Melihat reaksi yang ditunjukkan oleh dokter Dolores, Nicko pun kembali tersenyum sinis. Rasa percaya dirinya semakin tumbuh seiring sikap dokter Dolores yang mendadak gugup, juga sang istri yang sudah mulai bingung. Josephine memang sangat naif dan mudah sekali untuk terpengaruh.“Itu baru tahap awal saja, masih ada kejanggalan lain dari setiap ucapan dokter Dolores,” jawab Nicko kemudian kembali melirik perempuan berambut hitam itu dengan sinis.“Keanehan apalagi Nick?” tanya Josephine tampak penasaran.“Jo, menurutmu apa alasan seorang dokter untuk menahan pasiennya yang ingin pulang ke rumah?” Nicko mencoba memancing.Josephine terdiam, kemudian ia mengingat kejadian tadi. Dokter Dolores sempat terkejut saat datang dan melihatnya duduk. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan padanya dan mencoba untuk melakukan tes dan observasi apakah benar ia bisa menggerakkan kaki dan berjalan. Setelah dokter yakin, maka ia mengatakan kalau Jo harus dirawat hingga esok hari.“Biasanya karena pasie
Mata aqua Josephine terus menatap tajam ke arah dokter Dolores. Rekaman suara yang diperdengarkan oleh suaminya itu benar-benar membuatnya tercengang.Perempuan yang telah lama dan dikenal sebagai orang terhormat oleh keluarga Windsor ternyata berlaku serendah itu. Josephine benar-benar tak habis pikir akan hal ini.“Kau sengaja membuat kami bertengkar dokter? Kau sengaja memfitnah suamiku? Untuk apa kau melakukannya?” selidik Josephine dengan suara yang gemetar dan napas yang memburu.Melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Josephine, dokter muda ini pun melirik sinis ke arah istri Nicko. Ia sudah tak dapat menahan rasa cemburu dan iri terhadap Josephine.Perempuan berambut hitam ini tak ragu lagi untuk melangkah mendekat ke arah Josephine dan menunjuk ke arah bahunya.“Baguslah jika kau sudah mengetahui hal ini. Kau dengar ya! Aku sudah muak melihat kemesraan kalian berdua! Kau sungguh tak pantas untuk berdampingan dengan Nicko. Kau hanyalah seorang perempuan yang tak memiliki apa-apa.
Kali ini dokter Dolores tak berani menegakkan pandangannya. Ia hanya menatap ke arah lantai sambil kedua tangannya menangkup di depan dada.“Kiamat bagiku jika harus kehilangan profesiku sebagai dokter. Aku akan dipandang rendah dan kehilangan semua pundi-pundi uangku. Masih mending jika aku menjadi seorang istri konglomerat seperti Jo, tapi aku bukanlah siapa-siapa. Huh aku harus memutar otak agar Tuan Muda bisa memberikanku kesempatan,” pikirnya.Diam-diam Dokter Dolores melirik ke arah Josephine yang berdiri di samping Nicko saat itulah ia terpikirkan sesuatu, “Ya aku harus menggunakannya. Perempuan naif itu pasti akan mengerti keadaanku dan meminta suaminya untuk mengampuniku,” ia berpikir kembali.Dolores kini mendekat ke arah Josephine dan mulai menjalankan rencananya. Ia menitikkan air mata dan memohon.“Aku tahu aku salah, ampuni aku Jo. Aku telah gelap mata dan menggoda suamimu. Aku juga ingin merasakan kehidupan sepertimu,” dokter Dolores meminta maaf dengan terlihat tulus.
Greg tak bisa menahan tawanya saat melihat adiknya turun dan memakai pakaian kerja kembali. Barbara yang biasanya bernpenampilan seksi dan terbuka kini harus mengenakan rok lipit sepanjang lutut dipadankan dengan kemeja lengan panjang dan scraft yang menghiasi garis lehernya.Adik perempuannya itu biasa selalu menata rambut dengan berbagai model dan riasan yang tebal, tapi tidak untuk kali ini. Barbara membiarkan rambutnya tergerai rapi dan jepit ramput di sebelah kiri agar rambutnya tak menjuntai dan mengganggu penglihatannya. Agar tampak profesional, ia menambahkan kacamata berbingkai hitam.“Jadi seperti ini penampilanmu sebagai seorang asisten pribadi direktur Lloyd Group yang baru?” tanya Greg sambil menutup mulut dan menahan tawa.Barbara tampak mendengkus dan mengambil secangkir teh.“Diamlah kau! Aku belum juga menjadi asisten bagi direktur Lloyd. Aku harus menjalani wawancara ulang,” jelas Barbara terlihat malas.Mendengar jawaban si putri bungsu, Ben Shelton yang tadinya men
Dalam kawalan Jacklyn, Dolores tertunduk malu. Sepanjang melewati koridor ia tak berani mengangkat wajahnya sama sekali. Ingin ia meminta bantuan pada perempuan yang membawanya sekarang, tapi sepertinya percuma. Jacklyn begitu patuh seperti robot bagi Nicko, mungkin saja perempuan itu tak memiliki perasaan.Sesekali dokter Dolores mendengar kasak-kusuk dari orang yang kebetulan ditemui sepanjang perjalanannya menemui profesor Elliot Lewis. Semua yang diungkapkan tentangnya tak ada yang bernada positif. Ia benar-benar diperlakukan seperti seorang pesakitan.“Masuk!” perintah Jacklyn dingin begitu ia dipersilakan masuk oleh profesor Elliot Lewis.Dolores tak berkutik, ia justru berusaha untuk beringsut mundur dan mulai memberanikan diri untuk menoleh ke arah Jacklyn.“Tolong!” pintanya.Namun Jacklyn sekeras batu dan sedingin es, ia tak menanggapi ucapan dokter yang berada dalam cengkramannya. Ia justru mendorong tubuh ramping Dolores hingga nyaris terjungkal.“Hei apa kau tak bisa hati
“Ibuuuu!” teriak Ian begitu mendapati Josephine masuk ke dalam rumah megah keluarga Lloyd.Saat itu Ian tengah bermain bola di halaman belakang sambil didampingi oleh Samantha pengasuhnya. Ian secara tak sengaja melihat ke arah pintu kaca dan mendapati Ibunya datang dengan digandeng sang ayah.Josephine yang mendengar teriakan Ian pun langsung membentangkan kedua tangannya bersiap untuk memeluk anak itu.“Aku senang melihat Ibu sudah pulang dan tak ada lagi luka di tubuh Ibu,” kata Ian terus memeluk erat Jo. Sementara Nicko hanya tersenyum melihat tingkah keduanya.Nicko ikut mengusap rambut lurus Ian dan membuat anak itu menoleh ke arahnya.“Maafkan Ayah ya akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan urusan ayah hingga tak sempat untuk menemanimu mengunjungi Rodgie,” kata Nicko dengan penuh penyesalan.Tampaknya kecelakaan yang menimpa istrinya kemarin telah memberikan banyak pelajaran untuknya. Apapun yang terjadi keluarga seharusnya tetap menjadi yang utama bagi Nicko.Ian pun mengangguk
Greg berdiri di depan pintu mobil sedan milik adiknya. Pandangannya menatap sinis ke arah perempuan yang berpakaian rapi itu.“Minggir Greg! Aku sedang keburu, aku tak mau kehilangan kesempatan sebagai asisten Tuan Muda,” katanya sambil mencoba menggeser tubuh kakaknya.Namun Greg lebih kuat, ia masih saja bersandar di depan pintu mobil adiknya. Kali ini ia sedikit membungkuk hingga wajah mereka berdekatan.“Huh kau mau pergi? Lupakan saja niatmu itu!” perintahnya.“Aku melupakannya? Oh tentu tidak Greg! Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku harus bisa mendapatkan tiga puluh persen saham.”Greg mengangkat telunjuk dan mengarah pada adiknya.“Kau! Kau ingin mendapatkan saham itu? Tidak aku tak akan membiarkan itu terjadi! Kau sama sekali tidak patas untuk mendapatkannya. Kau tak memiliki keahlian apapun, apalagi Nicko juga tidak menyukaimu, tentu saja kau tidak bisa mendapatkan apapun untuk mewujudkan apa yang diinginkan ayah. Kau lebih baik mundur saja!” ancam Greg sekali la
Bibir Barbara seperti membeku ketika melihat gawainya terjatuh membentur lantai marmer yang keras. Harga tablet memang tak menjadi masalah untuknya, tapi data-data yang tersimpan di sana menjadi pikirannya saat ini.“Apa yang kalian lakukan pada tabletku?” tanya Barbara mencoba untuk menahan amarah.Keempat gadis yang merundungnya itu pun tertawa terbahak.“Ow kau hampir saja menangis seperti anak bayi saja,” ejek perempuan yang kemarin datang pertama kali.Tentu saja ejekannya mengundang tawa peserta lainnya. Mereka semua memang bersaing satu sama lain, tapi hanya satu kesamaan yang mereka miliki saat ini yaitu rasa tidak suka pada sosok Barbara. Kedatangan Barbara kemarin benar-benar membuat mereka merasa tersisihkan. Gara-gara Barbara mereka harus mengikuti jadwal ulang dan mendapat perlakuan tidak adil dari Tuan Muda.Barbara menggigit bibirnya dan mengepalkan tangan kuat-kuat. Ingin sekali ia menarik rambut dari perempuan-perempuan itu, tapi ia sadar kalau dirinya harus menjaga s