Janet melangkah menjauh dan membiarkan Gerald untuk duduk sendirian di sofa. Perempuan bertubuh seperti supermodel Runaway itu melangkah mendekat ke arah jendela, menatap lalu lintas di luaran yang menjadi pemandangan dari griya tawangnya. Ia berdiri sambil melipat tangan di depan dada.
Gerald mengacak rambutnya yang pirang dengan posisi sedikit membungkuk. Ia berusah mencerna ucapan dari teman kencannya beberapa saat lalu.
“Lelaki yang menikah dengan Josephine ku adalah seorang keturunan keluarga Lloyd? Jika itu benar maka akan sulit untuk memisahkan mereka dan membuang lelaki itu di jalanan. Uang yang kumiliki tak mungkin bisa untuk mengalahkannya,” gumam Gerald.
Mantan tunangan Josephine ini pun berdiri dan mendekat ke arah Janet yang masih emmandang ke luar jendela. Perlahan ia menyentuh dan mengusap pundak Janet yang kurus.
“Jika dia putra keluarga Lloyd, kenapa justru ia menye
“Ya, kau harus memikirkan hal itu Gerald. Bukankah engkau pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa untuk menangkap ikan yang besar, diperlukan umpan yang besar pula. Lawan kita kali ini bukan sembarang orang, dia adalah keturunan orang paling berpengaruh di sini. Dia memiliki apa saja,” Janet mengingatkan.Yang dikatakan perempuan bertubuh ramping ini memang bukan isapan jempol belaka. Keluarga Lloyd mampu menambah pundi-pundi kekayaan dan menghancurkan seseorang dalam waktu yang bersamaan. Siapapun tak ada yang berani menyentuh keluarga Lloyd.Gerald terdiam cukup lama, mencoba memikirkan untung rugi dari saran yang disampaikan oleh Janet. Kemudian lelaki itu mengulurkan tangan pada perempuan yang berada di sampingnya.“Kita akan melakukannya!” kata Gerald dengan percaya diri.“Jadi kau sudah memutuskan untuk melakukannya?” tanya Janet sedikit meragukan.
Devon Watts menghempaskan tubuhnya di atas kasur ukuran single yang sudah menipis. Saking tipisnya, ia bisa merasakan pegas yang ada di dalam kasurnya.Baru saja lelaki ini hendak beristirahat melepas penat, ayahnya Jamie Watts membuka pintu tanpa mengetuk, sama seperti hari-hari sebelumnya.“Huh, ada apa lagi Ayah?” tanyanya segera bangkit dari tempat tidurnya.“Apa kau sudah mendapatkan gaji bulan ini? Sebentar lagi obat milik ibumu habis?”Devon menggeleng, “Mana mungkin sudah mendapatkan gaji, bukankah minggu lalu aku sudah memberikannya padamu, coba kau tanya pada Jessica saja, bukannya dia suka mendapatkan uang tip dari pelanggannya?”Jamie duduk di samping putra sulungnya, kemudian mengusap rambutnya yang sudah mulai botak.“Bagaimana ini, bisa-bisanya kita bernasib sesial ini. Seandainya saat itu tidak ketahua
Sadar akan suara dengung yang disebabkan getaran ponselnya di atas ranjang, pemuda ini pun langsung mengambil benda pipih itu. Benda pipih yang casingnya sudah mengelupas karena termakan usia.Tanpa mempedulikan adik dan ayahnya yang saling ribut karena masalah uang, pemuda ini pun melangkah menuju bagian belakang rumah yang ukurannya tak luas, tapi hening. Kali ini ia berharap agar panggilan dari Gerald Jones akan membawakan banyak hal untuknya.“Devon, dari mana saja kau, kenapa kau tidak segera mengangkat telepon dariku? Apa kau sudah tidak lagi membutuhkan uang dariku?” tanya Gerald dengan nada suara yang terdengar kesal.Gerald selalu ingin di nomor satukan, ia sangat benci untuk menunggu. Apalagi jika ia harus menunggu orang yang kelasnya berada di bawahnya. Ini dianggap sebagai penghinaan untuknya, dan perbuatan yang tidak pantas.Sebagai seorang yang berkelas dan memiliki banyak u
“Kau kan sudah menabrakku, dan kau membiarkanku untuk menopang tubuhmu cukup lama, coba kau pikirikan hal itu” jawab Chad yang masih memegangi pergelangan tangan Catherine.Damian yang mendengar ucapan Chad justru semakin merasa tak enak, dan kali ini ia pun mencoba tampil sebagai pahlawan sekali lagi. Dia tak ingin hubungan baik dengan Chad berhenti gara-gara Catherine yang bersikap tak tahu malu.“Cathy, kau ini bagaimana, berjalan tanpa melihat-lihat. Untung saja Chad tidak terjatuh,” tambah Damian mencoba untuk memperkeruh suasana.“Maafkan aku, aku sungguuh tak sengaja, aku sedang terburu-buru jadi aku tak melihatmu lewat di depanku,” jawab Catherine.Namun Chad tidak peduli sama sekali, ia justru melirik ke arah Damian.“Sepertinya kalian berdua saling mengenal,” ungkap Chad.“Ya, dia a
“Bagaimana kabarmu? Aku ada keperluan denganmu, bisa kita bertemu sekarang?” tanya Devon di telepon.Lelaki itu tengah bersandar pada mobil baru yang disediakan Gerald Jones. Sesekali mengayun-ayunkan gantungan kunci mobil yang ada di genggaman tangannya.Beberapa perempuan tampak mencuri pandang ke arah Devon, tentu saja mereka berharap lelaki ini akan mengajak mereka berkencan. Penampilan Devon tak buruk, kali ini ia mengenakan celana jeans yang warnanya senada dengan jaket jeansnya. Namun yang memberinya nilai lebih adalah kunci mobil BMW yang ada dalam genggaman.BMW tipe SUV itu memang keluaran terbaru dan cat nya masih sangat berkilau. Tentu saja ini membuat penampilannya terlihat wah, dan semua mengira kalau Devon memiliki kantong yang tebal.“Kau ingin bertemu denganku? Untuk apa, apakah pertemuan kita akan menguntungkan bagiku?” tanya perempuan yang tengah dihubungi o
Cathy memalingkan wajah, mencoba untuk menyembunyikan diri dari Chad yang ada di depannya.“Tidak … tidak, ia tak boleh melihatku seperti ini. Jika dia tahu wajahku memerah dan gugup lelaki menyebalkan ini pasti akan terus menerus menggangguku,” pikir Cathy.“Tidak, mana ada kencan hari ini. Ini hanya caraku untuk menebus kesalahan karena menabrakmu,” balas Catherine menyembunyikan dirinya yang tersipu malu.Chad tertawa dan ia terlihat semakin semangat menggoda Cathy.“Hmm kau bilang kita tak berkencan, bukannya kau langsung berada di pelukanku saat bertemu pertama kali?”Catherine mendengkus kesal, bibir merah mudanya membentuk kerucut dan wajahnya terlihat begitu lucu dan menggemaskan.“Kau masih ingin membahasnya? Aku kan sudah bilang aku tak sengaja karena menghindar dari Damian,—” Catherine me
“Kita ke sini?” tanya Sabrina sedikit heran begitu Devon mengajaknya untuk masuk ke restoran Jepang yang berada tak jauh dari rumahnya.Restoran itu termasuk mewah untuk ukuran mereka berdua. Namun restoran biasa untuk seorang seperti Nicholas Lloyd atau Gerald Jones.Sabrina berulang kali bertanya pada Devon apakah ia benar-benar akan menikmati sushi, masakan Jepang kesuakaannya. Terakhir kali ia menikmati sajian mewah itu saat masih menjadi istri Erick Dalton.“Ini serius kan? Maksudku kita benar-benar makan sushi di sini?”“Tentu saja, kita akan menikmati sushi, sekaligus berbicara mengenai rencana kita untuk membuktikan bahwa Nicko suami Josephine adalah Nicholas Lloyd,” jawab Devon.Sabrina mengangguk.“Aku masih memiliki foto reuni waktu itu. Saat Josephine datang bersama suaminya,” kata Sabrina kemudian m
“Devon, apa kau sudah mengirimkannya pada Tuan Gerald?” tanya Sabrina yang baru saja selesai menikmati sushi, makanan kesukaannya.Gerald menggeleng cepat. Ia justru terlihat santai sambil menikmati sake. Berbeda dengan rekannya Sabrina yang justru terlihat tidak sabar ingin cepat-cepat mendapatkan kabar dari Gerald.“Kenapa kau tak mengirimkannya? Bukankah Tuan Gerald membutuhkan informasi itu secepat mungkin?” tanya Sabrina.“Aku tahu, tapi sepertinya esok adalah waktu yang tepat,” jawab Devon santai.Sabrina berdiri dan menghentakkan kakinya seperti anak kecil yang marah karena keinginan yang tidak dipenuhi oleh orang tuanya. Raut wajahnya menunjukkan ketidaksenangan akan keputusan Devon.Beberapa saat lalu Devon menyetujui ide darinya, dan akan mengeksekusi sesegera mungkin, tapi setelah makan ia justru melupakan rencana semula yang t