Keesokan harinya Rosaline berangkat bersama Benjamin karena ia tak membawa mobil. Sebetulnya Adhikari ingin menjemputnya tapi tentu saja ia tak mengijinkan karena takut jika orang rumahnya akan mengendus hubungannya dengan Adhikari.
Saat akan sampai di ruangannya, Rosaline bertemu dengan Dini.
“Rose.”
“Dini.”
“Ada masalah? Pagi-pagi kenapa udah lesu aja muka kamu?”
“Ke ruanganku dulu yuk,” ajak Rosaline. Ia sengaja mengajak Dini ke ruangannya agar pembicaraannya dengan Dini tak bisa di dengar oleh siapa pun.
“Oke.” Dini berjalan beriringan dengan Rosaline memasuki ruangan teman baiknya ini.
Rosaline meletakkan tasnya di atas meja lalu berjalan me
Saat ini pikikan Rosaline sedang kacau. Ia pusing karena memikirkan kehamilan Jasmine yang tiba-tiba dan sekarang Adhikari malah membuat pikirannya semakin kalut dengan mengatainya hamil. Apalagi bulan ini ia juga belum juga mendapat tamu bulanannya.Sepenjang malam Rosaline terus mendiamkan Adhikari. Sepanjang sore hingga malam Adhikari hanya bisa memandangi punggung Rosaline karena Rosaline tidur dengan memunggunginya.Tapi ternyata sampai tengah malam pun Rosaline tetap tak bisa memejamkan matanya. Ia mendudukkan dirinya dan menghadap ke arah Adhikari yang saat ini masih betah menatapnya.“Aku mau kamu beli test pack.”Adhikari langsung mendudukan dirinya menghadap Rosaline.“Gara-gara omongan kamu yang ngira aku hamil, aku sekarang jadi nggak bisa tidur,” imbuh Rosaline.“Aku belikan kamu alat tes itu tapi kamu janji ya, kalau kamu beneran hamil jangan apa-apain anak kita,” ucap Adhikari de
Adhikari terkejut saat melihat keberadaan Jasmine. Apalagi saat ini Jasmine sedang duduk bersama seorang wanita yang saat ini sedang duduk membelakanginya. Mendadak ia menjadi salah tingkah dan bingung karena ia yakin dengan pasti bahwa wanita yang saat ini duduk membelakanginya adalah Rosaline, wanita yang saat ini telah menjalin hubungan terlarang dengannya.Benar saja, Adhikari langsung berkeringat dingin dan berharap jika kekasih gelapnya itu tak memergokinya sedang jalan berdua dengan istri sahnya. Ia melihat Jasmine yang sedang menarik tangan Rosaline hendak membawa kekasihnya itu keluar dari restoran. Namun semuanya terasa sulit saat Rosaline malah menolehkan kepalanya dan melihat ke arahnya dan Kinanti berdiri.Adhikari menegang kaku saat melihat tatapan mata Rosaline yang menunghunusnya tajam. Ingin sekali ia melepas kaitan tangan Kinanti di lengannya tapi tentu saja hal itu akan membuat Kinanti curiga kepadanya.Kinanti tak bodoh, ia sudah beberapa kal
Adhikari merasa frustasi karena sudah berhari-hari ini Rosaline tak bisa dihubungi. Bahkan kekasihnya itu tak kunjung pulang ke apartemen. Selama berhari-hari pula ia harus menahan diri untuk menemui Rosaline di rumah Benjamin.Adhikari juga tak bisa menjemput Rosaline di kantornya karena Benjamin selalu datang tepat waktu untuk menjemput Rosaline. Ia bahkan merasa sangat sulit untuk bernafas. Saat di rumah pun pikirannya hanya tertuju pada Rosaline.“Jalan satu-satunya agar aku bisa menemui Rosaline adalah pergi ke Artiz Grup sebagai klien.” Adhikari menyambar kunci mobilnya dan bergegas menuju Artiz Grup di mana Rosaline bekerja.Adhikari tak sabar ingin menemui Rosaline. Ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan maksimal yang ia bisa di tengah kemacetan kota.Tiga puluh menit akhirnya Adhikari sampai di gedung Artiz Grup. Ia langsung berjalan menuju lantai di mana letak ruangan Rosaline karena sebelum ini ia juga sudah beberapa kali ke kanto
Keesokan paginya Kinanti kembali menata hatinya, ia terlihat seperti biasanya yang ceria. Saat ini ia bahkan sudah menyiapkan pakaian dan sarapan untuk Adhikari. Ia bertekat untuk tetap mempertahankan rumah tangganya dan tidak ingin membahas tentang perpisahan lagi. Saat ini ia malah semakin berharap jika ia segera kembali diberi kepercayaan dari Tuhan untuk mengandung sang buah hati.“Mas, aku udah siapin sarapan buat kita. Kita sarapan dulu ya, dari kemarin kan kamu nggak sempat sarapan.” Kinanti dengan suara cerianya menyambut kedatangan Adhikari di ruang makan.Adhikari mengerutkan keningnya karena bingung dengan sikap Kinanti yang malah berubah semakin ceria dari biasanya sampai ia ingin menolak pun rasanya tak tega meski pun ia sedang tak ingin sarapan di rumah.Kinanti melayani Adhikari dengan sangat baik seperti biasanya. Setelah memakan sarapannya Adhikari berpamitan pergi pada Kinanti. Dan seperti biasanya, Kinanti juga mengantarkan Adhikar
“Sayang.” Adhikari tersenyum kala akhirnya ia bisa kembali bertemu dengan Rosaline. Kali ini pun ia harus menuju kantor Rosaline untuk menemui kekasihnya ini.“Ada apa?” Rosaline memandang Adhikari masih dengan pandangan datarnya.“Aku udah membicarakan perceraian sama Kinanti.” Ucap Adhikari dengan senyumannya yang mulai mengembang.“Terus gimana reaksinya? Dia setuju cerai dari kamu?” tanya Rosaline.“Untuk saat ini Kinanti masih belum setuju tapi aku akan terus meyakinkan dia agar dia bisa merelakan aku menceraikannya,” sahut Adhikari.“Kenapa kamu nggak langsung mendaftarkan gugatan ceraimu ke pengadilan agama?”“Sayang, masalahnya nggak sesederhana itu. Dulu aku memulainya dengan baik-baik dan sekarang aku akan mengakhiri pernikahan ini juga dengan cara yang baik,” ucap Adhikari.“Aku udah tahu kalau kamu memang nggak bisa diharapkan, Dhi.&r
Adhikari seperti orang linglung setelah pulang dari rumah orangtua Rosaline. Karena tak bisa berpikir jernih akhirnya bukannya pulang ke rumahnya tapi ia pulang ke apartemen Rosaline. ia membaringkan tubuhnya di sofa depan TV. Dalam hati ia hanya bisa berharap jika ini hanya mimpi.Adhikari mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang yang bisa ia ajak bicara.“Kak.”“Adhi?! Ada apa malam-malam begini kamu telpon aku?” “Kak, aku lagi butuh Kakak. Datanglah di apartemen, saat ini aku sedang nggak bisa pulang ke rumahku ataupun ke rumah Mama.”“Baiklah, kebetulan ini aku juga ada di luar rumah ini baru mau pulang. Kalau gitu aku mampir ke sana deh. Kirimkan
“Mama?!” seru Kinanti saat ia melihat Hastari berdiri di hadapannya.“Kinanti.” Hastari berjalan memeluk Kinanti.“Mama kenapa bisa tiba-tiba ada di sini?”“Tadi Mama ikut jenguk tetangga yang lagi rawat inap di rumah sakit dekat sini, terus Mama mampir ke sini deh.”“Ayo, Ma. Masuk,” ajak Kinanti.“Aku buatkan minum dulu.” Kinanti berjalan menuju dapur.Hastari duduk di ruang tengah.“Adhi mana, Kinan?”“Belum pulang, Ma. Lembur kali,” sahut Kinanti.“Lembur? Apa Adhi nggak ngasih tahu kamu kalau dia pulang terlambat untuk lembur?” tanya Hastari.Kinanti diam karena tak ingin menyahuti pertanyaan mamanya. Setelah selesai menyeduhkan teh, ia membawa dua cangkir tehnya ke ruang tengah.“Diminum tehnya, Ma.”“Makasih ya, Saya
Kinanti duduk termenung di ruang tengah hingga malam sudah mulai larut.“Bu, makan malamnya sudah siap.” Asisten rumah tangga Kinanti datang menghampirinya.“Bibik makan aja dulu. Sepertinya aku nggak makan malam.”“Baik, Bu. Emm ... ruangannya sudah mulai gelap, Bu. Saya nyalakan lampunya ya.”“Nggak usah, Bik. Biar begini saja.”“Kalau gitu saya permisi dulu, Bu.”Kinanti berjalan menuju kamarnya, ternyata di dalam kamar kondisinya juga gelap seperti di ruang tengah. Kinanti menyalakan lampu kamarnya, ia melihat Adhikari yang sedang meringkuk di atas ranjang.“Mas.” Kinanti memberanikan dirinya mendekati Adhikari.“Mas.” Kinanti kembali memanggil Adhikari. Ia mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang.Adhikari membalikkan badannya menghadap Kinanti. Betapa terkejutnya Kinanti saat melihat wajah Adhikari yang bersimbah air mata.
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek