Beranda / Pernikahan / Terbelahnya Rindu / Bab 82 - Konflik Hati Dimas

Share

Bab 82 - Konflik Hati Dimas

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-23 13:38:31

Dimas duduk sendirian di dalam mobilnya, menatap gedung rumah yang dulunya ia anggap sebagai tempatnya pulang.

Malam sudah larut, dan lampu di ruang tamu masih menyala, tanda bahwa Laras mungkin belum tidur. Hatinya terasa hampa.

Pikiran tentang pertemuannya dengan Laras di ruang tamu beberapa malam lalu terus menghantui, mengingatkan dirinya pada pengakuan yang akhirnya keluar dari mulutnya, sesuatu yang selama ini ia coba hindari.

Ia tahu bahwa Laras akan benar-benar pergi kali ini. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Dimas merasakan kesungguhan dalam tatapan dingin Laras, dalam suara yang penuh ketegasan ketika ia memutuskan untuk tidak lagi bertahan dalam pernikahan mereka.

Dimas menunduk, merasakan kesedihan yang mendalam menyelimutinya, sebuah perasaan yang lama

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terbelahnya Rindu    Bab 83 - Keputusan Berat Laras

    Pagi itu, Laras duduk sendirian di meja makan dengan secangkir kopi yang hampir tidak tersentuh. Matanya menatap kosong ke luar jendela, memandangi taman kecil di belakang rumahnya. Ia terjebak dalam pusaran pikirannya sendiri, memikirkan keputusan yang selama ini ia hindari, namun yang kini terasa tak terelakkan.Setelah malam yang panjang, penuh dengan perenungan dan perdebatan dalam hati, Laras akhirnya menyadari bahwa ia tak bisa lagi bertahan dalam pernikahan yang penuh dengan kebohongan dan luka. Meskipun berat, meskipun ia tahu ini akan menghancurkan hati anak-anaknya, Laras telah memutuskan untuk menggugat cerai.Hatinya terasa berat, seolah ada beban besar yang menekan dadanya. Ia tahu bahwa keputusan ini tidak hanya akan mengubah hidupnya, tetapi juga akan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Terbelahnya Rindu    Bab 84 - Perpisahan dengan Sarah

    Pagi itu, suasana di rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Laras duduk di ruang tamu, menunggu dengan hati yang berdebar. Ia telah memutuskan untuk berbicara dari hati ke hati dengan putri sulungnya, Sarah, tentang keputusan yang telah ia ambil. Baginya, ini adalah salah satu momen tersulit yang harus ia hadapi, namun ia tahu bahwa kejujuran adalah hal yang terpenting dalam hubungan mereka. Sarah adalah anak yang cerdas, dan Laras ingin putrinya mengerti bahwa keputusan ini bukanlah sesuatu yang ia ambil dengan mudah.Tak lama kemudian, Sarah muncul di ruang tamu, masih mengenakan piyamanya. Wajahnya terlihat mengantuk, namun ada kebingungan dalam matanya saat ia melihat ibunya duduk di sofa, dengan ekspresi yang serius namun penuh kasih.“Mama, kenapa pagi-pag

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Terbelahnya Rindu    Bab 85 - Pertemuan Tak Terduga

    Siang itu, udara terasa panas dan berat di luar gedung pengadilan. Laras baru saja selesai berkonsultasi dengan pengacaranya mengenai langkah-langkah selanjutnya dalam proses perceraian. Dengan perasaan campur aduk, ia berjalan keluar gedung, menuruni anak tangga dengan langkah yang hati-hati. Namun, tepat ketika ia akan mencapai trotoar, ia melihat sosok yang tak asing berdiri di seberang jalan.Nina.Wanita itu tampak sedang menunggu seseorang, mungkin tak menyadari kehadiran Laras. Seketika, perasaan canggung dan tegang menyelimuti Laras. Ia merasa ada rasa enggan untuk berhadapan dengan wanita yang telah menghancurkan keluarganya, tetapi di sisi lain, ia merasa ada sesuatu yang perlu ia sampaikan, sesuatu yang harus diakhiri di antara mereka.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Terbelahnya Rindu    Bab 86 - Kekosongan Setelahnya

    Dimas duduk sendirian di apartemennya yang sunyi, menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota di malam hari. Lampu-lampu kota berkelip-kelip, tetapi bagi Dimas, semuanya tampak buram dan tak bermakna. Ruangan di sekitarnya tampak bersih dan rapi, tetapi dingin dan sepi, jauh berbeda dari rumah yang dulu ia tinggali bersama Laras dan anak-anaknya.Sudah beberapa hari sejak Laras melayangkan gugatan cerai. Berita itu menghantam Dimas seperti badai yang tiba-tiba datang. Meskipun ia tahu bahwa Laras telah mencapai batas kesabarannya, dan meskipun ia tahu bahwa ini adalah akibat dari segala kesalahannya sendiri, tetap saja kenyataan itu terasa seperti pukulan berat yang membuatnya merasa kosong dan hancur.Dimas mencoba untuk tidak memikirkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Terbelahnya Rindu    Bab 87 - Dimas Menghadapi Kenyataan

    Sudah beberapa minggu sejak perceraian itu resmi, dan hidup Dimas kini terasa sangat berbeda, lebih sunyi dan kehilangan arah. Ia mulai terbiasa bangun di apartemen kecilnya yang sunyi, tanpa suara tawa anak-anak atau aroma kopi pagi yang biasa disiapkan Laras. Kesendirian ini menjadi pengingat bahwa semua yang ia hancurkan dulu adalah kehidupan yang selama ini ia rindukan.Setiap hari, Dimas bangun dengan perasaan hampa dan penyesalan yang mendalam. Setelah perceraian selesai, ia mulai mencoba memperbaiki hubungan dengan anak-anak, terutama dengan Sarah dan Naya. Dimas tahu bahwa selama ini ia sering mengabaikan mereka, terperangkap dalam hubungan yang seharusnya tak pernah ia mulai. Namun, ketika ia mengulurkan tangan untuk memperbaiki keadaan, ia menemukan kenyataan yang jauh lebih sulit daripada yang pernah ia

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Terbelahnya Rindu    Bab 88 - Pertemuan Terakhir di Pengadilan

    Pagi itu, gedung pengadilan dipenuhi orang-orang yang sedang menunggu sidang perceraian mereka dimulai. Laras duduk di ruang tunggu dengan hati yang berdebar-debar. Meski sudah lama mempersiapkan diri, ia tak bisa memungkiri bahwa menghadapi perceraian resmi adalah salah satu hal paling berat dalam hidupnya. Ia menatap ruang pengadilan yang dingin dan formal, tempat di mana semua keputusannya akan disahkan secara hukum. Keputusan yang akan menutup bab panjang dalam hidupnya bersama Dimas.Di seberang ruang tunggu, Dimas duduk dengan kepala tertunduk, tampak gelisah. Matanya sedikit merah, seolah ia tak tidur semalam, terjaga dalam perasaan yang penuh dengan sesal dan ketidakpastian. Ia beberapa kali mengangkat kepala, menatap Laras dari kejauhan dengan tatapan yang pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Terbelahnya Rindu   Bab 89 - Kehidupan Baru Dimulai

    Laras menatap rumah baru mereka dengan senyuman kecil yang penuh arti. Rumah ini tidak terlalu besar, hanya memiliki beberapa ruangan yang cukup untuknya dan ketiga anaknya. Tidak ada taman yang luas atau ruang tamu yang megah seperti di rumah lamanya, tapi rumah ini memberi Laras perasaan yang tak bisa ia temukan selama bertahun-tahun terakhir—perasaan damai dan kebebasan. Di sini, ia bisa memulai hidup baru, bebas dari kebohongan dan pengkhianatan yang selama ini membayangi hidupnya.Sarah berdiri di sampingnya, menggenggam erat tangan Laras, sementara Naya dan Raka berlarian di halaman kecil depan rumah, tertawa riang sambil menikmati sore yang cerah. Melihat anak-anaknya tersenyum, Laras merasakan sebuah dorongan dalam hatinya, perasaan bahwa ia telah membua

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Terbelahnya Rindu   Bab 90 - Kehidupan Baru, Luka Lama

    Pagi itu, Laras terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamar menyinari wajahnya, memberikan kehangatan yang menenangkan. Namun, ada kekosongan dalam dirinya yang tak bisa ia hindari, sebuah kehampaan yang tertinggal setelah perpisahan. Meskipun ia merasa lega karena telah lepas dari hubungan yang penuh kebohongan, ia menyadari bahwa luka emosional yang ia alami masih meninggalkan jejak.Hari-harinya kini dipenuhi dengan tanggung jawab yang tak ringan. Sebagai ibu tunggal, Laras harus memastikan bahwa anak-anaknya tetap merasa dicintai dan dilindungi. Di satu sisi, ia harus menjalani pekerjaan penuh waktu untuk mencukupi kebutuhan mereka. Di sisi lain, ia juga harus memainkan peran ayah dan ibu sekaligus. Perasaan lelah sering kali menyergapnya, tetapi ia tahu bahwa anak-anak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25

Bab terbaru

  • Terbelahnya Rindu   Bab 150: Cinta yang Tak Terduga

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui tirai putih tipis di ruang tamu rumah baru Laras. Cahaya hangatnya menyentuh dinding-dinding yang dihiasi foto keluarga, menggambarkan momen-momen penuh tawa bersama anak-anaknya.Rumah ini tidak megah, tetapi penuh dengan kehangatan dan rasa aman. Di tengah ruangan, Naya dan Raka bermain, tawa mereka menggema, sementara Sarah duduk di sofa, membaca buku cerita kesukaannya. Suara ceria mereka membawa kehidupan yang sudah lama Laras rindukan.Laras berdiri di depan jendela besar, memandang halaman kecil di luar yang mulai dipenuhi tanaman hijau.Hari ini berbeda, terasa lebih segar, lebih ringan. Rumah itu adalah simbol babak baru dalam hidupnya—sederhana, namun penuh dengan cinta dan harapan. Di saat itulah, pintu depan berderit pelan dan suara langkah yang dikenalnya memasuki ruangan.“Selamat pagi, semuanya!” suara Andi bergema di ruangan, membuat Raka berlari kecil sambil tertawa, mengh

  • Terbelahnya Rindu   Bab 149: Kebebasan Dimas

    Matahari pagi memancar lembut di atas jalanan berdebu yang membentang menuju desa kecil di pinggiran kota. Dimas memandangi pemandangan dari jendela bus yang bergetar pelan.Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan tempat, tetapi perjalanan untuk mencari kembali dirinya yang hilang di tengah deru kesalahan dan penyesalan. Tas ransel di pangkuannya terasa berat, bukan karena isinya, melainkan beban emosi yang masih menggantung di dalam hati.Ia menatap keluar jendela, melihat petak-petak sawah yang membentang hijau dan rumah-rumah kayu dengan atap miring.Tempat ini adalah destinasi yang ia pilih untuk memulai lembaran baru, tempat di mana ia pernah menghabiskan waktu bertahun-tahun lalu saat masih menjadi mahasiswa yang penuh semangat.Proyek sosial yang dulu ia cintai, sebuah program pendidikan dan pengembangan masyarakat, kini memanggilnya kembali.Sesampainya di desa, Dimas turun dari bus dan merasakan angin pagi yang segar menyentuh wajahnya.

  • Terbelahnya Rindu   Bab 148: Kehidupan Baru Laras

    Matahari pagi menyinari ruang tamu rumah Laras, menciptakan bayangan indah di dinding berwarna krem yang hangat.Di sudut ruangan, rak buku yang penuh dengan koleksi cerita anak dan novel dewasa milik Laras tampak teratur, menambah kehangatan suasana. Di tengah kesibukan pagi itu, suara tawa anak-anak bergema, membawa semangat baru yang kini menyelimuti rumah mereka.Sarah duduk di meja makan, menyuapi Raka yang cerewet tapi ceria. Naya berlarian dengan boneka kelincinya, sementara Laras mengamati mereka dengan senyum lembut.Pagi yang sibuk seperti ini telah menjadi bagian dari rutinitas baru yang membuatnya merasa lebih hidup. Di balik segala kesulitan yang ia hadapi, kehidupan kini mulai terasa stabil, meski tidak sempurna.“Ma, bisa bantu buka ini?” suara Sarah memecah lamunan Laras. Ia menunjuk tutup botol susu yang sulit dibuka. Laras berjalan mendekat, mengambil botol itu dan membukanya dengan mudah.“Terima kasih, Ma,&rdqu

  • Terbelahnya Rindu   Bab 147: Pertemuan Terakhir dengan Dimas

    Langit sore berwarna oranye lembut, memayungi kafe kecil di sudut kota yang sepi. Hembusan angin sore membawa aroma kopi dan daun basah yang segar.Laras duduk di meja dekat jendela, memandang keluar sambil memainkan cangkir kopinya yang setengah kosong. Jantungnya berdegup dengan ritme yang tenang tapi berat. Hari ini, pertemuan terakhir dengan Dimas terasa seperti babak penutup yang sudah lama dinantikan.Pintu kafe terbuka, dan suara lonceng kecil terdengar menggema. Dimas masuk dengan langkah yang mantap, meski wajahnya menyiratkan kelelahan.Rambutnya lebih pendek daripada terakhir kali mereka bertemu, dan ada garis-garis halus di wajahnya yang membuatnya tampak lebih tua. Mata mereka bertemu sesaat, saling membaca rasa canggung yang perlahan mencair menjadi senyuman kecil.“Hai, Laras,” sapanya, suaranya terdengar serak tapi tulus.“Hai, Dimas,” jawab Laras dengan nada lembut. Dimas duduk di kursi seberangnya, meletakk

  • Terbelahnya Rindu   Bab 146: Sarah yang Menerima Kenyataan

    Hujan gerimis membasahi jendela kamar Sarah, membuat pola-pola acak yang bergerak pelan seiring tetesan air turun.Di kursi dekat jendela, Sarah duduk dengan kepala bersandar pada kaca yang dingin, matanya menerawang ke taman kecil di halaman rumah.Meski langit tampak suram, ada rasa damai yang aneh menyelimuti dirinya. Hari-hari yang penuh dengan kebingungan dan rasa kecewa perlahan berubah menjadi penerimaan yang lembut, seperti gerimis yang menyejukkan setelah badai panjang.Di sudut ruangan, terdengar suara langkah kecil yang mendekat. Naya muncul dengan boneka kelincinya, wajahnya memancarkan senyum polos yang khas. “Kak Sarah, mau main sama aku?” tanyanya dengan mata berbinar, suaranya penuh harapan.Sarah menoleh, menatap adiknya dengan senyum kecil yang mulai muncul di bibirnya. Selama ini, Naya adalah adik kecil yang selalu berusaha mengisi suasana dengan tawa, meski ketegangan di rumah kerap membuat suasana berubah-ubah.Sara

  • Terbelahnya Rindu   Bab 145: Pemulihan Naya

    Sinar matahari pagi menembus jendela kamar Naya, menyebar lembut di atas dinding bercorak bunga-bunga berwarna pastel.Naya terbangun perlahan, matanya yang besar berkedip beberapa kali sebelum melihat sekelilingnya. Di meja belajarnya, sebuah buku gambar terbuka, memperlihatkan coretan-coretan berwarna cerah.Gambar itu menunjukkan dirinya, Sarah, Raka, dan Laras berdiri di bawah pohon besar dengan senyum lebar. Meskipun gambar itu sederhana, ada perasaan hangat yang mengalir dari sana.“Naya, sudah bangun, Sayang?” suara Laras terdengar dari ambang pintu. Ia melangkah masuk, membawa nampan berisi segelas susu hangat dan roti panggang dengan selai stroberi. Wajah Laras tampak lebih cerah, senyum lembut menghiasi bibirnya.Naya mengangguk, bangkit perlahan dari tempat tidur dan tersenyum kecil. “Iya, Ma,” jawabnya, suaranya masih serak oleh sisa-sisa tidur. Laras duduk di tepi tempat tidur, mengusap rambut Naya yang halus dengan se

  • Terbelahnya Rindu   Bab 144: Kejutan Pekerjaan untuk Laras

    Pagi itu, sinar matahari menembus kaca jendela ruang kerja Laras, menerangi tumpukan berkas dan dokumen di atas mejanya.Matanya tertuju pada layar laptop, di mana email berisi tawaran pekerjaan di luar negeri masih terbuka. Ia membaca paragraf demi paragraf dengan hati yang berkecamuk.Kesempatan untuk bekerja di perusahaan ternama di Singapura, posisi yang menjanjikan kenaikan karier dan pendapatan yang menggiurkan. Namun, setiap kata dalam email itu seperti menambah beban di dadanya.Suara anak-anak terdengar dari ruang tengah. Naya tertawa renyah karena candaan Raka, dan Sarah terdengar menceritakan sesuatu dengan semangat.Laras menghela napas panjang, mengalihkan pandangannya ke arah pintu terbuka yang menghubungkan ruang kerja dengan ruang keluarga. Wajah anak-anaknya muncul dalam pikirannya, memaksanya mempertimbangkan apa yang benar-benar penting.Dengan tangan gemetar, Laras menutup laptopnya. Tawaran itu memang menggiurkan, namun perasaa

  • Terbelahnya Rindu   Bab 143: Nina yang Menguat

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kecil apartemen Nina, menyinari sudut-sudut ruangan dengan kehangatan yang lembut.Di meja dapur, Nina duduk dengan rambut yang disanggul rapi, mengenakan kaus putih dan celana jeans longgar.Tangan kanannya sibuk menggambar sketsa bunga-bunga di buku catatan kecilnya, sementara di sampingnya, sepiring roti panggang dan secangkir teh hangat menemani. Ruangan itu dipenuhi aroma harum teh melati, membawa kedamaian yang tak terlukiskan.Di dekat Nina, bayi kecilnya, Aidan, tertidur pulas di kursi bayi. Wajahnya yang mungil dan polos membuat hati Nina terasa penuh, meskipun letih sering kali membayangi.Setiap kali ia melihat Aidan, rasa cinta yang begitu kuat mengalir dalam dirinya, memberinya alasan untuk terus melangkah maju. Tidak ada lagi bayangan Dimas di balik senyumnya, hanya ada dirinya dan Aidan, serta tekad kuat untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.Nina menutup buku catatannya, menghela napa

  • Terbelahnya Rindu   Bab 142: Dimas yang Melepas

    Hujan rintik-rintik mengguyur jalanan kota, menciptakan suara gemericik yang menyusup ke dalam apartemen Dimas yang sepi.Udara dingin dan lembap merayap melalui celah-celah jendela yang sedikit terbuka, mengisi ruangan dengan aroma tanah basah.Dimas duduk di meja kerjanya, tatapannya kosong memandangi selembar kertas putih di depannya.Tangannya yang gemetar menggenggam pena, namun tulisan yang tertoreh di atas kertas itu baru separuh jadi. Di sebelahnya, secangkir kopi yang sudah dingin tak disentuh, melengkapi suasana kesendirian yang membungkus dirinya.Sore itu, Dimas merasa keheningan menggerogotinya, namun entah mengapa, ada kedamaian samar yang merayap di antara rasa penyesalan dan kelelahan.Setelah berminggu-minggu diliputi kebingungan dan konflik batin, akhirnya ia menemukan titik terang di tengah kekacauan ini—sebuah keputusan yang terasa pedih namun perlu. Ia harus merelakan Laras, bukan hanya untuk kebaikan Laras, tetapi untuk

DMCA.com Protection Status