Rangga melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangannya. Ia menatap tumpukan dokumen yang kemarin belum sempat ia sentuh karena insiden penculikan istrinya.Saat tubuhnya sudah didudukkan pada kursi kebesarannya, Anton masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang dihiasi dengan senyuman."Ada apa?" tanya Rangga. tanpa mempersilahkan pria itu duduk."Ada yang ingin saya diskusikan dengan anda, Pak! Bolehkah saya duduk?"Rangga mengangguk malas, namun masih berusaha untuk bersikap tegas."Ini tentang Pabrik pembuatan Roti milik Restu."Rangga mengalihkan pandangannya. Ia menatap serius wajah Anton."Ini masih pagi, Anton. Kabar baik atau buruk?"Anton menggeleng tak ingin berspekulasi Lebih jauh tentang hal yang akan ia katakan."Perusahaan milik Restu telah memproduksi secara massal berbagai macam produk Roti kemasan dengan harga yang terjangkau. Bahkan, untuk ukuran anak TK sekali pun, bisa membeli produk mereka.""Berapa harga yang mereka lempar di pasaran?""Lima ratus rupiah, Pak!"Rang
"Kau mencuci otak Ayah dengan mengatakan hal yang tidak-tidak!" Suci meletakkan parsel buah-buahan diatas meja. Matanya tak lepas memandang wajah Restu dengan menampilkan wajah marahnya. Restu tak ambil pusing dengan ucapan Suci. Yang ia lakukan hanya menampilkan senyum tipisnya. Restu masih belum melupakan mantan kekasihnya itu. Bagaimana reaksi biasa yang ditampilkan oleh Suci. Wajah marahnya justru terlihat begitu menggemaskan."Lalu, apa urusanmu dengan Ayah? Kenapa kau terus menemui Ayah, sedangkan hubungan antara kita sudah selesai!" Suci belum puas. Wanita itu masih saja menampilkan wajah marahnya.Merasa situasinya semakin memanas, Rahayu mendekati tubuh Suci. Ia mengelus lembut punggung sang menantu."Tenang sayang, ingatlah ini rumah sakit. Jangan sampai menambah beban pikiran Ayahmu." Rahayu mengingatkan.Suci memejamkan matanya, berharap agar perasaan kesal bercampur dengan marah akan menghilang dari dadanya yang terasa begitu sesak. Ada banyak hal yang dikatakan Restu.
Saat Rangga kembali akan mencium bibir Suci, pintu kamarnya diketuk seseorang. Rangga mengumpat dalam hati, kesal dengan ulah sang pengganggu!"Buka dulu, Mas. Siapa tahu ada hal penting." Suci mencoba untuk membuat Rangga beranjak dari tempat duduknya.Rangga hanya mampu menghela nafas berat, lalu melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu."Siska, kenapa malam-malam begini –""Aku takut mas!" Siska menghambur memeluk tubuh Rangga. Melihat hal itu, Suci bergegas untuk menguraikan pelukan Suami dan Siska. Namun, belum sempat langkah kakinya sampai, Rangga terlebih dahulu telah mengurai pelukan Siska."Jangan seperti ini, kau harus mengerti Batasan antara kita berdua.""Tapi–""Setelah kejadian Ayahmu datang, Anton telah menjebloskan pria itu ke dalam penjara. Seharusnya, tidak ada hal lain yang perlu kau takutkan!" lanjut Rangga, tidak peduli dengan ekspresi wajah terkejut Siska. Rangga telah berjanji dihadapan Suci, ia tidak ingin menyakiti hati istrinya, lagi."Tapi, perasaanku tid
Rahayu menatap bergantian wajah anak dan menantunya itu. Ia begitu kesal, karena Rangga dan Suci bertindak begitu teledor dengan tidak menutup pintu kamar, saat melakukan hubungan intim."Ibu harap ini terakhir kalinya, kalian Begitu teledor! Bagaimana kalau ada pelayan atau siapa saja yang di rumah ini melihat kalian…ah, sudahlah! Ibu datang kemari hanya ingin pamit, Ibu ada penerbangan mendadak ke Surabaya. Kalian benar-benar membuat ibu pusing!" Suci hanya mampu menundukkan kepalanya, malu dengan kejadian yang baru saja terjadi. Mereka kepergok sedang melakukan hal seperti itu. Ini benar-benar memalukan!Suci tak berniat untuk menatap wajah Mertuanya, sekalipun Rahayu telah keluar dari kamar."Angkat kepalamu, Ibu sudah pergi.""Ini gara-gara dirimu, Mas!""Aku?" Rangga menunjuk jari telunjuknya ke dadanya."Iya, seandainya saja Mas menutup pintu, pasti kejadian memalukan ini tidak akan dilihat oleh Ibu!" Suci menghela nafas berat, ia benar-benar malu untuk kembali bertemu dengan
Anton menatap aneh pada wajah sumringah Rangga. Pria itu nampak begitu berbeda. Saat beberapa karyawan menyapa dirinya, dengan wajah penuh senyum Rangga menjawab sapaan para karyawannya.Ini aneh sekali! Atau jangan-jangan…"Pak, apa semalam anda–""Kau lanjutkan bicaramu, akan aku potong gajimu!"Anton segera menghentikan ucapannya. Ia tidak ingin mengorbankan gajinya hanya karena salah bicara."Bagaimana dengan kabar pasar?""Kita tunggu kabar selanjutnya, Pak. Karena masalah yang diciptakan oleh Restu lumayan berpengaruh terhadap penjualan kita. Bagaimana kalau kita buat produk Roti kemasan yang baru?"Rangga mendongak, menatap wajah Anton."Maksudmu?""Kita buat produk Roti yang baru dengan menjamin kualitas produk yang berkualitas halal dan aman untuk dikonsumsi. Oh ya, jangan lupakan soal harga yang terjangkau."Rangga menghela nafas berat, baru beberapa Minggu lalu, ia mengeluarkan produk baru. Lantas, belum ada hitungan Bulan ia harus mengeluarkan produk baru lagi. Masalahnya,
Sebelum pulang ke rumah, Rangga terlebih dahulu mampir ke sebuah Toko Bunga. Ia ingin memberikan hadiah kepada Suci,sebuah tanda cinta yang mulai tumbuh dalam hatinya."Buatkan aku karangan bunga untuk istriku yang sedang hamil." Ucap Rangga pada pemilik Toko."Baik Pak, tunggu sebentar." Rangga mengulas Senyuman, menunggu beberapa saat sampai bunga. Yang diinginkan selesai dibuat.Setelah membayar Bunganya, Rangga Kembali mengendarai Mobil menuju ke rumahnya, hatinya begitu tak sabar untuk memberikan rangkaian Bunga Mawar yang begitu indah pada Suci, melihat ekspresi wajah Suci yang begitu bahagia mendapatkan kejutan ini."Suci!" teriak Rangga saat membuka pintu rumahnya. Teriakkan Rangga tidak hanya membangunkan Suci, melainkan Siska yang sejak tadi belum bisa tidur. Wanita itu masih merasakan sakit hati atas perlakuan dua pelayan rendahan yang saat ini sudah mulai berani menjawab ucapannya.Siska keluar kamar, melihat Rangga yang membawa sebuket bunga Mawar merah yang begitu inda
"Tidak!" teriak Suci saat Rangga mengatakan bahwa Juwari, Ayahnya telah meninggal dunia.Tidak mungkin Ayahnya pergi secepat itu.Rangga kembali menghubungi Anton, memberikan sepenuhnya tugas pada pria itu agar mengurus kepulangan jenazah ke rumahnya. Ia tidak mungkin memberikan keputusan untuk membawa jenazah Ayah mertuanya itu ke rumah Suci, sedangkan saat ini keadaan Suci tidak memungkinkan untuk keluar dari rumah."Sayang, kau pasti kuat. Aku sudah menghubungi Anton, Jenazah akan dibawa ke rumah ini." Rangga memeluk tubuh Suci, wanita itu tampak begitu rapuh. Hanya ada sebuah suara tangisannya.Rangga pun tak habis pikir, mengapa mertuanya itu bisa meninggal begitu mendadak. Sedangkan proses operasi pemasangan ring dalam jantung Juwari, bisa dikatakan sangat berhasil. Ini terlalu mendadak.Ia harus mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi. Pasti orang yang berjaga di Rumah sakit mengetahui hal apa saja yang terjadi, sesaat sebelum sang Mertuanya meninggal dunia.Satu jam kemudian
"Duduklah, akan aku bawakan minum dan ma-" Rangga menatap wajah sang istri saat wanita itu mencekal lengan kokoh Rangga agar tidak meninggalkan dirinya sendiri di dalam kamar."Maaf." Cicit Suci sambil menundukkan kepalanya, ia tak sanggup untuk menatap wajah Rangga. rasa bersalah atas perlakuannya terhadap Rangga saat di pemakaman tadi, membuat sebagian hatinya merasa begitu bersalah. Rangga tidak salah, namun Suci justru menyalahkan kematian sang Ayah pada suaminya.Rangga duduk jongkok di hadapan Suci yang duduk di tepi ranjang."Luapkan saja semuanya, aku siap menanggung beban mu, sayang."Suci menghela nafas berat, rasanya dadanya masih begitu sesak walaupun air matanya telah banyak ia tumpahkan saat di pemakaman tadi."Aku akan mencari tahu, apa yang menyebabkan meninggalnya Ayahmu, jadi bersabarlah,""Maksudmu, Mas?""Tidak, maksud-""Terakhir kali, Ayah bertemu dengan Restu. Apa ini ada hubungannya dengan Restu Mas?"Rangga menatap wajah Suci, lalu ikut duduk di samping Suci.
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri