Rangga dan Suci memasuki ruang kerja dokter Nasya. Wanita berparas ayu itu nampak menyambut kedatangan suami istri itu dengan senyuman yang terukir jelas menghiasi wajahnya."Wah…kalian terlihat tambah serasi." Puji sang dokter.Suci yang akan tersenyum menanggapi perkataan sang dokter mendadak menjadi pucat saat melihat bingkai foto yang dipajang di tembok Ruangan, tepat di belakang tempat duduk sang dokter. Orang yang di dalam foto itu terlihat begitu bergembira, saling menatap ke arah kamera dengan senyuman yang menghiasi wajah dua wanita itu."Bagaimana Suci, apa ada keluhan soal kandunganmu?" dokter mulai menanyakan seputar kandungan Suci.Suci menggeleng, seleranya berbicara pada sang dokter mendadak menghilang, terlebih saat melihat Foto sang dokter bersama dengan Siska.Dokter Suci memeriksa satu persatu tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya, mencari catatan kesehatan Suci saat diperiksa satu bulan yang lalu."Oh iya, Rangga. Bagaimana kabar Siska?"Rangga yang diberika
"Suci sayang, tolonglah. Kali ini saja…"Rangga menangkupkan kedua tangannya didada, memohon agar Suci mau kembali ke ruangan dokter Nasya.Suci menghela nafas panjang berharap agar semua sesak dalam dadanya menguap bersama dengan hembusan nafasnya."Baiklah, tapi aku-""Tidak, aku berjanji tidak akan membahas soal Siska."Suci mengangguk setuju, lalu dengan berat hati Ia Kembali memasuki ruangan dokter Nasya."Maaf ya Suci, aku tidak bermaksud lancang untuk membahas keponakanku pada seorang yang sudah beristri. Aku harap kau bisa memaafkan keteledoranku ini." Sambut dokter Nasya dengan mimik wajah yang entah, Suci tak dapat menyimpulkannya.Suci hanya mengangguk, memberikan isyarat bahwa ia baik-baik saja."Tapi,"Gerakan Suci untuk kembali duduk ke kursi terpaksa harus terhenti dan menunggu lanjutan perkataan wanita berkacamata itu."Tante harap, kau tidak melupakan semua hal yang dulu kau lakukan pada Siska. Dia masih butuh bantuan kita, maaf Suci. Tapi aku harap kau dapat mengerti
"Ada seseorang yang menerorku, Mas." "Apa, ada seseorang yang meneror dirimu? Ayo, coba Ceritakan lebih detail tentang hal ini." Ucap Rangga, tangannya mengambil gelas berisi air putih yang disodorkan oleh seorang wanita yang telah bekerja hampir belasan tahun di rumah Rangga. Ia lalu menyodorkan minuman itu pada Suci, berharap sang istri mau menerimanya. Tak ingin membuat Rangga khawatir, Suci menerima gelas itu, lalu meminumnya sampai ditetes terakhir."Setelah Ayah meninggal, selang tiga hari kemudian, aku mendapatkan telepon tidak jelas. Ia menyuruhku untuk meninggalkan dirimu, bahkan akan membuat perusahaanmu hancur berantakan. Lebih parahnya, tadi pagi Kembali aku mendapatkan telepon, katanya aku akan merasakan panasnya ap-" Suci tak mampu meneruskan perkataannya, ada rasa sesak yang mulai merasuk ke dalam dadanya.Rangga memeluk erat tubuh Suci, menyalurkan rasa nyaman agar sang Istri bisa sedikit tenang."Teruslah bersikap seperti ini, komunikasi adalah hal terbaik untuk menj
Rangga tolong jaga Suci…Rangga mengerjapkan mata, lalu terperanjat bangun dari pembaringannya. Ia baru saja mimpi didatangi mendiang Ayah mertuanya. Sontak mimpi itu membuat Rangga teringat akan kata-kata terakhirnya pada sang mertua bahwa ia akan membahagiakan Suci untuk selama-lamanya.Rangga menggeser posisi duduknya menjadi bersandar pada kepala Ranjang, ia menoleh pada Suci yang masih terlihat tidur. dengkuran halus terdengar dari sang istri yang nampak begitu lelap tidurnya.Ia mengelus lembut rambut panjang sang istri, entah mengapa hatinya tiba-tiba saja muncul rasa gelisah.Masalah peneroran itu membuatnya teringat akan masa lalu saat ia masih beranjak dewasa, dimana Ayahnya Meninggal sesaat setelah mendapatkan ancaman."Loh, kenapa Bagun Mas?" Rangga menatap wajah Suci, ia melihat wanita itu mengubah posisi tidurnya menjadi duduk."Apa aku membangunkan dirimu?" Rangga merasa tak enak hati melihat Suci terbangun karena ulahnya.Suci menggeleng, lalu meraih tangan Rangga ke
Sejak menikah dengan Rangga, Suci merasa beberapa kehidupannya telah berubah drastis. Wanita yang biasanya hidup mandiri itu, secara perlahan-lahan mulai bergantung pada Rangga. Ia mulai manja dan merasa sangat membutuhkan pria yang berusia jauh diatasnya."Mas, tolong buatkan aku, susu.""Tidak, harus kau yang membuatnya,""Rasa coklat, jangan yang putih!""Kenapa rasanya begini, Mas? Hoekkk!"Rangga tersenyum saat memahami usia kehamilan Suci kian bertambah dan wanita yang dicintainya itu semakin manja pada dirinya. Perut Suci mulai membuncit, dan bagi Rangga itu momentum kebersamaan yang luar biasa indah."Suci, besok ada acara keluarga. Ini acara keluarga tahunan, ibu harap kau dan Rangga mau menghadiri acara ini" Rahayu yang baru saja tiba di rumah, memulai pembicaraan saat ketiganya tengah asyik menyantap sarapan pagi."Ibu, Suci masih dalam suasana berkabung. Jadi, kalau dirinya tidak dapat hadir, jangan dipaksa." Jawab Rangga tanpa menoleh ke arah Suci. Ia tidak ingin istrin
Suci mematut dirinya di depan cermin. Ia begitu bersemangat untuk bisa datang ke acara keluarga suaminya. Walaupun pernikahannya sudah berjalan beberapa bulan, Suci masih berharap agar keluarga besar Rangga mampu memperlakukannya dengan baik. "Kau sudah siap, sayang?" Rangga menatap wajah Suci, memperhatikan baju yang dikenakan oleh istrinya. Perut yang mulai membuncit itu menambah kesan cantik istrinya."Kau begitu sempurna." Puji Rangga, lalu menggandeng tangan Suci agar mengikuti langkahnya keluar dari kamar. Mereka sudah ditunggu oleh sang Ibu yang sejak tadi sudah mulai mengomel karena dandanan Suci yang lumayan memakan waktu.Suci menghela nafas dengan berat saat mereka telah sampai di tempat diadakannya pesta tersebut.Pestanya Begitu ramai didatangi oleh para tamu undangan."Wah, nak Rangga ternyata datang tidak sendirian. Ini Suci, pegawai kelas bawah itu?" sambut seorang wanita bertubuh gempal yang memakai perhiasan begitu mencolok."Jaga bicaramu, Tante Ratna. Saya harap,
Rahayu mencoba untuk menghubungi nomor Anton, sungguh ceroboh sekali keputusannya untuk tidak mengajak asisten Rangga itu. Ia harus menemukan Rangga tanpa membuat suasana Pesta gaduh dengan kabar menghilangnya Rangga dan Suci.Saat akan kembali menghubungi Anton, pria yang ditelponnya itu sudah berdiri di hadapannya."Ini terlalu beresiko." Ucap Anton dengan mimik wajah penuh rasa cemas.Melihat ekspresi Anton, Rahayu benar-benar menyesal, kenapa ia abai dengan masalah yang datang bertubi-tubi."Anda disini saja, saya akan berusaha untuk mencari keberadaan Pak Rangga!" usai mengatakan hal itu, Anton bergegas untuk mencari keberadaan Rangga.Rangga memijat kepalanya yang terasa begitu berat untuk ditegakkan. Rasa pusingnya sudah tak tertahankan lagi. Ia juga merasakan ada hawa panas dan dingin menjalar ke seluruh tubuhnya. Rangga menyandarkan tubuhnya yang sudah terduduk di lantai. Ada yang salah, namun Rangga masih belum bisa berpikir jernih."Pak Rangga!" ***"Obat perangsang?" Raha
"Kalian belum menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!"Sontak raut wajah Rangga dan Suci berubah saat mengetahui kehadiran Ibunya. Bukan tidak senang, melainkan waktunya saja yang kurang tepat. Rahayu melangkah masuk ke dalam ruangan Rangga, lalu memilih untuk duduk di Sofa, penglihatannya tak lepas dari dua wajah yang terlihat begitu pucat melihat kedatangannya."Ayo, jelaskan!""Ini hanyalah kesalah pahaman saja ibu, tidak perlu membahas hal yang sudah berlalu." Jawab Rangga sambil melirik sekilas ke arah wanita yang terlihat tertekan oleh Pertanyaan Ibunya.Melihat ekspresi wajah Rangga yang terlihat begitu santai dalam menjawab pertanyaannya, Rahayu memilih untuk mengalah dan tidak memperpanjang masalah. Walaupun sebenarnya ia begitu penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada Rangga dan menantunya itu.BRAK!Suci memekik tertahan begitu pintu dibuka terlalu keras. bukan hanya Suci, Rangga dan Rahayu pun saling pandang, melihat wajah orang yang telah membuka pintu kamar rawatnya.
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri