Kinanti terkejut saat ada orang yang datang ke rumahnya untuk mengantarkan surat panggilan dari pengadilan agama. Buru-buru ia menghubungi nomer ponsel Adhikari. Namun seperti yang sudah-sudah, ponsel Adhikari lagi-lagi dalam keadaan tak aktif.
Terakhir kali Kinanti bertemu dengan suaminya sudah dua bulan yang lalu, setelah itu suaminya hilang bagaikan ditelan bumi meski pun setiap bulannya suaminya itu masih mengirimkannya uang melalui ATM.
Padahal waktu itu Kinanti baru saja memiliki secercah harapan untuk bisa memperbaiki rumah tangganya dengan Adhikari saat Adhikari bercerita kepadanya bahwa wanita yang suaminya cintai ternyata telah menikah dengan pria lain.
Dua bulan ini Kinanti berusaha menekan dirinya untuk tak mengadukan sikap Adhikari pada mamanya dan kedua mertuanya. Ia memendam kesedihan dan kecemasannya sendiri tanpa ada yang mengetahui. Namun sepertinya pertahanannya kali ini sudah runtuh, ia membutuhkan sandaran dan tempat untuk berbagi keluh kesa
Adhikari mengendarai mobilnya menuju rumah Hastari. Setelah menempuh beberapa waktu perjalanan akhirnya Adhikari sampai. Ia memarkirkan mobilnya di depan pagar rumah Hastari.Adhikari menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia harus mempersiapkan banyak kata untuk mengutarakan isi hatinya kepada Kinanti dan juga pada Hastari. Tentu saja ia juga akan meminta maaf pada dua wanita itu.Adhikari memencet bel pintu rumah Hastari. Beberapa saat kemudian pintu pun terbuka, namun bukan Hastari atau Kinanti yang membuka pintu melainkan Yogi yang menampilkan wajah garangnya.Tak ada perbincangan atau sapaan saat pertama kali mereka bertemu. Tiba-tiba Yogi mengepalkan tangannya lalu mengarahkan kepalan tangannya ke wajah Adhikari. Tak cukup sekali tapi berkali-kali hingga Adhikari tersungkur di lantai teras.“Mas Adhi!” Kinanti berlari menghampiri Adhikari untuk menolong pria yang sialnya masih sangat ia cintai itu.“Min
Adhikari berjalan tergesa memasuki apartemen karena ia sudah terlalu lama meninggalkan Rosaline. Meskipun ia meninggalkan Rosaline bersama Badrika dan Ivana namun ia tetap merasa khawatir mrngingat bagaimana pucat dan tak bedayanya Rosaline.“Adhi, kamu udah pulang?” sapa Ivana.“Iya, Kak.” Adhikari mendudukkan dirinya di sebelah Ivana.“Loh muka kamu kenapa kok jadi babak belur kayak gitu?!” seru Ivana panik saat menyadari wajah Adhikari yang berubah bonyok tak setampan tadi.“Nggak pa-pa kok, Kak. Biasalah namanya juga habis nyakitin hati anak orang,” sahut Adhikari seraya terkekeh.“Auuhhh ... sakit juga ternyata lama-lama, padahal tadi belum kerasa loh.” Ucap Adhikari seraya memegangi pipinya.“Biar aku ambilkan kompres ya.”“Iya, Kak. Makasih. Ohh iya, gimana sama Rosaline?”“Dia baru saja tidur. Tadi sempat bangun dan nanyain kamu te
Tengah malam Rosaline terbangun karena tadi sebenarnya ia tak benar-benar tidur. Ia hanya tak ingin melihat wajah Adhikari dan menyahuti ucapan prianya itu.Tak terasa air mata menetes mengenai pelipisnya. Ia merasa apa yang sudah ia lakukan sekarang ini adalah hal yang salah. Semakin lama tangisannya semakin membuatnya terisak kala bayangan banyak orang yang datang mencemoohnya datang.“Loh Sayang, kamu kenapa?” Adhikari mencoba membalikkan tubuh Rosaline agar menghadapnya.“Kamu nangis?!” seru Adhikari setelah tubuh Rosaline sudah menghadap ke arahnya.Rosaline menggelengkan kepalanya namun ia malah semakin terisak.“Sayang, kamu kenapa sih?” Adhikari menarik Rosaline kedalam pelukannya.Setelah sedikit tenang, Rosaline meloloskan dirinya dari pelukan Adhikari.“Adhi, apa nggak sebaiknya kita nggak sama-sama dulu sebelum kita nikah?”“Kamu ngomong apa sih, Sayang?”&n
Adhikari begitu memanjakan Rosaline. Apapun yang Rosaline minta sebisa mungkin akan ia usahakan. Seperti sekarang ini ia mengantarkan Rosaline yang ingin shopping setelah sekian lama tak menginjakkan kakinya di mall.“Aku lapar deh, kita makan yuk,” ucap Rosaline.“Iya, kita cari tempat makan yang kamu mau. Lagian aku juga udah capek keliling.”Rosaline tersenyum pada Adhikari yang saat ini sedang merangkul pinggangnya mesra. “Maaf ya, Sayang, aku udah bikin kamu capek. Akhir-akhir ini aku juga udah banyak buat kamu susah.”“Kamu ngomong apa sih, Sayang?! Nggak ada kata susah kalau buat nyenengin kamu sama anak kita,” sahut Adhikari.“Aku makin cinta sama kamu.” “Aku apalagi. Cinta ... cinta ... cintaaaa banget sama kamu. I love you, Say
Rosaline meremas tangan Adhikari saat mereka masih berada di dalam mobil. Mereka berdua belum juga keluar dari mobil walaupun Adhikari sudah memarkirkan mobilnya di depan pintu gerbang pintu rumah orangtua Rosaline selama lima belas menit.“Ayo turun.” “Aku deg-degan, Sayang.”“Kita hadapi bersama.” Ucap Adhikari penuh keyakinan.“Kalau Papa kembali menghajar kamu kayak dulu gimana? Soalnya waktu itu Jagat juga habis dihajar sama Papa gara-gara dia udah menghamili Jasmine,” ucap Rosaline.“Semua resikonya akan aku terima, termasuk aku akan babak belur dihajar sama Papa kamu. Yang penting kita akan selalu bersama. Kamu tenang aja ya, buktinya Jagat juga dinikahkan sama Jasmine kan,&r
“Kapan kamu akan menikahi Rosaline?” tanya Benjamin kepada Adhikari.Saat ini Adhikari sedang duduk berhadapan dengan Rosaline dan orangtuanya. Mereka sedang duduk santai di ruang tengah dengan disuguhi teh dan camilan. Benjamin juga sedikit lebih tenang dan sudah bisa menerima kenyataan yang telah terjadi.“Secepatnya, Pa.”“Lalu perceraianmu?”“Sedang dalam proses.”“Apa orangtuamu dan keluargamu su
Sampai di kamar, Adhikari langsung menghubungi Rosaline lewat vidio call agar kekasihnya itu percaya bahwa dirinya memang sedang berada di dalam kamarnya yang ada di rumah orangtuanya.“Hai, Sayang,” sapa Adhikari.“Kamu baru sampai rumah?”“Enggak. Udah dari tadi sih tapi aku bicara sama Papa Mama dan yang lainnya dulu soal hubungan kita.”“Terus reaksi Papa Panji sama Mama Ruwina gimana? Mereka marah nggak sama aku?” tanya Rosaline penasaran. Ia begitu takut dengan reaksi orangtua Adhikari saat mereka mengetahui hubungannya yang terjalin kembali secara diam-diam di saat Adhikari masih memiliki istri sahnya.“Nggak tahu, Mama nggak ngomong apa-apa. Papa juga.”“Aku kok malah ngrasa takut ya,” ucap Rosaline.“Loh takut kenapa, Sayang?!”“Takut kalau mereka nggak merestui hubungan kita,
Ponsel Adhikari berdering saat ia dan Rosaline sedang bersantai di depan TV.“Siapa yang telpon, Sayang?” tanya Rosaline.“Mama.”“Ya udah angkat aja, siapa tahu penting,” ucap Rosaline yang kini sedang berada di pelukan Adhikari.“Halo, Ma,” sapa Adhikari saat ia sudah menyambungkan telponnya.“Adhi, kamu di mana?” tanya Ruwina.“Aku lagi ada di luar. Ada apa, Ma?”“Kamu pulang secepatnya. Mama mau bicara sama kamu.”“Iya.” Sambungan telponnya terputus, Adhikari kembali meletakkan ponselnya di atas meja.“Ada apa, Sayang?” tanya Rosaline.“Mama minta aku pulang. Kamu ikut sama aku pulang ya. Kamu kan udah lama nggak ketemu sama Mama Papa.”&
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek