Ponsel Adhikari berdering saat ia dan Rosaline sedang bersantai di depan TV.
“Siapa yang telpon, Sayang?” tanya Rosaline.
“Mama.”
“Ya udah angkat aja, siapa tahu penting,” ucap Rosaline yang kini sedang berada di pelukan Adhikari.
“Halo, Ma,” sapa Adhikari saat ia sudah menyambungkan telponnya.
“Adhi, kamu di mana?” tanya Ruwina.
“Aku lagi ada di luar. Ada apa, Ma?”
“Kamu pulang secepatnya. Mama mau bicara sama kamu.”
“Iya.” Sambungan telponnya terputus, Adhikari kembali meletakkan ponselnya di atas meja.
“Ada apa, Sayang?” tanya Rosaline.
“Mama minta aku pulang. Kamu ikut sama aku pulang ya. Kamu kan udah lama nggak ketemu sama Mama Papa.”
&
Sampai di rumah sakit Rosaline langsung dimasukkan ke ruang IGD. Adhikari, Ivana dan Badrika menunggu di luar.Adhikari semakin panik karena saat di perjalanan menuju rumah sakit tadi Rosaline sudah tak sadarkan diri.Tak lama kemudian Benjamin dan Mardina berlari tergesa memasuki gedung rumah sakit. Mereka mencari-cari keberadaan Rosaline. Sampai di depan ruang IGD, mereka melihat keberadaan Adhikari dan dua kakaknya.“Kamu apakan anakku?!” Benjamin langsung menarik kerah kemeja Adhikari membuat Ivana dan Mardina berteriak. Badrika langsung menarik lengan Benjamin agar tak terjadi pukulan lagi.“Om Ben, saya mohon sabar dulu. Rosaline masih diperiksa Dokter di dalam,” ucap Badrika.Ruwina menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangannya saat ia melihat Benjamin menarik kerah kemeja Adhikari dan hampir saja memukul Adhikari jika saja Badrika tak menghalanginya.“Adhi, bagaimana Rosaline bisa terjatuh?&rdq
“Suster, saya ingin bertemu dengan Rosaline. Bagaimana keadaannya?” Adhikari berlari menghampiri seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD dan perawat itu jugalah yang tadi menggiring Benjamin dan Mardina masuk ke ruangan.“Maaf, Pak, tapi tidak ada pasien bernama Rosaline di sini.”“Tidak ada? Tidak ada gimana maksudnya?! Bukannya tadi kamu yang memanggil Papa Ben dan Mama Mardina masuk untuk menemui Dokter?!” seru Adhikari. Ia merasa pusing dengan pernyataan suster di hadapannya ini.“Maaf, Pak. Di sini memang sudah tidak ada lagi pasien yang bernama Rosaline, Pak.”“Jelas-jelas tadi kamu membawa orangtua Rosaline masuk ke sana!” sentak Adhikari.“Pasien bernama Rosaline memang sudah tidak ada di sini karena sudah keluar dari rumah sakit ini dua jam yang lalu, Pak.”“Apa?!” Bukan hanya Adhikari yang terkejut atas ucapan suster itu, namun semua an
“Suster, apa di sini ada pasien bernama Jasmine?” Adhikari bertanya pada suster yang berjaga di meja informasi.“Jasmine? Jasmine siapa, Pak, nama lengkapnya?” tanya Perawat itu.“Jasmine Dimitri, dia istri dari Jagat Paraduta pemilik rumah sakit ini. Kamu pasti mengenalnya,” sahut Adhikari.“Maaf, Pak, tapi Pak Jagat tidak memasukkan istrinya ke rumah sakit ini.”“Bagaimana mungkin?! Bukannya istrinya sedang melahirkan? Penjaga di rumahnya bilang kemungkinan besar Pak Jagat membawa istrinya melahirkan di sini,” ucap Adhikari.“Itu hanya kemungkinan besar, Pak. Kemungkinan kecil juga bisa saja terjadi kan,” sahut perawat itu.“Adhi, sepertinya dia nggak akan memberitahu kita. Sebaiknya kita pergi dari sini,” ucap Badrika.“Tapi, Kak—“
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind