Setelah merasa tangis Siska mereda, Rangga menguraikan pelukannya. Lalu, menangkup wajah Siska."Kau cantik, pasti akan ada seorang pria yang akan menerima kekuranganmu. Aku yakin itu."Siska menggelengkan kepalanya, lalu meraih tangan Rangga ke dalam genggamannya."Hanya kau Mas yang ada dalam hatiku. Aku tak masalah jika kau ingin menjadikan diriku sebagai istri keduamu, aku ikhlas –"PRANG!Suci menggigit bibir bawahnya, ia benar-benar merasa bodoh telah menjatuhkan gelas berisi teh hangat yang baru saja ia buat. Belum selesai rasa keterkejutannya, ia kembali dikejutkan dengan kehadiran Rangga yang terlihat berdiri di hadapannya."Kau menguping?" tebak Rangga tanpa memperdulikan ekspresi wajah Suci yang terlihat masih terkejut."Aku, menguping? Untuk apa?"Suci hendak menunduk, membersihkan pecahan gelasnya. Belum sempat melakukannya, Rangga mencegahnya untuk melakukan hal itu."Akan ada pelayanan yang akan membersihkan itu semua. Lebih baik kau sekarang pergi ke kamar, istirahat."
Suci hanya dapat pasrah saat tubuhnya dimasukkan paksa ke dalam Bathtub oleh Rangga. Saat akan keluar, Suci dapat melihat Rangga melepaskan handuknya dan ikut masuk ke dalam Bathtub. Pria itu terlihat tersenyum miring menatap tubuh Suci yang sudah basah karena ulahnya."Sudah saya perjelas soal Restu. Jadi, tolong jangan bersikap seperti anak kecil, Pak!"Rangga yang sudah berada posisi duduk dalam Bathtub, beranjak mendekat ke arah Suci. Mengerti situasinya, Suci bergegas untuk keluar, namun gerakannya dapat dibaca oleh Rangga. Pria itu menarik tangan Suci, sehingga tubuhnya berada dalam pelukan pria itu."Lepaskan, Pak!" nyali Suci menciut saat menyadari situasi yang kini tengah menimpanya. Ia takut jika Rangga gelap mata dan Kembali melakukan hal yang dulu pernah mereka lakukan dalam keadaan tanpa sadar.Rangga meraih tubuh Suci, memeluknya erat dari arah belakang. Posisi duduk Suci berada di atas pangkuan Rangga."Dengarkan aku baik-baik!" Suci dapat merasakan hembusan nafas Rangg
Menelan ludahnya berulang kali, Suci menurut saja saat Rangga menarik tubuhnya keluar dari kamar."Aku tekankan sekali lagi," Rangga mendudukkan tubuh Suci di atas kasur."Kau milikku." Suci segera memejamkan kedua matanya, ia belum siap untuk kembali mendapatkan perlakuan manis pria yang tampak gagah perkasa yang hanya berbalut celana boxer.Rangga mencubit gemas pipi Suci, membuat wanita itu tersadar akan kebodohannya."Pak, ini salah.""Sekali lagi kau memanggilku begitu, aku tak segan-segan untuk membuatmu berteriak memohon ampun"Suci tidak mengerti maksud ucapan Rangga, tapi sebagian dirinya merasa hal itu akan terjadi."Apa anda serius akan memulai semua dari awal? Ini terlalu cepat," Suci mencoba untuk berpikir jernih. Tidak mungkin Rangga berubah secepat ini. "Percayalah, Suci. Aku akan membuktikannya."Suci hanya dapat pasrah saat handuk yang ia pakai ditarik sehingga terlepas dari tubuhnya."Kau begitu sempurna."Saat Rangga akan menyentuh dada wanita yang terlihat begitu
Rangga memasuki ruangannya tanpa memperdulikan sapaan para karyawannya. Bagi sebagian karyawan yang bekerja dengannya, Rangga adalah sosok dingin yang tak dapat di gapai. Sangat tidak mungkin, menurut mereka Rangga akan mendapatkan tambatan hati. Namun, siapa sangka bahwa tambatan hatinya ialah karyawan Rendahan Seperti Suci.Gossip itu sudah menjadi isu paling banyak dinikmati oleh para karyawan yang suka bergosip. Tapi, bagi seorang Rangga Ramadhan, hal digosipkan para karyawan tidaklah penting baginya."Apa data yang kau berikan itu dapat dipertanggung jawabkan?" Rangga menatap wajah Anton yang baru saja memasuki ruangannya."Anda bisa sewa detektif, kalau kurang yakin dengan hal itu." Anton menampilkan senyumannya, ia terlihat begitu santai dengan pertanyaan Rangga."Aku mencoba mengorek informasi lewat Suci, tapi aku rasa itu tidak semudah bayanganku,"Anton memiringkan kepalanya sedikit,mencoba memahami ucapan Rangga."Maksudnya, Pak?""Aku mencoba mengambil informasi dengan ca
Suci memang belum yakin, kemana dirinya akan pergi. Beberapa kali, sopirnya menanyakan tujuannya, namun Suci abai dan terus memberikan isyarat agar sang sopir terus melajukan mobilnya.Menemui Ayahnya dalam keadaan hati sedih, bukanlah pilihan yang baik. Pria paruh baya itu pasti bisa langsung mengerti hanya dengan melihat raut wajahnya."Apa aku harus memastikan…"***Jam telah menunjukkan pukul delapan Malam. Sejak tadi, Rangga mondar-mandir menunggu kedatangan Suci. Ia tidak bisa menghubungi nomor wanita itu, karena ponselnya yang tertinggal di kamar. Dalam keadaan marah seperti itu, setiap orang pasti tidak akan mengingat barang yang biasa mereka bawa.Rangga sudah mencoba untuk menghubungi nomor ponsel sang sopir, namun keadaannya sama saja. Bedanya, sang sopir ponselnya aktif, namun tidak menjawab panggilan Teleponnya.Rangga merasa kesal Sendiri, tiba-tiba saja terlintas perkataan Anton saat di kantor, bahwa sangat berbahaya jika seorang wanita dihadapkan dengan perasaan.Terle
"Keluar!"Rangga menggedor pintu kamar mandi, kesal dengan ulah Suci yang terus saja menginjak kakinya, lalu pergi begitu saja tanpa memperdulikan rasa sakit yang ia rasakan.”keluar atau aku dobrak, pintu ini!" ancamnya, karena Suci tak juga membuka pintu kamar mandi.Jantung Suci berdetak kencang karena rasa takut yang tiba-tiba saja muncul. Padahal, biasanya ia dapat dengan tenang menghadapi tingkah Rangga, tapi kali ini tidak. Mungkin saja, ini efek dari perlakuan semalam Rangga. Ciuman pria itu masih saja terlintas dalam pikirannya.Suci menekan dadanya, menghembuskan nafas perlahan-lahan untuk menetralisir kegugupannya.Dengan berat hati, Ia membuka pintu kamar mandi. Saat akan melangkah keluar, langkahnya tertahan begitu saja saat menatap kedua mata Rangga yang menghitam, pria itu terlihat begitu marah."Sekali lagi kau menginjak kakiku, kau akan merasakan dampaknya. Dan aku jamin, itu tidak akan bagus untukmu." "Dasar baper!" lirihnya, namun masih dapat didengar jelas oleh Ra
Rangga hanya bisa menatap tanpa bisa mencegah Kepergian dua orang wanita yang ia kenali, ibu dan Suci. Dua wanita itu begitu kompak dalam membuat keputusan tanpa bisa dibantah."Sudahlah, Mas. Bukankah bagus, kita bisa lebih leluasa untuk berbincang-bincang tanpa gangguan Suci." Siska terlihat memutar tubuhnya, menghadap ke arah Rangga. Wanita itu bergelayut di lengan kokoh sang pria.Dari kaca spion mobil, Suci dapat menangkap siluet tubuh Rangga yang sedang bermesraan dengan Siska di teras rumah."Sudahlah, ini keputusan yang sudah kau buat. Jadi, Ibu harap kau tahu konsekuensinya." Rahayu menepuk pundak Suci, berharap agar menantunya bisa lebih bersabar atas keputusan yang ia buat.Suci menatap wanita paruh baya yang berada di sampingnya. Wanita yang selalu mendukung sepenuhnya tentang apa yang diinginkan Suci."Terimakasih, Bu."Rahayu mengangguk mengiyakan, lalu mengelus lembut rambut wanita cantik itu."Jangan pulang sendirian, kabari ibu agar bisa menyuruh orang untuk menjemput
Siska melihat situasi, tidak ingin ada seorang pun yang mendengar pembicaraanya. Wanita itu segera masuk ke dalam kamar, merogoh ponsel yang berada di saku celananya."Hallo,kerja bagus! Kamu telah berhasil menculik istri Rangga," ucapnya sambil tersenyum penuh kemenangan."Apa maksudmu?" ada jeda waktu. Suara diseberang sana terdengar begitu terkejut dengan pernyataan yang diberikan oleh Siska."Aku belum bertindak lebih jauh, aku juga harus memikirkan bagaimana caranya agar bisa menculik menantu –""Lalu, kalau bukan dirimu, siapa yang menculik Suci?" Siska segera mematikan ponselnya. Kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing saat mengetahui bahwa Suci diculik orang lain."Tungga!" Siska terlihat memutar tubuhnya dengan sikap layaknya seorang model yang sedang berjalan di catwalk. Sebuah pemikiran yang begitu licik terlintas di pikirannya. Bukankah ini adalah hal yang baik. Ia tidak perlu repot-repot untuk menyingkirkan Suci, karena wanita itu sudah menghilang dan sebentar lagi, dirin
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri