Catherine langsung menyikut adiknya yang sudah mulai di luar kendali. Sang kakak perempuan tak ingin apa yang telah mereka rencanakan gagal.
"Jo, sudah diamlah, biar aku saja yang bicara padanya," bisik Catherine.Untungnya kali ini Jo menurut. Ia meyakini kalau kakaknya mampu untuk bersikap obyektif, karena tidak ada perasaanya yang dilibatkan dalam masalah kali ini."Hmm aku dengar dari Jo, kau telah menyumbangkan uangmu untuk kesembuhan Ayahku, apakah itu benar Adrian?" tanya Catherine.Melihat sikap putri sulungnya yang berbeda dengan Josephine, Daisy pun merasa senang krena menganggap sekutunya telah kembali."Tentu saja ia telah menyumbang untuk Edmund. Kau tahu Catherine, tadinya Adrian sama sekali tak mau mengaku akan hal ini, tapi setelah kami mendesak, akhirnya ia mengaku," jawab Daisy.Dalam hati Catherine ingin mengatakan kalau sang Ibu sudah terkena perangkapnya."Wah, benarkah, sUcapan Daisy masih jelas terdengar oleh Nicko si menantu tak berguna. Namun pemuda itu tetap acuh, dan fokus pada tujuannya."Kalian tunggu saja, aku punya kejutan tak terduga untuk kalian," ucap Nicko dalam hati dan terus melangkah meninggalkan kerumunan itu.Sementara Josephine hanya memandangi punggung sang suami yang sudah mulai menjauh hingga hilang di balik dinding. Dia sama sekali tak mengerti apa yang direncanakan oleh suaminya saat ini."Dia mau apa ya?" tanya Jo dalam hati dan merenungi apa yang akan dilakukan oleh suaminya."Jo, kau dengar apa yang Ibu bicarakan?" tegur Daisy tiba-tiba membuyarkan lamunan Jo.Semenjak tadi Ibunya sibuk membicarakan keburukan Nicko bersama sepupunya dan juga Adrian. Wanita itu semakin lama semakin bernafsu untuk menjodohkan putrinya dengan Adrian."A ... Apa yang Ibu bicarakan?" tanya Jo yang memang tidak mendengarkan perkataan wanita yang melahirkannya.
Sekali lagi Catherine mengulang perkataannya untuk memberi penegasan pada seluruh keluarganya.Terutama adiknya yang saat ini emosinya tidak menentu."Benar kan Adrian, ini tak akan jadi masalah buatmu, memang pihak rumah sakit tidak akan memberiahukan rahasiamu pada kami, tapi kau pasti diberikan tanda terima oleh Rumah Sakit kan?" tanya Catherine dengan maksud untuk mempertegas.Ibunya yang sudah diliputi nafsu untuk menjodohkan Adrian dengan putrinya pun semakin bersemangat untuk membela calon menantu idamannya itu. Kali ini ia mendukung Catherine, putri sulungnya agar bisa membuat Josephine tercengang oleh uang yang dieluarkan Adrian untuk Ayahnya."Kau pasti akan takjub dengan pengorbanan Adrian pada keluarga kami. Apa kau masih sampai hati menolaknya," ungkap Daisy dalam hati.Adrian diam mematung mendengar ucapan Catherine. Lelaki ini justru sibuk memainkan ponsel menunjukkan kalau ia adalah orang yang banyak pekerjaa
Tak hanya Cathy yang mapu menemukan celah kebohongan dalam ucapan Adrian. Namun Josephine pun juga melihat celah itu.Putri kedua Daisy itu pun tak mampu menahan emosin. Ia pun langsung menodong Adrian dengan pertanyaan yang mampu membuat lelaki itu tersudut."Kau ini lucu Adrian," balas Jo."Ma ... Maksudmu apa?" tanya Adrian sedikit gugup. Sepertinya pemuda ini merasa kalau Jo sudah mengetahui kebohongan yang ia buat. Jantungnya semakin berdegup kencang, ia tak siap menanggung akibat dari kebohongan yang ia buat."Yah, caramu menyangkal itu sungguh lucu. Kau bilang sepertinya kau tak sengaja meninggalkannya di mobil, tapi kemudian kau mengatakan tak ingin aku mengetahuinya. Pernyataanmu ini snagat bertentangan sekali Adrian," balas Jo sambil berdiri dan berkacak pinggang. Perempuan bermata aqua itu memandang Adrian dengan tatapan yang remeh dan penuh hina."Dengar ya Adrian, kau mengatakan sepertinya kau mening
Nicko yang baru saja kembali tak sengaja melihat insiden ini. Ia langsung meraih tubuh istrinya dan memeluk dengan erat. Ia tak peduli kalau dirinya kembali tidak sendirian.Melihat sang menantu yang datang dan mencoba menjadi pahlawan bagi putrinya, Daisy pulai naik pitam."Kau lihat itu Nicko! Gara-gara kau putriku jadi bersikap kurang ajar!" seru Daisy menyalahkan Nicko."Aku tak mendengar apa yang kalian bicarakan, tapi dari sana aku melihat kaian sepertinya tengah berselisih pendapat," kata Nicko yang masih memeluk erat istrinya, sambil sesekali ia mengusap pipi Josephine yang lembut."Kau tahu, Jo telah berani memfitnah Adrian dan mengatakan ia berbohong. Siapa lagi yg bisa mengajarkan putriku untuk bersikap kurang ajar kalau bukan kau?" kata Daisy penuh emosi.Catherine yang menyadari ada orang lain yang berdiri di belakang Damian pun langsug memberi tanda pada Ibunya. Perempuan berambut pirang pun mengedipkan m
"Tuan muda Lloyd?" Daisy bergumam.Nama itu cukup familiar, tapi tak ada yang mengetahui seperti apa orangnya. Kecuali mereka yang menjadi suruhan Tuan Muda."Benar Nyonya, kami melihat iklan yang ditampilkan dalam situs jual beli, dan kebetulan sekali Bos kami tengah mencari villa di dekat pantai," aku Raymond Evans.Daisy menghela napas kemudian melirik ke arah menantu dan putrinya. Ia salah tingkah, tadi ia begitu menghina mereka dan dianggap tak peduli pada kondisi Edmund.Ibu dari Josephine hanya menunduk sambil meremas telapak tangannya sendiri. Perasaannya kacau saat ini, terlebih setelah menampar putrinya."Jo pasti sangat marah kepadaku," pikir Daisy."Tuan Muda adalah seorang yang sangat pemurah, mendengar tujuan villa itu dijual, beliau pun langsung memintaku untuk memeriksa kebenarannya. Beliau memintaku untuk mencari tahu apa penyakit dan berapa biaya yang dibutuhkan," jelas wakil direktur Ric
"Apakah seperti ini sudah selesai Tuan Evans?" tanya Nicko sembari menyodorkan dokumen yang telah ia tanda tangani pada pria berpakaian rapi di hadapannya.Sejenak wakil direktur Richmond ini memeriksa dokumen yang ditanda tangani menantu keluarga Windsor. Ia tersenyum-senyum sendiri melihat ulah majikannya yang dirasa tak biasa ini."Hmm saya rasa ini cukup, saya permisi dulu Tuan," pamitnya pada Nicko dan mengangguk lalu tersenyum pada seluruh anggota keluarga Windsor."Terima kasih Tuan, sampaikan salam dan ucapan terima kasih saya pada Tuan Muda Lloyd," balas Nicko sambil mengangguk penuh hormat agar sandiwara mereka terlihat benar-benar nyata.Daisy dan Damian masih diam saja melihat percakapan dua orang itu. Mungkin mereka sudah merasa kalah dan menunggu apa yang akan mereka terima.Melihat keadaan ini, Nicko pun langsung melirik ke arah mertuanya. Ia ingin melihat wanita paruh baya itu semakin memerah karena mal
Adrian hanya menunduk saat berhadapan dengan keluarga Windsor, terutama saat melihat ada pesaingnya. Bukan karena merasa bersalah, tapi dendam yang membara pada laki-laki itu.Dirinya kini tampak seperti seorang kriminal yang tertangkap oleh polisi. Dia merasa hina sekali digiring oleh dua orang perempuan, terutama Joephine."Sial, Josephine ternyata mempermainkanku, pasti itu semua karena disuruh laki-laki tak berguna itu," amuk Adrian dalam hati.Harga diri Adrian jadi semakin terinjak-injak saat melihat suami Josephine memicingkan mata ke arahnya. Menghadiahi dirinya dengan sebuah tatapan yang remeh, seolah mengejek kalahan yang ia terima kali ini."Pasti ia tengah mentertawaiku dalam hati, dan menantikan Ibu dari Josephine memaki-makiku lalu mengelu-elukan dirinya adalah palawan karena telah berhasil menggandeng Tuan Muda Lloyd," batin Adrian.Josephine dan Catherine masih diam sambil memegangi kedua lengan Adrian.
Adrian langsung mendongak mendengar tatangan dari Josephine. Tanpa perlu menunggu dan basa-basi, ia pun mulai buka suara dan mengugkapkan kekecewaannya. Ia tentu tak mau dipersalahkan atas ayang terjadi kali ini."Apa kalian akan menyalahkanku atas kesalah pahaman yang terjadi kali ini?" tanya Adrian menantang.Melihat sikap Adrian yang tak biasa dan dianggap tidak sopan, Daisy pun langsung mengamuk, pada lelaki itu."Jadi maksudnya kau ingin menyalahkanku?" tanya Daisy dengan nada tinggi.Ibu Josephine pun langsung berdiri berkacak pinggang, lalu menuding ke arah pemuda yang tadi begitu ia sanjung."Apa maksudnya kau mengaku-ngaku pada kami? Agar mendapatkan simpati dariku?" tanya Daisy menyalahkan Adrian.Tak terima, Adrian pun membalas ucapan wanita paruh baya ini dengan nada tinggi pula."Siapa yang mengaku-ngaku. Anda dan Damian lah yang mengatakan hal itu padaku, padahal aku tak berkata