Jun tidak heran jika Kun memilih rumahnya untuk ditinggali. Tidak mungkin merepotkan ibu dan ayah mereka, ditambah satu anggota baru lagi, pengasuh Misora.Tujuan Kun memang agar tidak merepotkan siapa pun, walau Jun selalu jadi orang yang paling direpotkan olehnya.Awalnya, Jun sengaja membuat dirinya terlihat keberatan pada mereka yang akan menumpang di rumahnya, tapi Kun segera membujuk dengan berbagai alasan.Mereka tinggal berempat di rumah Jun. Dan tidak mengherankan jika akhirnya Kun begitu akrab dengan Libi yang mengubah namanya menjadi Elora Brolin.Belum sepekan, tapi mata Jun bisa menangkap gerak-gerik kakaknya yang tampak tertarik pada Libianca Heyer.Semudah itu? Ke mana sosok Elia Eve yang rasanya butuh seluruh dunia Kun untuk memperjuangkannya saat wanita itu masih hidup? Apa karena sosok itu telah tiada, membuat Kun langsung bisa bebas sebebas bebasnya?“Oh, begitu caranya?” Kun bertanya dengan tampang yang lugu. Memperhatikan bagaimana Libi menenangkan Misora yang sem
“Ya, begitulah.” Di sini, Jun mengusap tengkuknya dengan canggung. Mengakui pada Alaric bahwa dia merindukan Shima, rasanya sangat kurang ajar.“Temuilah dia.”Mungkin, ya. Tapi, tidak.“Nanti, Ayah. Libianca Heyer masih membuatku penasaran. Kurasa dia sengaja mendekati Kun karena kakakku itu akan naik jabatan.”“Jabatan penting?”“Sepertinya begitu. Kun tidak memberitahuku secara mendetail, karena kurasa dia akan mengerjakan project rahasia.”Alaric mengubah posisi duduknya agar kini pikirannya bisa fokus. “Kacaukan pertahanan Libianca.”“Pasti kulakukan.”“Bila butuh bantuan, Xana Herby selalu siap untukmu.”Jun tertawa pelan. Kapan Xana pernah mengabaikannya? Tidak pernah. Wanita itu sangat setia, meski dia tidak memberikan balasan, Xana selalu bersikap selayaknya rekan.“Akan kuhubungi dia tanpa perantara, Ayah.”Setelah saling melempar lelucon konyol, panggilan berakhir. Jun pergi ke dapur untuk membuat cokelat panas. Berhenti melangkah saat mendengar suara desahan wanita.Tunggu
Suara-suara itu cukup menjadi bukti bahwa keduanya sedang sama-sama menunjukkan rasa saling tertarik satu sama lain.Jun tersenyum sinis. Kakaknya yang dia kira adalah pria yang tidak akan melewati batas, nyatanya tidak bertahan selamanya. Kun Yongli mengalami banyak perubahan dalam hidupnya.Tepat setelah percintaan itu dimenangkan oleh Libi, ketika Kun segera tidur kelelahan dan kalah, wanita itu keluar untuk menelepon.Tapi urung dilakukan, saat dia sadar bahwa dia tidak sendirian di ruangan itu.“Tidak jadi menelepon?” bisik Jun, tepat di telinga Libi yang bahkan tidak tahu bahwa dia berjarak sedekat itu dengannya.Libianca Heyer boleh jadi seorang ahli. Dalam banyak hal. Namun, entah bagaimana kali ini, dia cuma bisa merasakan keberadaan Jun, tanpa tahu di mana pria itu berada.Menggenggam erat ponsel di tangan, dia tidak bisa membuat Jun curiga atau tamat riwayatnya.“Ah, tidak. Aku bukan ingin menelepon. Hanya memeriksa ponsel.” Bertingkah manis, Libi rasa, baru kali ini dia be
Jun tidak tahu apa yang ada dipikiran Kun saat memutuskan dengan begitu cepat, seolah tanpa pikir-pikir terlebih dulu untuk menikahi pengasuh Misora.Libianca Heyer yang adalah wanita tidak sepadan, bahkan seorang kriminal. Akan menikah dengan kakaknya. Mereka akan menikah pekan ini. Dua hari lagi.“Biarkan itu terjadi. Aku curiga bahwa kakakmu mungkin juga sedang merencanakan sesuatu.”Dugaan Alaric awalnya membuat dia berpikir bahwa itu suatu hal yang mustahil dan lucu, mengingat bahwa kakaknya itu berhati baik seperti ibu peri.Mana mungkin Kun Yongli merencanakan sesuatu. Pasti Alaric berpikir begitu, karena mungkin kesal dengan tingkah kakaknya yang begitu mudah menikah lagi setelah kepergian Shima dan kematian Eve.Agar bisa membuktikan bahwa kakaknya tidak sesuai dengan tuduhan, maka Jun mengikutinya hari ini, alih-alih mengawasi Libi di rumah.Rekan kerjanya dulu, Nasco Tubala, mengadakan pertemuan dengan Kun di salah satu barbershop kecil yang diapit oleh dua toko besar di ki
“Tentu. Kau bisa langsung mengundangnya.” Jun tersenyum tanpa arti. Melanjutkan makannya, tidak perlu merasa terganggu.Dua wanita cantik dengan pembawaan yang berbeda jauh itu, saling tatap. Entah aura permusuhan sungguh terasa atau cuma sekilas, Jun berdeham tanpa menoleh untuk memberi peringatan.“Bicarakan nanti berdua saja. Sekarang, mari habiskan makan siang kita terlebih dulu.”Shima mematuhi mantan adik iparnya. Menyudahi tatapannya pada Libi dan kembali makan. Fokus pada isi piringnya. Dia sadar, bahwa dirinya cuma tamu di rumah Jun. Hanya mantan istri dari calon suami wanita asing yang duduk dihadapannya saat ini.Hebat sekali perputaran takdir yang dia rasakan. Dimulai dari menikah karena kesepakatan, jatuh cinta pada suami hanya status secara sepihak, menerima aturan baru untuk mencoba menjalani pernikahan normal, mantan kekasih suami yang selalu mengganggu, adik ipar yang diam-diam membantunya mendapatkan kepuasan seksual di atas rata-rata dan entah apa lagi banyaknya dra
“Kau tidak percaya diri, ya?” Jun tertawa mengejek. Misora akhirnya terdiam setelah dia membiarkan bayi itu bersandar di dadanya.“Bukan tidak percaya diri.” Libi mengelak dari kenyataan yang jelas dialaminya jauh di dalam hati. “Cuma memastikan saja, karena sepertinya kau yang paling tahu.”“Wanita itu memiliki banyak hal yang tidak kau miliki.” Jun berbalik. Berniat membawa Misora ke kamarnya tanpa mau tahu apa yang tengah dilakukan Kun dan Shima di ruang tamu.Meski Libi sadar bahwa menjerat Kun adalah salah satu cara agar dengan mudah menghancurkan pria itu, seperti yang diminta Nick Tubala padanya, tetap saja nalurinya sebagai seorang wanita tergoyahkan oleh segala sentuhan dan kebersamaan mereka selama ini.Baik, dia memang tidak pernah benar-benar jatuh cinta karena tampaknya hal seperti itu tidak sempat dirasakannya, selagi berjuang keras untuk tetap hidup.Berbagai pengalaman tindak kriminal telah dia lakukan. Mencuri, merampok, menipu, bahkan membunuh. Tidak ada yang benar-b
Shima tidak menyangka bahwa Jun bercinta dengannya sekaligus melampiaskan amarah. Dia hampir tidak dapat bernapas saat hentakan Jun menjadi brutal dan menyakitkan. Jari-jarinya pun tidak luput untuk mencakar di sepanjang punggung lebar mantan adik iparnya itu.“Ju-Jun ....” Antara bernapas dan menahan nikmat beserta rasa sakit, kini tangannya berpindah ke rambut bagian belakang Jun. Berusaha menjambak, tapi pria itu malah menariknya dan membawa kedua tangannya di atas kepalanya. Dia terpenjara di sana.“Kau pasti menyesal karena malam ini akan berbeda dengan malam-malam kita sebelumnya.”Shima menatap Jun dengan mata berkilat gairah yang sama besarnya. Dia mungkin telah menyerahkan segalanya pada Jun, meski hatinya terbagi dua sama besar untuk kakak beradik tampan yang tidak pernah bisa dijumpai serupa dengan mereka dibelahan dunia mana pun.Mereka berdua sangat berarti baginya, walau yang bisa memberinya banyak kepuasan dan klimaks luar biasa hanyalah Jun seorang.“Tidak ada ucapan s
Napas Libi naik turun. Keringat dingin bermunculan dengan setengah kesadaran miliknya yang mulai menurun.“Jangan mengancamku. Aku tidak akan menyerah ....” Antara dunia nyata dan halusinasi, Libi mencengkeram mulut pistol. Dia coba melawan, tapi si pria bermasker malah melakukan cara lain untuk melukainya.Mencekik. Sementara pistol terjatuh, si pria menendang benda itu ke sembarang arah. Suara tangis Misora pecah. Melengking hingga si pelaku sadar bahwa sebentar lagi orang-orang di rumah itu akan terbangun.“Dengar, ini peringatan terakhir. Jika kau masih juga bertahan dan bersikeras, kupastikan kau akan menyesalinya.” Mencekik lebih kuat untuk yang terakhir kalinya, dia mengancam dan tahu bahwa langkah kaki sedang menuju ke arah kamar ini.Jun dan Shima yang bergerak buru-buru setelah pakaian mereka terpasang di badan. Keduanya masih terjaga. Selesai bercinta sambil berdiri selama hampir belasan menit, Jun yang mendengar lebih dulu bahwa tangisan Misora bukan tangisan yang biasa di
“Apa kau tidak lelah denganku, Jun?”Bukan lelah, malah Jun merasa tidak boleh mengenal apa itu lelah saat bersama Cosi. Hal itu justru menjadikannya seperti sekarang ini. Bahkan tanggungjawabnya terasa makin ringan dijalankan.“Jika aku lelah, aku yang memulai pasti akan mengakhiri. Tidak perlu alasan lain selain aku ingin menyerah. Namun tidak kulakukan. Itu artinya kau bisa menyimpulkan sendiri apa aku lelah denganmu atau tidak.” Jun berkata sambil menarik selimut untuk menutupi mereka bersama, tapi Cosi menahan tangannya.“Kau rindu padanya?”Jun terdiam sejenak, sampai akhirnya balik bertanya. “Sebelum kujawab. Aku ingin tahu, dari mana kau tahu bahwa aku sudah mengetahui tentang kunjunganmu ke rumah Sid?”Cosi menggenggam erat tangan Jun tanpa berani menatap mata pria itu, sebab dia takut jika nanti sampai melihat ekspresi Jun yang sedang membicarakan Sid. Raut wajah penuh kerinduan, tersiksa karena tidak bisa berjumpa.“Karena kau terlihat semakin kosong, Jun.”“Kau menebak?”Co
Cosi berhasil mengguncang Sid, sampai ke tulang-tulangnya. Wanita muda itu jatuh sakit keesokan harinya. Dalam keadaan hamil muda yang diketahui Matrix, dia dirawat di rumah sakit terdekat nyaris sepekan.Selama itu Sid terus mempertimbangkan banyak hal, segalanya. Meski Cosi datang dengan kabar yang sangat mengejutkan dirinya, apa dia berhak untuk merusak kebahagiaan pria yang dicintainya? Apa ini salah Jun? Tidak. Bahkan Jun tidak tahu menahu tentang benih di pertemuan terakhir yang ditanamkan telah menjadi calon bayi.Lalu, bagaimana dengan Cosi? Wanita itu menjadi tidak tenang setiap malam menjelang Jun masuk ke kamarnya. Dia cemas andai suami keduanya itu tahu tentang semua perbuatannya pada Sid.Namun dibalik rasa takutnya itu Cosi yakin, bahwa Sid tidak memiliki keberanian apa pun. Dia sudah mengancam akan mengupayakan segala cara jika Sid sampai berani bertindak untuk semua hal. Apa saja. Apa pun yang menyangkut tentang Jun adalah urusannya. Dia tidak ragu-ragu saat bertindak.
Sid suka berkebun di belakang rumah, setelah Matrix setiap pagi pergi berolahraga lari keluar masuk hutan.Dia sedang mual dan muntah saat Cosi muncul dengan raut wajah murung. Melihat Sid benar seperti foto yang dilihatnya dari Fla.Sid merasa tidak asing dengan wajah wanita dihadapannya. Namun tidak ingat pernah melihat, apalagi berinteraksi di mana dan kapan.Cepat-cepat membersihkan mulut dan mencuci wajahnya dari air yang mengalir di keran, Sid segera menegakkan tubuhnya untuk menghampiri Cosi dan menyapa dengan ramah.“Halo, Anda mencari—”Satu tamparan untuk Sid. Mendarat cepat dan kuat, hingga membuat wajah wanita itu sepenuhnya terlempar ke sisi arah samping.Telinga Sid yang berdenging seketika mengingatkannya pada siapa wanita yang rasanya tidak asing itu. Istrinya Kun Yongli. Kakak ipar dari pria yang dicintainya dan dicintainya.Tapi, kenapa?“Ternyata tidak rugi jauh-jauh aku datang ke sini.” Cosi mengepalkan tangan kanan yang tadi digunakan untuk menampar Sid. Meski gem
Sejak kapan ponsel Jun ada pada Cosi? Dan sejak kapan juga mereka boleh ikut campur sejauh itu antara satu sama lain?Sampai pada titik ini, sekalipun Jun belum pernah melanggar. Justru dia berusaha untuk menjauhi hal-hal yang bisa membuat kesepakatan jadi tidak bermakna lagi, jika salah satu dari mereka ada yang curang.Cosi menjadi satu-satunya pihak yang bermain curang, tidak aman.Jun membaca pesan balasan dari Sid. Sekilas, dari notifikasi.Sid: Hari-hariku tidak menyenangkan tanpa Anda, Pak Jun. Sejauh ini Ayah masih baik-baik saja. Aku rindu padamu.Menyimpan ponsel di sisi kanan yang bukan berarti aman, tapi tidak akan dijangkau Cosi lagi, Jun sekarang menghela napas nyaris teramat pelan.“Saatnya tidur, Cosi.”Ajaib. Cosi menurut. Namun tetap dalam posisi memunggungi Jun. Wanita hamil itu merajuk. Tentu saja.Kehilangan minat untuk membalas pesan dari Cosi, Jun memilih memejamkan mata. Ada alasan kenapa belakangan ini dia mulai memburu semua pekerjaan, bahkan siap menyelesaik
Dan setelah sekian lama rasanya, walau mungkin tidak selama dugaan mereka, Jun dan Kun berpelukan. Tidak berkata-kata. Hanya berpelukan dengan bergantian menepuk-nepuk punggung sebagai ciri khas para pria saat saling ingin memberikan dukungan satu sama lain.***Sid menangis keras dalam pelukan Jun. Harus berpisah. Dia dan ayahnya akan berangkat ke ujung dunia, besok. Negara yang jauh, desa terpencil.Dan rupanya Matrix tidak cuma sekedar memenuhi janjinya pada Kun, tapi memberitahu rahasia besar pada putrinya, pagi ini sebelum Sid pergi menemui Jun.“Karena aku adalah seorang peneliti, bukan hal yang mengejutkan bahwa aku tanpa sengaja terminum racun.Dan racun itu memicu kanker yang selama ini cukup pasif di dalam tubuhku, karena sebelumnya, aku bisa menanggulanginya berkat ilmu yang kupunya.Namun yang kali ini terlambat kusadari. Kankernya sudah menyebar ke seluruh tubuhku. Sulit kujelaskan padamu, sebab kau tidak turun ke duniaku. Yang ingin kuberitahukan adalah tentang hidupku y
Tidak ada kata menolak bagi Jun. Juga tidak perlu berpikir. Ini seperti sebuah keharusan. Tanggungjawab.Namun penting baginya untuk tidak melukai perasaan Kun.Lakukan cepat. Sebelum kakaknya kembali.Bibir dan pelukan mereka baru terlepas, ketika Kun masuk dengan terburu-buru. Terkesan menyimpan emosi.“Apa-apaan ini?” Kun meletakkan lembaran hasil tes ke pangkuan Cosi. “Bisa kalian jelaskan padaku?”Jun coba meraih kertas itu lebih dulu, tapi Cosi lebih cepat.“Ini salahku.”Kun dan Jun bersamaan menatap Cosi. Di benak mereka yang berbeda, pemikiran tertuju pada hal yang sama. Cosi melanggar kesepakatan.“Aku melarang Jun menggunakan pengaman. Biasanya, aku selalu minum pil pencegah kehamilan setelah melakukan hubungan. Namun beberapa waktu lalu, aku melupakannya.”Bukan lupa, tapi sengaja. Jun yakin itu. Namun dia akan diam saja sampai Kun mengambil keputusan. Kehamilan Cosi baru berusia satu minggu. Berarti artinya tidak lama setelah wanita itu mengungkapkan keinginan untuk memil
Fla bukan menghindari Jun, tapi memang begitu cemas andaikan atasannya itu kehilangan ‘minat’ padanya. Jaga jarak adalah cara teraman agar membuat suasana yang biasanya nyaman, menjadi canggung seketika.“Bisa tolong panggilkan Manajer Fla?” Jun membutuhkan wanita itu sekarang. Meminta salah satu karyawan lain agar memanggilkan Fla untuknya.“Ada yang bisa kubantu, Pak?” Harap dan cemas disingkirkan oleh Fla. Sikap profesional kerja harus diutamakan.Jun mengangkat wajah dari tatapannya pada dokumen dihadapannya. “Tidak biasanya kau begini. Atau mungkin saja aku yang keliru. Periksa laporanmu di sini. Temukan kesalahannya.”Fla melangkah lebih dekat ke mejanya Jun. Membungkukkan setengah tubuh dan memeriksa apa yang di maksud oleh pria itu.“Pak ... maaf. Ini kesalahanku. Akan kuperbaiki.”Jun mengangguk. Membiarkan Fla menarik laporan di mejanya dan dibawa pergi.Dugaan Fla berkata bahwa Jun sepertinya akan kembali menjadi atasan yang dikenalnya sebelum pria itu mengalami kecelakaan.
Tiba di rumah, Jun pikir semua orang pergi ke mana sepagi itu, rupanya Cosi ada di dapur sendirian.“Di mana ibu?”“Bersepeda keliling perumahan bersama El dan Kun.” Cosi tidak mengalihkan perhatiannya dari adonan untuk membuat pancake.Jun bersiap meninggalkan dapur, tapi ucapan Cosi menunda langkahnya.“Kemari dan ciumlah aku, Jun.” Cosi melepaskan fokus dari apa yang tadi dikerjakannya, berbalik tubuh kemudian bersandar dekat wastafel untuk menunggu.Jun menghampiri dalam sekejap. Cosi dengan cepat meraih wajah suami pemuasnya itu lebih dulu.“Oh, Jun. Aku merindukan bibir ini.” Segenap perasaan Cosi mencumbu dan menghisap.Awalnya Jun pasif, tapi ketika Cosi mulai meraba tubuhnya, dia terbawa hasrat menggebu yang sama besar. Setara, seimbang.“Bercintalah denganku, Jun.” Cosi berjinjit cuma untuk meminta hal itu selagi memberi bekas di leher sang suami pemuas.“Mereka akan kembali sebentar lagi.” Bukan alasan. Memang itu kenyataannya. Sekarang hampir jam delapan, Kun tidak mungkin
Itu ... benar.Jun tidak dapat mengendalikan dirinya saat tengah menghadapi tubuh Sid. Terlalu bebas dan menyenangkan.“Kau—maaf, Sidney aku ....”“Lanjutkan, Pak. Jangan berhenti karena Anda telah mengetahui bahwa aku masih perawan.”Jun menggeleng muram. “Aku telah merampasnya darimu. Harusnya kutanyakan—”“Jangan, Pak Jun. Jangan salahkan diri Anda. Aku yang menginginkan Anda. Aku ingin tidur dengan Anda. Siapa yang salah? Tidak ada. Kemarilah, Pak. Kumohon jangan berhenti. Satukan diri kita lagi. Seperti tadi.” Sid mengulurkan tangan, sebab Jun menjauh darinya. Jantungnya berdebar karena tidak ingin berpisah.Jun masih tertegun. Bajingan! Dia telah mengambil keperawanan Sid dengan santainya.“Pak Jun. Sayangku,” lirih Sid dengan keberanian yang diusahakannya sepenuh hati. Dia menyukai, bahkan sangat mencinta pria yang tengah berada di atas tubuhnya itu. Ungkapan cinta pertamanya lewat sebutan, panggilan.Jun mendekat. Tidak tega karena dipanggil dengan begitu putus asanya oleh Sid