syifa langsung menoleh kepadaku. Anak itu kelihatan bingung. Bibirnya pun mulai melengkung terbalik, seolah-olah akan mencetuskan sebuah kesedihan. “Pa ….” Syifa memanggilku. Dia menggantung kata-katanya dengan ekspresi yang tertekan. “Iya, iya,” jawabku sambil mengayunkan telapak tangan ke bawah dengan gerakan perlahan. Aku juga bingung mau menjawab apa. Aku ini memang pria penolong yang kata orang-orang sangat baik hati. Namun, apa mungkin jika aku menampung Faisal di rumah kami jika pria itu sudah sehat? Tidak mungkin, kan? Itu namanya bodoh. Sebaik-baiknya seorang pria, mana ada yang mau berlapang dada menampung mantan suami dari is
Bab 85POV SofyanPerjumpaan Penuh Sesal “Astaga! Bapak kenapa? Nggak apa-apa, kan?” Seorang bruder alias perawat lelaki sigap menahan kedua bahuku saat tubuh ini limbung akibat menabrak badan si bruder. Pria berseragam serba hijau itu memperhatikan rautku yang kini penuh dengan cemas. Debaran di dadaku pun terasa terus mencelat naik, tanpa mau diajak berkompromi. Sementara itu, Syifa tak juga mau melepaskan pelukan eratnya di pinggangku sambil merengek ketakutan. “Papa! Syifa takut, Pa! Napasku terengah-engah. Bayangan akan sosok Pak Beno yang tiba-tiba datang dengan gerakan mencurigakan, serta isak tangis Faisal yang deras seperti hujan badai itu, kini terus mengitari kepala. Aku rasanya ingin cepat-cepat meninggalkan bangsal ini. “S-saya nggak apa-apa, Mas!” sahutku terengah dengan ekspresi yang panik kepada bruder bertubuh jangkung dengan kulit sawo matang itu. “Kenapa Bapak teriak sambil lari begitu? Apa Pak
Bab 84POV SofyanBangsal Seroja Pak Wahyu mengantar kami ke bangsal Seroja di mana Faisal kini dirawat. Ternyata, letak kamarnya tidak begitu jauh dari pos satpam tadi. Ruangan dengan pintu tinggi bercat hijau tua itu pun keberadaannya hanya satu meter dari ruang jaga perawat yang terlihat ada tiga orang bruder tengah berjaga sambil sibuk mengerjakan laporan. Pintu hijau dengan tinggi sekitar dua meter itu tampak tertutup rapat. Sebelum meninggalkan kami, Pak Wahyu sempat berpesan. Ucapan pria berkulit gelap itu terdengar sedikit mengerikan, hingga membuat bulu kuduk ini merinding. “Pak, maaf, ruangan Seroja ini ada dua orang penghuninya. Satunya Pak Faisal, satunya lagi Pak Beno. Pak Beno ini sebenarnya sudah sembuh, cuma … suka cari perhatian. Kalau semisal agak mengganggu, segera keluar aja ya, Pak,” bisiknya kepadaku. Bibir hitam tebal Pak Wahyu tersenyum simpul. Lirikan matanya kelihatan menunjukkan sedikit rasa khawatir. Tentu saj
Bab 83POV SofyanPermintaan Maaf Kami saling diam di dalam kabin mobil yang seketika berubah jadi panas usai meledaknya tangisan Syifa. Aku tak lagi membujuk anak sambungku tersebut. Kupilih untuk bungkam saja, alih-alih memohon maaf kepadanya agar dia tak lagi bersedih. Sepertinya, gara-gara sikap dinginku itu, Syifa jadi benar-benar merajuk. Hingga mobilku telah parkir di depan pintu masuk RSJ tempat Faisal dirawat pun, Syifa tak juga mengajakku bicara. Aku tetap mencoba tenang, meski sebenarnya hati berontak. Mobil pun berhasil terparkir dengan baik di tengah-tengah antara mobil SUV berwarna hitam dan sedan antik warna merah darah. Kuhela napas dalam sambil melepaskan sabuk pengaman dari pundak. Sekilas, kutoleh Syifa dengan ekor mata.&nbs
Bab 82POV SofyanLelaki Juga Punya Hati “Lain kali kita ke sana ya, Syifa.” Kucoba untuk menghibur kekecewaannya Syifa, meskipun di palung hatiku sendiri masih terasa menganga luka akibat rasa cemburu itu. Sambil mengerucutkan bibir, Syifa mengangguk. Bocah TK itu terkadang menguji sabarku dengan segenap kepolosannya. Aku tahu jika dia tak punya niat buruk untuk sengaja menyakiti hati papa sambungnya ini. Maka dari itu, akulah yang harus mengalah. Sebagai orang dewasa yang berakal sehat, aku harus banyak-banyak memahami Syifa dan seisi dunianya. Walaupun sekali lagi kuberi tahu, bahwa perasaanku sebagai pria tak sebaja yang banyak orang-orang kira. “Semoga lai
Bab 81POV SofyanKutahan Laju Cemburu Berbekal tiga bungkus sate kambing tanpa nasi dan tiga potong ayam krispi bagian dada plus tiga bungkus nasi hangat, aku berangkat menjemput Syifa ke sekolahannya. Pekerjaanku sudah kuselesaikan. Termasuk memberikan koreksi yang cukup banyak kepada Bayu sebelum pemuda itu maju seminar proposal esok lusa. Untuk beberapa hari ke depan, aktifitas mengajarku mungkin memang agak terganggu. Tugas mengajar lebih banyak kulimpahkan kepada asdosku. Mahasiswa juga sudah kuberikan beberapa tugas yang bisa dikumpulkan via email maupun Google Classroom. Semua ini terpaksa kulakukan sebab harus menjaga Mila. Aku tidak bisa mempasrahkan penjagaannya kepada Bi Dilah secara penuh. Bi Dilah juga sudah lumayan repot karena harus merawat rumah, memasak, mencuci, bahkan sesekali mengurus Syifa yang terkadang saat belajar masih perlu ditemani. Aku ingin sekali mengajak ibuku atau mamanya Mila datang ke sini. Tujuannya se
Bab 80POV SofyanHatiku Tak Baik-baik Saja Lelaki mana yang betah hatinya tatkala harus membiarkan anak sambungnya, kembali dekat dengan mantan suami dari istri sendiri. Begitulah yang sedang kurasakan sekarang. Jujur saja, perasaanku sebenarnya tidak baik-baik saja ketika Syifa lagi-lagi mengajakku untuk menemui Faisal di rumah sakit jiwa alias RSJ. Bukankah Sofyan adalah sosok pria baik hati yang selalu rendah diri dan berlapang dada dengan segala kejadian di muka bumi ini? Mungkin kalimat panjang itu tak seratus persen salah, tetapi juga tak seratus persennya benar. Aku memang tipikal lelaki baik yang selalu saja senang menolong berbagai kesulitan orang-orang di lingkungan sekitarku. Siapa pun orangnya, apabila tengah terjepit dalam situasi yang sulit, maka aku akan senang hati menolong. Tak pernah sedikit pun terbesit di benak untuk mendapatkan imbal jasa atas segala yang kuberikan pada orang lain. Seperti itu jugalah kira-kira gambarannya keti