"Iya, maaf." Mendapati tangannya masih berada dalam genggaman Rangga, Suci berusaha untuk melepaskan diri. Namun, sepertinya Rangga sengaja tidak melepaskan genggaman tangannya pada Suci.Dengan perasaan serba salah, Suci berusaha mengangkat kepalanya dan menatap wajah suaminya itu.Suci dapat merasakan tatapan mata Rangga menyipit Seperti ingin memangsa dirinya."Apa semalam kau berusaha untuk menggodaku?""Hah?""Sudahlah, lupakan saja. Sekarang bersiap-siaplah untuk ikut aku ke kantor. Aku akan memperkenalkan dirimu sebagai istriku pada karyawanku."Baru akan melangkahkan kakinya,Suci menarik ujung jas bagian belakang Rangga. Sehingga membuat pria itu kembali berbalik dan menatapnya bingung."Saya tidak ingin anda malu. Lebih baik, kita rahasiakan–""Wajahmu sudah terpampang jelas di berbagai media elektronik maupun cetak. Jadi, bersiaplah untuk hal baru ini. Aku tunggu dua puluh menit dari sekarang."Suci masih diam di depan cermin. Ia memperhatikan seluruh tubuh dan wajahnya dala
Sejak ucapan Rangga yang mengatakan tidak peduli dengan masa lalu Suci, keduanya tampak diam menunggu kedatangan Anton untuk memastikan masalah dengan Restu telah diselesaikan dengan baik.Suci memilih untuk duduk di Sofa single yang berada di dekat jendela. Sedangkan Rangga hanya berdiri bersandar pada dinding, mengamati Suci yang terlihat sibuk dengan layar ponselnya."Siapa yang kau hubungi?"Mendengar pertanyaan seperti itu, Suci segera menoleh ke arah Rangga. Ia dapat melihat raut wajah Rangga terlihat begitu mengintimidasi dirinya."Teman." Jawab Suci singkat, lalu kembali menatap ke layar ponselnya.Rangga merasa tidak senang dengan perlakuan cuek yang dilakukan oleh Suci. Seorang Rangga Ramadhan diperlakukan seperti ini, sangatlah tidak mungkin. Sedangkan diluaran sana, banyak wanita yang mengantri ingin sekali menjadi istrinya.Rangga Kembali menatap ke arah Suci. Entah mengapa, ia kesal dengan sikap Suci yang seperti itu.Saat akan menghampiri Suci, pintu ruangan terbuka dan
"Ugh…"Suci yang perlahan pulih kesadarannya, merasakan sakit di bagian kepala. Tubuhnya juga merasa begitu tak bertenaga sekali. Ia membutuhkan waktu beberapa detik untuk membuka kedua mata,saat cahaya memasuki indera penglihatannya."Kau sudah sadar?"Suci mencari sumber suara itu. Lalu, ia melihat sosok pria yang sangat dikenalnya Sedang duduk di kursi menghadap langsung pada dirinya.Suci tak langsung menjawab, ia memperhatikan seluruh ruangan yang memiliki corak warna putih itu."Pak, saya…""Kau pingsan dan aku membawamu ke rumah sakit." Ucap Rangga berbohong. Ia tidak ingin Suci mengetahui bahwa Restu yang telah menolongnya membawa ke rumah sakit.Suci tersenyum getir mendapati dirinya telah begitu banyak merepotkan Rangga. Seharusnya ia tidak memaksakan diri untuk berkunjung ke rumah Ayahnya jika tahu kejadiannya akan seperti ini.Tapi, Suci benar-benar tidak tahu. Kenapa semua persendian tubuhnya terasa begitu berat untuk digerakkan terlebih saat dirinya merasakan ada doronga
"Tidur bersama?" lirih Suci dari balik pintu yang masih sedikit tertutup. Ia dapat melihat dengan jelas, bagaimana cara wanita itu menyampaikan pendapatnya. Tidak ada keraguan sama sekali. Entah mengapa, Suci sedikit iri dengan sikap seperti itu. Berani berbicara dengan tegas dan menyatakan kebenarannya pada orang yang kita suka.Suci menghela nafas panjang berharap agar rasa sesak yang tiba-tiba saja datang cepat pergi dari dirinya.Baru akan berbalik pergi, tiba-tiba saja kepalanya kembali sakit. Tak ingin Rangga mengetahui hal ini, Suci bergegas untuk pergi ke kamar. Mungkin dengan tidur, hal itu akan mengurangi rasa sakitnya.Ia tak ingin berbalik untuk melihat adegan yang akan terjadi di antara wanita itu dan suaminya. Tidak ada batasan bagi Rangga untuk berbicara atau bersentuhan fisik dengan wanita lain walaupun keduanya sudah terikat janji suci pernikahan. Janji Suci itu hanyalah sekedar topeng bagi pernikahan kontrak keduanya.Sesampainya di kamar, Suci membaringkan tubuhnya
"Apa aku harus ikut?" jujur saja, Suci ragu jika harus kembali bertemu dengan Restu. Rasa sakitnya belum terlalu sembuh dan ia harus kembali dihadapkan pada situasi seperti ini."Harus. Nanti, akan ada orang yang akan mengurus keperluan semua keperluanmu." Jawab Rangga, lalu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan meja makan.Suci meremas ujung kaos yang ia kenakan. Ia memang hanya harus menuruti kemauan dan perintah Rangga. Tapi, Suci merasa jika harus kembali bertemu dengan Restu, rasanya ia belum siap.***Perlu waktu cukup lama untuk bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Jadi, Rangga mencoba untuk bersabar menunggu Suci keluar dari kamarnya karena sedang didandani oleh orang pilihan Anton. Kata Anton, orang yang ditunjuknya adalah perias terbaik di kota ini.Rangga Kembali menatap jam tangan yang melekat pada pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul delapan malam. Yang sebentar lagi acaranya akan dimulai.Saat berniat akan memanggil, Rangga dikejutkan dengan keha
"Ini tidak—"Rangga sedikit memundurkan wajahnya agar bisa menatap wajah istrinya itu."Kau sudah mulai berbohong dan itu artinya, kau harus mendapatkan hukuman."Kening Suci berkerut mendengar pernyataan yang baru saja Rangga ucapkan. Belum selesai rasa kebingungannya, Ia dapat melihat sebuah kaca pembatas berwarna hitam antara kursi penumpang dan sopir telah diturunkan, sehingga dirinya tak dapat melihat ke arah depan.Rangga menggeser posisi duduknya lebih dekat dengan Suci, membuat wanita itu bersungut-sungut mundur sampai ke jendela Mobil."Apa yang akan anda lakukan!""Apa kau tidak membaca keseluruhan hal tentang isi kontrak tersebut?"Suci menggeleng, karena jujur ia tidak mengetahui apa-apa soal perjanjian yang telah mereka sepakati. Rangga menatap dingin wanita yang kini tengah ketakutan itu. "Sebelum kau berteriak keras padaku, berkacalah terlebih dahulu. Lipstikmu luntur karena bibir pria itu, benar bukan?"Suci bingung dengan deretan kalimat yang Rangga ucapkan untuk di
Suci mencoba untuk mendorong tubuh Rangga agar bisa terlepas dari ciuman pria itu. Suci berusaha agar tidak membuka mulutnya sampai Rangga benar-benar menyerah dan menghentikan ciumannya."Apa kau pikir, pikiranku begitu picik. Sampai-sampai harus mengorbankan dirimu? Dan jangan pernah menyinggung soal perceraian!" Rangga menatap dingin wajah wanita yang kini menatapnya dengan tatapan penuh kebencian."Bibirmu manis, aku suka."Suci memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ia malas untuk menanggapi atau berdebat dengan Rangga. Malam ini begitu melelahkan dan yang ingin ia lakukan hanyalah berbaring di atas kasur untuk meregangkan otot-otot tubuhnya.Rangga menyentuh bibirnya, merasakan sisa-sisa rasa manis yang ditinggalkan oleh Suci.***Semenjak kejadian semalam, baik Rangga maupun Suci belum ada yang berniat untuk bertegur sapa terlebih dahulu. Keduanya sama-sama diam dan tak ingin saling pandang satu sama lainnya."Hallo, selamat Pagi!" Rangga dan Suci saling pandang dan melihat ke a
"Kalian–" Suci tak mampu meneruskan perkataannya. Ia terlalu bingung dan terkejut dengan situasi yang saat ini sedang terjadi. Rangga tak terlalu memperdulikan ekspresi wajah Suci, pria itu langsung bangkit dan berjalan meninggalkan kedua wanita yang saat ini terlihat kebingungan.Tidak ingin membuat suasana semakin tegang, Suci memutuskan untuk berlalu begitu saja tanpa melihat ke arah Siska yang terlihat bangun dan mengambil baju yang tadi telah dilemparnya."Kenapa kau kembali lagi?" tanya Rangga saat melihat Suci memasuki kamar."Ponselku tertinggal, maaf kalau kedatangan saya,telah mengganggu waktu kalian."Rangga bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Suci yang telah berhasil mengambil ponselnya dan dimasukkan ke dalam tas selempangnya."Aku akan mengantarmu."Suci berbalik dan melihat Rangga telah berdiri di belakangnya."Tapi, Pak–""Aku tidak ingin mendengar penolakanmu."Suci mendesah pasrah dengan keputusan Rangga."Bagaimana dengan wanita itu?""Aku rasa, Ia sudah per
"Sepertinya, kita salah kamar."Rangga dan Joni saling tatap, lalu mengalihkan pandangannya pada Suci."Apa maksudmu, sayang?" tanya Rangga."Wanita itu, dia tidak mungkin Siska. wajahnya...sama sekali, tidak mirip dengan Siska. aku yak-""Maaf, tapi itulah Siska. wanita yang wajahnya rusak dan bertubuh kurus itu Siska." Potong Joni. Saat Suci akan mematahkan perkataan Joni, seorang dokter dan perawat datang menghampiri mereka."Siapa diantara kalian, yang bernama Rangga?" tanya dokter itu sambil tersenyum."Saya, dok. " Rangga maju selangkah, agar bisa lebih dekat dengan sang dokter bertubuh gempal itu."Saya harap, kedatangan anda bisa sedikit membantu kesembuhan Siska," Mendengar nama Siska disebut, Suci kembali menolehkan kepalanya pada kaca jendela ruangan itu.Suci kembali mendekatkan wajahnya pada kaca jendela ruangan itu. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya, air matanya menetes begitu saja tanpa dapat ia cegah. Siska yang dulu terlihat begitu cantik dengan wajah yang semp
Sandi yang telah sepenuhnya pulih dari luka yang dideritanya, telah kembali ke rumah. Lebih tepatnya, rumah yang disediakan oleh Lestari. Ia begitu menjaga keamanan mantan sahabatnya itu, dari orang-orang yang bisa saja kembali akan melukainya."Bagaimana, sudah kau urus semuanya?"Joni mengangguk mengiyakan.Lestari mendesah lega, karena semua rencana yang telah ia rancang sudah mulai menemui titik terang."Baguslah, kalau begitu tugasmu kali ini adalah mengantarkan anak menantuku ke Rumah Sakit-""Anda serius?"potong Joni. Pria itu nampak menatap wajah majikannya itu begitu serius."Maaf, apabila tindakan saya tidak sopan. tapi, terlalu berisiko jika harus kembali mempertemukan Rangga dengan mantan kekasihnya itu. saya hanya kasihan pada Suci." Lanjutnya tanpa berani memandang wajah Lestari.wanita itu sempat ingin memprotes, namun hal itu urung ia ucapkan karena paham bahwa Joni sudah mengetahui seluk beluk tentang keluarganya.Joni bukan sekedar anak buah Lestari. Namun, pria itu
Lestari menatap wajah Suci, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti buah hatinya itu. Tapi, sebagai seorang wanita, Lestari tidak cukup kuat untuk menahan beban pikiran saat melihat penderitaan Siska.“Maafkan, ibu sayang. Ibu kasihan melihat keadaan Siska. Dia benar-benar membutuhkan bantuan kita. Ibu tahu, kau akan kembali terluka saat suamimu menolongnya. Tapi, ibu yakin kau akan merasa kasihan jika melihat keadaannya.”Suci mengalihkan pandangannya pada suaminya. Ia ingin melihat dan mendengar, apa yang akan diucapkan oleh Rangga. Suci ingin mendengar, jawaban yang akan keluar dari bibir pria itu.Rangga yang ditatap seperti itu, mengalihkan pandangannya. Ia tidak dapat langsung memberikan jawaban atas apa yang diinginkan oleh ibu mertuanya itu. Jujur saja, banyak hal yang dulu pernah ia alami bersama dengan Siska. Ia tidak menampik, bahwa kehadiran Siska dulu pernah mengisi ruang dalam hatinya.“Apa jawabanmu, mas?” Suci tidak dapat bersabar lagi. Ia tidak ingin menunggu lebih lama l
Rangga hanya diam menatap isi karung yang telah dibuang oleh seseorang di depan pagar rumahnya.“Apa kita laporkan ke polisi saja, mas?” tanya Suci saat melihat isi karung yang membuat perutnya bergejolak ingin muntah.“Tega sekali mereka,”“Hubungi Polisi, kita akan lihat apa yang sebenarnya mereka inginkan. Jangan-jangan ini perbuatan Anton.” Pikir Rangga dengan mata yang masih menatap tubuh anjing yang telah mati. Bukan hanya satu, melainkan tiga ekor anjing yang sudah tidak bernyawa.***Pemberitaan tentang Karung berisi anjing yang telah mati menjadi topik hangat untuk, dibicarakan diberbagai macam platform media elektronik. Keluarga Rangga kembali menjadi bulan-bulanan pembicaraan media sosial manapun. Hal itu, membuat pria itu kembali harus ekstra berhati-hati saat pergi ke suatu tempat, terutama untuk keselamatan Suci, istrinya.“Ini adalah hasil petisi tanda tangan para karyawan yang tidak menginginkan kehadiran mu, di kantor ini.” Anton membuka rapat koordinasi dengan para p
"Apa kau mau aku pecat, hah! mengganggu saja!" ucap Rangga pada seorang wanita yang terlihat menundukkan kepalanya saat pintu kamar telah terbuka."Ma-maaf pak, tapi tadi ada mobil berhenti di depan gerbang. terus melemparkan sesuatu di dalam karung. penjaga di depan gerbang, tidak berani membukanya tanpa persetujuan anda." Jawab wanita itu.Rangga menggeleng, otaknya terasa ingin pecah. namun, ia berusaha untuk tetap tegar menghadapi kenyataan bahwa ada saja manusia yang mencoba untuk mengganggu waktunya."Baiklah, dengarkan aku baik-baik. biarkan karung itu ditempatnya, tunggu sampai aku turun ke bawah, yang terpenting. kamera pengawas sudah merekam aksi orang tersebut. mengerti?""Baik, pak. saya akan memberikan informasi ini pada para penjaga." wanita itu bergegas untuk pergi meninggalkan Rangga."Ada apa mas?" tanya Suci, saat Rangga kembali masuk.ke dalam kamar dan menutup pintu."Hanya masalah kecil, tapi mereka membesarkan semuanya."Rangga menatap tubuh Suci yang sudah terbal
Rangga masih belum beranjak dari tempat duduknya. pria itu terlihat kesal karena sudah mendapatkan penolakan mentah-mentah oleh Suci. wanita itu nampak lebih segar setelah keluar dari kamar mandi.Suci memang menolak berhubungan dengan Rangga. hal itu karena bagian bawah tubuhnya masih merasa sakit karena ulah Rangga saat di kantor tadi."Masih marah?" Rangga menatap dingin wanita cantik yang saat ini sedang menatapnya."Sayang..." Suci mendekat, duduk di samping pria yang masih menampilkan wajah enggannya.Rangga mendesah pasrah, ia tidak mungkin bisa terus-terusan marah pada istrinya itu."Aku kesal, tidak dapat menikmati makananku." Jawab Rangga dengan senyum liciknya."Jadi, kau pikir aku ini makanan?"Rangga tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Istrinya itu.Suci terlihat sedikit terkejut, dengan respon yang diberikan oleh suaminya itu. setelah beberapa lama tidak melihat wajah Rangga yang tertawa lepas Seperti ini, rasanya hal ini begitu menakjubkan.Suci merengkuh tubuh
Rangga mendekatkan wajahnya pada Suci, membuat wanita itu seketika mundur dan tidak dapat berbuat apa-apa karena kepalanya telah terpojok ke kaca jendela mobil."Mas, berhenti!"Rangga menghentikan gerakannya, alisnya terangkat satu. raut wajahnya terlihat agak kesal karena ucapan Suci."Mas, tolonglah. ini di jalanan, masa mau ciuman di dalam mobil?""Tidak ada yang salah, kita adalah suami istri yang sah!" Rangga terlihat kesal, pria itu kembali memperbaiki posisi duduknya pada kursi yang diduduki."Mas, jangan marah. dengarkan aku, setelah itu... terserah dirimu mau melakukan apa pun yang mas mau."Rangga menoleh, menatap wajah sang istri dengan senyum liciknya."Aku sempat menatap sorot mata Anton yang begitu kosong. apa mungkin selama ini Anton berpura-pura saja menjadi jahat?"Rangga semakin mengerutkan keningnya . ia masih merasa aneh dengan cara berpikir Suci. bagaimana bisa, apa motifnya?Rangga menggeleng, bentuk dari tidak setujunya ucapan yang baru saja Suci ucapkan."Tapi
Suci sedang bersandar pada mobil, menunggu Rangga yang sedang mengambil kunci mobilnya yang tertinggal di ruangannya.“Suci?”Mendengar namanya dipanggil, Suci sedikit terkejut. Terlebih, ia mengenali suara itu. Walaupun ragu, Suci akhirnya menoleh . Karena tidak mungkin dirinya berpura-pura tidak mendengar sapaan itu. “Anton?”Pria itu menyunggingkan senyumnya. Seperti tidak terjadi apa-apa.“Pertemuan ini terasa canggung,” ujar Anton. Langkah kakinya semakin mendekat pada tubuh Suci.Suci berdehem beberapa kali, untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Sebenarnya…hal ini tidak perlu terjadi. Aku, masih berharap agar kau tetap jadi asisten, mas Rangga.” Anton menghentikan langkahnya, tepat dihadapan Suci.Pria itu terlihat masih tersenyum menanggapi perkataan Suci. Namun, senyumannya justru membuat wanita cantik itu terlihat tidak suka. Lebih tepatnya, rasa takut yang terlihat jelas pada wajah Suci.“Kenapa ekspresi mu seperti itu? bukankah kita teman?”“Teman?”Anton mengangguk, mengiy
Setelah puas menikmati permainan singkat yang telah Rangga lakukan, Suci segera membasuh tubuhnya di toilet ruangan Rangga. Ia tidak ingin jika bertemu dengan karyawan di kantor ini, mereka dapat mencium aroma tubuh Rangga yang masih menempel pada tubuhnya.“Sudah?” tanya Rangga yang melihat tubuh istrinya itu baru keluar dari toilet.Suci mengangguk, lalu memilih untuk duduk di Sofa.Rangga dapat melihat bagaimana lelahnya sang istri setelah mendapatkan hukuman atas kesalahannya karena main kabur dari rumah. Namun, siapa sangka jika Suci tidak menyadari hal itu. Rangga memang sengaja akan mengerjai Suci di kantor, itulah sebabnya mengapa ia memilih untuk berangkat pagi-pagi sekali.“Mas, apa hari ini kau ada rapat?”Rangga mencoba untuk mengingat.“Hari ini tidak, tapi besok jam sebelas akan ada Rapat yang membahas soal petisi tanda tangan untuk aku dikeluarkan dari kantor ini, dan di pindahkan ke kantor cabang.” Jawab Rangga, wajahnya sama sekali tidak mengisyaratkan kesedihan. Pri