Rangga hanya mampu tersenyum kecut saat melihat pemandangan mengerikan di halaman pabriknya. Ia tak dapat berbuat banyak saat semua pegawai pabriknya melakukan demo besar-besaran untuk menuntut gaji. Padahal, menurut Anton, baru kali ini Rangga melakukan sebuah kesalahan karena tidak mampu memberi gaji selama satu bulan untuk para karyawan pabriknya. tapi entah mengapa, karyawannya seperti berbalik ingin menghancurkan bisnisnya. Mereka sama sekali tidak menunggu lama untuk melakukan demo besar-besaran ini. bahkan, Demo ini berlangsung di seluruh wilayah Indonesia, tempat dimana Perusahaan Milik Rangga berada.Rangga menggeleng, ia sudah pasrah jika memang ini adalah akhir dari karirnya di dunia Bisnis.Banyak berita yang dimuat tentang demo besar-besaran di Pabrik Yang telah disiarkan langsung Stasiun televisi swasta, bahkan di media sosial sekalipun berita itu menjadi trending topik pembicaraan.Suci yang melihat hal itu hanya dapat tersenyum masam, keadaan rumah tangganya saat ini
Lestari tersenyum getir melihat suci yang berurai air mata. ia tidak pernah menyangka bahwa anaknya akan mengalami hal yang begitu sangat menyedihkan. kehilangan sosok ayah dan juga anak yang ia kandung secara bersamaan. entah apa yang ada dalam pikiran seorang Rahayu, wanita itu begitu egois dengan cara berpikirnya"Bagaimana kabar suamimu Rangga? " tanya Lestari saat seorang waiters meletakkan minuman dan makanan diatas meja keduanya."Mas Rangga dalam keadaan sulit sekarang, Bu. perusahaannya didemo besar-besaran oleh karyawannya karena tidak dapat menggaji karyawan pabriknya bahkan, perusahaan roti yang sudah dibangun sejak ibu mertuaku ada sepertinya akan mengalami kebangkrutan, hal itu terjadi karena Restu. aku juga tidak tahu Bu, mengapa Restu memiliki resep roti buatan ayah. ataukah, Ayah yang memberikan resep tersebut pada Restu..." lirih Suci dengan suara seraknya."Restu, mantan mu itu?"Suci mengangguk mengiyakan, lalu meminum minuman yang baru saja diantarkan oleh waiters
"Besok temani aku sayang, "ucap Rangga pada Suci saat keduanya sedang duduk di sofa kamar. "ke mana Sayang?" tanya Suci penasaran."Aku menjual saham yang aku miliki, untuk bisa menutup semua kerugian dan juga gaji karyawan yang belum dibayarkan pada bulan ini." Jawab Rangga mencoba menjelaskan."Apa maksudmu, Mas? bukankah ibu akan membantu kita dalam menyelesaikan masalah ini. " Suci masih belum mengerti maksud ucapan Rangga. Rangga menggeleng, kedua sudut bibirnya melengkung ke atas, membentuk sebuah senyum yang terlihat dipaksakan. "Ada banyak yang harus aku korbankan jika aku menerima tawaran Ibu."Suci meremas ujung bajunya, ia tak menyangka bahwa untuk hal yang begitu penting seperti ini, Ibu mertuanya justru membuat keputusan yang begitu sulit."Temani aku, entah mengapa tiba-tiba saja semuanya terasa begitu berat. yang aku inginkan hanya dirimu berada disamping ku, aku membutuhkan support untuk semua hal yang terjadi besok."Suci mengelus lembut lengan kokoh sang suami, ia
Suci menunggu kedatangan Rangga. walaupun suaminya itu tidak terlalu banyak berkomentar tentang kejutan yang telah ia buat, namun tetap saja, Suci merasa Rangga perlu tahu hal yang sebenarnya. Ia tidak ingin sampai Rangga memiliki pikiran lain tentang dirinya.Suci menatap jam dinding kamarnya yang telah menunjukkan pukul sebelas malam. Tidak seperti biasanya, Rangga terlambat pulang Seperti ini. lagi pula, setahu Suci, Rangga sudah tidak lagi memiliki pekerjaan yang harus ia kerjakan. karena semua kerjaannya sudah diserahkan pada Anton.merasa tidak nyaman, Suci memutuskan untuk keluar dari kamar dan menunggu kedatangan Rangga di ruang tamu, yang berdekatan langsung dengan pintu utama rumah ini.Baru akan duduk, pintu rumah terbuka lebar dan Rangga terlihat masuk ke dalam."Mas, kau..." Suci tidak meneruskan perkataannya, ia dapat melihat sorot mata Rangga yang memerah, Seperti saat malam dimana Ia dan Rangga menghabiskan malam bersama.Rangga terlihat menatapnya dengan tatapan mata
Setelah selesai menyuapi Rangga, Suci membereskan peralatan makan dan akan dibawa ke dapur. melihat Kepergian Suci, Rangga memutuskan untuk melihat rekaman ulang CCTV semalam saat ia pulang ke rumah.Betapa terkejutnya ia, saat ia melihat adegan dimana dirinya tanpa sadar mengucapkan nama Siska dihadapan Suci. Rangga menyugar rambutnya, pikirannya melayang pada Suci yang saat ini pasti mulai memikirkan bagaimana tentang perasaan sesungguhnya dirinya pada Siska."Mas?" Suci Kembali masuk, Rangga segera mematikan ponselnya dan menatap wajah cantik Suci."Mandilah, aku akan menyiapkan air un-""Kenapa kau tidak jujur padaku?"kening Suci mengkerut mendengar pertanyaan Rangga. Ia tak mengerti, arah pembicaraan yang dimaksud oleh Rangga."Aku pulang dalam keadaan mabuk, dan menyebutkan nama wanita lain di hadapanmu, tapi kau terlihat biasa-biasa saja dan tidak terlihat kecewa sama sekali. kau begitu pintar menyembunyikan luka hatimu," Rangga turun dari pembaringan, lalu berjalan ke arah Su
Mendengar jawaban Rangga, perlahan-lahan Suci mulai membuka matanya yang tadi tertutup rapat oleh kedua tangannya. "Cepat pakai celana, mas!" tegur Suci, ia merasa kesal dengan sikap dan tingkah laku Rangga yang terlihat kekanak-kanakan. bisa-bisanya Ia hanya memakai dalaman saja, dan belum juga memakai celana jeans-nya.Rangga kian mendekati tubuh Suci, membuat wanita itu memundurkan tubuhnya."Mas!" Rangga Seperti menulikan pendengarannya, Ia terus mendekat ke arah Suci, membuat wanita cantik itu terpojok ke dinding."Akh!" ucapnya saat punggungnya menempel pada dinding. Ia sudah tak dapat bergerak lagi."Aku seperti bernostalgia," ucap Rangga sambil terus melangkah mendekat pada Suci."Mas, ini benar-benar memalukan!" Suci hendak menutup kedua matanya, namun tangannya sudah di pegang oleh Rangga. belum sempat untuk menghindar, wajah Rangga kian mendekat dan bibirnya dengan lembut mencumbu, mengecap manisnya bibir Suci.Mendapatkan perlakuan seperti itu, Suci tidak dapat berbuat a
Saat menuruni anak tangga, Suci dan Rangga dapat melihat bahwa di ruang tamu, sudah ada Rahayu yang terlihat menatap wajah keduanya dengan tatapan mata penuh permusuhan. Suci hanya dapat menghela nafas berat, Sebenarnya ia tidak ingin berdebat dengan ibu mertuanya itu."Apa kalian akan pergi?" tanya Rahayu saat keduanya telah menuruni anak terakhir tangga. Rangga dan suci saling mengangguk mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan oleh Rahayu." apa yang akan kalian lakukan menemui wanita sialan itu? ""Ibu, tolong jaga ucapan ibu. Wanita Yang Ibu sebut dengan kata-kata yang tidak pantas itu adalah ibu Suci yang merupakan mertuaku. Suka tidak suka, beliau adalah bagian dari keluarga kita. tanda seru sanggah Rangga dengan raut wajah penuh kekecewaanRahayu membuang pandangannya ke arah lain. ia merasa dirinya sudah tidak diperlukan lagi berada di rumah ini. Namun, ia tidak ingin berkecil hati. Ia aka terus membujuk Rangga agar bisa melepaskan Suci."Bagaimana kalau ibu mengatakan, bahwa a
“Jangan seperti itu sayang, jika kita menunda pertemuan ini, aku merasa kasihan pada ibumu. Aku yakin, ibumu pasti sudah memikirkan ini jauh sebelum semua hal yang terjadi dalam kehidupan kita. Aku lebih memilih untuk ikut bersamamu, ketimbang mendengarkan ucapan ibu. Aku harap, rasa percaya yang aku tanamkan pada diri ini akan berbuah manis pada kehidupan kita.” Rangga mencoba untuk menasehati Suci agar tidak menunda pertemuan yang sudah ia sepakati dengan ibunya.“Apa aku siap, mas? Aku takut, kenyataan yang akan kita dengar justru akan membuat luka hatiku semakin terasa sakit,” Suci berusaha untuk bersikap tenang. Namun, ia tidak bisa mengelak bahwa dirinya benar-benar telah diselimuti rasa ketakutan yang berlebihan. Terlebih saat mertuanya mengatakan bahwa anak yang dinyatakan telah meninggal dunia, nyatanya masih hidup sampai detik ini. Bagaimana bisa, Rahayu bersikap begitu egois dengan melakukan hal yang bertentangan dengan hukum itu.“Sudahlah sayang, kita akan tetap menemui i
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri