Beranda / Romansa / Tentang Rasa / Bab 17 Jatuh Cinta

Share

Bab 17 Jatuh Cinta

Penulis: Mei Bertha
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-10 12:09:27

Tanpa memerdulikan panggilan sahabatnya, Rinjani berlalu begitu saja dari perpustakaan. Gadis itu merasa kesal dengan Arsha yang terus saja mnggodanya. Sebenarnya salah dia sendiri yang tidak bisa mengontrol mulutnya sampai bisa kelepasan.

Spenjang jalan Rinjani terus saja menggerutu. Dia kebingungan hendak ke mana dan hanya mengikuti kakinya melangkah saja. Hingga tanpa sadar, gadis itu sampai di taman belakang gedung Fakultas Ekonomi.

Gadis itu memilih untuk duduk di salah satu kursi taman. Rinjami menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, sambil mengatur napasnya yang putus-putus karena lelah.

Baru beberapa menit menikmati kesendirian, seorang gadis berkucir kuda ikut duduk di dekat Rinjani.

“Gila, ya, orang lagi jatuh cinta emang tenaganya gede. Cepet banget ngilangnya,” ledek Arsha sambil terus berusaha mengatur napasnya.

“Udah, deh, Sha. Aku tuh nggak lagi jatuh cinta. Ak—”

“Mulutmu bisa bohong, tapi matamu enggak, Rin. Lagipul

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tentang Rasa   Bab 18 Kejujuran Rinjani

    Samir menoleh pada Agam sambil tersenyum canggung. “Maaf. Mari ikut aku ke ruang VIP kafe ini.” “Wow, ada ruang VIP?” “Bukankah Sam baru saja mengatakannya, kenapa kamu jadi bodoh begini, Sha,” sahut Agam saat mendengar pertanyaan bodoh sepupunya. Sebuah pukulan membuat Agam menoleh. Terlihat wajah marah Rinjani karena tidak terima sahabatnya dikatai bodoh. “Kenapa kamu yang marah, Sayang?” goda Agam sambil mengusap punggungnya yang terasa sedikit sakit. “Hei, sudahlah, kenapa kalian seperti anak kecil begini!” lerai Varen yang malu menjadi tontonan pengunjung lain. *** “Silakan masuk, kalian adalah yang pertama menempati ruang ini,” ujar Samir seraya membuka pintu. Agam segera masuk sambil tangannya menarik Rinjani agar mengikutinya. Sedangkan Varen hanya mengekor di belakang keduanya. Sementara itu, Arsha masih berdiri di dekat Samir. “Kamu tidak ikut masuk?” “Hah! Eh, iya. Aku, aku masuk, ya,” ujar Ar

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-05
  • Tentang Rasa   Bab 19 Sepasang Kekasih

    Pagi ini, warga kampus kembali dibuat tercengang saat melihat Rinjani dan Agam jalan beriringan. Pasalnya, hanya maha siswa barulah yang tidak tahu bagaimana sikap gadis itu pasa sosok laki-laki. Jadi, saat dia dekat dengan Agam, sudah pasti menjadi gosip terhangat di kampus. Banyak yang mulai berbisik-bisik saat sepasang kekasih itu melewati koridor kampus. Tidak sedikit pula yang memuji Agam karena telah berhasil menaklukkan Rinjani. Meski kelihatannya belum sepenuhnya berhasil. Terbukti dengan raut wajah gadis itu yang masih saja datar tanpa. Meski Agam mendapat banyak pujian dari kaum wanita, banyak pula pria yang merasa patah hati dan kehilangan harapan untuk bisa mendapatkan Rinjani. “Gam, bisa ‘kan, biasa aja. Nggak perlu diantar ke kelas juga, lagian aku bukan anak kecil.” Berkali-kali Rinjani menggumamkan kata itu sejak turun dari mobil. Gadis itu yang terbiasa sendiri dan hidup tenang tanpa menjadi bahan perbincangan, merasa sangat risih. Hi

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-06
  • Tentang Rasa   Bab 20 Ancaman Calon Mertua

    Benar saja, setelah kejadian hari itu, Agam tidak lagi mencium tangan Rinjani sembarangan. Namun, tangannya yang usil, sesekali tetap mengelus kepala gadis itu. Tidak bisa dipungkiri, jika Rinjani juga mulai nyaman dengan elusan di kepala yang sering dilakukan Agam secara tiba-tiba itu. Hari-hari Rinjani terasa semakin berwarna karena tingkah konyol Agam. Hal-hal tidak terduga yang pria itu lakukan juga berhasil menciptakan senyuman di wajah gadis itu. “Khem! Anak papa kenapa, nih?” Rinjani seolah tuli dengan ucapan sang ayah. Gadis itu masih tetap fokus pada layar ponsel pintarnya sambil sesekali mengetikkan pesan sambil tersenyum. “Hei, kamu kenapa, Sayang? Kenapa senyum-senyum begitu?” ujar Tama yang sudah geram karena tidak dihiraukan oleh putrinya. “Eh, Papa. Sejak kapan Papa di sini?” tanya Rinjani sambil mematikan ponsel pintarnya dan meletakkan benda tipis itu di meja. “Sejak kamu dipanggi nggak nyahut, sejak anak gadis

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-08
  • Tentang Rasa   Bab 21 Sebuah Kecupan

    Rinjani yang baru saja kembali dari kamarnya, merasa aneh saat melihat wajah Agam dan ibunya terlihat sangat serius. Keduanya terlihat tegang seperti baru saja membahas hal yang penting. “Kalian kenapa? Kok wajah Mama sama Agam serius banget?” tanya Rinjani sambil duduk di dekat sang ibu. Wajah Hanna melunak dan tersenyum kepada putrinya seraya berkata, “Nggak apa, kok. Kamu kenapa lama ke kamarnya?” “Rin abis mandi tadi,” sahut Rinjani singkat sambil terus menatap selikid ke arah Agam. “Emang mau kemana, Rin?” Rinjani menoleh malas pada sang ibu yang sedang berusaha menggodanya. “Rin mandi karena udah sore, Ma ….” “Ya sudah, kalian lanjut ngobrol berdua, ya. Mama mau masak,” pamit Hanna seraya berlalu ke dapur. Keheningan tercipta setelah Hanna pergi, hingga akhirnya Rinjani angkat bicara. “Tadi mama ngomong apa aja ke kamu, Gam?” “Bukan apa-apa kok. Cuma pembahasan ringan sama camer,” elak Agam disertai senyum nakal.

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-09
  • Tentang Rasa   Bab 22 Kejadian di Vila

    Kian hari, Rinjani semakin terbuka dengan Agam. Dinding pertahanan yang gadis itu bangun telah roboh. Traumanya, perlahan pulih. Agam berhasil membawa cahaya kembali ke dalam hidup Rinjani. Layaknya bintang yang menghiasi gelapnya langit malam, begitu pula Agam mewarnai kehidupan Rinjani. Libur panjang sekitar empat hari, dimanfaatkan oleh dua pasang kekasih untuk berkemah. Arsha, Samir, Agam, dan tentu saja Rinjani. Mereka berempat sedang melakukan perjalanan menuju sebuah bukit yang berada di puncak. Kesibukan dengan dunia perkuliahan cukup membuat pikiran mereka lelah. Jadi, saat ada kesempatan libur meski hanya empat hari, Agam mengajak teman-temannya untuk berlibur. “Nanti kalian bagian mendirikan tenda, ya. Biar aku dan Rinjani yang menyiapkan makan,” ucap Arsha kepada dua pria yang berada di kursi depan. Samir yang sedang mengendarai hanya melirik sekilas pada kekasihnya sambil tersenyum. “Kamu atur saja, Bee.” Suara gelak tawa

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-11
  • Tentang Rasa   Bab 23 Makam Sang Mantan

    Arsha segera mendorong Samir menjauh. Napas keduanya terlihat putus-putus seperti baru saja lari marathon. Wajah Arsha sangat merah antara malu dan sedang meredam nafsunya. Samir tidak jauh berbeda, tetapi dia bisa lebih baik menyembunyikan hal itu. Tanpa berucap satu kata pun, Samir bangkit dan berlalu ke dapur. Pria itu tidak tahu harus berkata apa, karena sekarang kekesalan tengah menguasai dirinya. Sedangkan Rinjani bangkit dari duduknya seraya berkata, “Seharusnya kamu berterima kasih padaku karena sudah menyelamatkanmu dari penyesalan tak berujung.” Setelah berkata demikian, Rinjani berjalan keluar vila. Gadis itu duduk termenung di kursi depan vila. Matanya melihat rintikan hujan, tetapi tatapannya kosong. Dia sadar benar apa yang dilakukan tadi terlalu ikut campur. Namun, dia tidak bisa diam saja jika sahabatnya masuk lingkaran setan itu. “Rin,” panggil Agam seraya duduk di dekat gadis itu. Gadis itu masih tetap di posisinya, tan

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-14
  • Tentang Rasa   Bab 24 Kenikmatan Sesaat

    Agam mendekat pada Rinjani dan memeluknya dari sambaing sambil mengusap-usap pundak gadis yang sedang menangis itu. “Dava, aku tidak berniat merebut posisimu di hari Rin, karena aku sadar itu tidak mungkin. Tapi aku berjanji, selama aku hidup Rin akan bahagia bersamaku.” Rinjani menoleh dan melihat Agam yang sedang mengucap sebuah janji sambil tangannya memegang batu nisan Dava. Hati Rinjani menghangat melihat ketulusan yang terpancar dari kedua bola mata Agam. Kepala gadis itu disandarkan pada pundak Agam. Dia dapat merasakan usapan lembut penuh kasih di kepala yang membuatnya semakin bahagia. Bahagia karena Agam berhasil mengentaskan dirinya dari belenggu lumpur penghisap, berupa trauma masa lalu. “Sudah? Jika sudah mari kita pulang.” Agam menoleh dan menatap Rinjani yang juga sedang mendongak melihat pria itu. “Sebentar, aku mau berpamitan pada Dava,” ucap Rinjani seraya melepaskan diri dari dekapan Agam. Jari lentik itu terulur, me

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-18
  • Tentang Rasa   Bab 25 Agam Sakit

    Malam itu juga, Rinjani dan keluarganya bergegas menuju ke rumah sakit, sesuai dengan apa yang diberitakan di televise. Gadis itu tidak henti-hentinya menangis dalam dekapan sang ibu. Pikiran Rinjani sangat kacau. Dia tidak sanggup jika harus mengulang kembai apa yang terjadi di masa lalu. hatinya tidak sekuat itu. Dalam mobil abu-abu yang melaju dengan kecepatan cukup tinggi, hanya suara isak tangis yang mendominasi. Rinjani terus menggeleng, berusaha mengusir pikiran buruk yang seperti monster dalam kepalanya. Suara sang ibu yang memberitahu berita tentang Agam terngiang terus terulang di telinganya. Hal itu sudah mengambil kewarasannya cukup banyak. Siksaan batin setelah hari ini dia baru saja merasakan bahagia, sungguh teramat menyakitkan. Memori indah tentang betapa dekatnya Rinjani dan Agam hari ini, seolah menjadi belati yang turut mencabik-cabik hatinya. “Ma, Rin takut. Rin nggak mau kaya dulu lagi, Rin nggak akan sanggup,” gumam Rinja

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-20

Bab terbaru

  • Tentang Rasa   Bab 40 Cinta Tanpa Syarat

    Seperti hari-hari biasa sejak satu bulan yang lalu, Agler selalu mengunjungi Rinjani yang berada di rumah perawatan khusus. Kejiwaan gadis itu sedikit terganggu dan akan mengamuk ketika mengingat bahwa Agam telah tiada. Mau tidak mau, Agler harus terus menerus berperan menjadi Agam sampai Rinjani benar-benar pulih. Seorang suster membuka pintu rumah rawat ketika Agler mengetuknya. “Silakan masuk, Tuan. Nona Rinjani baru saja meminum obat dan sedang berbaring.” “Terima kasih,” sahut Agler seraya melangkah masuk. “Hai, Rin Sayang,” sapa Agler seraya mengecup dahi gadis pucat yang tengah berbaring. “Agam, kamu sudah datang ....” seperti biasa, kalimat itulah yang Agler dengar sebulan terahir setiap mengunjungi Rinjani. Semakin hari, hati pria itu semakin teriris setiap mendengar Rinjani memangilnya Agam. Bohong jika tidak ada rasa yang perlahan tumbuh mengingat bagaimana perannya ketika di samping Rinjani. Agler semakin nyaman menjalankan perannya sebagai seorang kekasih. Tawa Rinj

  • Tentang Rasa   Bab 39 Agler Menjadi Agam

    Mata yang dua telah dua hari perlahan mulai terbuka. Tatapannya terlihat kosong sebelum kembali menangis.“Agam! Agam!” teriak Rinjani membangunkan Tama dan Hanna yang menunggui Rinjani di ruangan tersebut.Tama bergegas memluk Rinjani ketika putrinya berusaha melepas jarum infus di tangannya.“Rin Sayang, kamu tenang, ya. Agam sebentar lagi ke sini,” bisik Tama membuat gerakan berontak Rinjani terhenti.“Benar?” tanya Rinjani dengan tatapan berbinar.“Iya, Sayang. Nanti saat dia selesai dengan kuliahnya, dia akan ke sini,” ucap Tama seraya menangkup wajah putrinya.Hanna berlari keluar tidak tahan melihat keadaan putrinya. Wanita paruh baya itu terduduk di depan ruang rawat seraya menangis terisak.“Tante?” Arsha yang memang tidak ada jadwal kuliah hari ini berniat datang pagi untuk menggantikan orang tua Rinjani menemani gadis itu, justru menemukan Hanna tenga menangis di luar ruang rawat.Hanna bergegas menghapus air matanya. “Sha, Rinjani sudah sadar. Agam. Agler maksud tante. Dia

  • Tentang Rasa   Bab 38 Kebenaran

    Tanpa dapat ditahan, air mata mengalir begitu saja dari kedua mata Rinjani. Tatapannya menyiratkan kesedihan dan rasa rindu menatap sosok pria yang berdiri di ujung anak tangga.Tanpa menunggu dipersilakan oleh sang tuan rumah, Rinjani bergegas berlari masuk ke dalam Villa tersebut. Tanpa permisi, gadis itu langsung berhampur memluk pria berkaos hitam yang terlihat seperti baru bangun tidur.“Agam, aku rindu,” ucap Rinjani ditengah isak tangisnya masih mendekap erat pria tersebut.Namun, ketika Rinjani sadar pria di depannya tidak membalas pelukannya, dia pun melepaskan dengan tida rela.Keduanya saling memandang dengan tatapan yang berbeda. Ada luka dan kekecewaan yang tergambar jelas di sorot mata Rinjani. Namun, lain halnya dengan pria di depannya yang menatap datar pada Rinjani.“Kau siapa?” tanya pria itu membuat Rinjani semakin menangis.Rinjani mencengkeram kedua lengan pria di depannya seraya berkata. “Agam, ini aku, Rinjani.”Terlihat pria itu sedikit tersentak sebelum ahirny

  • Tentang Rasa   Bab 37 Masih Berharap

    Arsha melangkahkan kainya memasuki ruangan di mana Rinjani tengah terbaring. Terlihat mata gadis itu masih tertutup karena obat penennag masih menguasai tubuhnya dan membuat kesadarannya hilang.“Sha, Tante titip Rinjani sebentar, ya. Tante mau ambil baju,” ucap Hanna ketika melihat Arsha memasuki ruangan tersebut.“Iya, Tante. Tante tenang aja, Arsha akan di sini jagain Rin.”Hanna bangkit dari duduknya, mengecup pucuk kepala Rinjani sebelum berjalan keluar dari ruang rawat tersebut.Ketika wanita itu hendak membuka pintu, terlihat daun pintu bergerak dan muncullah sosok laki-lai yang selama ini selalu menemani di sampingnya.“Pa, sudah selesai mengurus administrasi?” tanya Hanna.“Sudah, Ma. Mama mau ke mana?” tanya Tama yang melihat Hanna menjinjing tasnya dan kunci mobil milik mereka.“Mama mau ambil baju ganti buat Rin. Papa mau nitip sesuatu?”Tama mendekat mengambil kunci mobil di genggaman tangan istrinya. “Ayo, Papa yang antar. Papa nggak tenang kalau Mama pergi sendiri.”Akh

  • Tentang Rasa   Bab 36 Agam Pergi

    Tanpa mengangkat kepalanya, Pria tersebut memberikan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado dan pita merah sebagai hiasan.“Terima kasih.” Rinjani mengalihkan atensinya dari kotak tersebut. “Ini dari siapa, ya?”Tanpa menjawab pertanyaan Rinjani, pria bertopi itu bergegas pergi dari sana, meninggalkan gadis itu dengan penuh tanda tanya.“Eh? Mas! Ini dari siapa?” tanya Rinjani sekali lagi sedikit berteriak karena pria bertopi it uterus berjalan menjauh.“Rin? Ada apa?” tegur Arsha membuat Rinjani menoleh.Rinjani mengangkat kotak kado di tangannya. “Ada yang kasih kado, tapi orangnya pakai topi sama masker. Dan pas aku tanya ini dari siapa, dia malah pergi.”“Coba buka. Siapa tau ada nama pengirim di dalamnya,” ujar Arsha sambil melihat kotak kado itu dengan tatapan penasaran.“Masuk dulu aja. Kita buka di dalam, yuk,” ajak Rinjani sambil lebih

  • Tentang Rasa   Bab 35 Histeris dan Obat Penenang

    Air mata terus mengalir membasahi pipi gadis itu. Rinjani merasa kalut, bayang-bayang perginya Dava kini kembali memenuhi otaknya. Dan hal itu memicu ketakutan Rinjani tentang Agam.Dengan cepat, Rinjani mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas. Dia mencari nomor Agam dan segera melakukan panggilan keluar.Beberapa kali Rinjani mencoba menghubungi Agam, tetapi tidak satu pun panggilannya dijawab. Hal itu membuat tangis Rinjani semakin menjadi.Rinjani memeluk lututnya sambil terus-menerus menghubungi Agam. Tanpa sadar, gadis itu bahkan telah menggigiti jarinya.Setelah puluhan kali mencoba dan tetap tidak ada jawaban, Rinjani baru teringat Arsha. Dia segera mencari kontak Arsha dan mengubunginya.Panggilan pertama terhubung, tetapi masih belum diangkat. Tulisan bordering tertera di layar ponsel Rinjani.Rinjani merasa kesal. “Angkat, Sha!”Panggilan Rinjani berhenti karena yang di seberang sana tidak menerima panggilan

  • Tentang Rasa   Bab 34 Pamit: Agam Pergi?

    Mobil yang dikendarain oleh Rinjani berhenti membelok dan berhenti di depan sebuah kedai. Itu adalah kedai es krim yang biasa Rinjani datangi bersama Arsha.Varen tetap berada di dalam mobil. Pria itu memilih untuk mengawasi Rinjani dari kejauhan.“Sampai kapan aku akan mengawasi gadis itu?” Varen termenung sambil terus menatap kedai di seberang jalan.Tangan Varen terulur mengambil beberaa camilan yang memang selalu ada di mobilnya. Setelah itu, dia mengambil laptop dan dan mulai menghidupkannya untuk menonton film.Hanya Varen yang bisa sesantai ini dalam misi pengawasan. jikaArsha tahu, bisa dipastikan ada benjolan di kepala pria itu akibat keganasan Arsha.Asik menikmati film yang diputar, Varen terlonjak kaget ketika mobil Rinjani berlalu di hadapannya.“Mau ke mana lagi sih? Bikin repot sumpah!” gerutu Varen sambil membereskan kekacauan di mobil dengan cepat dan menyusul Rinjani.Meski kesal, Varen tetap

  • Tentang Rasa   Bab 33 Ketidaktahuan Rinjani

    “Ayo, Gam, aku antar ke kelas,” ujar Arsha setelah perdebatan kecil mereka selesai.Agam hanya mengangguk mengiyakan. Karena dia paham, jika tidak akan bisa menolak sepupunya itu.“Sha,” panggil Agam sedikit ragu. “Mm, nanti setelah mengantarku, kembalilah ke kelasmu. Aku yakin Rinjani salah paham. Aku tidak bisa menjelaskannya, jadi tolong bantu aku, ya ….”“Udah tenang aja, nggak usah terlalu dipikirkan. Aku yakin nanti Rinjani akan mengerti.” Semoga saja, dia tidak marah padaku.Arsha dan Agam berjalan beriringan menuju ke kelas pria itu. Sebenarnya, Agam sangat ingin menghampiri Rinjani. Tidak dipungkiri jika dia benar-benar merindukan gadis itu.

  • Tentang Rasa   Bab 32 Kalian Aneh

    Sementara itu, di kamar lain, Rinjani sedang bergerak gelisah dengan mata terpejam. Bulir-bulir keringat sudah membasahi tubuhnya. Dan bibir pucatnya terus saja bergumam. “Nggak! Dava, jangan bawa Agam. Nggak!” Rinjani masih berusaha mengatur napasnya yang memburu. Sesekali tangannya juga mengusap keringat yang membanjiri pelipis. Mata gadis itu terpejam berusaha meredam rasa pusing yang tiba-tiba saja menjalar. Rinjani masih tidak bisa memahami maksud dari mimpinya barusan. Di mana dia sedang berada di sebuah tempat sunyi yang sangat asing. “Halo! Ada orang di sini? Bisa tolong bantu aku?” teriak Rinjani sambil melihat ke sekeliling. Terlihat sekeliling Rinjani

DMCA.com Protection Status