Beberapa hari kemudian…Setelah insiden penculikan Suci, Rangga Kembali berkutat dengan pekerjaannya. Karena terlalu fokus pada kehidupan pribadinya, semua hal yang berkaitan dengan perkembangan Perusahaan jadi tidak terlalu diperhatikan.“Perusahaan anda bisa bangkrut apabila penjualan dari Roti yang kita tawarkan terus menurun di pasaran.” Anton menjelaskan saat rapat di pagi ini.Rangga menatap satu persatu wajah karyawannya yang tampak begitu lesu, tidak bersemangat dalam keadaan yang begitu genting ini.“Kali ini, apa penyebabnya? Bukankah kita sudah mulai melakukan strategi yang tepat dan sudah mulai menarik perhatian para pembeli?” Rangga kembali mengalihkan pandangannya pada Anton.Anton menundukkan kepalanya, lalu memandang ke salah satu pria berkacamata yang terlihat duduk dalam keadaan gelisah. Hal itu terlihat dari tubuhnya yang terlihat bergerak dan terus mencoret-coret kertas yang berada di hadapannya.“Rudi, katakan yang sebenarnya.” Ucap Anton dengan pandangan mata yan
Suci dapat merasakan sesuatu hal yang buruk akan terjadi lagi. Sebuah perasaan yang tak dapat ia jelaskan. Hal itu membuat sarapannya pagi ini terasa begitu hambar.“Apa yang kau pikirkan?” Rangga menatap wajah istrinya yang tampak tak berselera untuk merasakan makanan yang tersaji di meja.Suci menggeleng, lalu mulai menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.Saat Suci akan mengatakan sesuatu, terdengar suara seseorang yang memanggil namanya dan Rangga. Hal itu membuat Suci tidak jadi mengatakan hal yang begitu mengganjal di hatinya.Rangga dan Suci menatap siluet tubuh seseorang yang berjalan ke arah meja makan.“Ibu?” Rangga tersenyum saat menyadari orang tersebut adalah ibunya.Rahayu menatap bergantian wajah anak dan menantunya itu.“Maaf ya, ibu terlalu lama meninggalkan rumah. Bagaimana kabar kalian?”Rahayu mengambil tempat duduk tepat di sebelah Rangga. Rangga dan Suci saling menatap, Seperti memberikan isyarat lewat tatapan matanya.“Kami, baik-baik saja, Bu. Hanya saja, Perus
“Atau…jangan-jangan, anda juga ikut andil dalam semua rencana Nyonya Rahayu?” Anton terlihat sama sekali tidak takut dengan tatapan Rangga.“Sialan kau Anton!”Rangga memilih kembali duduk di kursi kebesarannya. Pikirannya berkecamuk, antara mempercayai apa yang ada dalam pikirannya atau pendapat Anton.Memang benar, keluarganya tidak pernah sekalipun harmonis layaknya keluarga teman-temannya. Kedua orang tuanya sering bertengkar hal yang belum dapat ia mengerti saat itu. Tapi, tak ada sedikitpun ingatan Rangga pada sosok Juwari yang ternyata merupakan teman masa kuliah ayah dan ibunya. Karena saat ia masih duduk di bangku SMA, banyak teman sesama sekolah atau kuliah yang sering berkunjung ke rumahnya, namun Rangga sekalipun tidak pernah melihat sosok Juwari yang datang berkunjung ke rumahnya.“Jadi, soal malam itu anda sudah mengetahui, jika Ibu anda adalah dalang dibalik semua ini?”Rangga menggeleng, lelah dengan perdebatan yang ada dalam pikirannya. Otaknya terasa panas dan kepal
“Ibu…”Rahayu terkekeh kecil melihat ekspresi wajah menantunya yang terlihat begitu pucat. Semua pasang mata terlihat menatap ke arah meja mereka, saling berbisik-bisik, menduga-duga hal apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka.Bagus, permainan sudah dimulai. Kali ini, bukan lagi fisik, melainkan mental yang akan ia hancurkan.“Aku muak semenjak kau tidak bisa menjaga cucu yang aku inginkan. Kau sungguh membuatku semakin merasa kesal dan jengkel bersamaan, terlebih saat kau berpura-pura di culik, tapi kau terlihat baik-baik saja. Jadi, apa yang bisa aku banggakan pada menantu Seperti dirimu?”Restu hanya diam, membiarkan wanita paruh baya itu terus mencecar kata-kata perusak mental mantan kekasihnya itu. “Sekarang, kau kepergok sedang berjumpa dengan pria lain. Kau benar-benar wanita yang begitu mengerikan, Suci. Dosa apa yang dilakukan Rangga. Kenapa harus bisa bertemu dengan wanita seperti dirimu?”Suci terus menatap wajah Rahayu, berharap ini hanyalah sebuah kepura-puraan saja
“Rangga, hari ini Ibu akan melihat keadaan Perusahaan.” Ucap Rahayu saat mereka sedang menikmati sarapan pagi di meja makan.“Tidak perlu, Bu. Soal Perusahaan, serahkan saja padaku. Ibu tidak perlu repot-repot untuk turun tangan karena masalah ini,” sahur Rangga dengan raut wajah yang datar.Melihat ekspresi Rangga Seperti itu, membuat Rahayu mengalihkan pandangannya pada menantunya, yaitu Suci.“Apa semalam kau habis mencuci otak anak ku?” Rahayu melemparkan pertanyaan yang membuat Suci maupun Rangga sama-sama terkejut.“Apa maksud ibu, aku sama sekali tidak pernah menyinggung soal Perusahaan atau turun ikut campur soal Perusahaan.” Elak Suci, menggeleng cepat berusaha untuk meyakinkan ibu mertuanya bahwa ia tidak pernah melakukan hal-hal yang dituduhkan pada dirinya.Rahayu tersenyum sinis, lalu meletakkan sendok makannya ke atas piring yang masih tersisa makanannya.“Pintar sekali kau bersandiwara! Padahal, aku sudah merencanakan sesuatu agar bisa menyaingi produk Roti yang kau ber
“Ibu…” suara Suci serak, tenggorokannya terasa begitu kering. Hatinya juga terasa berdenyut sakit karena ucapan Rahayu. Malam yang sangat ia sesalkan itu, ternyata sudah direncanakan oleh orang yang begitu ia sayangi. Sosok ibu pengganti bagi dirinya ternyata adalah dalang dari kejadian itu.“Sudahlah, tidak perlu mendramatisir keadaan. Lebih baik, sekarang kau angkat kaki dari rumah ini!”“Apakah Mas Rangga juga mengetahui bahwa Ibu adalah dalang dibalik semua ini?”Rahayu terkekeh kecil, lalu tersenyum miring menanggapi pertanyaan Suci.“Sudahlah Suci, kau benar-benar membuatku merasa muak. Lebih baik, sekarang kemasi barang-barangmu!”“Untuk apa Suci mengemasi barang-barangnya, Bu?”Suci menoleh, menatap sosok wajah sang Rangga yang terlihat berjalan ke arahnya.Menyadari bahwa ada Rangga, Rahayu memutuskan untuk melangkah menyambut Rangga dengan memeluk tubuh anaknya itu.“Suci sudah berani kurang ajar pada ibu. Bayangkan saja, Ibu tidak diperbolehkan untuk melihat keadaan Perus
Rangga menatap tubuh Suci yang kian menjauh darinya. “Ibu, setelah ini kita akan bicara. Aku akan bicara terlebih dahulu dengan istriku,” setelah mengatakan hal itu pada Rahayu, Rangga bergegas untuk menyusul Suci yang lebih dulu meninggalkan dirinya.“Buka pintunya, sayang!” Suci dapat mendengar gedoran pintu kamar. Tanpa melihat, Suci sudah dapat menebak bahwa itu Rangga. Ia sengaja mengunci pintu kamar agar Rangga tidak dapat masuk. Ia harus segera menata baju-bajunya ke dalam koper. Ia sudah tidak ingin tinggal di rumah ini lagi. Sudah banyak hal yang ia korbankan setelah menikah dengan Rangga. “Buka Suci!” suara Rangga terdengar menggelegar, namun Suci sama sekali tidak memperdulikan hal itu. Tangannya dengan lincah memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper. Tidak ingin terjadi hal-hal yang buruk, Rangga bergegas untuk mengambil kunci duplikat yang berada di ruang khusus tempat penyimpanan barang.Tak menunggu lama, akhirnya Rangga mendapatkan kuncinya dan segera berlari ke
Rangga hanya mampu tersenyum kecut saat melihat pemandangan mengerikan di halaman pabriknya. Ia tak dapat berbuat banyak saat semua pegawai pabriknya melakukan demo besar-besaran untuk menuntut gaji. Padahal, menurut Anton, baru kali ini Rangga melakukan sebuah kesalahan karena tidak mampu memberi gaji selama satu bulan untuk para karyawan pabriknya. tapi entah mengapa, karyawannya seperti berbalik ingin menghancurkan bisnisnya. Mereka sama sekali tidak menunggu lama untuk melakukan demo besar-besaran ini. bahkan, Demo ini berlangsung di seluruh wilayah Indonesia, tempat dimana Perusahaan Milik Rangga berada.Rangga menggeleng, ia sudah pasrah jika memang ini adalah akhir dari karirnya di dunia Bisnis.Banyak berita yang dimuat tentang demo besar-besaran di Pabrik Yang telah disiarkan langsung Stasiun televisi swasta, bahkan di media sosial sekalipun berita itu menjadi trending topik pembicaraan.Suci yang melihat hal itu hanya dapat tersenyum masam, keadaan rumah tangganya saat ini
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri